Rabu, 27 Maret 2013

Pencabutan Kembali "Ruh" Al-Quran Setelah Kejayaan Islam yang Pertama




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 80


Pencabutan Kembali "Ruh" Al-Quran Setelah Kejayaan  Islam yang pertama  

 Oleh

 Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam akhir Bab  sebelumnya  telah dikemukakan  firman Allah Swt. mengenai hikmah  mengapa  Allah Swt. mengumpamakan  orang-orang yang beriman kepada rasul  Allah   sebagai istri Fir’aun, yang lebih memilih kehidupan akhirat daripada kesenangan kehidupan duniawi yang sedang dialaminya, firman-Nya:
 وَ ضَرَبَ اللّٰہُ  مَثَلًا  لِّلَّذِیۡنَ  اٰمَنُوا امۡرَاَتَ  فِرۡعَوۡنَ ۘ اِذۡ  قَالَتۡ رَبِّ ابۡنِ  لِیۡ عِنۡدَکَ  بَیۡتًا فِی الۡجَنَّۃِ  وَ نَجِّنِیۡ  مِنۡ فِرۡعَوۡنَ  وَ عَمَلِہٖ وَ نَجِّنِیۡ  مِنَ الۡقَوۡمِ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿ۙ﴾    
Dan Allah mengemukakan istri Fir’aun sebagai  misal bagi orang-orang beriman,  ketika ia berkata: “Hai Tuhan, buatkanlah bagiku di sisi Engkau sebuah rumah di surga, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim,    (At-Tahrīm [66]:12).
     Istri Fir’aun yang shalih tersebut lebih memilih beriman kepada pendakwaan Nabi Musa a.s. sebagai Rasul Allah, walau pun dengan resiko ia harus menanggung penderitaan hidup di lingkungan istana oleh kezaliman suaminya, Fir’aun. Jadi, istri Fir’aun tidak sekedar menyatakan keimanannya kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya dengan ucapan belaka tetapi juga melalui amal  (perbuatan) nyata.

Peringatan Keras Allah Swt.
kepada Orang-orang Beriman

    Itulah sebabnya Allah Swt. telah memperingatkan orang-orang-orang beriman yang bangga dengan teori-teori dan definisi-definisi pengetahuan-pengetahuan agama sehingga meraih berbagai title keagamaan, tetapi miskin dari pengamalan  yang nyata di dalam kehidupannya, baik di lingkungan rumah tangga  mau pun di lingkungan masyarakat -- sebagai  bukti pengamalan hablun minallāh (hubungan dengan Allah Swt.) dan hablun- minannās (hubungan dengan sesama manusia), sebagaimana yang diamalkan oleh Nabi Besar Muhammad saw. dan para pengikut hakiki beliau saw. -- firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا  الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا  لِمَ  تَقُوۡلُوۡنَ مَا لَا  تَفۡعَلُوۡنَ ﴿﴾   کَبُرَ  مَقۡتًا عِنۡدَ  اللّٰہِ  اَنۡ  تَقُوۡلُوۡا مَا  لَا تَفۡعَلُوۡنَ ﴿﴾   اِنَّ اللّٰہَ یُحِبُّ الَّذِیۡنَ یُقَاتِلُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِہٖ  صَفًّا کَاَنَّہُمۡ  بُنۡیَانٌ  مَّرۡصُوۡصٌ  ﴿﴾ 
Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang kamu tidak kerjakan?  Adalah sesuatu yang paling dibenci di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan.   Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang  dalam barisan-barisan, mereka itu seakan-akan suatu bangunan yang tersusun rapat. (Ash-Shaff [61]:2-4).
     Perbuatan seorang Muslim hendaknya sesuai dengan pernyataan-pernyataannya. Bicara sombong dan kosong membawa seseorang tidak keruan kemana yang dituju, dan ikrar-ikrar lidah tanpa disertai perbuatan-perbuatan nyata adalah berbau kemunafikan dan ketidaktulusan.
     Orang-orang Muslim diharapkan tampil dalam barisan yang rapat, teguh dan kuat terhadap kekuatan-kekuatan kejahatan, di bawah komando pemimpin mereka, yang terhadapnya mereka harus taat dengan sepenuhnya dan seikhlas-ikhlasnya. Tetapi suatu kaum, yang berusaha menjadi satu jemaat yang kokoh-kuat, harus mempunyai satu tata-cara hidup, satu cita-cita, satu maksud, satu tujuan dan satu rencana untuk mencapai tujuan itu.
       Selanjutnya Allah Swt.  memperingatkan  umat Islam – terutama di Akhir Zaman ini – agar mereka  bersikap seperti para Sahabah r.a. di zaman Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
وَ اعۡتَصِمُوۡا بِحَبۡلِ اللّٰہِ جَمِیۡعًا وَّ لَا تَفَرَّقُوۡا ۪ وَ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَتَ اللّٰہِ عَلَیۡکُمۡ  اِذۡ  کُنۡتُمۡ اَعۡدَآءً فَاَلَّفَ بَیۡنَ قُلُوۡبِکُمۡ فَاَصۡبَحۡتُمۡ بِنِعۡمَتِہٖۤ اِخۡوَانًا ۚ وَ کُنۡتُمۡ عَلٰی شَفَا حُفۡرَۃٍ مِّنَ النَّارِ فَاَنۡقَذَکُمۡ مِّنۡہَا ؕ کَذٰلِکَ یُبَیِّنُ اللّٰہُ لَکُمۡ اٰیٰتِہٖ  لَعَلَّکُمۡ  تَہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾
Dan  berpegangteguhlah kamu sekalian pada tali Allah,   janganlah kamu berpecah-belah,  dan ingatlah akan nikmat Allah atas kamu ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan, lalu  Dia menyatukan hati kamu dengan kecintaan antara satu sama lain maka  dengan nikmat-Nya itu kamu menjadi bersaudara, dan kamu dahulu berada di tepi jurang Api  lalu Dia menyelamatkanmu darinya. Demikianlah Allah menjelaskan Ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu mendapat petunjuk.   (Āli ‘Imran [3]:104).

Makna “HablilLāh” (Tali Allah)  &
“Jurang Api”

     Kata habl dalam ayat selanjutnya -- “Dan  berpegangteguhlah kamu sekalian pada tali Allah,   janganlah kamu berpecah-belah” -- berarti: seutas tali atau pengikat yang dengan itu sebuah benda diikat atau dikencangkan; suatu ikatan, suatu perjanjian atau permufakatan; suatu kewajiban yang karenanya kita menjadi bertanggung jawab untuk keselamatan seseorang atau suatu barang; persekutuan dan perlindungan (Lexicon Lane). Nabi Besar Muhammad saw.  diriwayatkan telah bersabda:  “Kitab Allah itu tali Allah yang telah diulurkan dari langit ke bumi” (Tafsir Ibnu Jarir, IV, 30).
     Sangat sukar kita mendapatkan suatu kaum yang terpecah-belah lebih daripada orang-orang Arab sebelum  kedatangan  Nabi Besar Muhammad saw.    di tengah mereka, tetapi   sejarah umat manusia tidak dapat mengemukakan satu contoh pun ikatan persaudaraan penuh cinta yang menjadikan orang-orang Arab telah bersatu-padu, berkat ajaran dan teladan luhur lagi mulia Junjungan Agung mereka, Nabi Besar Muhammad saw..  
     Kata-kata “di tepi jurang Api” berarti peperangan, saling membinasakan yang di dalam peperangan itu orang-orang Arab senantiasa terlibat dan menghabiskan kaum pria mereka. Namun ketika Allah Swt. mengulurkan “Tali Allah” dari langit  --berupa pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. dan  Al-Quran (syariat Islam)   -- dan mereka beriman serta berpegang-teguh para “Tali Allah” tersebut maka keadaan mereka yang sebelumnya berpecah-belah dan bertentangan satu sama lain seperti keadaan “tulang-belulang yang berserakan” tiba-tiba mereka berubah menjadi bagaikan “satu tubuh” yang hidup sebagai “khayra ummah” (umat terbaik – QS.2:144; QS.3:111), firman-Nya:
وَ اَلَّفَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ ؕ لَوۡ اَنۡفَقۡتَ مَا فِی الۡاَرۡضِ جَمِیۡعًا مَّاۤ  اَلَّفۡتَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ  اَلَّفَ بَیۡنَہُمۡ ؕ اِنَّہٗ  عَزِیۡزٌ  حَکِیۡمٌ ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ حَسۡبُکَ اللّٰہُ وَ مَنِ اتَّبَعَکَ  مِنَ  الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾
Dan  Dia telah menanamkan kecintaan di antara hati mereka, seandainya engkau membelanjakan yang ada di bumi ini seluruhnya, engkau  sekali-kali tidak akan dapat menanamkan kecintaan di antara hati mereka, tetapi Allah telah menanamkan kecintaan di antara mereka, sesungguhnya Dia Maha Perkasa, Maha Bijaksana.   Hai Nabi,   Allah mencukupi bagi engkau dan bagi  orang-orang yang mengikuti engkau di antara orang-orang beriman. (Al-Anfāl [8]:64-65).

Hubungan Masa Jeda (Terhentinya) Pengutusan Rasul Allah
Dengan  Mengerasnya  Hati Umat Manusia

     Jadi, menurut ayat tersebut bahwa cara Allah Swt. “menghidupkan” kembali suatu kaum yang secara ruhani telah mati sehingga keadaan kaum tersebut terpecah-belah bagaikan keadaan “tulang-tulang yang berserakan” senantiasa melalui “Tali Allah” yang  diulurkan dari “langit”, yakni Rasul Allah dan wahyu Ilahi.  
  Berikut ini firman Allah Swt. mengenai pentingnya  kesinambungan turunnya “hujan ruhani” berupa wahyu Ilahi yang turun bersama dengan diutusnya seorang rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada umat manusia (Bani Adam – QS.7:35-37), sebab tanpa wahyu Ilahi tersebut   mustahil “bumi” (hati) yang telah mati akan dapat  dihidupkan (disuburkan) kembali, sehingga dapat menumbuhkan berbagai macam tanaman dan buah-buahan ruhani yang sangat dibutuhkan oleh manusia, “firman-Nya:
اَلَمۡ یَاۡنِ  لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا  اَنۡ  تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ  لِذِکۡرِ اللّٰہِ  وَ مَا  نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ  ۙ  وَ لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ عَلَیۡہِمُ  الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ  مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾  اِعۡلَمُوۡۤا  اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ  تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Apakah belum sampai waktu bagi orang-orang yang beriman, bahwa hati mereka tunduk untuk mengingat Allah dan mengingat  kebenaran yang telah turun kepada mereka, dan mereka tidak  menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab sebelumnya, maka  zaman kesejahteraan menjadi panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan dari mereka menjadi durhaka? Ketahuilah, bahwasanya  Allah  menghidupkan bumi sesudah matinya. Sungguh Kami telah menjelaskan Tanda-tanda kepadamu supaya kamu mengerti. (Al-Hadīd [57]:17-18).
     Ribuan tahun lamanya  di kalangan bangsa Arab -- sejak Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Isma’il a.s.  hingga dengan masa pengutusan Nabi Besar Muhammad saw.  – Allah Swt. tidak pernah mengutus seorang   rasul Allah pun, sehingga keadaan hati bangsa Arab benar-benar telah menjadi sangat keras bagaikan kerasnya gunung-gunung batu di padang pasir jazirah Arabia  (QS.17:46-53), demikian juga yang terjadi di kalangan umat beragama (QS.30:42-44; QS.2:73-75).

 Revolusi Ruhani Terbesar di Jazirah Arabia

    Untuk tujuan “menghidupkan kembali  bumi  -- yakni hati manusia --  setelah kematiannya itulah maka Allah Swt. telah menjanjikan pengutusan para rasul Allah dari kalangan Bani Adam, agar tidak ada alasan (dalih/hujah) bagi manusia untuk menghujat Allah Swt. jika mereka dibinasakan dengan azab-azab Ilahi yang kedatangannya telah diperingatkan oleh  Rasul-rasul Allah sebelumnya, firman-Nya:
یٰۤاَہۡلَ الۡکِتٰبِ قَدۡ جَآءَکُمۡ  رَسُوۡلُنَا یُبَیِّنُ لَکُمۡ عَلٰی  فَتۡرَۃٍ  مِّنَ الرُّسُلِ اَنۡ تَقُوۡلُوۡا مَا جَآءَنَا مِنۡۢ بَشِیۡرٍ وَّ لَا نَذِیۡرٍ ۫ فَقَدۡ جَآءَکُمۡ بَشِیۡرٌ وَّ نَذِیۡرٌ ؕ وَ اللّٰہُ  عَلٰی  کُلِّ  شَیۡءٍ  قَدِیۡرٌ ﴿٪﴾
Hai Ahlul Kitab, sungguh telah datang kepada kamu Rasul Kami yang menjelaskan syariat kepadamu  pada masa jeda pengutusan rasul-rasul, supaya kamu tidak mengatakan: “Tidak pernah datang kepada kami  seorang pemberi kabar gembira dan tidak pula seorang pemberi peringatan.” Padahal sungguh  telah datang kepada kamu seorang pembawa kabar gembira  dan pemberi peringatan, dan Allah Maha kuasa atas segala sesuatu. (Al-Māidah [5]:20).
     Sejarah bungkam perihal apakah ada seorang nabi pernah datang di salah satu negeri di antara zaman Nabi Besar Muhammad saw.   dengan zaman Nabi Isa ibnu Maryam a.s.,   yang pasti ialah sekurang-kurangnya di antara para Ahlulkitab tiada seorang nabi pun datang dalam jangka waktu itu.
  Pada hakikatnya, dunia telah mengharap-harapkan dan bersiap-siap menerima kedatangan Juru Selamat terbesar bagi umat manusia (QS.7:159; QS.21:108; QS,25:2; QS.34:29).   Nabi Besar Muhammad saw.  menurut riwayat pernah bersabda bahwa antara beliau saw. dan Nabi Isa ibnu Maryam a.s. tidak ada nabi (Bukhari).
    Melalui “Tali Allah” yang diulurkan dari langit  -- yakni Nabi Besar Muhammad saw. dan wahyu Al-Quran – itulah keadaan hati bangsa Arab jahiliyah yang telah “keras membatu” bahkan “keras membesi” hanya dalam waktu 23 tahun saja telah berubah menjadi “makhluk baru” sebagai para pecinta hakiki Tauhid Ilahi dan menjadi “umat terbaik” (QS.2:144; QS.3:111), firman-Nya:
وَ قَالُوۡۤاءَ اِذَا کُنَّا عِظَامًا  وَّ  رُفَاتًاءَ اِنَّا  لَمَبۡعُوۡثُوۡنَ  خَلۡقًا جَدِیۡدًا ﴿﴾   قُلۡ  کُوۡنُوۡا  حِجَارَۃً   اَوۡ  حَدِیۡدًا ﴿ۙ﴾   اَوۡ خَلۡقًا مِّمَّا یَکۡبُرُ فِیۡ صُدُوۡرِکُمۡ ۚ فَسَیَقُوۡلُوۡنَ مَنۡ یُّعِیۡدُنَا ؕ قُلِ الَّذِیۡ فَطَرَکُمۡ   اَوَّلَ مَرَّۃٍ ۚ فَسَیُنۡغِضُوۡنَ اِلَیۡکَ رُءُوۡسَہُمۡ وَ یَقُوۡلُوۡنَ مَتٰی ہُوَ ؕ  قُلۡ  عَسٰۤی  اَنۡ  یَّکُوۡنَ  قَرِیۡبًا ﴿﴾   یَوۡمَ  یَدۡعُوۡکُمۡ فَتَسۡتَجِیۡبُوۡنَ بِحَمۡدِہٖ وَ  تَظُنُّوۡنَ   اِنۡ   لَّبِثۡتُمۡ   اِلَّا   قَلِیۡلًا  ﴿﴾
Dan mereka berkata:  ”Apakah apabila kami telah menjadi tulang-belulang dan benda yang hancur, apakah kami benar-benar akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru?”    Katakanlah: “Jadilah kamu batu atau besi,    atau makhluk yang nampak-nya terkeras dalam pikiran kamu, kamu pasti akan dibangkitkan lagi.”  Maka pasti mereka akan mengatakan:  Siapakah yang akan menghidupkan kami kembali?” Katakanlah: “Dia Yang telah menjadikan kamu pertama kali.” Maka pasti mereka akan menggelengkan kepalanya terhadap engkau dan berkata:  Kapankah itu akan terjadi?” Katakanlah: “Boleh jadi itu dekat.   Yaitu pada hari ketika Dia memanggilmu lalu kamu menyambut dengan memuji-Nya dan kamu akan beranggapan bahwa  kamu tidak tinggal di dunia kecuali hanya sebentar.” (Bani Isrāil [17]:50-53).
    Ayat 51 tersebut dapat dianggap mengatakan kepada orang-orang kafir, bahwa meskipun seandainya hati mereka menjadi keras seperti besi atau batu atau suatu benda lain semacam itu tetapi Allah Swt.   akan menimbulkan di antara mereka perubahan segar yang kedatangannya Dia takdirkan melalui Nabi Besar Muhammad saw..
  Atau dapat pula diartikan menjawab keragu-raguan mereka mengenai hari kebangkitan, seperti disebutkan dalam ayat 50 sebelumnya, seraya berkata kepada mereka, bahwa mereka tidak dapat menghindarkan diri dari azab Ilahi, seandainya mereka akan berubah menjadi besi atau batu atau suatu benda keras yang lain.

Dua Kali Kebangkitan Ruhani Umat Islam &
Masalah Hakikat “Ruh”

   Menurut Allah Swt. revolusi ruhani atau kebangkitan ruhani melalui pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. tersebut terjadi  pada waktu mereka menerima “seruan” beliau saw. kepada Islam, firman-Nya:
فَسَیُنۡغِضُوۡنَ اِلَیۡکَ رُءُوۡسَہُمۡ وَ یَقُوۡلُوۡنَ مَتٰی ہُوَ ؕ  قُلۡ  عَسٰۤی  اَنۡ  یَّکُوۡنَ  قَرِیۡبًا ﴿﴾   یَوۡمَ  یَدۡعُوۡکُمۡ فَتَسۡتَجِیۡبُوۡنَ بِحَمۡدِہٖ وَ  تَظُنُّوۡنَ   اِنۡ   لَّبِثۡتُمۡ   اِلَّا   قَلِیۡلًا  ﴿﴾
Maka pasti mereka akan menggelengkan kepalanya terhadap engkau dan berkata: Kapankah itu akan terjadi?” Katakanlah: “Boleh jadi itu dekat.   Yaitu pada hari ketika Dia   memanggilmu lalu kamu menyambut dengan memuji-Nya dan kamu akan beranggapan bahwa  kamu tidak tinggal di dunia kecuali hanya sebentar.” (Bani Isrāil [17]:52-53).
   Menurut Allah Swt. dalam Al-Quran – dan juga menurut Nabi Besar Muhammad saw. -- masa kebangkitan ruhani  bangsa Arab melalui pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. tersebut hanya berlangsung 3 abad (300 tahun) saja, sebab ketika umat Islam mengabaikan peringatan Allah Swt. untuk berpegang-teguh pada “Tali Allah”  (QS.3:103-110), maka mereka  menjadi umat yang  terpecah-belah menjadi berbagai  firqah yang saling bertentangan  dan  saling “mengkafirkan” satu  lain, bahkan saling berperang, sehingga keadaan umat Islam pun  tidak lagi  seperti “satu tubuh yang utuh dan hidup” melainkan mereka kembali seperti “tulang belulang berserakan”.
     Lazimnya apabila tubuh manusia telah kehilangan ruhnya pada waktu kematian  maka secara bertahap yang tersisa dari tubuh manusia adalah “tulang-belulangnya”, seperti itu pulalah Sunnatullah berkenaan keadaan semua umat beragama -- termasuk umat Islam – apabila “ruh agamanya” telah dicabut kembali oleh Allah Swt.,  firman-Nya:
وَ یَسۡـَٔلُوۡنَکَ عَنِ الرُّوۡحِ ؕ قُلِ الرُّوۡحُ مِنۡ  اَمۡرِ رَبِّیۡ وَ مَاۤ  اُوۡتِیۡتُمۡ مِّنَ الۡعِلۡمِ اِلَّا  قَلِیۡلًا ﴿﴾
Dan mereka bertanya kepada engkau mengenai ruh, katakanlah: “Ruh telah diciptakan atas perintah Tuhan-ku, dan kamu sama sekali  ti-dak  diberi ilmu mengenai itu melainkan sedikit.” (Bani Isrāil [17]:86-89).
   Dalam masa kemunduran dan kejatuhan ruhani mereka, nampaknya orang-orang Yahudi asyik berkecimpung dalam kebiasaan-kebiasaan ilmu klenik (occult), seperti halnya banyak ahli kebatinan modern, para pengikut gerakan teosofi dan yogi-yogi Hindu.
   Nampaknya di masa Nabi Besar Muhammad saw. pun beberapa orang Yahudi di Medinah telah menempuh cara-cara kebiasaan semacam itu. Itulah sebabnya mengapa ketika orang-orang musyrik Mekkah mencari bantuan orang-orang Yahudi untuk membungkam Nabi Besar Muhammad saw.,  mereka memberi saran supaya orang-orang musyrik Mekkah itu mena-nyakan kepada beliau saw.   hakikat ruh manusia.

Pencabutan Kembali “Ruh” Islam (Al-Quran)
Secara Berangsur-angsur

     Dalam ayat yang sedang dibahas ini Al-Quran menjawab pertanyaan mereka dengan mengatakan  bahwa ruh memperoleh daya kekuatannya dari perintah Ilahi, dan apa pun yang menurut kepercayaan orang dapat diperoleh dengan perantaraan apa yang dikatakan latihan-latihan batin dan ilmu sihir, adalah semata-mata tipu-daya dan omong-kosong belaka.
    Menurut riwayat pertanyaan-pertanyaan mengenai sifat ruh manusia pertama-tama diajukan kepada Nabi Besar Muhammad saw.  di kota Mekkah oleh orang-orang Quraisy dan kemudian menurut ‘Abdullah bin Mas’ud r.a. oleh orang-orang Yahudi di Medinah.
     Dalam ayat tersebut  ruh disebut sesuatu yang diciptakan atas perintah langsung dari Tuhan. Menurut Al-Quran semua penciptaan terdiri dari dua jenis: (1) Kejadian permulaan yang dilaksanakan tanpa mempergunakan zat atau benda yang telah diciptakan sebelumnya. (2) Kejadian selanjutnya yang dilaksanakan dengan mempergunakan sarana dan benda yang telah diciptakan sebelumnya.
     Kejadian macam pertama termasuk jenis amr (arti harfiahnya ialah perintahkun fayakun – “jadilah maka terjadilah), yang untuk itu lihat QS.2:118, dan yang terakhir disebut khalq (arti harfiahnya ialah menciptakan). Ruh manusia termasuk jenis penciptaan pertama. Kata ruh itu berarti wahyu Ilahi (Lexicon Lane). Letaknya kata ini di sini agaknya mendukung arti demikian.
     Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai akan “dicabut-Nya” kembali “ruh” Islam (Al-Quran) secara bertahap, setelah masa kejayaan Islam yang pertama selama 3 abad, firman-Nya:
وَ لَئِنۡ شِئۡنَا لَنَذۡہَبَنَّ بِالَّذِیۡۤ  اَوۡحَیۡنَاۤ اِلَیۡکَ ثُمَّ لَا تَجِدُ لَکَ بِہٖ عَلَیۡنَا  وَکِیۡلًا ﴿ۙ﴾  اِلَّا رَحۡمَۃً  مِّنۡ رَّبِّکَ ؕ اِنَّ  فَضۡلَہٗ  کَانَ عَلَیۡکَ  کَبِیۡرًا﴿﴾
Dan jika Kami benar-benar  menghendaki, niscaya Kami mengambil kembali apa yang telah Kami wahyukan kepada engkau kemudian engkau tidak akan memperoleh penjaga baginya terhadap Kami dalam hal itu.  Kecuali karena rahmat dari Tuhan engkau, sesungguhnya karunia-Nya sangat besar kepada engkau. (Bani Isrāil [17]:87-88).
      Ayat ini nampaknya mengandung nubuatan bahwa akan datang suatu saat ketika ilmu Al-Quran akan lenyap dari bumi. Nubuatan  Nabi Besar Muhammad saw. serupa itu telah diriwayatkan oleh Mardawaih, Baihaqi, dan Ibn Majah, ketika ruh dan jiwa ajaran Al-Quran akan hilang lenyap dari bumi, dan semua  orang yang dikenal sebagai ahli-ahli mistik dan para sufi yang mengakui memiliki kekuatan batin istimewa — seperti pula diakui oleh segolongan orang-orang Yahudi dahulu kala yang sifatnya serupa dengan mereka — tidak akan berhasil mengembalikan jiwa ajaran Al-Quran dengan usaha mereka bersama-sama, firman-Nya:
قُلۡ لَّئِنِ اجۡتَمَعَتِ الۡاِنۡسُ وَ الۡجِنُّ عَلٰۤی اَنۡ یَّاۡتُوۡا بِمِثۡلِ ہٰذَا الۡقُرۡاٰنِ لَا یَاۡتُوۡنَ بِمِثۡلِہٖ وَ لَوۡ کَانَ بَعۡضُہُمۡ لِبَعۡضٍ  ظَہِیۡرًا ﴿﴾
Katakanlah: “Jika  ins (manusia) dan jin benar-benar berhimpun  untuk mendatangkan yang semisal Al-Quran ini, mereka tidak akan sanggup men-datangkan yang sama seperti ini, walaupun  sebagian mereka membantu sebagian yang lain.” (Bani Isrāil [17]:89). 

Dua Kali  Pengutusan Nabi Besar Muhammad Saw.
Di Masa Awal dan di Masa   Akhir (Akhir Zaman)

    Tantangan ini pertama-tama diajukan kepada mereka yang berkecimpung dalam kebiasaan-kebiasaan klenik (kebatinan),  supaya mereka meminta pertolongan ruh-ruh gaib, yang darinya orang-orang ahli kebatinan itu —  menurut pengakuannya sendiri — menerima ilmu ruhani. Tantangan ini berlaku pula untuk semua orang yang menolak Al-Quran bersumber pada Tuhan dan untuk sepanjang masa.
     Mengisyaratkan kepada pencabutan kembali “ruh” Al-Quran secara bertahap itu pulalah firman-Nya berikut ini:
یُدَبِّرُ الۡاَمۡرَ مِنَ السَّمَآءِ  اِلَی الۡاَرۡضِ ثُمَّ یَعۡرُجُ  اِلَیۡہِ  فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ مِقۡدَارُہٗۤ اَلۡفَ سَنَۃٍ  مِّمَّا تَعُدُّوۡنَ ﴿﴾  
Dia mengatur perintah dari langit sampai bumi, kemudian perintah itu akan naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun dari apa yang kamu hitung.  (As-Sajdah [32]:6).
    Ayat ini menunjuk kepada suatu pancaroba sangat hebat, yang ditakdirkan akan menimpa Islam dalam perkembangannya yang penuh dengan perubahan itu. Islam akan melalui suatu masa kemajuan dan kesejahteraan yang mantap selama 3 abad pertama kehidupannya. Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan pernah menyinggung secara jitu mengenai kenyataan itu dalam sabda beliau saw.: “Abad terbaik ialah abad di kala aku hidup, kemudian abad berikutnya, kemudian abad sesudah itu” (Tirmidzi & Bukhari, Kitab-usy-Syahadat).
   Islam mulai mundur sesudah 3 abad pertama masa keunggulan dan keme-nangan yang tiada henti-hentinya. Peristiwa kemunduran dan kemerosotannya ber-langsung dalam masa 1000 tahun berikutnya. Kepada masa 1000 tahun inilah, telah diisyaratkan dengan kata-kata: “Kemudian perintah itu akan naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun.”
   Dalam hadits lain Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan pernah bersabda bahwa iman akan terbang ke Bintang Suraya dan seseorang dari keturunan Parsi akan mengembalikannya ke bumi (Bukhari, Kitab-ut-Tafsir). Dengan kedatangan  Al-Masih Mau’ud a.s. dalam abad ke-14 sesudah Hijrah, laju kemerosotannya telah terhenti dan kebangkitan Islam kembali mulai berlaku, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡ  بَعَثَ فِی  الۡاُمِّیّٖنَ  رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ  یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  اٰیٰتِہٖ  وَ  یُزَکِّیۡہِمۡ وَ  یُعَلِّمُہُمُ  الۡکِتٰبَ وَ  الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾       وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾  ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾ 
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mere-ka Tanda-tanda-Nya,  mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyataDan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.  Itulah karunia Allah, Dia meng-anugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.   (Al-Jumu’ah [62]:3-5)..

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 27 Maret  2013



Tidak ada komentar:

Posting Komentar