بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah
Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 80
Pencabutan Kembali "Ruh" Al-Quran Setelah Kejayaan Islam yang pertama
Oleh
Ki
Langlang Buana Kusuma
Dalam akhir Bab sebelumnya
telah dikemukakan firman Allah
Swt. mengenai hikmah mengapa Allah Swt. mengumpamakan orang-orang
yang beriman kepada rasul Allah
sebagai istri Fir’aun, yang
lebih memilih kehidupan akhirat
daripada kesenangan kehidupan duniawi
yang sedang dialaminya, firman-Nya:
وَ ضَرَبَ اللّٰہُ
مَثَلًا لِّلَّذِیۡنَ اٰمَنُوا امۡرَاَتَ فِرۡعَوۡنَ ۘ اِذۡ قَالَتۡ رَبِّ ابۡنِ لِیۡ عِنۡدَکَ
بَیۡتًا فِی الۡجَنَّۃِ وَ
نَجِّنِیۡ مِنۡ فِرۡعَوۡنَ وَ عَمَلِہٖ وَ نَجِّنِیۡ مِنَ الۡقَوۡمِ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿ۙ﴾
Dan Allah mengemukakan istri Fir’aun sebagai misal bagi orang-orang beriman, ketika ia berkata: “Hai Tuhan, buatkanlah bagiku di sisi Engkau sebuah rumah di surga,
dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan
perbuatannya, dan selamatkanlah aku
dari kaum yang zalim, (At-Tahrīm [66]:12).
Istri Fir’aun yang shalih tersebut lebih
memilih beriman kepada pendakwaan Nabi Musa a.s. sebagai Rasul Allah, walau pun dengan resiko ia harus menanggung penderitaan hidup di lingkungan istana
oleh kezaliman suaminya, Fir’aun. Jadi,
istri Fir’aun tidak sekedar
menyatakan keimanannya kepada Allah
Swt. dan Rasul-Nya dengan ucapan
belaka tetapi juga melalui amal (perbuatan) nyata.
Peringatan Keras Allah Swt.
kepada Orang-orang Beriman
Itulah sebabnya Allah Swt. telah memperingatkan orang-orang-orang beriman
yang bangga dengan teori-teori
dan definisi-definisi
pengetahuan-pengetahuan agama sehingga
meraih berbagai title keagamaan,
tetapi miskin dari pengamalan yang nyata di dalam kehidupannya, baik di
lingkungan rumah tangga mau pun di lingkungan
masyarakat -- sebagai bukti
pengamalan hablun minallāh (hubungan
dengan Allah Swt.) dan hablun- minannās
(hubungan dengan sesama manusia), sebagaimana yang diamalkan oleh Nabi Besar Muhammad saw. dan para pengikut hakiki beliau saw. -- firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا لِمَ تَقُوۡلُوۡنَ مَا لَا تَفۡعَلُوۡنَ ﴿﴾ کَبُرَ
مَقۡتًا عِنۡدَ اللّٰہِ اَنۡ
تَقُوۡلُوۡا مَا لَا تَفۡعَلُوۡنَ
﴿﴾ اِنَّ اللّٰہَ یُحِبُّ الَّذِیۡنَ
یُقَاتِلُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِہٖ صَفًّا
کَاَنَّہُمۡ بُنۡیَانٌ مَّرۡصُوۡصٌ ﴿﴾
Hai orang-orang yang
beriman, mengapa kamu mengatakan apa
yang kamu tidak kerjakan? Adalah sesuatu
yang paling dibenci di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang dalam barisan-barisan, mereka itu seakan-akan suatu bangunan yang tersusun
rapat. (Ash-Shaff [61]:2-4).
Perbuatan seorang Muslim hendaknya sesuai dengan pernyataan-pernyataannya.
Bicara sombong dan kosong membawa seseorang tidak keruan kemana yang dituju,
dan ikrar-ikrar lidah tanpa disertai perbuatan-perbuatan nyata
adalah berbau kemunafikan dan ketidaktulusan.
Orang-orang Muslim diharapkan tampil dalam barisan
yang rapat, teguh dan kuat terhadap kekuatan-kekuatan
kejahatan, di bawah komando pemimpin mereka,
yang terhadapnya mereka harus taat
dengan sepenuhnya dan seikhlas-ikhlasnya. Tetapi suatu kaum, yang berusaha
menjadi satu jemaat yang kokoh-kuat, harus mempunyai satu tata-cara hidup, satu cita-cita, satu maksud, satu tujuan dan
satu rencana untuk mencapai tujuan itu.
Selanjutnya Allah
Swt. memperingatkan umat Islam – terutama di Akhir Zaman
ini – agar mereka bersikap seperti para
Sahabah r.a. di zaman Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
وَ اعۡتَصِمُوۡا بِحَبۡلِ اللّٰہِ جَمِیۡعًا وَّ لَا تَفَرَّقُوۡا ۪ وَ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَتَ
اللّٰہِ عَلَیۡکُمۡ اِذۡ کُنۡتُمۡ اَعۡدَآءً
فَاَلَّفَ بَیۡنَ
قُلُوۡبِکُمۡ
فَاَصۡبَحۡتُمۡ
بِنِعۡمَتِہٖۤ
اِخۡوَانًا ۚ وَ کُنۡتُمۡ عَلٰی شَفَا حُفۡرَۃٍ مِّنَ النَّارِ فَاَنۡقَذَکُمۡ مِّنۡہَا ؕ کَذٰلِکَ یُبَیِّنُ
اللّٰہُ لَکُمۡ اٰیٰتِہٖ لَعَلَّکُمۡ تَہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾
Dan berpegangteguhlah
kamu sekalian pada tali Allah,
janganlah kamu berpecah-belah, dan ingatlah akan nikmat Allah atas kamu
ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan, lalu Dia
menyatukan hati kamu dengan kecintaan antara satu sama lain
maka dengan nikmat-Nya itu kamu menjadi bersaudara, dan kamu dahulu berada di tepi jurang Api lalu Dia
menyelamatkanmu darinya. Demikianlah Allah
menjelaskan Ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu mendapat petunjuk. (Āli ‘Imran [3]:104).
Makna “HablilLāh” (Tali Allah) &
“Jurang Api”
Kata habl
dalam ayat selanjutnya -- “Dan berpegangteguhlah kamu sekalian pada tali Allah, janganlah kamu berpecah-belah” -- berarti: seutas tali atau pengikat yang
dengan itu sebuah benda diikat atau dikencangkan; suatu ikatan, suatu
perjanjian atau permufakatan; suatu kewajiban yang karenanya kita menjadi
bertanggung jawab untuk keselamatan seseorang atau suatu barang; persekutuan
dan perlindungan (Lexicon Lane).
Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan
telah bersabda: “Kitab Allah itu tali
Allah yang telah diulurkan dari langit ke bumi” (Tafsir Ibnu Jarir, IV, 30).
Sangat
sukar kita mendapatkan suatu kaum
yang terpecah-belah lebih daripada orang-orang Arab sebelum kedatangan Nabi Besar Muhammad saw. di tengah mereka, tetapi sejarah
umat manusia tidak dapat mengemukakan satu contoh pun ikatan persaudaraan penuh cinta yang menjadikan orang-orang Arab telah bersatu-padu, berkat ajaran dan teladan luhur lagi mulia Junjungan Agung mereka, Nabi Besar
Muhammad saw..
Kata-kata “di tepi jurang Api”
berarti peperangan, saling
membinasakan yang di dalam peperangan
itu orang-orang Arab senantiasa terlibat dan menghabiskan kaum pria mereka.
Namun ketika Allah Swt. mengulurkan “Tali
Allah” dari langit --berupa
pengutusan Nabi Besar Muhammad saw.
dan Al-Quran
(syariat Islam) -- dan mereka beriman
serta berpegang-teguh para “Tali Allah”
tersebut maka keadaan mereka yang sebelumnya berpecah-belah dan bertentangan
satu sama lain seperti keadaan “tulang-belulang
yang berserakan” tiba-tiba mereka berubah menjadi bagaikan “satu tubuh” yang hidup sebagai “khayra ummah” (umat terbaik – QS.2:144;
QS.3:111), firman-Nya:
وَ اَلَّفَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ ؕ لَوۡ اَنۡفَقۡتَ مَا
فِی الۡاَرۡضِ جَمِیۡعًا مَّاۤ اَلَّفۡتَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ وَ لٰکِنَّ
اللّٰہَ اَلَّفَ بَیۡنَہُمۡ ؕ اِنَّہٗ عَزِیۡزٌ
حَکِیۡمٌ ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ حَسۡبُکَ
اللّٰہُ وَ مَنِ اتَّبَعَکَ مِنَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾
Dan Dia
telah menanamkan kecintaan di antara hati mereka, seandainya engkau membelanjakan yang ada di bumi ini
seluruhnya, engkau sekali-kali tidak akan dapat menanamkan
kecintaan di antara hati mereka, tetapi Allah telah menanamkan kecintaan di antara mereka, sesungguhnya Dia Maha Perkasa, Maha Bijaksana. Hai Nabi,
Allah mencukupi bagi engkau dan bagi orang-orang yang mengikuti engkau di
antara orang-orang beriman. (Al-Anfāl [8]:64-65).
Hubungan Masa Jeda
(Terhentinya) Pengutusan Rasul Allah
Dengan Mengerasnya
Hati Umat Manusia
Jadi, menurut ayat tersebut bahwa cara Allah
Swt. “menghidupkan” kembali suatu kaum yang secara ruhani telah mati
sehingga keadaan kaum tersebut terpecah-belah
bagaikan keadaan “tulang-tulang yang berserakan”
senantiasa melalui “Tali Allah”
yang diulurkan dari “langit”, yakni Rasul Allah dan wahyu Ilahi.
Berikut ini firman Allah Swt. mengenai
pentingnya kesinambungan turunnya “hujan
ruhani” berupa wahyu Ilahi yang
turun bersama dengan diutusnya
seorang rasul Allah yang
kedatangannya dijanjikan kepada umat manusia (Bani Adam – QS.7:35-37),
sebab tanpa wahyu Ilahi tersebut mustahil “bumi” (hati) yang telah mati
akan dapat dihidupkan (disuburkan) kembali, sehingga dapat menumbuhkan berbagai macam tanaman dan buah-buahan ruhani yang
sangat dibutuhkan oleh manusia, “firman-Nya:
اَلَمۡ
یَاۡنِ لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَنۡ
تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ لِذِکۡرِ
اللّٰہِ وَ مَا نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ ۙ وَ
لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ
عَلَیۡہِمُ الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ
قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ مِّنۡہُمۡ
فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾ اِعۡلَمُوۡۤا
اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ
الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Apakah
belum sampai waktu bagi orang-orang yang
beriman, bahwa hati mereka tunduk
untuk mengingat Allah dan mengingat
kebenaran yang telah turun kepada
mereka, dan mereka tidak menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab
sebelumnya, maka zaman kesejahteraan menjadi panjang atas mereka lalu hati
mereka menjadi keras, dan kebanyakan
dari mereka menjadi durhaka? Ketahuilah,
bahwasanya Allah menghidupkan
bumi sesudah matinya. Sungguh Kami
telah menjelaskan Tanda-tanda kepadamu supaya kamu mengerti. (Al-Hadīd [57]:17-18).
Ribuan tahun lamanya di kalangan bangsa Arab -- sejak Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Isma’il a.s. hingga dengan masa pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. – Allah Swt. tidak pernah mengutus
seorang rasul Allah pun, sehingga keadaan hati bangsa Arab benar-benar telah menjadi sangat keras bagaikan kerasnya
gunung-gunung batu di padang pasir
jazirah Arabia (QS.17:46-53), demikian
juga yang terjadi di kalangan umat
beragama (QS.30:42-44; QS.2:73-75).
Revolusi Ruhani Terbesar di Jazirah Arabia
Untuk tujuan “menghidupkan kembali “bumi”
-- yakni hati manusia -- setelah kematiannya
itulah maka Allah Swt. telah menjanjikan pengutusan
para rasul Allah dari kalangan Bani Adam, agar tidak ada alasan (dalih/hujah) bagi manusia untuk menghujat Allah Swt. jika mereka
dibinasakan dengan azab-azab Ilahi
yang kedatangannya telah diperingatkan
oleh Rasul-rasul
Allah sebelumnya, firman-Nya:
یٰۤاَہۡلَ
الۡکِتٰبِ قَدۡ جَآءَکُمۡ رَسُوۡلُنَا
یُبَیِّنُ لَکُمۡ عَلٰی فَتۡرَۃٍ مِّنَ الرُّسُلِ اَنۡ تَقُوۡلُوۡا مَا
جَآءَنَا مِنۡۢ بَشِیۡرٍ وَّ لَا نَذِیۡرٍ ۫ فَقَدۡ جَآءَکُمۡ بَشِیۡرٌ وَّ
نَذِیۡرٌ ؕ وَ اللّٰہُ عَلٰی کُلِّ
شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿٪﴾
Hai Ahlul Kitab, sungguh telah datang kepada kamu Rasul Kami yang
menjelaskan syariat kepadamu pada masa
jeda pengutusan rasul-rasul,
supaya kamu tidak mengatakan: “Tidak
pernah datang kepada kami seorang
pemberi kabar gembira dan tidak pula
seorang pemberi peringatan.” Padahal sungguh telah datang kepada kamu seorang pembawa
kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah Maha kuasa atas segala sesuatu. (Al-Māidah
[5]:20).
Sejarah bungkam perihal
apakah ada seorang nabi pernah datang
di salah satu negeri di antara zaman Nabi Besar Muhammad saw. dengan zaman Nabi Isa ibnu Maryam a.s.,
yang pasti ialah
sekurang-kurangnya di antara para Ahlulkitab
tiada seorang nabi pun datang dalam
jangka waktu itu.
Pada hakikatnya, dunia telah
mengharap-harapkan dan bersiap-siap menerima kedatangan Juru Selamat terbesar bagi umat manusia (QS.7:159; QS.21:108;
QS,25:2; QS.34:29). Nabi Besar Muhammad saw. menurut riwayat pernah bersabda bahwa
antara beliau saw. dan Nabi Isa ibnu Maryam a.s. tidak ada nabi (Bukhari).
Melalui “Tali Allah” yang diulurkan dari langit -- yakni Nabi
Besar Muhammad saw. dan wahyu
Al-Quran – itulah keadaan hati
bangsa Arab jahiliyah yang telah “keras membatu” bahkan “keras membesi” hanya
dalam waktu 23 tahun saja telah berubah
menjadi “makhluk baru” sebagai para
pecinta hakiki Tauhid Ilahi dan
menjadi “umat terbaik” (QS.2:144;
QS.3:111), firman-Nya:
وَ قَالُوۡۤاءَ اِذَا کُنَّا عِظَامًا وَّ
رُفَاتًاءَ اِنَّا
لَمَبۡعُوۡثُوۡنَ خَلۡقًا
جَدِیۡدًا ﴿﴾ قُلۡ کُوۡنُوۡا
حِجَارَۃً اَوۡ حَدِیۡدًا ﴿ۙ﴾ اَوۡ
خَلۡقًا مِّمَّا یَکۡبُرُ فِیۡ صُدُوۡرِکُمۡ ۚ فَسَیَقُوۡلُوۡنَ مَنۡ یُّعِیۡدُنَا
ؕ قُلِ الَّذِیۡ فَطَرَکُمۡ اَوَّلَ
مَرَّۃٍ ۚ فَسَیُنۡغِضُوۡنَ اِلَیۡکَ رُءُوۡسَہُمۡ وَ یَقُوۡلُوۡنَ مَتٰی ہُوَ
ؕ قُلۡ
عَسٰۤی اَنۡ یَّکُوۡنَ
قَرِیۡبًا ﴿﴾ یَوۡمَ یَدۡعُوۡکُمۡ فَتَسۡتَجِیۡبُوۡنَ بِحَمۡدِہٖ
وَ تَظُنُّوۡنَ اِنۡ
لَّبِثۡتُمۡ اِلَّا قَلِیۡلًا ﴿﴾
Dan mereka
berkata: ”Apakah apabila
kami telah menjadi tulang-belulang
dan benda yang hancur, apakah kami benar-benar akan dibangkitkan kembali
sebagai makhluk yang baru?” Katakanlah: “Jadilah kamu batu atau besi,
atau
makhluk yang nampak-nya terkeras dalam
pikiran kamu, kamu pasti akan
dibangkitkan lagi.” Maka
pasti mereka akan mengatakan: “Siapakah yang akan menghidupkan kami
kembali?” Katakanlah: “Dia Yang
telah menjadikan kamu pertama kali.” Maka pasti mereka akan menggelengkan
kepalanya terhadap engkau dan berkata: ”Kapankah itu akan terjadi?” Katakanlah: “Boleh jadi itu dekat. Yaitu
pada hari ketika Dia memanggilmu lalu kamu menyambut dengan
memuji-Nya dan kamu akan beranggapan
bahwa kamu tidak tinggal di dunia
kecuali hanya sebentar.” (Bani Isrāil [17]:50-53).
Ayat 51 tersebut dapat
dianggap mengatakan kepada orang-orang kafir, bahwa meskipun seandainya hati mereka menjadi keras seperti besi atau batu atau suatu benda lain semacam itu
tetapi Allah Swt. akan
menimbulkan di antara mereka perubahan
segar yang kedatangannya Dia takdirkan melalui Nabi Besar Muhammad saw..
Atau dapat pula diartikan menjawab keragu-raguan mereka mengenai hari kebangkitan, seperti disebutkan
dalam ayat 50 sebelumnya, seraya berkata kepada mereka, bahwa mereka tidak
dapat menghindarkan diri dari azab Ilahi,
seandainya mereka akan berubah menjadi besi
atau batu atau suatu benda keras yang lain.
Dua Kali Kebangkitan Ruhani
Umat Islam &
Masalah Hakikat “Ruh”
Menurut Allah Swt. revolusi ruhani atau kebangkitan ruhani melalui pengutusan
Nabi Besar Muhammad saw. tersebut terjadi
pada waktu mereka menerima “seruan”
beliau saw. kepada Islam, firman-Nya:
فَسَیُنۡغِضُوۡنَ اِلَیۡکَ
رُءُوۡسَہُمۡ وَ یَقُوۡلُوۡنَ مَتٰی ہُوَ ؕ
قُلۡ عَسٰۤی اَنۡ
یَّکُوۡنَ قَرِیۡبًا ﴿﴾ یَوۡمَ
یَدۡعُوۡکُمۡ فَتَسۡتَجِیۡبُوۡنَ بِحَمۡدِہٖ وَ تَظُنُّوۡنَ
اِنۡ لَّبِثۡتُمۡ اِلَّا
قَلِیۡلًا ﴿﴾
Maka pasti mereka akan menggelengkan kepalanya
terhadap engkau dan berkata: ”Kapankah itu akan terjadi?” Katakanlah: “Boleh jadi itu dekat. Yaitu pada
hari ketika Dia memanggilmu lalu kamu
menyambut dengan memuji-Nya dan kamu
akan beranggapan bahwa kamu tidak tinggal di dunia
kecuali hanya sebentar.” (Bani Isrāil [17]:52-53).
Menurut Allah Swt. dalam Al-Quran – dan juga
menurut Nabi Besar Muhammad saw. -- masa kebangkitan
ruhani bangsa Arab melalui
pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. tersebut hanya berlangsung 3 abad (300 tahun) saja, sebab ketika
umat Islam mengabaikan peringatan
Allah Swt. untuk berpegang-teguh pada
“Tali Allah” (QS.3:103-110), maka
mereka menjadi umat yang terpecah-belah menjadi berbagai firqah
yang saling bertentangan dan
saling “mengkafirkan”
satu lain, bahkan saling berperang, sehingga keadaan umat Islam pun tidak
lagi seperti “satu tubuh yang utuh dan
hidup” melainkan mereka kembali seperti “tulang
belulang berserakan”.
Lazimnya apabila tubuh manusia telah kehilangan ruhnya
pada waktu kematian maka secara bertahap yang tersisa dari tubuh manusia adalah “tulang-belulangnya”, seperti itu pulalah
Sunnatullah berkenaan keadaan semua umat beragama -- termasuk umat Islam – apabila “ruh agamanya” telah dicabut kembali oleh
Allah Swt., firman-Nya:
وَ یَسۡـَٔلُوۡنَکَ عَنِ الرُّوۡحِ ؕ قُلِ الرُّوۡحُ مِنۡ اَمۡرِ رَبِّیۡ وَ مَاۤ اُوۡتِیۡتُمۡ مِّنَ الۡعِلۡمِ اِلَّا قَلِیۡلًا ﴿﴾
Dan mereka bertanya kepada engkau mengenai ruh, katakanlah: “Ruh telah diciptakan atas perintah Tuhan-ku, dan kamu sama sekali ti-dak
diberi ilmu mengenai itu melainkan sedikit.” (Bani Isrāil [17]:86-89).
Dalam masa kemunduran dan kejatuhan ruhani
mereka, nampaknya orang-orang Yahudi asyik
berkecimpung dalam kebiasaan-kebiasaan ilmu
klenik (occult), seperti halnya banyak ahli
kebatinan modern, para pengikut
gerakan teosofi dan yogi-yogi Hindu.
Nampaknya di masa Nabi Besar
Muhammad saw. pun beberapa orang Yahudi
di Medinah telah menempuh cara-cara
kebiasaan semacam itu. Itulah sebabnya mengapa ketika orang-orang musyrik Mekkah mencari bantuan orang-orang Yahudi untuk
membungkam Nabi Besar Muhammad saw., mereka memberi saran supaya orang-orang
musyrik Mekkah itu mena-nyakan kepada beliau saw. hakikat
ruh manusia.
Pencabutan Kembali “Ruh”
Islam (Al-Quran)
Secara Berangsur-angsur
Dalam ayat yang sedang dibahas
ini Al-Quran menjawab pertanyaan mereka dengan mengatakan bahwa ruh
memperoleh daya kekuatannya dari perintah Ilahi, dan apa pun yang menurut
kepercayaan orang dapat diperoleh dengan perantaraan apa yang dikatakan latihan-latihan batin dan ilmu sihir, adalah semata-mata tipu-daya dan omong-kosong belaka.
Menurut riwayat pertanyaan-pertanyaan mengenai sifat ruh manusia pertama-tama diajukan kepada Nabi Besar Muhammad
saw. di kota Mekkah oleh
orang-orang Quraisy dan kemudian menurut ‘Abdullah bin Mas’ud r.a. oleh
orang-orang Yahudi di Medinah.
Dalam ayat tersebut ruh
disebut sesuatu yang diciptakan atas perintah langsung dari Tuhan. Menurut
Al-Quran semua penciptaan terdiri dari dua jenis: (1) Kejadian permulaan yang
dilaksanakan tanpa mempergunakan zat atau benda yang telah diciptakan
sebelumnya. (2) Kejadian selanjutnya yang dilaksanakan dengan mempergunakan
sarana dan benda yang telah diciptakan sebelumnya.
Kejadian macam pertama termasuk
jenis amr (arti harfiahnya ialah perintah
– kun fayakun – “jadilah maka
terjadilah”), yang untuk itu lihat
QS.2:118, dan yang terakhir disebut khalq (arti harfiahnya ialah
menciptakan). Ruh manusia termasuk
jenis penciptaan pertama. Kata ruh
itu berarti wahyu Ilahi (Lexicon Lane). Letaknya kata ini
di sini agaknya mendukung arti demikian.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman
mengenai akan “dicabut-Nya” kembali “ruh” Islam (Al-Quran) secara bertahap,
setelah masa kejayaan Islam yang pertama selama 3 abad, firman-Nya:
وَ لَئِنۡ
شِئۡنَا لَنَذۡہَبَنَّ بِالَّذِیۡۤ
اَوۡحَیۡنَاۤ اِلَیۡکَ ثُمَّ لَا تَجِدُ لَکَ بِہٖ عَلَیۡنَا وَکِیۡلًا ﴿ۙ﴾ اِلَّا رَحۡمَۃً
مِّنۡ رَّبِّکَ ؕ اِنَّ
فَضۡلَہٗ کَانَ عَلَیۡکَ کَبِیۡرًا﴿﴾
Dan jika Kami benar-benar menghendaki, niscaya Kami mengambil kembali apa yang telah Kami wahyukan kepada
engkau kemudian engkau
tidak akan memperoleh penjaga baginya terhadap Kami dalam hal itu. Kecuali karena rahmat dari Tuhan engkau, sesungguhnya karunia-Nya sangat besar kepada engkau. (Bani Isrāil [17]:87-88).
Ayat ini nampaknya mengandung nubuatan bahwa akan datang suatu saat ketika ilmu Al-Quran akan lenyap dari bumi. Nubuatan Nabi Besar Muhammad saw. serupa itu telah diriwayatkan oleh
Mardawaih, Baihaqi, dan Ibn Majah, ketika ruh
dan jiwa ajaran Al-Quran akan hilang
lenyap dari bumi, dan semua orang yang
dikenal sebagai ahli-ahli mistik dan
para sufi yang mengakui memiliki kekuatan batin istimewa — seperti pula
diakui oleh segolongan orang-orang Yahudi dahulu kala yang sifatnya serupa
dengan mereka — tidak akan berhasil
mengembalikan jiwa ajaran Al-Quran
dengan usaha mereka bersama-sama,
firman-Nya:
قُلۡ
لَّئِنِ اجۡتَمَعَتِ الۡاِنۡسُ وَ الۡجِنُّ عَلٰۤی اَنۡ یَّاۡتُوۡا بِمِثۡلِ ہٰذَا
الۡقُرۡاٰنِ لَا یَاۡتُوۡنَ بِمِثۡلِہٖ وَ لَوۡ کَانَ بَعۡضُہُمۡ لِبَعۡضٍ ظَہِیۡرًا ﴿﴾
Katakanlah:
“Jika ins (manusia) dan jin
benar-benar berhimpun untuk mendatangkan
yang semisal Al-Quran ini, mereka tidak
akan sanggup men-datangkan yang sama seperti ini, walaupun sebagian
mereka membantu sebagian yang lain.” (Bani Isrāil [17]:89).
Dua Kali Pengutusan Nabi Besar Muhammad Saw.
Di Masa Awal dan di Masa Akhir
(Akhir Zaman)
Tantangan ini pertama-tama
diajukan kepada mereka yang berkecimpung dalam kebiasaan-kebiasaan klenik (kebatinan), supaya mereka meminta pertolongan ruh-ruh gaib, yang darinya orang-orang ahli kebatinan itu — menurut pengakuannya sendiri — menerima ilmu ruhani. Tantangan ini berlaku pula
untuk semua orang yang menolak Al-Quran
bersumber pada Tuhan dan untuk
sepanjang masa.
Mengisyaratkan kepada pencabutan
kembali “ruh” Al-Quran secara bertahap itu pulalah firman-Nya berikut ini:
یُدَبِّرُ
الۡاَمۡرَ مِنَ السَّمَآءِ اِلَی
الۡاَرۡضِ ثُمَّ یَعۡرُجُ اِلَیۡہِ فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ مِقۡدَارُہٗۤ اَلۡفَ سَنَۃٍ مِّمَّا تَعُدُّوۡنَ ﴿﴾
Dia
mengatur perintah dari langit sampai bumi, kemudian perintah itu akan naik kepada-Nya
dalam satu hari, yang hitungan
lamanya seribu tahun dari apa yang kamu hitung. (As-Sajdah [32]:6).
Ayat ini menunjuk kepada suatu pancaroba sangat hebat, yang ditakdirkan
akan menimpa Islam dalam
perkembangannya yang penuh dengan perubahan itu. Islam akan melalui suatu masa kemajuan dan kesejahteraan yang mantap selama 3 abad pertama kehidupannya. Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan pernah menyinggung secara
jitu mengenai kenyataan itu dalam sabda beliau saw.: “Abad terbaik ialah abad di kala aku hidup, kemudian abad berikutnya,
kemudian abad sesudah itu” (Tirmidzi
& Bukhari,
Kitab-usy-Syahadat).
Islam mulai mundur sesudah 3 abad
pertama masa keunggulan dan keme-nangan yang tiada henti-hentinya. Peristiwa
kemunduran dan kemerosotannya ber-langsung dalam masa 1000 tahun berikutnya.
Kepada masa 1000 tahun inilah, telah diisyaratkan dengan kata-kata: “Kemudian
perintah itu akan naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu
tahun.”
Dalam hadits lain Nabi Besar
Muhammad saw. diriwayatkan pernah bersabda bahwa iman akan terbang ke Bintang Suraya dan seseorang dari keturunan Parsi akan mengembalikannya ke
bumi (Bukhari,
Kitab-ut-Tafsir). Dengan kedatangan Al-Masih
Mau’ud a.s. dalam abad ke-14 sesudah Hijrah, laju kemerosotannya telah terhenti dan kebangkitan Islam kembali mulai berlaku, firman-Nya:
ہُوَ
الَّذِیۡ بَعَثَ فِی الۡاُمِّیّٖنَ
رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا
عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ وَ
یُزَکِّیۡہِمۡ وَ
یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾ وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ ذٰلِکَ فَضۡلُ
اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ
ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang
buta huruf seorang rasul
dari antara mereka, yang membacakan
kepada mere-ka Tanda-tanda-Nya,
mensucikan mereka, dan mengajarkan
kepada mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata. Dan juga
akan membangkitkannya pada kaum lain
dari antara mereka, yang belum
bertemu dengan mereka. Dan Dia-lah
Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana. Itulah karunia Allah, Dia meng-anugerahkannya
kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah
mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah
[62]:3-5)..
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 27 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar