Selasa, 19 Maret 2013

Tujuan Utama Izin Melakukan Polygami & Pemeliharaan Anak Yatim





      بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 

Bab 68



Tujuan Utama Izin 
Melakukan Polygami
&
Pemeliharaan Anak-anak Yatim


 Oleh

 Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam akhir Bab  sebelumnya  telah dijelaskan mengenai  makna “manusia dijadikan dari satu jiwa” dan makna “perempuan diciptakan dari tulang rusuk”, sehubungan dengan firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ اتَّقُوۡا رَبَّکُمُ الَّذِیۡ خَلَقَکُمۡ مِّنۡ نَّفۡسٍ وَّاحِدَۃٍ وَّ خَلَقَ مِنۡہَا زَوۡجَہَا وَ بَثَّ مِنۡہُمَا رِجَالًا کَثِیۡرًا وَّ نِسَآءً ۚ وَ اتَّقُوا اللّٰہَ الَّذِیۡ تَسَآءَلُوۡنَ بِہٖ وَ الۡاَرۡحَامَ ؕ اِنَّ اللّٰہَ کَانَ عَلَیۡکُمۡ  رَقِیۡبًا ﴿﴾ 
Hai manusia,  bertakwalah kepada Allah  Tuhan kamu  Yang menciptakan kamu dari satu jiwa dan darinya Dia menciptakan jodohnya  sebagai pasangan serta  mengembang-biakkan dari keduanya banyak laki-laki dan perempuan. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain,  dan bertakwalah mengenai hubungan kekerabatan,  sesungguhnya Allah senantiasa menjaga dan mengawasi kamu.     (An-Nisā [4]:2).
       “Satu jiwa” dapat diartikan: (1) Adam, (2) laki-laki dan perempuan bersama-sama, sebab bila dua wujud melakukan satu pekerjaan bersama-sama, mereka dapat dianggap sebagai satu; (3) laki-laki atau perempuan secara mandiri sebab umat manusia dapat dikatakan telah diciptakan dari “satu jiwa” dalam arti kata bahwa tiap-tiap dan masing-masing perseorangan (individu) diciptakan dari benih laki-laki yang merupakan “satu jiwa” dan juga dilahirkan oleh perempuan yang merupakan pula “satu jiwa.”
      Ayat itu pun menempatkan perkataan “ketakwaan kepada Allah” berdampingan dengan perkataan “hubungan tali kekerabatan”,  guna menekankan pentingnya perlakuan baik terhadap keluarga. Hal demikian telah begitu dititik-beratkan oleh Al-Quran, sehingga  Nabi Besar Muhammad saw.   lazim membaca ayat ini pada saat membacakan khutbah nikah, guna mengingatkan kedua belah pihak mempelai, kepada kewajiban mereka masing-masing terhadap satu sama lain.

Tujuan Utama Izin Melakukan  Polygami Menurut Islam

       Setelah menyebutkan kedua karunia Allah Swt.  di dalam ayat sebelumnya, yakni pengembangbiakkan banyak laki-laki dan perempuan dari “satu jiwa” dan penjagaan mereka dari kehancuran dengan menjalin tali kekerabatan (tali silaturahmi), Al-Quran selanjutnya menekan perlunya melindungi keturunan dengan menjamin hak serta kepentingan anak-anak yatim, firman-Nya:
وَ اٰتُوا الۡیَتٰمٰۤی اَمۡوَالَہُمۡ وَ لَا تَتَبَدَّلُوا الۡخَبِیۡثَ بِالطَّیِّبِ ۪ وَ لَا تَاۡکُلُوۡۤا اَمۡوَالَہُمۡ  اِلٰۤی اَمۡوَالِکُمۡ ؕ اِنَّہٗ کَانَ حُوۡبًا کَبِیۡرًا ﴿﴾ وَ اِنۡ خِفۡتُمۡ اَلَّا تُقۡسِطُوۡا فِی الۡیَتٰمٰی فَانۡکِحُوۡا مَا طَابَ لَکُمۡ مِّنَ النِّسَآءِ مَثۡنٰی وَ ثُلٰثَ وَ رُبٰعَ ۚ فَاِنۡ خِفۡتُمۡ اَلَّا تَعۡدِلُوۡا فَوَاحِدَۃً اَوۡ مَا مَلَکَتۡ اَیۡمَانُکُمۡ ؕ ذٰلِکَ اَدۡنٰۤی اَلَّا تَعُوۡلُوۡا ؕ﴿ ﴾  وَ اٰتُوا النِّسَآءَ صَدُقٰتِہِنَّ نِحۡلَۃً ؕ فَاِنۡ طِبۡنَ لَکُمۡ عَنۡ شَیۡءٍ مِّنۡہُ نَفۡسًا فَکُلُوۡہُ ہَنِیۡٓــًٔا مَّرِیۡٓــًٔا ﴿
Dan  berikanlah kepada anak-anak yatim harta mereka, janganlah kamu menukar yang buruk dengan yang baik, dan janganlah kamu memakan harta mereka bercampur  dengan hartamu, sesungguhnya  yang demikian itu adalah dosa yang besar.   Tetapi jika kamu takut  bahwa kamu tidak akan dapat berlaku adil terhadap anak-anak yatim, maka nikahilah  perempuan-perempuan lainnya yang kamu sukai: dua atau tiga atau empat,  akan tetapi   jika kamu takut kamu tidak akan dapat berlaku adil maka nikahilah seorang perempuan saja, atau nikahi yang dimiliki tangan kanan kamu, yang demikian itu lebih dekat bagimu untuk berbuat tidak adil.  (An-Nisā [4]:3-4).
       Ayat ini penting sekali, oleh karena ayat ini mengizinkan polygami dalam keadaan tertentu. Islam memperkenankan  -- walaupun tentu saja tidak menganjurkan atau mendorong -- seorang laki-laki  beristri lebih dari satu sampai empat orang pada satu waktu. Dan karena izin ini telah diberikan sehubungan dengan masalah anak-anak yatim, maka haruslah diartikan bahwa hal itu pertama-tama didasarkan pada soal pengurusan golongan masyarakat yang paling terlantar  tersebut.
     Ada peristiwa-peristiwa ketika kepentingan anak-anak yatim hanya mungkin dapat dilindungi dengan jalan menikahi seorang atau lebih dari seorang dari antara perempuan-perempuan asuhan atau dari antara perempuan-perempuan lain menurut tuntutan keadaan.

Polygami Sebagai Pencegah Kerusakan Moral &
Keburukan Sosial

     Walaupun ayat ini menyebutkan poligami sehubungan dengan masalah anak-anak yatim, namun demikian suasana lain dapat timbul saat polygami dapat menjadi satu obat yang diperlukan untuk mengobati beberapa keburukan sosial atau moral.
      Jika tujuan-tujuan pernikahan itu sendiri diperhatikan maka izin itu nampaknya tidak hanya dibenarkan bahkan ada kalanya sangat tepat dan bahkan perlu. Ya, dalam kasus-kasus demikian justru jika tidak memanfaatkan izin ini niscaya akan dapat merugikan kepentingan individu dan masyarakat.
      Menurut Al-Quran tujuan pernikahan ada empat, yakni: (1) pencegahan terhadap penyakit-penyakit jasmani, akhlak, dan ruhani (QS.2:188; QS.4: 25); (2) mendapatkan ketenteraman hati dan untuk memperoleh seorang teman hidup yang mau mencurahkan cinta kasihnya (QS.30:22); (3) mendapatkan keturunan, dan (4) memperluas lingkup kekeluargaan (QS.4:2).
      Kadangkala salah satu di antara atau   keempat tujuan pernikahan tersebut di atas itu tidak tercapai oleh keadaan hanya beristri seorang, misalnya istri menjadi penyandang cacat seumur hidup, atau menderita penyakit menular, maka tujuan pernikahan itu pasti tidak akan tercapai bila orang   yang dihadapkan kepada situasi semacam itu  tidak menikahi perempuan lain lagi. Memang tidak ada jalan lain bagi dia kecuali nikah  lagi secara sah bila karena tidak mampu menahan godaan nafsu berahi lalu menjalani kehidupan amoral (asusila).
      Seorang istri yang mengidap penyakit menahun tidak akan mampu menjadi teman hidup yang baik, sebab betapa pun ia patut dihormati dan dikasihi wujudnya tidak dapat memberikan ketenteraman hati kepada suaminya dalam segala hal. Begitu pula  jika kebetulan ia (istri) mandul maka keinginan alami sang suami yang sepenuhnya beralasan untuk mempunyai keturunan yang akan menjadi penerusnya dan mengabadikan namanya tetap tak akan terpenuhi kalau tidak nikah lagi.
      Untuk memenuhi keperluan-keperluan semacam itulah Islam telah mengizinkan mengikat tali pernikahan  majemuk (polygami). Tetapi jika dalam kasus yang disebut di atas sang suami menceraikan istrinya yang pertama, maka hal demikian akan merupakan sesuatu yang memalukan dan membawa kenistaan bagi sang suami.

Persamaan Tujuan Pernikahan Poligami
Dengan Pernikahan Tunggal

       Sebenarnya tujuan-tujuan pernikahan  ganda (polygami) itu sampai batas tertentu sama dengan tujuan-tujuan pernikahan tunggal. Bila salah satu atau semua tujuan itu tidak tercapai dengan pernikahan tunggal maka pernikahan  poligami menjadi suatu keperluan.
     Namun ada beberapa alasan juga yang kadang-kadang dapat menjadikan seseorang perlu mempunyai seorang lagi istri atau lebih, di samping seorang istri yang sangat mencintai dan cukup memenuhi tujuan-tujuan pernikahan. Alasan-alasan itu ialah: (a) untuk melindungi anak-anak yatim; (b) untuk mempersuamikan janda-janda yang layak bersuami lagi, dan (c) untuk mengisi kekosongan anggota keluarga laki-laki dalam suatu keluarga atau masyarakat, misalnya  akibat perang.
        Sudah jelas dari ayat yang sedang kita bahas ini bahwa poligami diikhtiarkan pada khususnya dengan tujuan melindungi anak-anak yang terlantar. Dari ayat ini dapat ditarik kesimpulan,  bahwa ibu anak-anak yatim yang bernaung di bawah perwalian seseorang lebih baik dinikahi  oleh wali itu sendiri, agar ia menjadi langsung terikat dalam tali kekeluargaan dengan mereka dan  lebih erat perhubungannya dengan mereka, sehingga  dengan demikian lebih dapat mencurahkan perhatian demi kesejahteraan mereka daripada ia tidak berbuat demikian.
       Mempersuamikan janda-janda (QS.24:33) merupakan tujuan lain yang dicapai dengan adanya peraturan poligami. Orang-orang Islam di zaman Nabi Besar Muhammad saw.  senantiasa repot menghadapi peperangan membela agama. Banyak sekali yang gugur dalam medan perang dan meninggalkan janda-janda dan anak-anak yatim, tanpa mempunyai keluarga dekat yang mengurus mereka.
        Kelebihan jumlah kaum perempuan  dari kaum laki-laki dan luar biasa banyaknya bilangan anak-anak yatim tanpa seorang pun yang mengurus mereka — sebagai akibat tak terelakkan dari peperangan — menghendaki agar pernikahan-pernikahan  poligami dianjurkan, guna menyelamatkan Islam dari keruntuhan akhlak.
      Kedua Perang Dunia telah membenarkan peraturan Islam yang amat berfaedah ini. Peperangan ini telah meninggalkan perempuan-perempuan  muda usia tanpa suami dalam jumlah yang luar biasa besarnya. Sungguh, bilangan kaum perempuan yang lebih besar jumlahnya darilaki-laki di dunia Barat — disebabkan oleh kehilangan banyak sekali kaum laki-laki, akibat kedua perang dunia itu — menjadi penyebab kemunduran akhlak dewasa ini, sehingga menggerogoti kehidupan masyarakat Barat.

Mencegah Bahaya Kehancuran Total  Bangsa

      Di samping kemungkinan memenuhi keperluan akan suami bagi janda-janda muda itu, peraturan poligami juga dimaksudkan untuk mengatasi keadaan yang timbul sebagai akibat peperangan bila -- di samping segi-segi kemunduran lainnya --  tenaga laki-laki suatu bangsa menjadi demikian langkanya, sehingga timbul bahaya kehancuran total bangsa itu.
     Menurunnya angka kelahiran yang merupakan penyebab penting dari keruntuhan suatu bangsa, dapat diobati secara jitu  hanya dengan mempergunakan peraturan poligami. Jadi, poligami bukanlah untuk penyaluran keperluan nafsu syahwat, seperti disalahartikan orang, melainkan merupakan pengorbanan yang meminta supaya perasaan pribadi dan sepintas lalu diberikan untuk kepentingan umum atau kepentingan nasional yang lebih luas.
      Dengan demikian terjawablah semua celaan dan kritikan  yang dilontarkan oleh pihak non-Muslim mengenai masalah polygami,  sebagai akibat dari kekeliruan segelintir dari kalangan umat Islam sendiri yang telah menyalahgunakan izin melakukan poligami serta kekeliruan memaknai kata muth’ah, sehingga muncul praktek-praktek penikahan haram seperti contohnya nikah sirri atau  “kawin kontrak” dan lain-lainnya yang sangat menodai kesempurnaan ajaran Islam mengenai lembaga pernikahan, termasuk masalah menyalahgunakan  izin melakukan poligami.

 (Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 16 Maret  2013



Tidak ada komentar:

Posting Komentar