Minggu, 30 Desember 2012

Makna "Ashhaabul-Kahfi Para Penghuni Gua) & Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah Wafat




  
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 



Bab 25


Makna Ashhābul-Kahf 
(Para Penghuni Gua) 
&
  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah Wafat


   Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


Dalam beberapa Bab  sebelumnya telah dikemukakan gambaran selanjutnya mengenai  generasi penerus  orang-orang Yahudi yang digambarkan dalam Surah Al-Kahf  (QS.18:19-23), yakni  mengisyaratkan kepada firman Allah Swt. sebelum ini:
فَخَلَفَ مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ خَلۡفٌ وَّرِثُوا الۡکِتٰبَ یَاۡخُذُوۡنَ عَرَضَ ہٰذَا الۡاَدۡنٰی وَ یَقُوۡلُوۡنَ سَیُغۡفَرُ لَنَا ۚ وَ اِنۡ یَّاۡتِہِمۡ عَرَضٌ مِّثۡلُہٗ یَاۡخُذُوۡہُ ؕ اَلَمۡ یُؤۡخَذۡ عَلَیۡہِمۡ مِّیۡثَاقُ الۡکِتٰبِ اَنۡ لَّا یَقُوۡلُوۡا عَلَی اللّٰہِ  اِلَّا الۡحَقَّ وَ دَرَسُوۡا مَا فِیۡہِ  ؕ وَ الدَّارُ  الۡاٰخِرَۃُ  خَیۡرٌ لِّلَّذِیۡنَ  یَتَّقُوۡنَ ؕ اَفَلَا  تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Maka datang menggantikan sesudah mereka, suatu generasi  pengganti  yang mewarisi Kitab Taurat  itu, mereka mengambil harta dunia  yang rendah ini dan mereka mengatakan: “Pasti kami akan diampuni.” Dan jika datang kepada mereka harta semacam itu lagi mereka akan mengambilnya. Bukankah telah diambil perjanjian dari mereka dalam Kitab bahwa mereka tidak akan mengatakan sesuatu terhadap Allah kecuali yang haq, dan  mereka telah mempelajari  apa yang tercantum di dalamnya? Padahal  kampung  akhirat itu   lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa, apakah kamu tidak mau mengerti? (Al-A’rāf [7]:170.
    Mengisyaratkan kepada  generasi   (umat Kristen) ini  pulalah  makna ar-raqīm  (prasasti) yang diisyaratkan dalam Surah Al-Kahf, dimana sikap hidup keagamaan  dan keduniawian  mereka  berbeda dengan “Ash-habul kahf”, walau pun sama-sama mengaku sebagai pengikut Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., firman-Nya:
اَمۡ حَسِبۡتَ اَنَّ  اَصۡحٰبَ الۡکَہۡفِ وَ الرَّقِیۡمِ ۙ کَانُوۡا  مِنۡ  اٰیٰتِنَا  عَجَبًا ﴿﴾
Apakah engkau menyangka bahwa  penghuni gua dan prasasti-prasasti  itu adalah dari antara Tanda-tanda Kami yang menakjubkan?  (Al-Kahf [18]:10).

Makna “Ashhābul Kahfi (Para Penghuni Gua)
       
        Mengenai makna ar-raqīm (prasasti) --  yang merupakan  generasi penerus setelah Ashhabul- Kahf  (para penghuni gua)   adalah golongan yang mengikuti ajaran Paulus  mengenai “Trinitas” dan “Penebusan Dosa” melalui “kematian terkutuk” Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. pada tiang Salib (QS.2:117; QS.4:172; QS.5:18-19; QS.7:170; QS.9:30-32; QS.10:69; QS.17:112; QS.18:5-6) --  telah dibahas dalam Bab sebelumnya, selanjutnya akan dibahas lebih terinci lagi mengenai makna “Ashhābul-Kahf” (para penghuni  gua), firman-Nya:
اِذۡ اَوَی الۡفِتۡیَۃُ  اِلَی الۡکَہۡفِ فَقَالُوۡا رَبَّنَاۤ اٰتِنَا مِنۡ لَّدُنۡکَ رَحۡمَۃً  وَّ ہَیِّیٔۡ لَنَا مِنۡ  اَمۡرِنَا  رَشَدًا  ﴿﴾   فَضَرَبۡنَا عَلٰۤی اٰذَانِہِمۡ فِی الۡکَہۡفِ سِنِیۡنَ عَدَدًا ﴿ۙ﴾
Ketika para pemuda mencari perlindungan ke dalam gua itu  lalu mereka berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahilah kami rahmat dari sisi Engkau, dan lengkapilah kami dengan petunjuk yang benar dalam urusan kami."   Maka Kami mencegah mereka dari mendengar dalam gua be­berapa tahun lamanya. (Al-Kahf [18]:11-12).
  Ungkapan bahasa Arab dharaba 'alā  ‘udznihī  berarti “ia  mencegahnya dari mendengar”.  Ungkapan itu berarti pula "Kami membuat mereka tidur dengan mencegah dari masuk suara di telinga mereka yang menyebabkan mereka bangun" (Lexicon Lane). Secara harfiah ayat ini berarti. "Kami mencegah suara apa pun dari menembus ke dalam telinga."  
 Ada pun maksud kalimat tersebut adalah bahwa akibat kezaliman para penguasa musyrik kerajaan Romawi terhadap mereka – sehingga  demi mempertahankan Tauhid Ilahi yang mereka imani, mereka terpaksa harus bersembunyi di dalam gua-gua – tepatnya catacomb-catacomba --  dan untuk beberapa tahun mereka sama sekali terasing dan terpisah dari urusan-urusan dunia luar dan tidak mengetahui apa yang sedang terjadi di sana.
Jadi ungkapan “Maka Kami mencegah mereka dari mendengar dalam gua be­berapa tahun lamanya, “ bukan berarti bahwa mereka itu benar-benar tidur pulas selama 309 tahun di dalam gua, sebagaimana yang umumnya dipahami, dan ketika bangun penampilan mereka menjadi sangat menakutkan (QS.18:19).

Para Pemeluk  Ajaran Asli Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.

Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai  Ashābul-kahf (para penghuni gua) tersebut:
ثُمَّ بَعَثۡنٰہُمۡ لِنَعۡلَمَ اَیُّ الۡحِزۡبَیۡنِ اَحۡصٰی  لِمَا  لَبِثُوۡۤا  اَمَدًا ﴿٪﴾   نَحۡنُ نَقُصُّ عَلَیۡکَ نَبَاَہُمۡ  بِالۡحَقِّ ؕ اِنَّہُمۡ فِتۡیَۃٌ  اٰمَنُوۡا بِرَبِّہِمۡ وَ زِدۡنٰہُمۡ ہُدًی  ﴿٭ۖ﴾ 
Kemudian Kami  membangkit­kan mereka supaya Kami menge­tahui manakah di antara dua go­longan yang lebih tepat mem­buat perhitungan me-ngenai lamanya mereka tinggal.   Kami  ceriterakan kepada engkau kisah mereka dengan benar, sesungguhnya mereka itu para  pemuda  yang beriman kepada Tuhan-nya, dan Kami tambahkan kepada mereka  pe-tunjuk.    (Al-Kahf [18]:13-14).
 Nampaknya ada dua golongan di antara orang-orang Kristen di golongan zaman permulaan:
(a) mereka yang tidak mau berpura-pura atau bersembunyi­-sembunyi dan karena tidak mengenai kompromi dengan kekafiran dan kemusyrikan mereka menangung penindasan akibat keimanan mereka dengan sabar dan ketabahan. Orang-orang itu terpaksa mencari perlindungan di gua-gua;
(b) mereka  yang menganggap, bahwa kebijaksanaan itu lebih baik dari keberanian, menyembunyikan keimanan serta menyelamatkan dirinya dari penindasan. "Dua golongan" itu dapat pula menunjuk kepada mereka yang menindas dan yang ditindas.
  Ayat 14 ini menunjukkan, bahwa banyak kisah khayalan telah tersiar mengenai "penghuni-penghuni gua" di masa Nabi Besar Muhammad Saw.. Tetapi hakikat yang sebenarnya mengenai mereka ialah  bahwa mereka itu para pemuda yang memiliki akhlak mulia, yang telah mempertaruhkan segala-galanya semata­-mata untuk Tuhan mereka,  dan juga bahwa keimanan mereka berangsur-angsur menjadi lebih kuat  berkat adanya penindasan dan kezaliman.
Dengan demikian jelaslah bahwa kaum Nasrani di masa awal setelah terjadinya peristiwa pengaliban Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., mereka  adalah para penganut Tauhid Ilahi yang kuat, sebagaimana ajaran asli diajarkan oleh Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., firman-Nya:
وَ  اِذۡ قَالَ اللّٰہُ یٰعِیۡسَی ابۡنَ مَرۡیَمَ  ءَاَنۡتَ قُلۡتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُوۡنِیۡ وَ اُمِّیَ  اِلٰہَیۡنِ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ ؕ قَالَ سُبۡحٰنَکَ مَا یَکُوۡنُ لِیۡۤ  اَنۡ اَقُوۡلَ مَا لَیۡسَ لِیۡ ٭ بِحَقٍّ ؕ؃ اِنۡ کُنۡتُ قُلۡتُہٗ فَقَدۡ عَلِمۡتَہٗ ؕ تَعۡلَمُ  مَا فِیۡ نَفۡسِیۡ وَ لَاۤ اَعۡلَمُ مَا فِیۡ نَفۡسِکَ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ عَلَّامُ  الۡغُیُوۡبِ ﴿﴾  مَا قُلۡتُ لَہُمۡ اِلَّا مَاۤ اَمَرۡتَنِیۡ بِہٖۤ اَنِ اعۡبُدُوا اللّٰہَ رَبِّیۡ وَ رَبَّکُمۡ ۚ وَ کُنۡتُ عَلَیۡہِمۡ  شَہِیۡدًا مَّا دُمۡتُ فِیۡہِمۡ ۚ فَلَمَّا تَوَفَّیۡتَنِیۡ  کُنۡتَ اَنۡتَ الرَّقِیۡبَ عَلَیۡہِمۡ ؕ وَ  اَنۡتَ عَلٰی کُلِّ  شَیۡءٍ  شَہِیۡدٌ ﴿﴾  اِنۡ تُعَذِّبۡہُمۡ فَاِنَّہُمۡ عِبَادُکَ ۚ وَ اِنۡ تَغۡفِرۡ لَہُمۡ فَاِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Allah berfirman: “Hai ‘Isa ibnu Maryam, apakah engkau telah berkata kepada manusia: Jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua tuhan selain Allah?" Ia berkata: “Maha Suci Engkau. Tidak patut bagiku mengatakan apa yang sekali-kali  bukan hakku. Jika  aku telah mengatakannya maka sungguh  Engkau mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada dalam diriku, sedangkan aku tidak mengetahui apa yang ada dalam diri Engkau,   sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Mengetahui segala yang gaib. Aku sekali-kali tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang telah Engkau perintahkan kepadaku, yaitu:  ”Beribadahlah kepada Allah, Tuhan-ku  dan Tuhan kamu.” Dan aku menjadi saksi atas mereka selama aku berada di antara mereka, tetapi tatkala  Engkau telah mewafatkanku maka Engkau-lah Yang benar-benar menjadi Pengawas atas mereka, dan Engkau adalah Saksi atas segala sesuatu. Kalau Engkau mengazab mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan kalau Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”     (Al-Māidah ]5]:117-119).

Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah Wafat

     Kalimat “Jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua tuhan selain  Allah “,  ayat itu menunjuk kepada kebiasaan Gereja Kristen yang menisbahkan kekuatan-kekuatan Uluhiyyah (Ketuhanan) kepada  Maryam, ibunda Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.. Pertolongan Maryam dimohon dalam Litania (suatu bentuk sembahyang), sedangkan dalam Katakisma (Cathechism, yakni, dasar-dasar ajaran agama berupa tanya-jawab). Gereja Romawi ditanamkan akidah bahwa beliau itu bunda Tuhan.
    Gerejawan-gerejawan di zaman lampau menganggap Maryam  mempunyai sifat-sifat Tuhan dan hanya beberapa tahun yang silam, Paus Pius XII telah memasukkan paham kenaikan   Maryam ke langit dalam ajaran Gereja. Semua ini sama halnya dengan menaikkan beliau ke jenjang Ketuhanan dan inilah apa yang dicela oleh umat Protestan dan disebut sebagai Mariolatry (Pemujaan Dara Maria).
   Ungkapan bahasa Arab dalam teks yang diterjemahkan sebagai “tidak layak bagiku” dapat ditafsirkan sebagai: Tidak patut bagiku atau tidak mungkin bagiku atau aku tidak berhak berbuat demikian, dan sebagainya.  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. mengajarkan menyembah hanya satu Tuhan (Matius 4:10 dan Lukas 4:8).
    Kalimat “Dan aku menjadi saksi atas mereka selama aku berada di antara mereka, tetapi tatkala  Engkau telah mewafatkanku maka Engkau-lah Yang benar-benar menjadi Pengawas atas mereka “ berarti bahwa selama Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  hidup, beliau mengamati dengan cermat pengikut-pengikut beliau dan menjaga agar mereka jangan menyimpang dari jalan yang benar, tetapi  setelah beliau wafat  maka beliau tidak mengetahui betapa mereka telah berbuat dan akidah-akidah palsu apa yang dianut mereka.
       Jadi, karena sekarang pengikut-pengikut beliau  telah memperetuhan kan beliau dan ibu beliau, maka dapat disimpulkan dengan pasti bahwa mereka telah sesat  dan hal tersebut menghasilkan kesimpulan logis lainnya yang pasti kebenarannya yaitu bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  telah wafat, sebab sebagaimana ditunjukkan oleh ayat itu, sesudah wafatnyalah beliau disembah sebagai Tuhan (QS.4:172;QS.5:18 &73-74; QS.9:30-31).

Penolakan  Nabi Besar Muhammad Saw.
Pada  Hari Kebangkitan

      Begitu pula kenyataan bahwa menurut ayat ini Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  akan menyatakan tidak tahu-menahu bahwa pengikut-pengikut beliau menganggap beliau dan bundanya sebagai dua tuhan selain Allah Swt. sesudah beliau meninggalkan mereka, membuktikan bahwa beliau tidak akan kembali lagi ke dunia.
Kenapa demikian? Sebab apabila  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. benar-benar  harus kembali ke dunia ini  -- sebagaimana dipercayai oleh umumnya umat Kristen dan juga umat Islam – dan beliau  melihat dengan mata sendiri pengikut-pengikut beliau telah menjadi rusak dan telah mempertuhankan beliau, maka beliau tidak dapat berdalih kepada Allah Swt. bahwa beliau tidak tahu-menahu tentang diri beliau  telah dipertuhankan mereka. Sebab jika sekiranya Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. berbuat demikian, jawaban beliau dengan berdalih tidak tahu-menahu, akan sama halnya dengan benar-benar dusta.
      Dengan demikian ayat itu  membuktikan secara positif bahwa Nabi Isa  Ibnu Maryam a.s.  telah wafat, dan beliau sekali-kali tidak akan kembali ke dunia ini. Lebih-lebih menurut hadits yang termasyhur, Nabi Besar Muhammad Saw. pun akan menggunakan kata-kata seperti itu pula pada Hari Kebangkitan terhadap segolongan  umat Islam, sebagaimana kata-kata itu diletakkan di sini pada mulut Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., bila kelak beliau melihat pengikut beliau saw. digiring ke neraka. (Sahih Bukhari, Kitabut Tafsir, Tafsir Surah Al-Maidah, Bab Wa kuntu ‘alaihim Syahiidan- maa dumtu fiihim...Hadits nomor 4625).
      Kenyataan tersebut memberikan dukungan lebih lanjut pada kenyataan, bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  telah wafat seperti halnya Nabi Besar Muhammad Saw. . juga (QS.3:56; QS.5:76; QS.21:35).   Berikut adalah penolakan keras Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. terhadap mereka yang mempertuhankan beliau:
Bukan setiap orang yang berseru kepadaku: “Tuhan, Tuhan” akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melaksanakan kehendak Bapakku yang di sorga. Pada  hari terakhir banyak orang akan berseru kepadaku: “Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namamu, dan mengusir serta demi namamu, dan mengadakan banyak mujizat demi namamu juga?” Pada waktu itulah aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: “Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaku, kamu sekalian pembuat  kejahatan!” (Matius 7:21-23).

 (Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar,31 Desember 2012