Jumat, 29 Maret 2013

Hubungan "Misal" (Perumpamaan) Maryam binti 'Imran dengan Nazar Istri 'Imran Mengenai Bayi yang Dikandungnya




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 82


   Hubungan  Misal (Perumpamaan)
  Maryam binti ‘Imran
dengan Nazar Istri ‘Imran
Mengenai  Bayi yang Dikandungnya

 Oleh

 Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam     Bab  sebelumnya  telah dikemukakan  firman Allah Swt. mengenai  jawaban pertanyaan:   Kenapa Rasul Akhir Zaman yang kedatangannya dijanjikan kepada umat Islam  oleh Allah Swt. dan Nabi Besar Muhammad saw. tersebut dinamakan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. atau Al-Masih Mau’ud a.s.? Jawabannya adalah:
    (1)Dari keterangan Bible diketahui bahwa  golongan Ahli Kitab – kaum Yahudi dan Kristen – sama-sama  sedang menunggu-nunggu kedatangan Mesiah atau Mesias atau Al-Masih -- yakni Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (Matius 24:29-36;  --  selain sedang menunggu-nunggu  kedatangan “Nabi itu” atau “Nabi yang seperti Musa  yaitu Nabi Besar Muhammad saw. (Ulangan 18:18-19; QS.46:11)  dan menunggu kedatangan kedua kali Nabi Elia a.s. yakni  Nabi Yahya a.s. (Injil Yahya I:19-27; Maleakhi 4:5).
       (2) Demikian juga Allah Swt. telah berfirman  mengenai kedatangan misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. atau Al-Masih Mau’ud a.s.,  yang juga akan mendapat penentangan keras sebagaimana Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Israili (QS.43:58).
      (3) Dengan demikian firman Allah Swt dan point 1 & 2 menolak kepercayaan keliru umumnya kaum Yahudi, kaum Nasrani (Kristen) dan umumnya umat Islam, bahwa Al-Masih Mau’ud a.s. yang akan diutus di Akhir Zaman adalah Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Israili,  karena menurut Allah Swt. selain  pengutusan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Israili atau Yesus Kristus hanya untuk Bani Israil (QS.3:43-50 QS.61:7) juga beliau telah wafat dalam usia 120 tahun (QS.3:56; QS.5:117-119; QS.21:35).
       (4) Kecuali Nabi Besar Muhammad saw. sebagai Rasul Allah untuk seluruh umat manusia (QS.7:159; QS.21;108; QS.25:2; QS.34:29), semua rasul Allah diutus hanya untuk kaumnya saja, termasuk  para nabi  Allah di kalangan Bani Israil – mulai dari Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.2:88-89) --  itulah sebabnya Allah Swt. mempergunakan kata minhum (dari antara mereka), dan sehubungan dengan kedatangan Al-Masih Mau’ud a.s. di Akhir Zaman atau misal Nabi Isa Ibnu Maryam (QS.43:58), Nabi Besar Muhammad saw.  telah bersabda kepada umat Islam dengan menggunakan kata fiikum dan minkum (dari antara kaum):
Kayfa antum idzaa nazala- bnu maryama fiikum, wa imaamukum minkum yakni “bagaimana [sikap] kalian  [nanti]    apabila turun Ibnu (anak) Maryam dari kalangan kalian, dan [menjadi] imam dari antara kalian.” (…………).
       Dalam hadits tersebut Nabi Besar Muhammad saw. tidak mengatakan bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. akan turun dari  langit,   melainkan beliau saw. mengatakan akan turun  fiikum (dari kalangan kalian), artinya bahwa Al-Masih Mau’ud a.s.  atau Rasul Akhir Zaman  yang kedatangannya ditunggu-tunggu oleh semua umat beragama akan berasal dari kalangan umat Islam atau pengikut sejati Nabi Besar Muhammad saw., yang pada hakikatnya merupakan pengutusan kedua kali secara ruhani Nabi Besar Muhmmad saw. (QS.62:3-5).
       (5) Dalam QS.66 ayat 11 Allah Swt. mengemukakan “istri-istri durhaka” dari Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s. sebagai misal orang-orang kafir yang mendustakan dan menentang para Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka (QS.7:35-37). Sedangkan dalam QS.66: ayat 12 Allah Swt. telah menjadikan istri Fir’aun  sebagai misal orang-orang yang beriman kepada Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka (QS.7:35-37), selanjutnya dala QS.66:13 Allah Swt. telah mengemukakan Maryam binti ‘Imran – yang kemudian melahirkan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. – sebagai misal hamba-hamba Allah yang benar-benar patuh taat kepada Allah Swt., firman-Nya: 
ضَرَبَ اللّٰہُ  مَثَلًا  لِّلَّذِیۡنَ  کَفَرُوا امۡرَاَتَ  نُوۡحٍ وَّ امۡرَاَتَ  لُوۡطٍ ؕ کَانَتَا تَحۡتَ عَبۡدَیۡنِ مِنۡ عِبَادِنَا صَالِحَیۡنِ فَخَانَتٰہُمَا فَلَمۡ یُغۡنِیَا عَنۡہُمَا مِنَ اللّٰہِ شَیۡئًا وَّ قِیۡلَ ادۡخُلَا  النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِیۡنَ ﴿﴾  وَ ضَرَبَ اللّٰہُ  مَثَلًا  لِّلَّذِیۡنَ  اٰمَنُوا امۡرَاَتَ  فِرۡعَوۡنَ ۘ اِذۡ  قَالَتۡ رَبِّ ابۡنِ  لِیۡ عِنۡدَکَ  بَیۡتًا فِی الۡجَنَّۃِ  وَ نَجِّنِیۡ  مِنۡ فِرۡعَوۡنَ  وَ عَمَلِہٖ وَ نَجِّنِیۡ  مِنَ الۡقَوۡمِ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ مَرۡیَمَ  ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ  الَّتِیۡۤ  اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا  فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ  مِنۡ  رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ مِنَ  الۡقٰنِتِیۡنَ ﴿٪﴾
Allah mengemukakan istri Nuh  dan istri Luth sebagai misal bagi orang-orang kafir. Keduanya di bawah [asuhan] dua hamba dari hamba-hamba Kami yang saleh, tetapi keduanya berbuat khianat  kepada kedua suami mereka, maka mereka berdua sedikit pun tidak dapat membela kedua istri mereka itu di hadapan Allah, dan dikatakan kepada mereka: Masuklah kamu berdua ke dalam Api beserta orang-orang yang masuk.”   Dan Allah mengemukakan istri Fir’aun sebagai  misal bagi orang-orang beriman,  ketika ia berkata: “Hai Tuhan, buatkanlah bagiku di sisi Engkau sebuah rumah di surga, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim,  Dan juga Maryam putri ‘Imran,  yang telah memelihara kesuciannya, maka Kami meniupkan ke dalamnya Ruh Kami,  dan ia menggenapi firman Tuhan-nya dan Kitab-kitab-Nya, dan ia termasuk orang-orang yang patuh. (At-Tahrīm [66]:11-13).

Hubungan Misal “Istri-istri Durhaka” dengan
Kerusakan Akhlak dan Ruhani di Kalangan Bani Israil

Sebagaimana telah dikemukakan  dalam Bab sebelumnya bahwa hamba-hamba Allah Swt. yang dimisalkan sebagai Maryam binti ‘Imran  adalah  orang-orang beriman dan bertakwa yang telah meraih tingkatan nafs Al- Muthmainnah – “jiwa yang tentram” (QS.98:28-31),  firman-Nya:
وَ مَرۡیَمَ  ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ  الَّتِیۡۤ  اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا  فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ  مِنۡ  رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ مِنَ  الۡقٰنِتِیۡنَ﴿﴾
Dan juga Maryam putri ‘Imran,  yang telah memelihara kesuciannya, maka Kami meniupkan ke dalamnya Ruh Kami,  dan ia menggenapi firman Tuhan-nya dan Kitab-kitab-Nya, dan ia termasuk orang-orang yang patuh. (At-Tahrīm [66]:13).
      Sitti Maryam -- ibunda Nabi Isa ibnu Maryam a.s. --  melambangkan hamba-hamba Allah yang bertakwa, yang karena telah menutup segala jalan dosa dan karena telah berdamai dengan Allah, mereka dikaruniai ilham Ilahi; kata pengganti hi (nya) dalam fīihi pada ayat 13 “maka Kami meniupkan ke dalamnya  Ruh Kami   menunjuk kepada orang-orang beriman yang bernasib baik serupa itu. Atau, kata pengganti fiihi itu dapat pula menggantikan kata farj, yang secara harfiah berarti celah atau sela, artinya lubang yang dengan melaluinya dosa dapat masuk, namun “hamba-hamba Allah” yang hakiki tersebut telah menjaga farj dari dengan ketat -- sebagaimana yang dilakukan Sitti Maryam  yang benar-benar menjaga kesucian  jiwanya dan dirinya.
   Berikut firman-Nya mengenai orang-orang beriman hakiki sehubungan dengan penjagaan farj mereka:                                
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿۱﴾  قَدۡ  اَفۡلَحَ  الۡمُؤۡمِنُوۡنَ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡنَ ہُمۡ  فِیۡ صَلَاتِہِمۡ خٰشِعُوۡنَ ۙ﴿۲﴾  وَ الَّذِیۡنَ ہُمۡ عَنِ اللَّغۡوِ مُعۡرِضُوۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ الَّذِیۡنَ ہُمۡ  لِلزَّکٰوۃِ  فٰعِلُوۡنَ ۙ﴿۴﴾  وَ الَّذِیۡنَ ہُمۡ  لِفُرُوۡجِہِمۡ حٰفِظُوۡنَ ۙ﴿﴾  اِلَّا عَلٰۤی اَزۡوَاجِہِمۡ اَوۡ مَا مَلَکَتۡ اَیۡمَانُہُمۡ فَاِنَّہُمۡ غَیۡرُ   مَلُوۡمِیۡنَ ۚ﴿﴾  فَمَنِ ابۡتَغٰی وَرَآءَ ذٰلِکَ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡعٰدُوۡنَ ۚ﴿﴾  وَ الَّذِیۡنَ ہُمۡ  لِاَمٰنٰتِہِمۡ وَ عَہۡدِہِمۡ رٰعُوۡنَ ۙ﴿﴾  وَ الَّذِیۡنَ ہُمۡ عَلٰی صَلَوٰتِہِمۡ یُحَافِظُوۡنَ  ۘ﴿﴾ اُولٰٓئِکَ ہُمُ  الۡوٰرِثُوۡنَ ﴿ۙ﴾ الَّذِیۡنَ یَرِثُوۡنَ الۡفِرۡدَوۡسَ ؕ ہُمۡ  فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah. Maha Pemurah, Maha Penyayang. Sungguh  telah berhasil   orang-orang yang beriman,  yaitu orang-orang yang khusyuk  dalam shalatnya,    dan  orang-orang yang berpaling dari hal yang sia-sia,  dan  orang-orang yang membayar zakat,  dan  orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau apa yang dimiliki tangan kanannya maka sesungguhnya mereka tidak tercela.  Tetapi barangsiapa mencari selain dari itu  maka mereka itu  orang-orang yang melampaui batas.  Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat dan perjanjian-perjanjian mereka, dan orang-orang yang memelihara shalat-shalat mereka.  Mereka itulah pewaris,   yaitu  orang-orang yang akan mewarisi surga Firdaus, mereka akan   kekal di dalamnya. (Al-Mu’minūn [23]1-12). 
       Sebelum membahas mengenai hakikat misal Maryam binti ‘Imran tersebut, agar permasalahannya menjadi jelas maka terlebih dulu akan diterangkan mengenai hubungan antara proses kelahiran Sitti Maryam binti ‘Imran yang diluar dugaan ibunya --  yang menginginkan agar bayi yang akan dilahirkannya adalah seorang bayi laki-laki – dengan firman Allah Swt. mengenai  misal istri-istri durhaka Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s. (QS.66:11) berkenaan orang-orang kafir yang mendustakan dan menentang para rasul Allah yang diutus di kalangan mereka.
      Perlu diketahui bahwa  sampai dengan masa kelahiran Siti Maryam., keadaan umumnya  akhlak dan ruhani Bani Israil atau orang-orang Yahudi    persis seperti keadaan  istri-istri durhaka Nabi  Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s.,  firman-Nya:
وَ لَقَدۡ اٰتَیۡنَا مُوۡسَی الۡکِتٰبَ وَ قَفَّیۡنَا مِنۡۢ بَعۡدِہٖ بِالرُّسُلِ ۫ وَ اٰتَیۡنَا عِیۡسَی ابۡنَ مَرۡیَمَ الۡبَیِّنٰتِ وَ اَیَّدۡنٰہُ بِرُوۡحِ الۡقُدُسِ ؕ اَفَکُلَّمَا جَآءَکُمۡ رَسُوۡلٌۢ بِمَا لَا تَہۡوٰۤی اَنۡفُسُکُمُ اسۡتَکۡبَرۡتُمۡ ۚ  فَفَرِیۡقًا کَذَّبۡتُمۡ  ۫ وَ فَرِیۡقًا تَقۡتُلُوۡنَ ﴿﴾ وَ قَالُوۡا قُلُوۡبُنَا غُلۡفٌ ؕ بَلۡ لَّعَنَہُمُ اللّٰہُ بِکُفۡرِہِمۡ  فَقَلِیۡلًا مَّا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾
Dan  sungguh   Kami benar-benar telah  berikan Alkitab kepada Musa dan Kami mengikutkan rasul-rasul di belakangnya,  dan  Kami  memberi   Isa Ibnu Maryam Tanda-tanda yang nyata, dan juga Kami memperkuatnya dengan  Ruhulqudus. Maka apakah patut setiap datang kepada kamu seorang rasul dengan membawa apa yang tidak disukai oleh dirimu  kamu berlaku takabur, lalu  sebagian kamu dustakan dan sebagian lainnya kamu bunuh?    Dan mereka berkata:  Hati kami tertutup.” Tidak,  bahkan Allah telah mengutuk mereka karena kekafiran mereka  maka sedikit sekali apa yang mereka imani. (Al-Baqarah [2]:88-89).
   Keadaan buruk  yang sangat memprihatinkan  seperti itulah  yang melatar-belakangi nazar  dari  istri ‘Imran   mengenai  bayi yang  masih berada dalam kandungannya,  firman-Nya:
اِذۡ  قَالَتِ امۡرَاَتُ عِمۡرٰنَ رَبِّ اِنِّیۡ نَذَرۡتُ لَکَ مَا فِیۡ بَطۡنِیۡ مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلۡ مِنِّیۡ ۚ اِنَّکَ اَنۡتَ السَّمِیۡعُ الۡعَلِیۡمُ ﴿۳۵﴾ فَلَمَّا وَضَعَتۡہَا قَالَتۡ رَبِّ اِنِّیۡ وَضَعۡتُہَاۤ  اُنۡثٰی ؕ وَ اللّٰہُ اَعۡلَمُ بِمَا وَضَعَتۡ ؕ وَ لَیۡسَ الذَّکَرُ  کَالۡاُنۡثٰی ۚ وَ اِنِّیۡ سَمَّیۡتُہَا مَرۡیَمَ وَ اِنِّیۡۤ  اُعِیۡذُہَا بِکَ وَ ذُرِّیَّتَہَا مِنَ الشَّیۡطٰنِ  الرَّجِیۡمِ ﴿۳۶﴾

Ingatlah, ketika perempuan (istri)  ‘Imran  berkata: “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya apa yang ada dalam kandunganku   aku bebaskan sebagai nazar bagi Engkau, maka terimalah dia dariku, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”   Maka tatkala ia yakni istri ’Imran telah melahirkannya ia berkata: “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya bayi yang kulahirkan ini seorang perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu, sedangkan  anak lelaki yang diharapkannya itu tidaklah sama baiknya seperti anak perempuan ini; dan bahwa aku menamainya Maryam, dan sesungguhnya aku memohon perlindungan Engkau untuknya dan keturunannya dari syaitan yang terkutuk.”  (Āli ‘Imran [3]:36-37). 
     Muharrar berarti:  yang dibebaskan; anak yang dipisahkan dari segala urusan dunia dan diserahkan oleh orangtuanya untuk berkhidmat kepada rumah peribadatan (Lexicon Lane & Al-Mufradat). Telah menjadi kebiasaan pada kaum Bani Israil bahwa orang-orang yang dibaktikan untuk mengabdi kepada rumah peribadatan selamanya tidak nikah (Injil Mariam 5:6 dan Bayan 3:36).

Menjawab Tuduhan tentang  Pemakaian Nama   Imran dan Maryam 

    Dalam ayat ini ibu Siti Maryam, yang bernama Hanna (Encyclopaedia Biblica) disebut Imra’at ‘Imran (istri ‘Imran), sedang dalam QS.19:29 Siti Maryam sendiri dipanggil dengan nama Ukht Harun (saudara perempuan Nabi Harun a.s..). 'Imran (Amran) dan Nabi Harun a.s.  masing-masing ayah dan saudara Nabi Musa a.s.,  yang mempunyai saudara perempuan yang bernama Miryam. 
     Karena tidak paham akan tata bahasa Arab dan gaya bahasa Al-Quran, para pujangga Kristen -- yang menuduh Al-Quran sebagai gubahan  Nabi Besar Muhammad saw. (QS.25:5-6) -- menyangka bahwa karena jahilnya, bahwa beliau saw. telah mencampuradukkan Siti Maryam, ibu Nabi Isa a.s. dengan Maryam atau Miriam, saudara perempuan Nabi Musa a.s..
      Dengan demikian mereka berlagak seolah-olah telah menemukan dalam Al-Quran suatu anakhronisme (kesalahan penanggalan mengenai kejadian sejarah) yang berat — suatu tuduhan yang sama sekali janggal, sebab banyak sekali kalimat dapat disebutkan untuk memperlihatkan bahwa Al-Quran memandang Nabi Musa a.s.  dan Nabi Isa ibnu Maryam a.s. sebagai dua orang nabi yang dipisahkan oleh silsilah (rangkaian) nabi-nabi (QS.2:88; QS.5:45).
      Ada riwayat bahwa ketika  Nabi Besar Muhammad saw.  mengutus Mughirah ke Najran, orang-orang Kristen setempat bertanya kepadanya: “Apakah anda tidak membaca dalam Al-Quran bahwa Siti Maryam (ibunda Nabi Isa a.s.) disebut sebagai saudara perempuan Harun, sedang anda tahu bahwa Nabi Isa dilahirkan lama sesudah Musa?”
      Kata Mughirah: “Saya tak tahu jawabannya, dan ketika saya  kembali ke Medinah, saya  menanyakan hal itu kepada Rasulullah saw.  yang menjawab: "Mengapa tidak engkau katakan kepada mereka bahwa Bani Israil biasa menamakan anak-anak mereka dengan nama nabi-nabi dan orang-orang suci mereka yang telah wafat?" (Tirmidzi).
      Pada hakikatnya, memang betul ada hadits yang mengatakan bahwa suami Hanna, yaitu ayah Siti Maryam, dikenal dengan nama ‘Imran yang mempunyai ayah (kakek Siti Maryam) bernama Yosyhim atau Yosyim (Tafsir Ibnu Jarir dan Tafsir Ibnu Katsir). Dengan demikian ‘Imran ini lain (berbeda) dari ‘Imran ayah Nabi Musa a.s., yang ayahnya   (kakek Nabi Musa) adalah Kehat (Keluaran 6:18-20).
     Kenyataan bahwa suami Hanna atau ayah Siti Maryam disebut pula Joachim dalam Kitab-kitab Suci Kristen (Injil Kelahiran Siti Maryam dan Encyclopaedia. Britannica  di bawah kata Mary), hendaknya jangan membingungkan kita, sebab Yoachim itu sama dengan Yoshim yang disebut Ibn Jarir sebagai ayah ‘Imran. Kitab-kitab Suci Kristen memberikan nama kakeknya dan bukan bapaknya, hal mana merupakan suatu kelaziman.
     Di samping itu ada contoh-contoh Bible tentang seseorang yang dikenal dengan dua nama. Gideon, umpamanya, disebut juga Yerubbaal (Hakim-hakim 7:1), karena itu tidak usah heran bila nama yang kedua untuk Yosyim itu kebetulan ‘Imran.Tambahan pula, seperti perseorangan, keluarga-keluarga pun kadang-kadang dikenal dengan nama leluhurnya yang terkemuka. Dalam Bible nama “Israil” kadang-kadang dipakai untuk kaum Bani Israil (Ulangan 5: 34) dan Kedar untuk kaum Bani Isma'il (Yesaya 21:16, 42, 11). Demikian pula Nabi Isa a.s. telah disebut “Anak Da'ud” (Matius 1:1), maka  kata-kata Imra’at ‘Imran dapat pula diartikan Imra’at Ali ‘Imran, yaitu perempuan  dari keluarga ‘Imran.
        Keterangan ini selanjutnya dikuatkan oleh kenyataan bahwa kata āli ‘Imran (keluarga ‘Imran) telah dipakai oleh Al-Quran hanya pada dua ayat sebelumnya. Kata āli (keluarga) di sini dibuang, oleh karena dekatnya penyebutan. Dan  telah diakui bahwa Hanna, yakni ibu Siti Maryam, yang merupakan saudara sepupu Elizabeth (ibunda Nabi Yahya a.s.), termasuk keluarga Nabi Harun a.s.,  dan dengan perantaraannya termasuk keluarga ‘Imran (Lukas 1:5, 36).  

Nazar Istri ‘Imran Menganai
Bayi yang Dalam Kandungannya

      Kembali kepada firman Allah Swt. sebelumnya mengenai nazar ibunda Maryam, nampaknya nazar tersebut – selain merasa prihatin menyaksikan keadaan akhlak dan ruhani kaumnya, sebagaimana yang dirasakan juga oleh Nabi Zakaria a.s. – nazar tersebut diucapkan karena pengaruh golongan Essenes, yang pada umumnya sangat dimuliakan oleh orang-orang pada masa itu dan biasa menjalani hidup membujang seumur hidup dan mengasingkan perempuan-perempuan  dari keanggotaan mereka dan mewakafkan kehidupan mereka untuk berbakti kepada agama dan sesama manusia (Encyclopaedia  Biblica & Jewish Encyclopaedia).
      Sangat menarik hati adalah  bahwa ajaran Injil banyak persamaannya dengan ajaran golongan Essenes itu. Jelas pula dari arti kata muharrar bahwa ibunda Siti Maryam telah bernazar mewakafkan anaknya untuk mengkhidmati rumah peribadatan, dan dengan demikian ia berniat supaya anaknya tidak akan menikah, hal demikian menunjukkan bahwa Siti Maryam dimaksudkan supaya termasuk ke dalam golongan padri (pendeta/imam).
    Itulah sebabnya mengapa di tempat lain dalam Al-Quran, Siti Maryam disebut saudara perempuan Nabi Harun a.s.  dan bukan saudara perempuan Nabi Musa a.s. (QS.19:29), meskipun kedua nabi Allah tersebut  saudara kandung, sebab sementara Nabi Musa a.s.  itu mendirikan syariat Yahudi, sedangkan Nabi Harun a.s. itu imam golongan kepadrian Yahudi (Encyclopaedia  Biblica & Encyclopaedia Britannica di bawah kata Aaron).   Jadi, Siti Maryam -  ibunda Nabi Isa a.s. itu – adalah saudara Nabi Harun a.s. bukan dalam arti saudara kandung, melainkan karena Siti Maryam seperti Nabi Harun a.s.  berasal dari golongan  padri (pendeta/imam).
    Karena istri ‘Imran sangat berhasrat   untuk dikaruniai seorang anak laki-laki, karena itu ia bernazar hendak mewakafkan anak yang masih ada dalam kandungannya untuk berbakti kepada Tuhan, tetapi dalam kenyataannya yang dilahirkannya adalah seorang anak perempuan,  sehingga  dengan sendirinya istri ‘Imran  menjadi bingung, firman-Nya:
  فَلَمَّا وَضَعَتۡہَا قَالَتۡ رَبِّ اِنِّیۡ وَضَعۡتُہَاۤ  اُنۡثٰی ؕ وَ اللّٰہُ اَعۡلَمُ بِمَا وَضَعَتۡ ؕ وَ لَیۡسَ الذَّکَرُ  کَالۡاُنۡثٰی ۚ وَ اِنِّیۡ سَمَّیۡتُہَا مَرۡیَمَ وَ اِنِّیۡۤ  اُعِیۡذُہَا بِکَ وَ ذُرِّیَّتَہَا مِنَ الشَّیۡطٰنِ  الرَّجِیۡمِ ﴿﴾
Maka tatkala ia yakni istri ’Imran telah melahirkannya ia berkata: “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya bayi yang kulahirkan ini seorang perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu, sedangkan  anak lelaki yang diharapkannya itu tidaklah sama baiknya seperti anak perempuan ini; dan bahwa aku menamainya Maryam, dan sesungguhnya aku memohon perlindungan Engkau untuknya dan keturunannya dari syaitan yang terkutuk.”  (Āli ‘Imran [3]:37). 
     Kata-kata: Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya, merupakan kalimat sisipan yang diucapkan oleh Allah Swt.   secara sambil lalu, sedangkan kata-kata berikutnya: Anak lelaki itu tidaklah sama seperti anak perempuan  dapat dianggap diucapkan oleh Allah Swt.   atau diucapkan oleh ibunda Siti Maryam. Besar kemungkinan kata-kata itu diucapkan oleh Allah Swt.  dan berarti, seperti dalam teks terjemahan, bahwa anak perempuan yang dilahirkan beliau itu lebih baik daripada anak laki-laki yang diharapkan beliau.
      Tetapi jika  dianggap diucapkan oleh ibunda Siti Maryam, kata-kata itu berarti bahwa anak perempuan yang dilahirkan olehnya  itu  tidak bisa menjadi seperti anak laki-laki yang diinginkannya, karena (dia beranggapan) hanya anak laki-laki sajalah yang cocok untuk menunaikan bakti istimewa itu dan beliau ingin mewakafkannya.

Doa Istri ‘Imran untuk Anak dan Cucunya

    Anak kalimat aku menamainya Maryam, mengandung doa kepada Allah Swt. secara tidak langsung, untuk menjadikannya seorang anak perempuan yang mulia dan baik serta shalih, seperti nampak dari arti kata Maryam (yakni   mulia atau seorang ahli ibadah yang saleh).
     Siti Maryam  adalah  ibunda Nabi Isa ibnu Maryam,  beliau mungkin diberi nama yang sama dengan saudara perempuan Nabi Musa.s.  dan Nabi Harun a.s. --  yang dikenal dengan nama Miriam. Kata itu, yang adalah kata majemuk dalam bahasa Ibrani, berarti: bintang laut; nyonya atau perempuan  bangsawan; mulia; ahli ibadah yang saleh (Cruden’s Concordance; Kasysyaf; dan Encyclopaedia Biblica).
   Kata-kata doa ibu Siti Maryam – “sesungguhnya aku memohon perlindungan Engkau untuknya dan keturunannya dari syaitan yang terkutuk" -- itu menimbulkan sedikit kesulitan. Bila ibunda Siti Maryam berniat mewakafkan anaknya untuk berbakti kepada Tuhan, pasti beliau  telah mengetahui bahwa anaknya tidak akan menikah seumur hidup. Jika demikian, maka apakah artinya memanjatkan doa untuk keturunan sang anak perempuannya  itu?
      Penjelasan yang paling mungkin adalah  bahwa Allah Swt. telah mengabarkan kepada ibunda Siti Maryam dalam sebuah kasyaf (penglihatan ruhani) bahwa anak perempuannya  itu akan tumbuh hingga dewasa dan akan mendapat seorang anak, dan atas berita itu beliau mendoa agar Siti Maryam dan anaknya dikaruniai perlindungan Ilahi.
      Namun demikian beliau nampaknya telah menyerahkan hari depan Siti Maryam ke tangan Ilahi dan mewakafkannya, sebagaimana diniatkannya semula untuk mengabdi kepada Allah Swt.   (QS.3:36; Injil Kelahiran Siti Maryam). Hal itu tentu saja merupakan suatu kekecualian, sebab hanya laki-laki sajalah yang dapat dipilih untuk bakti demikian. Dugaan bahwa ibunda Siti Maryam menerima kasyaf mengenai anak perempuannya akan mendapat seorang laki-laki, tercantum dalam Injil Maryam (3:5), meskipun  mungkin dalam bentuk yang agak lain.
     Tidak ada sesuatu yang luar biasa mengenai doa Hanna (istri ‘Imran) yang ingin agar Siti Maryam serta keturunannya terpelihara dari pengaruh syaitan. Semua orang tua mendambakan hal seperti itu untuk anak-anak mereka dan mendoa agar mereka itu dibesarkan untuk menempuh kehidupan yang baik lagi lurus.
     Baik juga dicatat, meskipun Islam (Al-Quran) menyatakan bahwa semua nabi Allah selamat dari pengaruh syaitan, namun Bible tidak menganggap perlindungan itu dinikmati Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.. (Markus 1:12, 13).
     Rajim diserap dari kata rajama  artinya: (1) orang yang diusir dari hadirat Ilahi dan kasih-sayang-Nya, atau orang terkutuk; (2) ditinggalkan dan dibiarkan seorang diri; (3) dilempari dengan batu; (4) mahrum (luput)  dari segala kebaikan dan kebajikan (Lexicon Lane).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 30  Maret  2013



Tidak ada komentar:

Posting Komentar