بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 54
Nikmat-nikmat Surgawi
Penghuni Surga Golongan As-Sābiqūn
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam akhir Bab sebelumnya
dijelaskan mengenai ahli surga
golongan sābiqūna sābiqūn (yang terdahulu/terdepan dan benar-benar
terdahulu – Al Wāqi’ah ayat 11) dan hubungannya dengan firman-Nya berikut ini mengenai “sābiqūn bil-khayrāti bi-idznillāh -- yang unggul (terdepan) dalam
kebaikan dengan izin Allah”:
وَ السّٰبِقُوۡنَ السّٰبِقُوۡنَ ﴿ۚۙ﴾ اُولٰٓئِکَ
الۡمُقَرَّبُوۡنَ ﴿ۚ﴾
فِیۡ جَنّٰتِ النَّعِیۡمِ ﴿﴾ ثُلَّۃٌ مِّنَ
الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿ۙ﴾
وَ
قَلِیۡلٌ مِّنَ الۡاٰخِرِیۡنَ ﴿ؕ﴾
Dan yang paling dahulu, mereka benar-benar paling dahulu. Mereka
itulah orang-orang yang didekatkan kepada Tuhan. Mereka berada di dalam surga-surga kenikmatan.
Segolongan besar dari orang-orang
terdahulu, dan segolongan kecil dari orang-orang
kemudian, (Al-Wāqi’ah [56]:11-15).
Dan hubungannya dengan firman-Nya
berikut ini mengenai kalimat “dari antara
mereka ada yang unggul (terdepan) dalam kebaikan
dengan izin Allah“:
وَ الَّذِیۡۤ
اَوۡحَیۡنَاۤ اِلَیۡکَ مِنَ الۡکِتٰبِ ہُوَ الۡحَقُّ مُصَدِّقًا
لِّمَا بَیۡنَ یَدَیۡہِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ بِعِبَادِہٖ لَخَبِیۡرٌۢ
بَصِیۡرٌ ﴿ ﴾
ثُمَّ اَوۡرَثۡنَا الۡکِتٰبَ الَّذِیۡنَ اصۡطَفَیۡنَا
مِنۡ عِبَادِنَا ۚ فَمِنۡہُمۡ ظَالِمٌ لِّنَفۡسِہٖ ۚ وَ مِنۡہُمۡ مُّقۡتَصِدٌ ۚ وَ
مِنۡہُمۡ سَابِقٌۢ بِالۡخَیۡرٰتِ بِاِذۡنِ اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ ہُوَ الۡفَضۡلُ الۡکَبِیۡرُ ﴿ؕ﴾
Dan Kitab
yang Kami wahyukan kepada engkau adalah kebenaran
untuk menggenapi apa yang sebelumnya.
Sesungguhnya Allah terhadap hamba-hamba-Nya benar-benar Maha Mengetahui, Maha Melihat. Kemudian Kitab
itu Kami wariskan kepada orang-orang
yang telah Kami pilih dari antara hamba-hamba
Kami, maka dari antara mereka sangat
zalim terhadap dirinya, dari antara mereka ada yang mengambil jalan tengah, dan dari antara mereka ada yang
unggul (terdepan) dalam kebaikan dengan izin
Allah, itu adalah karunia yang sangat besar. (Al-Fāthir
[32-33).
Makna Jihad yang Hakiki
Kalimat “maka dari antara
mereka sangat zalim terhadap dirinya“
mengandung dua makna yang bertentangan, yakni makna negative dan makna positif. Dalam makna negative arti dari sangat zalim terhadap dirinya merujuk kepada penghuni neraka jahannam
akibat berlaku takabur terhadap
Allah Swt. dan rasul-Nya. Mengenai mereka itu Allah Swt. berfirman: wa
mā zhalamūnā walākin kanū anfasahum yazhlimūn -- Kami sekali-kali tidak menzalimi
mereka, tetapi mereka menzalimi diri mereka sendiri (QS.2:58; QS.7:160),
yakni bahwa bukan Allah Swt. yang memasukkan mereka ke dalam neraka jahannam
melainkan sikap takabur mereka
kepada Allah Swt. dan rasul-Nya itulah yang mengakibatkan
mereka menjadi penghuni neraka jahannam (QS.7:35-37).
Dalam makna positif, kata zhalim
mengisyaratkan kepada kesungguhan
orang-orang yang beriman dan bertakwa memerangi nafs ammārah (QS.12:54) yang menguasai dirinya, sebelum
mencapai tingkat nafs lawwāmah (QS.75:3) dan tingkat nafs muthmainnah (QS.89:28-31),
firman-Nya:
وَ الَّذِیۡنَ جَاہَدُوۡا فِیۡنَا
لَنَہۡدِیَنَّہُمۡ سُبُلَنَا ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ
لَمَعَ الۡمُحۡسِنِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan orang-orang yang berjuang untuk
Kami niscaya Kami akan memberi
petunjuk kepada mereka pada jalan-jalan Kami, dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang berbuat
kebaikan. (Al-Ankabūt [20]:70).
Jihad sebagaimana diperintahkan oleh Islam, tidak berarti harus membunuh
atau menjadi kurban pembunuhan,
melainkan harus berjuang keras guna
memperoleh keridhaan Ilahi, sebab
kata fīnā berarti “untuk menjumpai
Kami”, sehubungan dengan itu Allah Swt. berfirman:
یٰۤاَیُّہَا الۡاِنۡسَانُ اِنَّکَ کَادِحٌ اِلٰی رَبِّکَ کَدۡحًا فَمُلٰقِیۡہِ ۚ﴿﴾ فَاَمَّا مَنۡ
اُوۡتِیَ کِتٰبَہٗ بِیَمِیۡنِہٖ ۙ﴿﴾ فَسَوۡفَ
یُحَاسَبُ حِسَابًا یَّسِیۡرًا ۙ﴿﴾ وَّ
یَنۡقَلِبُ اِلٰۤی اَہۡلِہٖ مَسۡرُوۡرًا ؕ﴿﴾
Hai insan (manusia), sesungguhnya engkau bekerja keras dengan sungguh-sungguh
menuju Tuhan engkau maka engkau
akan bertemu dengan-Nya. Lalu
adapun orang yang diberikan kitabnya di tangan
kanannya, maka ia segera akan dihisab dengan perhitungan yang mudah, dan ia
akan kembali kepada keluarganya dengan gembira. (Al-Insyiqāq [ 84]:7-10).
Kembali kepada firman Allah Swt. sebelum ini
“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang telah Kami
pilih dari antara hamba-hamba Kami,
maka dari antara mereka sangat zalim
terhadap dirinya, dari antara mereka ada
yang mengambil jalan tengah, dan dari
antara mereka ada yang unggul
(terdepan) dalam kebaikan dengan izin
Allah, itu adalah karunia yang sangat besar. (Al-Fāthir
[35]:33) -- seorang beriman melampaui berbagai tingkat disiplin keruhanian yang ketat. Pada
tingkat pertama ia melancarkan peperangan
yang sungguh-sungguh terhadap keinginan dan nafsu rendahnya (nafs Ammārah)
serta mengamalkan peniadaan diri secara mutlak.
Pada tingkat selanjutnya, kemajuan ke arah tujuannya hanya sebagian saja (nafs Lawwāmah) dan pada tingkat terakhir ia mencapai taraf akhlak sempurna, dan kemajuan ke arah
tujuannya yang agung itu berlangsung cepat sekali dan merata (nafs Muthmainnah), mereka itulah golongan sābiqūn
bil kayrāti bi-iznillāh – “yang unggul/terdepan
dalam kebaikan dengan izin
Allah“ yaitu golongan “as-sābiqūna
sābiqūn - yang paling dahulu, mereka benar-benar paling dahulu” (QS.56:11), yang “cahayanya” berlari-lari di depan
mereka (QS.66:9).
Nikmat-nikmat Surgawi Golongan As-Sābiqūn (Yang Terdahulu)
Nikmat-nikmat surga
yang akan dianugerahkan kepada assābiqūn (orang-orang beriman bernasib baik -- yang akan dikaruniai kedekatan istimewa kepada Tuhan --
sebagaimana disebut dalam ayat-ayat 11-27
Surah Al-Wāqi’ah), sangat menyerupai
karunia-karunia Tuhan yang telah
disebut dalam ayat-ayat 47-62 dalam Surah
Al-Rahmān.
Hal itu menunjukkan bahwa orang-orang mukmin yang disebut dalam
ayat-ayat 47-62 Surah Al-Rahmān itu
dari golongan assābiqūn (mereka yang telah diberi anugerah kedekatan istimewa kepada Allah) dalam
Surah Al-Wāqi’ah. Sedang Surah Al-Rahmān ayat 63-78 menggambarkan ahli surga “golongan kanan” dalam Surah Al-Wāqi’ah
ayat 28-41, yakni “orang-orang
beriman” yang posisi cahaya yang menyertainya berada sebelah kanan mereka (QS.66:9)
Rincian nikmat-nikmat surgawi selanjutnya dalam Surah Al-Wāqi’ah
ternyata sesuai dengan
firman Allah dalam Surah Ash-Shāffāt
sebelum ini:
اِلَّا عِبَادَ اللّٰہِ
الۡمُخۡلَصِیۡنَ ﴿ ﴾
اُولٰٓئِکَ
لَہُمۡ رِزۡقٌ مَّعۡلُوۡمٌ ﴿ۙ ﴾ فَوَاکِہُ ۚ وَ
ہُمۡ مُّکۡرَمُوۡنَ ﴿ۙ ﴾ فِیۡ جَنّٰتِ
النَّعِیۡمِ ﴿ۙ ﴾
عَلٰی سُرُرٍ
مُّتَقٰبِلِیۡنَ ﴿ ﴾
یُطَافُ
عَلَیۡہِمۡ بِکَاۡسٍ مِّنۡ مَّعِیۡنٍۭ ﴿ۙ ﴾ بَیۡضَآءَ
لَذَّۃٍ لِّلشّٰرِبِیۡنَ ﴿ۚۖ ﴾ لَا فِیۡہَا غَوۡلٌ وَّ لَا ہُمۡ
عَنۡہَا یُنۡزَفُوۡنَ ﴿ ﴾
وَ
عِنۡدَہُمۡ قٰصِرٰتُ الطَّرۡفِ عِیۡنٌ ﴿ۙ
﴾
کَاَنَّہُنَّ
بَیۡضٌ مَّکۡنُوۡنٌ ﴿ ﴾
Kecuali hamba-hamba
Allah yang tulus ikhlas,
mereka memperoleh rezeki
yang telah diketahui, buah-buahan dan mereka dimuliakan dalam kebun-kebun nikmat, duduk di atas singgasana
berhadap-hadapan, diedarkan kepada mereka
cawan-cawan minuman dari
mata air yang mengalir, putih bersih serta lezat bagi orang-orang yang minum, di dalamnya tidak memabukkan dan tidak pula
mereka karenanya kehilangan akal. (Ash-shāffāt [37]:41-48).
Makna “Duduk Berhadap-hadapan di atas Singgasana”
Kalimat “duduk di atas singgasana, berhadap-hadapan”
sesuai dengan firman Allah Swt.
dalam Surah Al-Wāqi’ah mengenai
nikmat-nikmat surgawi untuk
golongan as-sābiqūn (yang terdahulu):
عَلٰی سُرُرٍ مَّوۡضُوۡنَۃٍ
﴿ۙ﴾ مُّتَّکِـِٕیۡنَ عَلَیۡہَا
مُتَقٰبِلِیۡنَ ﴿﴾
یَطُوۡفُ
عَلَیۡہِمۡ وِلۡدَانٌ مُّخَلَّدُوۡنَ﴿ۙ﴾ بِاَکۡوَابٍ وَّ اَبَارِیۡقَ ۬ۙ وَ کَاۡسٍ مِّنۡ
مَّعِیۡنٍ ﴿ۙ﴾
لَّا یُصَدَّعُوۡنَ عَنۡہَا وَ لَا یُنۡزِفُوۡنَ ﴿ۙ﴾
Mereka duduk di atas singgasana bertatahkan emas dan permata, bersandar
padanya sambil berhadap-hadapan. Mereka dikelilingi
pemuda-pemuda yang dikekalkan dalam kebaikan, dengan membawa
gelas, cerek dan cangkir yang diisi dari
mata air. Mereka tidak
akan pening karenanya, dan
tidak pula mereka akan mabuk. (Al-Wāqi’ah [56]:16-20).
Kata surur (singgasana/tahta) dalam kedua
Surah Al-Quran tersebut mengisyaratkan kepada kemuliaan martabat ruhani para penghuni
surga golongan sābiqūn (yang
terdepan) yang memiliki “cahaya” yang “berlari-lari di depan mereka” (QS.66:9). Ada pun
makna “berhadap-hadapan” dalam kalimat “duduk bersandar padanya sambil
berhadap-hadapan” menggambarkan suasana
kehidupan sugawi yang aman dan damai, karena segala bentuk kebencian mau pun kedengkian
telah hilang dari dalam hati para penghuni surga tersebut, firman-Nya:
وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ
عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَا نُکَلِّفُ نَفۡسًا اِلَّا وُسۡعَہَاۤ ۫ اُولٰٓئِکَ
اَصۡحٰبُ الۡجَنَّۃِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾ وَ نَزَعۡنَا مَا فِیۡ صُدُوۡرِہِمۡ مِّنۡ غِلٍّ
تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہِمُ الۡاَنۡہٰرُ ۚ وَ قَالُوا الۡحَمۡدُ لِلّٰہِ الَّذِیۡ
ہَدٰىنَا لِہٰذَا ۟ وَ مَا کُنَّا لِنَہۡتَدِیَ لَوۡ لَاۤ اَنۡ ہَدٰىنَا اللّٰہُ ۚ لَقَدۡ جَآءَتۡ
رُسُلُ رَبِّنَا بِالۡحَقِّ ؕ وَ نُوۡدُوۡۤا اَنۡ تِلۡکُمُ الۡجَنَّۃُ اُوۡرِثۡتُمُوۡہَا بِمَا کُنۡتُمۡ تَعۡمَلُوۡنَ
﴿﴾
Dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh, Kami tidak
membebani seseorang kecuali sesuai
dengan kemampuannya, mereka
inilah penghuni surga
(jannah/kebun), mereka kekal di dalamnya. Dan Kami
mencabut segala dendam
yang ada di dalam dada mereka. Di bawah mereka mengalir
sungai-sungai dan mereka berkata: ”Segala puji bagi Allah Yang telah menunjuki kami kepada surga
ini, dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk
seandainya Allāh tidak memberi kami
petunjuk. Sungguh benar-benar telah datang rasul-rasul Tuhan kami dengan
haq.” Dan akan diserukan kepada mereka: “Inilah surga yang diwariskan kepada
kamu sebagai ganjaran atas apa
yang senantiasa kamu kerjakan.” (Al-A’rāf [7]:43-44).
Tidak Ada Rasa Dendam
dan Dengki
Anak
kalimat sisipan Kami tidak membebani sesuatu jiwa di luar kemampuannya,
bertolak belakang dengan paham agama
Kristen yang menyatakan bahwa dosa
itu terpendam dalam fitrat manusia –
sebagai dosa warisan dari Adam dan Hawa -- maka upaya menghilangkan dosa itu berada di luar jangkauan kekuasaan manusia (QS.2:287).
Kalimat
“Dan Kami mencabut segala
dendam yang ada di dalam dada mereka,“ pada hakikatnya, kehidupan surgawi dimulai sejak dari
dunia ini juga (QS.55:47) dan seseorang
dikatakan sedang menikmati kehidupan
surgawi apabila hatinya bebas
dari rasa permusuhan, irihati, dendam-kesumat, dan kegelisahan
mental. Dalam Surah Al-Quran lainnya Allah Swt. berfirman:
اِنَّ الۡمُتَّقِیۡنَ فِیۡ
جَنّٰتٍ وَّ عُیُوۡنٍ ﴿ؕ﴾ اُدۡخُلُوۡہَا بِسَلٰمٍ اٰمِنِیۡنَ ﴿﴾ وَ نَزَعۡنَا مَا فِیۡ صُدُوۡرِہِمۡ مِّنۡ غِلٍّ
اِخۡوَانًا عَلٰی سُرُرٍ مُّتَقٰبِلِیۡنَ ﴿﴾ لَا
یَمَسُّہُمۡ فِیۡہَا نَصَبٌ وَّ مَا ہُمۡ
مِّنۡہَا بِمُخۡرَجِیۡنَ ﴿﴾ نَبِّیٔۡ عِبَادِیۡۤ
اَنِّیۡۤ اَنَا الۡغَفُوۡرُ
الرَّحِیۡمُ ﴿ۙ﴾ وَ اَنَّ عَذَابِیۡ
ہُوَ الۡعَذَابُ الۡاَلِیۡمُ ﴿﴾
Sesungguhnya orang-orang
yang bertakwa akan berada di
dalam kebun-kebun dan mata air-mata
air yang mengalir. Dikatakan: “Masuklah kamu ke dalamnya dengan selamat sejahtera
dan aman.” Dan Kami akan mencabut segala dendam
yang ada dalam dada mereka, sehingga mereka merasa bersaudara, duduk berhadap-hadapan di atas
singgasana-singgasana. Di dalamnya keletihan tidak akan menyentuh
mereka dan mereka sama sekali tidak akan
dikeluarkan darinya. Hai rasul, beritahulah hamba-hamba-Ku, bahwa
sesungguhnya Aku Maha Pengampun, Maha Penyayang, dan juga, bahwa azab-Ku itu azab yang sangat pedih. (Al-Hijr [15]:46-51).
Kata-kata “selamat”
(salam) dan “aman” (āmin), dalam kalimat “Masuklah kamu ke dalamnya dengan selamat sejahtera dan aman,” masing-masing mengandung arti, kebebasan dari kecemasan-kecemasan batin yang menggerogoti hati seseorang, dan kebebasan
dari sakit dan hukuman lahiriah.
Hanya orang-orang yang hatinya bebas dari segala
perasaan-perasaan dendam kesumat
terhadap saudara-saudaranya, merekalah yang dapat dikatakan menikmati kehidupan surga yang sungguh-sungguh: “Dan Kami akan mencabut segala dendam yang ada
dalam dada mereka, sehingga
mereka merasa ber-saudara, duduk berhadap-hadapan di
atas tahta-tahta.“
Makna Tidak Ada Rasa Lelah &
Makna Kata Taht (Di Bawah)
Ayat “Di dalamnya keletihan tidak akan menyentuh
mereka dan mereka sama sekali tidak akan
dikeluarkan darinya“ mengandung
arti, bahwa surga itu akan merupakan
satu tempat, di mana amal-perbuatan
akan tetap dan terus-menerus dilakukan.
Namun kendatipun demikian, orang-orang beriman tidak akan merasa keletihan
sebagai akibat yang tak bisa dihindarkan dari kerja-berat, dan juga tenaga
mereka tidak akan hilang atau
berkurang sebagai akibat dari kelelahan.
Kesenangan dan ketentraman yang dialami
oleh para penghuni surga dengan
segala macam nikmat-nikmat surgawi yang dirasakannya tersebut tercakup dalam
tiga ungkapan berikut ini: “Maha Suci
Engkau ya Allah”; “Selamat sejahtera”,
dan “Segala puji bagi Allah, Tuhan
seluruh alam”, firman-Nya:
اِنَّ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ
عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ یَہۡدِیۡہِمۡ رَبُّہُمۡ بِاِیۡمَانِہِمۡ ۚ تَجۡرِیۡ مِنۡ
تَحۡتِہِمُ الۡاَنۡہٰرُ فِیۡ
جَنّٰتِ النَّعِیۡمِ ﴿﴾ دَعۡوٰىہُمۡ
فِیۡہَا سُبۡحٰنَکَ اللّٰہُمَّ وَ تَحِیَّتُہُمۡ فِیۡہَا سَلٰمٌ ۚ وَ اٰخِرُ دَعۡوٰىہُمۡ اَنِ الۡحَمۡدُ
لِلّٰہِ رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿٪﴾
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, mereka akan diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena
keimanan mereka. Di bawah mereka mengalir sungai-sungai, di
dalam kebun-kebun kenikmatan. Seruan mereka di dalamnya: “Mahasuci Engkau, ya Allah!” Dan ucapan salam mereka
satu sama lain di dalamnya: “Selamat
sejahtera”, sedangkan akhir seruan mereka: “Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam.”
(Yunus
[10]:10-11).
Kata taht (di bawah) dalam
kalimat “Di bawah mereka
mengalir sungai-sungai“
digunakan di sini dalam arti kiasan,
yang menyatakan pembawahan atau penguasaan. Dalam pengertian ini
ungkapan di bawah mereka akan berarti, bahwa para penghuni surga akan menjadi penguasa
dan pemilik sungai-sungai itu, dan
bukan hanya semata-mata menggunakannya sebagai penyewa atau pemakai.
Kenyataan tersebut sesuai dengan ucapan Fir’aun
berikut ini mengenai penguasaannya atas
“sungai-sungai” di Mesir, khususnya
sungai Nil”, firman-Nya:
وَ نَادٰی فِرۡعَوۡنُ فِیۡ قَوۡمِہٖ
قَالَ یٰقَوۡمِ اَلَیۡسَ لِیۡ مُلۡکُ مِصۡرَ وَ ہٰذِہِ الۡاَنۡہٰرُ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِیۡ ۚ اَفَلَا تُبۡصِرُوۡنَ ﴿ؕ﴾ اَمۡ اَنَا خَیۡرٌ
مِّنۡ ہٰذَا الَّذِیۡ ہُوَ
مَہِیۡنٌ ۬ۙ وَّ لَا یَکَادُ
یُبِیۡنُ ﴿﴾
فَلَوۡ
لَاۤ اُلۡقِیَ عَلَیۡہِ اَسۡوِرَۃٌ
مِّنۡ ذَہَبٍ اَوۡ جَآءَ مَعَہُ
الۡمَلٰٓئِکَۃُ مُقۡتَرِنِیۡنَ ﴿﴾ فَاسۡتَخَفَّ
قَوۡمَہٗ فَاَطَاعُوۡہُ ؕ اِنَّہُمۡ
کَانُوۡا قَوۡمًا فٰسِقِیۡنَ ﴿﴾
فَلَمَّاۤ اٰسَفُوۡنَا انۡتَقَمۡنَا مِنۡہُمۡ
فَاَغۡرَقۡنٰہُمۡ اَجۡمَعِیۡنَ ﴿ۙ﴾ فَجَعَلۡنٰہُمۡ سَلَفًا وَّ
مَثَلًا لِّلۡاٰخِرِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan Fir’aun mengumumkan kepada kaumnya
dengan berkata: "Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan sungai-sungai ini mengalir di bawah kekuasanku? Maka apakah
kamu tidak melihat? Atau tidakkah
aku lebih baik daripada orang yang hina ini (Musa) dan ia
tidak dapat menjelaskan? Mengapakah tidak
dianugerahkan kepadanya gelang-gelang dari emas, atau datang bersamanya malaikat-malaikat
yang berkumpul di sekelilingnya?" Demikianlah ia memperbodoh kaumnya lalu mereka patuh kepadanya, sesungguhnya mereka adalah kaum durhaka. Maka ketika mereka membuat Kami murka, Kami menuntut balas dari mereka dan Kami
menenggelam-kan mereka semua, dan Kami menjadikan mereka kisah yang lalu
dan misal bagi kaum yang akan datang.
(Az-Zukhruf
[43]:52-57).
Jadi penggunaan
kata taht (di bawah) dalam kalimat “di bawah mereka mengalir
sungai-sungai di dalam kebun-kebun
kenikmatan” berkenaan penghuni
surga, maksudnya adalah mereka
benar-benar menguasai atau memiliki nikmat-nikmat
surgawi tersebut, bukan sebagai penyewa.
Ucapan-ucapan Penghuni Surga &
Empat Macam “Sungai
Surgawi”
Kalimat selanjutnya: “Seruan mereka di dalamnya: “Mahasuci
Engkau, ya Allah!” maknanya
adalah bahwa di dalam surga para penghuninya akan bertasbih
kepada Allah Swt. atas kemauannya
sendiri dan secara naluri, sebab di
sana hakikat benda-benda itu akan nampak kepada mereka. dan mereka akan menyadari, bahwa setiap pekerjaan Allah Swt. dilandasi oleh kebijaksanaan yang mendalam. Kesadaran
itu akan menyebabkan mereka secara naluri
dan dengan serta merta berseru: Mahasuci Engkau, ya Allāh! yakni
mengucapkan tasbih, sebagaimana
seluruh tatanan alam semesta bertasbih
kepada Allah Swt. (QS.17:45; QS.24:42; QS.57:2; QS.61:2; QS.62:2; QS.64:2).
Kalimat selanjutnya “Dan ucapan salam mereka satu sama lain di dalamnya: “Selamat sejahtera”, sedangkan
akhir seruan mereka: “Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam“
menjelaskan bahwa kesudahan
orang-orang yang beriman itu senantiasa
senang-bahagia, itulah makna kalimat
““Selamat
sejahtera”, dan mereka itu melahirkan kegembiraannya atau rasa
syukurnya dengan menyanjung kemuliaan Allah, “sedangkan akhir
seruan mereka: “Segala puji bagi
Allah, Tuhan seluruh alam.”
Kembali kepada firman Allah Swt. yang menjadi
pokok pembahasan tentang nikmat-nikmat surgawi golongan as-sabiqūn
(yang terdepan):
اِلَّا عِبَادَ اللّٰہِ
الۡمُخۡلَصِیۡنَ ﴿ ﴾
اُولٰٓئِکَ
لَہُمۡ رِزۡقٌ مَّعۡلُوۡمٌ ﴿ۙ ﴾ فَوَاکِہُ ۚ وَ
ہُمۡ مُّکۡرَمُوۡنَ ﴿ۙ ﴾ فِیۡ جَنّٰتِ
النَّعِیۡمِ ﴿ۙ ﴾
عَلٰی سُرُرٍ
مُّتَقٰبِلِیۡنَ ﴿ ﴾
یُطَافُ
عَلَیۡہِمۡ بِکَاۡسٍ مِّنۡ مَّعِیۡنٍۭ ﴿ۙ ﴾ بَیۡضَآءَ
لَذَّۃٍ لِّلشّٰرِبِیۡنَ ﴿ۚۖ ﴾ لَا فِیۡہَا غَوۡلٌ وَّ لَا ہُمۡ
عَنۡہَا یُنۡزَفُوۡنَ ﴿ ﴾
وَ
عِنۡدَہُمۡ قٰصِرٰتُ الطَّرۡفِ عِیۡنٌ ﴿ۙ
﴾
کَاَنَّہُنَّ
بَیۡضٌ مَّکۡنُوۡنٌ ﴿ ﴾
Kecuali hamba-hamba
Allah yang tulus ikhlas,
mereka memperoleh rezeki
yang telah diketahui, buah-buahan dan mereka dimuliakan dalam kebun-kebun nikmat, duduk di atas singgasana
berhadap-hadapan, diedarkan kepada mereka
cawan-cawan minuman dari
mata air yang mengalir, putih bersih serta lezat bagi orang-orang yang minum, di dalamnya tidak memabukkan dan tidak
pula mereka karenanya kehilangan akal. (Ash-shāffāt [37]:41-48).
Ungkapan kalimat “diedarkan kepada mereka
cawan-cawan minuman dari mata air yang mengalir,
putih bersih serta lezat bagi orang-orang yang minum, di
dalamnya tidak memabukkan dan tidak pula mereka karenanya kehilangan akal“
dan kalimat “Mereka tidak akan pening
karenanya, dan tidak pula mereka akan mabuk” mengenai “minuman
surgawi” yang dihidangkan kepada
mereka, erat hubungannya dengan salah satu jenis “sungai surgawi” yang disebut
“sungai arak”, firman-Nya:
مَثَلُ الۡجَنَّۃِ الَّتِیۡ وُعِدَ الۡمُتَّقُوۡنَ ؕ
فِیۡہَاۤ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ مَّآءٍ غَیۡرِ اٰسِنٍ ۚ وَ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ لَّبَنٍ لَّمۡ یَتَغَیَّرۡ
طَعۡمُہٗ ۚ وَ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ
خَمۡرٍ لَّذَّۃٍ لِّلشّٰرِبِیۡنَ ۬ۚ وَ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ عَسَلٍ
مُّصَفًّی ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَا مِنۡ کُلِّ
الثَّمَرٰتِ وَ مَغۡفِرَۃٌ مِّنۡ رَّبِّہِمۡ ؕ
کَمَنۡ ہُوَ خَالِدٌ فِی النَّارِ وَ سُقُوۡا مَآءً حَمِیۡمًا
فَقَطَّعَ اَمۡعَآءَہُمۡ ﴿﴾
Perumpamaan surga
yang dijanjikan kepada orang-orang yang
bertakwa, di dalamnya terdapat sungai-sungai
yang airnya tidak akan rusak; dan sungai-sungai
susu yang rasanya tidak berubah, dan sungai-sungai
arak yang sangat lezat rasanya bagi orang-orang
yang meminum, dan sungai-sungai madu
yang dijernihkan. Dan bagi mereka di dalamnya ada segala macam buah-buahan, dan pengampunan dari Tuhan mereka. Apakah sama seperti orang yang
tinggal kekal di dalam Api dan diberi
minum air mendidih, sehingga akan
merobek-robek usus mereka? (Muhammad [47]:17).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 3 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar