بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 74
Rujukan Riwayat yang Keliru tentang
Ila (Perpisahan Sementara)
Nabi Besar Muhammad saw. dengan
Istri-istri Beliau Saw.
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam
akhir Bab sebelumnya telah kemukakan riwayat yang benar
mengenai latar-belakang Nabi Besar
Muhammad saw. “memisahkan diri” dari
semua istri beliau saw., yang menurut Allah Swt. dalam Al-Quran batas waktunya adalah 4 bulan (QS.2:227) ,
firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ
الرَّحِیۡمِ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا
النَّبِیُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَاۤ اَحَلَّ اللّٰہُ لَکَ ۚ تَبۡتَغِیۡ مَرۡضَاتَ
اَزۡوَاجِکَ ؕ وَ اللّٰہُ
غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ ﴿ ﴾
Aku baca dengan
nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Hai Nabi, mengapa engkau
mengharamkan apa yang Allah telah menghalalkannya bagi engkau karena engkau mencari kesenangan istri-istri
engkau? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (At-Tahrīm [66]:1-2).
Ada tercatat di dalam
riwayat peristiwa itu terjadi ketika istri-istri Nabi Besar Muhammad saw. yang
dipimpin oleh Siti ‘Aisyah r.a. dan Hafshah r.a. memohon kepada beliau saw. –
yang karena keadaan keuangan kaum
Muslimin telah kian membaik – supaya mereka pun seperti perempuan-perempuan Muslim lainnya, diizinkan menikmati kehidupan
duniawi dan kehidupan yang
menyenangkan (Fatah al-Qadir,
oleh Muhammad ibnu ‘Ali Asy-Syaukani).
Kepekaan “Perasaan” Nabi Besar Muhammad saw.
Dalam hubungan ini,
kata-kata “karena engkau mencari kesenangan istri-istri engkau?”
(QS.66:2) nampaknya berarti kurang lebih
sebagai berikut: “Karena engkau
senantiasa ingin menyenangkan hati
istri-istri engkau dan mengabulkan
kehendak mereka, hingga mereka telah menjadi lancang oleh sikap kasih-sayang
engkau itu, dan mereka melupakan kedudukan engkau yang tinggi lagi luhur
sebagai seorang Nabi Allah besar serta mengadakan tuntutan berlebih-lebihan kepada engkau.”
Peristiwa yang dikemukakan sebagai dalil berkenaan dengan Maria (Sitti
Mariyah r.a.) -- seorang budak perempuan asal Mesir itu -- karena
terlalu tolol dan fantastis suatu cerita
isapan jempol pujangga-pujangga
Kristen, dan karena kekurangan bukti sejarah yang boleh dipercaya -- tidak
layak ditanggapi sungguh-sungguh, karena Siti Mariyah r.a. adalah istri Nabi Besar Muhammad
saw. yang sah dan Ummul Mukminin (Ibu orang-orang beriman- QS.33:7) yang dimuliakan. Beliau saw. tidak pernah memelihara budak perempuan.
Pendek kata, firman Allah Swt. dalam Surah At-Tahrīm ayat 2 semata-mata merupakan “perpisahan sementara” yang dilakukan oleh Nabi Besar Muhammad saw. terhadap semua istri beliau
saw., sebagai peragaan “rasa tidak
senang” beliau saw. terhadap “tuntutan” perbaikan masalah sedikit perbaikan
“ekonomi keluarga”, yang dikemukakan dua orang istri beliau saw. yakni Siti ‘Aisyah r.a. dan Siti Hafshah r.a.. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
قَدۡ فَرَضَ اللّٰہُ لَکُمۡ تَحِلَّۃَ اَیۡمَانِکُمۡ ۚ وَ اللّٰہُ مَوۡلٰىکُمۡ ۚ وَ ہُوَ الۡعَلِیۡمُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾
Sungguh Allah telah mewajibkan kepada kamu membebaskan diri
dari sumpah-sumpah kamu, dan Allah adalah Pelindung kamu, dan Dia Maha Mengetahui, Maha
Bijaksana. (At-Tahrīm [66]:4).
Kata yang digunakan
adalah kum (kamu/kalian) – bukan kata
engkau -- dengan demikian jelaslah bahwa “kasus rumah tangga” seperti itu
bias terjadi juga di lingkungan rumahtangga orang-orang beriman, bukan
hanya di lingkungan rumahtangga Nabi
Besar Muhammad saw. saja.
Nabi Besar Muhammad saw. sangat
bersedih hati oleh permintaan
akan kesenangan hidup duniawi, dan
untuk memperlihatkan ketidaksenangan yang
sangat tersebut beliau saw. bersumpah untuk memisahkan diri dari mereka selama satu bulan.
Ayat ini melukiskan bahwa perkara yang halal tidak menjadi haram bagi seseorang hanya semata-mata
karena telah bersumpah tidak akan
menggunakannya. Dalam peristiwa tidak disangka-sangka serupa itu, beliau saw.
hanya diminta supaya menebus sumpah
beliau saw. yang terlanggar itu.
“Campur-tangan” Allah Swt. dalam
“Campur-tangan” Allah Swt. dalam
Masalah Rumahtangga Nabi Besar Muhammad Saw.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai
rincian peristiwa “pisah sementara” tersebut:
وَ اِذۡ اَسَرَّ النَّبِیُّ اِلٰی
بَعۡضِ اَزۡوَاجِہٖ حَدِیۡثًا ۚ
فَلَمَّا نَبَّاَتۡ بِہٖ وَ اَظۡہَرَہُ
اللّٰہُ عَلَیۡہِ عَرَّفَ
بَعۡضَہٗ وَ اَعۡرَضَ عَنۡۢ بَعۡضٍ ۚ
فَلَمَّا نَبَّاَہَا بِہٖ قَالَتۡ مَنۡ
اَنۡۢبَاَکَ ہٰذَا ؕ قَالَ نَبَّاَنِیَ
الۡعَلِیۡمُ الۡخَبِیۡرُ ﴿﴾
Dan ketika Nabi
menceritakan secara rahasia kepada salah seorang istri-istrinya, lalu tatkala
istrinya itu memberitahukannya kepada istri yang lain dan Allah menzahirkan hal itu kepadanya, dia (Rasulullah) memberitahukan sebagian darinya kepada
istrinya itu dan menyembunyikan
sebagiannya. Maka tatkala dia
(Rasulullah) memberitahukan hal itu
kepada istrinya, istrinya berkata: “Siapakah memberitahukan kepada engkau perihal itu?” Nabi berkata:
“Tuhan Yang Maha Mengetahui, Maha
Mengenal telah memberitahukannya
kepadaku.” (At-Tahrīm [66]:4).
Sukar untuk mengatakan kepada peristiwa apa ayat ini sebenarnya
mengisya-ratkan. Isyarat yang agaknya didukung oleh konteksnya mungkinkah
peristiwa yang diriwayatkan oleh Siti ‘Aisyah r.a. sendiri, yaitu ketika ayat QS.33:29
diwahyukan, memberikan pilihan kepada istri-istri Nabi Besar
Muhammad saw. -- yakni
hidup bersama beliau saw. atau berpisah
dari beliau saw. -- sebagai jawaban atas tuntutan mereka sendiri akan kehidupan
yang senang dan serba mudah, mula-mula
Nabi Besar Muhammad Saw. membicarakan
hal itu kepada Siti ‘Aisyah r.a. . (Bukhari, Kitab al-Mazhalim wa’l- Ghashb).
Nabi Besar Muhammad saw. nampaknya memang telah menempuh jalan itu
karena Siti ‘Aisyah r.a. itulah yang memelopori
tuntutan itu bersama Siti Hafshah r.a.,
dan tidak mustahil, kalau Siti ‘Aisyah r.a. telah menceriterakan pembicaraan rahasia Nabi Besar Muhammad
saw. itu kepada Siti Hafshah r.a..
Apa pun yang sebenarnya telah terjadi, ayat ini menekankan mengenai kewajiban seseorang yang dipercayai
memegang suatu rahasia agar tidak membocorkan rahasia itu; istimewa
pula bila pihak-pihak bersangkutan itu suami-istri,
dan rahasia itu bertalian dengan
urusan rumahtangga pribadi (QS.4:35), lebih-lebih lagi bila pihak-pihak
bersangkutan itu seorang rasul Allah
dan salah seorang dari para pengikutnya.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
اِنۡ تَتُوۡبَاۤ اِلَی اللّٰہِ
فَقَدۡ صَغَتۡ قُلُوۡبُکُمَا ۚ وَ اِنۡ
تَظٰہَرَا عَلَیۡہِ فَاِنَّ اللّٰہَ ہُوَ مَوۡلٰىہُ وَ جِبۡرِیۡلُ وَ صَالِحُ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ۚ وَ
الۡمَلٰٓئِکَۃُ بَعۡدَ ذٰلِکَ ظَہِیۡرٌ ﴿﴾ عَسٰی رَبُّہٗۤ
اِنۡ طَلَّقَکُنَّ اَنۡ
یُّبۡدِلَہٗۤ اَزۡوَاجًا خَیۡرًا
مِّنۡکُنَّ مُسۡلِمٰتٍ مُّؤۡمِنٰتٍ
قٰنِتٰتٍ تٰٓئِبٰتٍ عٰبِدٰتٍ سٰٓئِحٰتٍ ثَیِّبٰتٍ وَّ اَبۡکَارًا ﴿﴾
Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah maka sesungguhnya
hati kamu berdua telah cenderung kepada-Nya,
tetapi jika kamu berdua saling
mendukung terhadapnya maka sesungguhnya
Allah adalah Pelindung-nya, dan juga Jibril, orang-orang beriman yang saleh, dan sesudah itu malaikat
adalah pendukungnya. Boleh
jadi Tuhan-nya jika Nabi menceraikan
kamu maka Dia akan menggantikan
baginya istri-istri yang lebih baik
daripada kamu, yang ber-serah diri,
yang beriman, yang bertaubat, yang beribadah,
yang berpuasa, yang janda dan yang perawan.”
(At-Tahrīm
[66]:5-6).
Penyelamatan Diri dan Keluarga dari Api Neraka
Kata-kata “kamu
berdua“ nampaknya mengisyaratkan
kepada Siti ’Aisyah r.a. dan Siti Hafshah r.a. , yang telah memelopori tuntutan akan kesenangan duniawi dalam kehidupan rumah
tangga mereka. Tetapi istri-istri Nabi Besar Muhammad saw. lainnya telah ikut serta dalam tuntutan itu, meskipun peran
utama dipegang oleh kedua perempuan itu,
karena mungkin mereka itu masing-masing putri Abu Bakar Shiddiq r.a. dan
‘Umar bin Khaththab r.a., dua
tokoh paling terhormat di antara para sahabat Nabi Besar Muhammad saw..
Susunan ayat itu menunjukkan bahwa perkara
yang diisyaratkan dalam ayat-ayat ini sifatnya
sangat penting, tetapi mengambil madu
dari rumah salah seorang istri itu, jelas tidak
begitu penting artinya
daripada hal yang telah menjuruskan kepada perceraian
sementara Nabi Besar Muhammad saw., dan semua istri beliau saw. selama
kira-kira sebulan. Pula tidak ada teguran
terhadap istri-istri Nabi Besar Muhammad
saw. tersimpul dalam kata-kata “Allah adalah Penolongnya, begitu pula Jibril
dan orang-orang saleh di antara orang-orang yang beriman“ yang dituntut dalam perkara demikian.
Firman Allah Swt. selanjutnya
menjelaskan, bahwa kasus “perpisahan
sementara” yang dilakukan oleh Nabi Besar Muhammad saw. dengan semua istri
beliau saw. tersebut pada hakikatnya merupakan bagian dari peragaan hukum Islam (Al-Quran) mengenai lā-i (perpisahan sementara) dengan
istri, agar umat Islam yang dalam rumahtangganya mengalami kasus yang sama ada contohnya
yang terbaik seperti yang diamalkan
oleh Nabi Besar Muhammad saw., sehingga tidak perlu terjadi KDRT (kekerasan
dalam rumahtangga) dan hal-hal lain yang
dilarang
syariat, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا تُوۡبُوۡۤا اِلَی
اللّٰہِ تَوۡبَۃً نَّصُوۡحًا ؕ عَسٰی
رَبُّکُمۡ اَنۡ یُّکَفِّرَ عَنۡکُمۡ
سَیِّاٰتِکُمۡ وَ یُدۡخِلَکُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ
مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ۙ یَوۡمَ لَا یُخۡزِی اللّٰہُ النَّبِیَّ
وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَہٗ ۚ
نُوۡرُہُمۡ یَسۡعٰی بَیۡنَ
اَیۡدِیۡہِمۡ وَ بِاَیۡمَانِہِمۡ
یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَاۤ
اَتۡمِمۡ لَنَا نُوۡرَنَا وَ اغۡفِرۡ
لَنَا ۚ اِنَّکَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿ ﴾
Hai orang-orang yang
beriman, peliharalah diri kamu dan keluarga kamu dari Api, yang bahan bakarnya manusia dan batu,
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
keras, tidak mendurhakai Allah apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan mereka mengerjakan apa yang diperintahkan.
Hai orang-orang kafir, kamu pada hari ini jangan mengemukakan dalih, sesungguhnya kamu dibalas menurut apa yang kamu kerjakan.
(At-Tahrīm [66]:7-8).
Dua Pilihan & Peringatan Allah Swt.
Istri-istri dan anak-anak keturunan yang
tidak berusahakan dikendalikan oleh kepala keluarga supaya tetap berada di
“jalan Allah” maka mereka akan menjadi “bahan bakar api neraka” di
lingkungan rumahtangga, lebih-lebih jika
suami sebagai “kepala keluarga” tidak melaksanakan kewajibannya sebagai pelindung keluarga yang baik (QS.4:35) maka keadaan keluarga seperti itu akan penuh dengan kobaran “api jahannam”, karena di dalam keluarga yang seperti itu
semuanya -- ayah, ibu dan anak-anak
mereka -- telah keluar dari “orbitnya”
masing-masing, sehingga di dalam tatanan
keluarga seperti itu terjadi kesemrawutan.
Atas dasar itulah Allah Swt. telah berfirman
kepada Nabi Besar Muhammad saw. untuk menyampaikan pilihan kepada semua istri
beliau saw., ketika mereka sepakat
untuk memohon kepada Nabi Besar Muhammad saw. agar beliau saw. berkenan
meningkatkan keadaan ekonomi di keluarga yang selama itu sangat sederhana (alakadarnya), karena setelah hijrah dari Makkah ke Madinah keadaan ekonomi umumnya umat Islam telah semakin baik, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ قُلۡ
لِّاَزۡوَاجِکَ اِنۡ کُنۡـتُنَّ
تُرِدۡنَ الۡحَیٰوۃَ الدُّنۡیَا وَ زِیۡنَتَہَا فَتَعَالَیۡنَ اُمَتِّعۡکُنَّ
وَ اُسَرِّحۡکُنَّ سَرَاحًا جَمِیۡلًا ﴿﴾ وَ اِنۡ کُنۡـتُنَّ تُرِدۡنَ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ وَ الدَّارَ الۡاٰخِرَۃَ فَاِنَّ اللّٰہَ اَعَدَّ لِلۡمُحۡسِنٰتِ مِنۡکُنَّ اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istri engkau: “Jika kamu menginginkan
kehidupan dunia ini dan perhiasannya
maka marilah aku akan memberikannya
kepada kamu dan aku akan menceraikan
kamu dengan cara yang baik. Tetapi jika kamu menginginkan Allah, Rasul-Nya,
dan rumah di akhirat, maka
sesungguhnya Allah telah menyediakan
ganjaran yang besar bagi siapa di antara kamu yang berbuat ihsan.” (Al-Ahzāb [33]:29-30).
Namun setelah Nabi
Besar Muhammad saw. melakukan “memisahkan
diri sementara” dengan semua istri beliau saw., akhirnya semua istri beliau
saw. sepakat untuk memilih tetap
sebagai istri-istri Nabi Besar
Muhammad saw., bagaimana pun
sederhananya keadaan ekonomi rumahtanggga yang harus mereka jalani
bersama-sama dengan beliau saw., dengan
demikian Nabi Besar Muhammad saw. sepenuhnya terhindar dari peringatan-peringatan
Allah Swt. berikut ini, yang juga merupakan peringatan
bagi semua orang-orang beriman, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا لَا تُلۡہِکُمۡ
اَمۡوَالُکُمۡ وَ لَاۤ اَوۡلَادُکُمۡ عَنۡ ذِکۡرِ اللّٰہِ ۚ وَ مَنۡ
یَّفۡعَلۡ ذٰلِکَ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡخٰسِرُوۡنَ ﴿﴾ وَ اَنۡفِقُوۡا مِنۡ مَّا رَزَقۡنٰکُمۡ مِّنۡ قَبۡلِ اَنۡ یَّاۡتِیَ اَحَدَکُمُ
الۡمَوۡتُ فَیَقُوۡلَ رَبِّ لَوۡ
لَاۤ اَخَّرۡتَنِیۡۤ اِلٰۤی
اَجَلٍ قَرِیۡبٍ ۙ فَاَصَّدَّقَ وَ
اَکُنۡ مِّنَ الصّٰلِحِیۡنَ ﴿﴾ وَ لَنۡ
یُّؤَخِّرَ اللّٰہُ نَفۡسًا اِذَا جَآءَ اَجَلُہَا ؕ وَ اللّٰہُ خَبِیۡرٌۢ
بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ ﴿٪﴾
Hai orang-orang yang
beriman, janganlah harta kamu dan anak-anak kamu melalaikan kamu
dari mengingat Allah, dan barangsiapa
yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi. Dan belanjakanlah dari apa yang telah Kami rezekikan kepada kamu
sebelum kematian menimpa seseorang dari
antara kamu lalu ia berkata: “Hai Tuhan-ku, seandainya Engkau menangguhkan
sebentar batas waktuku niscaya aku akan bersedekah dan menjadi termasuk
orang-orang yang saleh.” Dan Allah
tidak pernah menangguhkan suatu
jiwa apabila batas waktunya telah tiba, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Munāfiqūn [63]:10-12).
Firman-Nya lagi:
یٰۤاَیُّہَا
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِنَّ مِنۡ
اَزۡوَاجِکُمۡ وَ اَوۡلَادِکُمۡ عَدُوًّا
لَّکُمۡ فَاحۡذَرُوۡہُمۡ ۚ وَ
اِنۡ تَعۡفُوۡا وَ تَصۡفَحُوۡا وَ
تَغۡفِرُوۡا فَاِنَّ اللّٰہَ غَفُوۡرٌ
رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
اِنَّمَاۤ اَمۡوَالُکُمۡ وَ اَوۡلَادُکُمۡ فِتۡنَۃٌ ؕ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗۤ
اَجۡرٌ عَظِیۡمٌ ﴿﴾ فَاتَّقُوا اللّٰہَ مَا
اسۡتَطَعۡتُمۡ وَ اسۡمَعُوۡا وَ اَطِیۡعُوۡا وَ اَنۡفِقُوۡا خَیۡرًا لِّاَنۡفُسِکُمۡ ؕ وَ مَنۡ یُّوۡقَ شُحَّ
نَفۡسِہٖ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ
الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿﴾
اِنۡ تُقۡرِضُوا اللّٰہَ قَرۡضًا حَسَنًا یُّضٰعِفۡہُ لَکُمۡ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ شَکُوۡرٌ
حَلِیۡمٌ ﴿ۙ﴾
عٰلِمُ الۡغَیۡبِ وَ الشَّہَادَۃِ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿٪﴾
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istri kamu dan anak-anakmu
adalah musuh bagi kamu, maka waspadalah
terhadap mereka, dan jika kamu
memaafkan dan tidak memarahi dan
mengampuni, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang. Sesungguhnya harta
kamu dan anak-anakmu adalah fitnah (ujian/cobaan). dan Allah di sisi-Nya ganjaran yang besar. Maka bertakwalah kepada Allah sejauh kesanggupan kamu, dan dengarlah serta taatlah, dan belanjakanlah
harta kamu, hal itu baik bagi
diri kamu. Dan barangsiapa dipelihara dari kekikiran
dirinya maka mereka itulah
orang-orang yang berhasil. Jika kamu meminjamkan ke-pada Allah suatu pinjaman yang baik, niscaya
Dia akan melipat-gandakan bagi kamu
dan akan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Menghargai, Maha Penyantun, Dia
Maha Mengetahui yang gaib dan yang nampak, Maha Perkasa, Maha Bijaksana.
(At-Taghābūn
[64]:15-19).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 21 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar