Sabtu, 02 Maret 2013

Nikmat-nikmat Surgawi Penghuni Surga Golongan "As-Saabiquun"




      بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 



Bab 54


   Nikmat-nikmat Surgawi 
Penghuni Surga Golongan As-Sābiqūn  
    

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam akhir Bab  sebelumnya  dijelaskan mengenai ahli surga golongan sābiqūna sābiqūn  (yang terdahulu/terdepan dan benar-benar terdahulu    Al Wāqi’ah ayat 11) dan hubungannya  dengan firman-Nya berikut ini mengenai “sābiqūn bil-khayrāti bi-idznillāh --  yang    unggul (terdepan)  dalam kebaikan  dengan izin Allah”: 

وَ السّٰبِقُوۡنَ  السّٰبِقُوۡنَ ﴿ۚۙ﴾  اُولٰٓئِکَ  الۡمُقَرَّبُوۡنَ ﴿ۚ﴾   فِیۡ  جَنّٰتِ النَّعِیۡمِ ﴿﴾   ثُلَّۃٌ  مِّنَ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿ۙ﴾   وَ قَلِیۡلٌ  مِّنَ الۡاٰخِرِیۡنَ ﴿ؕ﴾
Dan yang paling dahulu,  mereka benar-benar paling dahulu. Mereka itulah orang-orang yang didekatkan  kepada Tuhan.  Mereka berada di dalam surga-surga kenikmatan.  Segolongan besar dari  orang-orang terdahulu,  dan segolongan kecil dari orang-orang kemudian, (Al-Wāqi’ah [56]:11-15). 
      Dan hubungannya dengan firman-Nya berikut ini mengenai kalimat “dari antara mereka ada yang    unggul (terdepan) dalam kebaikan  dengan izin Allah“:
وَ الَّذِیۡۤ  اَوۡحَیۡنَاۤ  اِلَیۡکَ  مِنَ الۡکِتٰبِ ہُوَ الۡحَقُّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَیۡنَ یَدَیۡہِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ بِعِبَادِہٖ  لَخَبِیۡرٌۢ  بَصِیۡرٌ ﴿ ﴾  ثُمَّ  اَوۡرَثۡنَا الۡکِتٰبَ الَّذِیۡنَ اصۡطَفَیۡنَا مِنۡ عِبَادِنَا ۚ فَمِنۡہُمۡ ظَالِمٌ لِّنَفۡسِہٖ ۚ وَ مِنۡہُمۡ مُّقۡتَصِدٌ ۚ وَ مِنۡہُمۡ سَابِقٌۢ بِالۡخَیۡرٰتِ بِاِذۡنِ اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ ہُوَ الۡفَضۡلُ  الۡکَبِیۡرُ ﴿ؕ﴾
Dan  Kitab yang Kami wahyukan kepada engkau adalah  kebenaran untuk menggenapi apa yang sebelumnya. Sesungguhnya Allah terhadap hamba-hamba-Nya benar-benar Maha Mengetahui, Maha Melihat.   Kemudian Kitab itu Kami  wariskan kepada orang-orang yang telah Kami pilih dari antara hamba-hamba Kami, maka dari antara mereka sangat zalim terhadap dirinya, dari antara mereka ada yang mengambil jalan tengah, dan dari antara mereka ada yang    unggul (terdepan) dalam kebaikan  dengan izin Allah, itu adalah  karunia yang sangat besar. (Al-Fāthir [32-33).

Makna Jihad yang Hakiki

     Kalimat “maka dari antara mereka sangat zalim terhadap dirinya  mengandung dua makna yang bertentangan, yakni makna   negative  dan makna positif.  Dalam makna negative   arti dari sangat zalim terhadap dirinya  merujuk kepada penghuni neraka jahannam akibat  berlaku takabur terhadap Allah Swt. dan rasul-Nya. Mengenai mereka itu Allah Swt. berfirman: wa mā zhalamūnā walākin kanū anfasahum yazhlimūn --  Kami sekali-kali tidak menzalimi mereka, tetapi mereka menzalimi diri mereka sendiri (QS.2:58; QS.7:160), yakni bahwa bukan Allah Swt. yang memasukkan mereka ke dalam neraka jahannam melainkan sikap takabur mereka  kepada Allah Swt. dan rasul-Nya itulah yang mengakibatkan mereka menjadi penghuni neraka jahannam (QS.7:35-37).
    Dalam makna positif, kata zhalim  mengisyaratkan kepada kesungguhan orang-orang yang beriman dan bertakwa memerangi nafs ammārah  (QS.12:54) yang menguasai dirinya, sebelum mencapai tingkat nafs lawwāmah (QS.75:3) dan  tingkat nafs muthmainnah (QS.89:28-31), firman-Nya:
وَ الَّذِیۡنَ جَاہَدُوۡا فِیۡنَا لَنَہۡدِیَنَّہُمۡ سُبُلَنَا ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ  لَمَعَ الۡمُحۡسِنِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan orang-orang yang berjuang untuk Kami niscaya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan-jalan Kami, dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang berbuat kebaikan. (Al-Ankabūt [20]:70).
      Jihad sebagaimana diperintahkan oleh Islam, tidak berarti harus membunuh atau menjadi kurban pembunuhan, melainkan harus berjuang keras guna memperoleh keridhaan Ilahi, sebab kata fīnā berarti “untuk menjumpai Kami”, sehubungan dengan itu Allah Swt. berfirman:
یٰۤاَیُّہَا الۡاِنۡسَانُ  اِنَّکَ کَادِحٌ  اِلٰی رَبِّکَ کَدۡحًا  فَمُلٰقِیۡہِ ۚ﴿﴾   فَاَمَّا مَنۡ  اُوۡتِیَ  کِتٰبَہٗ  بِیَمِیۡنِہٖ ۙ﴿﴾ فَسَوۡفَ یُحَاسَبُ حِسَابًا یَّسِیۡرًا ۙ﴿﴾  وَّ  یَنۡقَلِبُ  اِلٰۤی  اَہۡلِہٖ مَسۡرُوۡرًا ؕ﴿﴾
Hai insan (manusia), sesungguhnya engkau bekerja keras dengan sungguh-sungguh menuju Tuhan engkau  maka  engkau akan bertemu dengan-Nya.   Lalu adapun orang  yang diberikan kitabnya di tangan kanannya,  maka ia segera akan dihisab dengan perhitungan yang mudah,  dan ia akan kembali kepada keluarganya dengan gembira. (Al-Insyiqāq [ 84]:7-10).
      Kembali kepada firman Allah Swt.  sebelum ini    Kemudian Kitab itu Kami   wariskan kepada orang-orang yang telah Kami pilih dari antara hamba-hamba Kami, maka dari antara mereka sangat zalim terhadap dirinya, dari antara mereka ada yang mengambil jalan tengah, dan dari antara mereka ada yang    unggul (terdepan) dalam kebaikan  dengan izin Allah, itu adalah  karunia yang sangat besar. (Al-Fāthir [35]:33)  -- seorang beriman melampaui berbagai tingkat disiplin keruhanian yang ketat. Pada tingkat pertama ia melancarkan peperangan yang sungguh-sungguh terhadap keinginan dan nafsu rendahnya (nafs Ammārah) serta mengamalkan peniadaan diri secara mutlak. 
    Pada tingkat selanjutnya, kemajuan ke arah tujuannya  hanya sebagian saja (nafs Lawwāmah) dan pada tingkat terakhir ia mencapai taraf akhlak sempurna, dan kemajuan ke arah tujuannya yang agung itu berlangsung cepat sekali dan merata (nafs Muthmainnah), mereka itulah  golongan sābiqūn bil kayrāti bi-iznillāh – “yang  unggul/terdepan dalam kebaikan  dengan izin Allah“ yaitu golongan “as-sābiqūna sābiqūn -   yang paling dahulu,  mereka benar-benar paling dahulu” (QS.56:11), yang “cahayanya” berlari-lari di depan mereka (QS.66:9).

Nikmat-nikmat Surgawi Golongan As-Sābiqūn (Yang Terdahulu)

   Nikmat-nikmat surga yang akan dianugerahkan kepada assābiqūn (orang-orang beriman bernasib baik -- yang akan dikaruniai kedekatan istimewa kepada Tuhan -- sebagaimana disebut dalam ayat-ayat 11-27   Surah Al-Wāqi’ah), sangat menyerupai karunia-karunia Tuhan yang telah disebut dalam ayat-ayat 47-62 dalam Surah Al-Rahmān.
   Hal itu menunjukkan bahwa orang-orang mukmin yang disebut dalam ayat-ayat 47-62 Surah Al-Rahmān itu dari golongan assābiqūn (mereka yang telah diberi anugerah kedekatan istimewa kepada Allah) dalam Surah Al-Wāqi’ah. Sedang Surah Al-Rahmān  ayat 63-78 menggambarkan ahli surga “golongan kanan” dalam Surah  Al-Wāqi’ah ayat 28-41, yakni “orang-orang beriman” yang posisi cahaya  yang menyertainya berada sebelah kanan mereka (QS.66:9)
   Rincian nikmat-nikmat surgawi selanjutnya dalam Surah  Al-Wāqi’ah  ternyata  sesuai dengan  firman Allah dalam Surah Ash-Shāffāt sebelum ini:
اِلَّا عِبَادَ  اللّٰہِ  الۡمُخۡلَصِیۡنَ ﴿ ﴾   اُولٰٓئِکَ لَہُمۡ  رِزۡقٌ  مَّعۡلُوۡمٌ ﴿ۙ ﴾   فَوَاکِہُ ۚ وَ  ہُمۡ  مُّکۡرَمُوۡنَ ﴿ۙ ﴾  فِیۡ   جَنّٰتِ  النَّعِیۡمِ ﴿ۙ ﴾  عَلٰی  سُرُرٍ  مُّتَقٰبِلِیۡنَ ﴿ ﴾  یُطَافُ عَلَیۡہِمۡ  بِکَاۡسٍ مِّنۡ  مَّعِیۡنٍۭ ﴿ۙ ﴾   بَیۡضَآءَ   لَذَّۃٍ   لِّلشّٰرِبِیۡنَ ﴿ۚۖ ﴾   لَا فِیۡہَا غَوۡلٌ وَّ لَا ہُمۡ عَنۡہَا یُنۡزَفُوۡنَ ﴿ ﴾   وَ عِنۡدَہُمۡ  قٰصِرٰتُ الطَّرۡفِ عِیۡنٌ ﴿ۙ ﴾   کَاَنَّہُنَّ بَیۡضٌ مَّکۡنُوۡنٌ ﴿ ﴾  
Kecuali hamba-hamba  Allah yang tulus ikhlas,  mereka  memperoleh  rezeki yang telah diketahui,   buah-buahan  dan mereka  dimuliakan   dalam kebun-kebun  nikmat,  duduk di atas singgasana  berhadap-hadapan,   diedarkan  kepada mereka  cawan-cawan minuman dari mata air yang mengalir, putih bersih serta  lezat bagi orang-orang yang minum,  di dalamnya tidak memabukkan dan tidak pula mereka karenanya kehilangan akal. (Ash-shāffāt [37]:41-48).

Makna “Duduk Berhadap-hadapan  di atas Singgasana

    Kalimat “duduk di atas singgasana, berhadap-hadapan” sesuai dengan firman Allah Swt.  dalam   Surah    Al-Wāqi’ah  mengenai   nikmat-nikmat surgawi untuk golongan as-sābiqūn (yang terdahulu):
عَلٰی سُرُرٍ مَّوۡضُوۡنَۃٍ ﴿ۙ﴾  مُّتَّکِـِٕیۡنَ عَلَیۡہَا مُتَقٰبِلِیۡنَ ﴿﴾   یَطُوۡفُ عَلَیۡہِمۡ  وِلۡدَانٌ   مُّخَلَّدُوۡنَ﴿ۙ﴾  بِاَکۡوَابٍ وَّ اَبَارِیۡقَ ۬ۙ وَ کَاۡسٍ مِّنۡ مَّعِیۡنٍ ﴿ۙ﴾  لَّا  یُصَدَّعُوۡنَ عَنۡہَا وَ لَا  یُنۡزِفُوۡنَ ﴿ۙ﴾
Mereka duduk di atas singgasana bertatahkan emas dan permata,    bersandar padanya  sambil berhadap-hadapan. Mereka  dikelilingi pemuda-pemuda yang dikekalkan dalam kebaikan,   dengan membawa  gelas, cerek dan cangkir yang diisi dari mata air.  Mereka tidak akan pening karenanya,  dan tidak pula mereka akan mabuk. (Al-Wāqi’ah  [56]:16-20).
      Kata surur (singgasana/tahta) dalam kedua Surah Al-Quran tersebut mengisyaratkan kepada kemuliaan martabat ruhani para penghuni surga golongan sābiqūn (yang terdepan)  yang memiliki “cahaya” yang “berlari-lari di depan mereka” (QS.66:9). Ada pun makna  berhadap-hadapan” dalam kalimat “duduk bersandar padanya  sambil berhadap-hadapan” menggambarkan suasana  kehidupan sugawi yang aman dan damai, karena segala bentuk kebencian  mau pun kedengkian telah hilang dari dalam hati para penghuni surga tersebut, firman-Nya:
وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَا نُکَلِّفُ نَفۡسًا اِلَّا وُسۡعَہَاۤ ۫ اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ  الۡجَنَّۃِ ۚ ہُمۡ   فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾   وَ نَزَعۡنَا مَا فِیۡ صُدُوۡرِہِمۡ مِّنۡ غِلٍّ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہِمُ الۡاَنۡہٰرُ ۚ وَ قَالُوا الۡحَمۡدُ لِلّٰہِ الَّذِیۡ ہَدٰىنَا لِہٰذَا ۟ وَ مَا کُنَّا لِنَہۡتَدِیَ لَوۡ لَاۤ  اَنۡ ہَدٰىنَا اللّٰہُ ۚ لَقَدۡ جَآءَتۡ رُسُلُ رَبِّنَا بِالۡحَقِّ ؕ وَ نُوۡدُوۡۤا اَنۡ تِلۡکُمُ الۡجَنَّۃُ  اُوۡرِثۡتُمُوۡہَا بِمَا کُنۡتُمۡ تَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh,  Kami tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya,  mereka inilah penghuni surga (jannah/kebun), mereka kekal di dalamnya.   Dan Kami  mencabut segala dendam yang ada di dalam dada mereka.  Di bawah mereka  mengalir sungai-sungai dan mereka berkata:  Segala puji bagi Allah Yang telah menunjuki kami kepada surga ini, dan kami  sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk seandainya  Allāh tidak memberi kami petunjuk. Sungguh benar-benar  telah datang rasul-rasul Tuhan kami dengan haq.” Dan akan diserukan kepada mereka: “Inilah surga yang diwariskan kepada kamu sebagai ganjaran atas apa yang senantiasa kamu kerjakan.” (Al-A’rāf [7]:43-44).

Tidak Ada Rasa Dendam dan Dengki

Anak kalimat sisipan Kami tidak membebani sesuatu jiwa di luar kemampuannya, bertolak belakang dengan paham agama Kristen yang menyatakan bahwa dosa itu terpendam dalam fitrat manusia – sebagai dosa warisan dari Adam dan Hawa --  maka upaya menghilangkan dosa itu berada di luar jangkauan kekuasaan manusia (QS.2:287).
Kalimat “Dan Kami  mencabut segala dendam yang ada di dalam dada mereka,“ pada hakikatnya, kehidupan surgawi dimulai sejak dari dunia ini juga  (QS.55:47) dan seseorang dikatakan sedang menikmati kehidupan surgawi apabila hatinya bebas dari rasa permusuhan, irihati, dendam-kesumat, dan kegelisahan mental. Dalam Surah Al-Quran lainnya Allah Swt. berfirman:
اِنَّ  الۡمُتَّقِیۡنَ  فِیۡ  جَنّٰتٍ  وَّ عُیُوۡنٍ ﴿ؕ﴾  اُدۡخُلُوۡہَا بِسَلٰمٍ  اٰمِنِیۡنَ ﴿﴾  وَ نَزَعۡنَا مَا فِیۡ صُدُوۡرِہِمۡ مِّنۡ غِلٍّ اِخۡوَانًا عَلٰی  سُرُرٍ  مُّتَقٰبِلِیۡنَ ﴿﴾  لَا  یَمَسُّہُمۡ فِیۡہَا نَصَبٌ  وَّ  مَا ہُمۡ  مِّنۡہَا بِمُخۡرَجِیۡنَ ﴿﴾  نَبِّیٔۡ عِبَادِیۡۤ  اَنِّیۡۤ  اَنَا الۡغَفُوۡرُ الرَّحِیۡمُ ﴿ۙ﴾  وَ اَنَّ عَذَابِیۡ ہُوَ  الۡعَذَابُ  الۡاَلِیۡمُ ﴿﴾
Sesungguhnya  orang-orang yang bertakwa akan berada di dalam kebun-kebun dan mata air-mata air yang mengalir.   Dikatakan: “Masuklah kamu   ke dalamnya dengan selamat sejahtera dan aman.”  Dan Kami akan  mencabut segala dendam yang ada dalam dada mereka, sehingga mereka merasa bersaudara, duduk berhadap-hadapan di atas singgasana-singgasana.   Di dalamnya   keletihan tidak akan menyentuh mereka  dan  mereka sama sekali tidak akan dikeluarkan darinya. Hai rasul, beritahulah hamba-hamba-Ku, bahwa   sesungguhnya Aku  Maha Pengampun, Maha Penyayang,     dan  juga, bahwa azab-Ku itu azab yang sangat pedih. (Al-Hijr [15]:46-51).
      Kata-kata “selamat” (salam) dan “aman” (āmin), dalam kalimat “Masuklah kamu ke dalamnya dengan selamat sejahtera dan aman,”  masing-masing mengandung arti, kebebasan dari kecemasan-kecemasan batin yang menggerogoti hati seseorang, dan kebebasan dari sakit dan hukuman lahiriah.
   Hanya orang-orang yang hatinya bebas dari segala perasaan-perasaan dendam kesumat terhadap saudara-saudaranya, merekalah yang dapat dikatakan menikmati kehidupan surga yang sungguh-sungguh: “Dan   Kami akan  mencabut segala dendam yang ada dalam dada mereka, sehingga mereka merasa ber-saudara, duduk berhadap-hadapan di atas tahta-tahta.“

Makna Tidak Ada   Rasa Lelah &
Makna Kata Taht  (Di Bawah)

    Ayat “Di dalamnya   keletihan tidak akan menyentuh mereka  dan  mereka sama sekali tidak akan dikeluarkan darinya   mengandung arti, bahwa surga itu akan merupakan satu tempat, di mana amal-perbuatan akan tetap dan terus-menerus dilakukan. Namun kendatipun demikian, orang-orang beriman tidak akan merasa keletihan   sebagai akibat yang tak bisa dihindarkan dari kerja-berat, dan juga tenaga mereka tidak akan hilang atau berkurang sebagai akibat dari kelelahan.
     Kesenangan dan ketentraman yang dialami oleh para penghuni surga dengan segala macam  nikmat-nikmat surgawi yang dirasakannya tersebut tercakup dalam tiga ungkapan berikut ini: “Maha Suci Engkau ya Allah”; “Selamat sejahtera”, dan “Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam”, firman-Nya:
اِنَّ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ یَہۡدِیۡہِمۡ رَبُّہُمۡ بِاِیۡمَانِہِمۡ ۚ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہِمُ  الۡاَنۡہٰرُ  فِیۡ  جَنّٰتِ  النَّعِیۡمِ ﴿﴾  دَعۡوٰىہُمۡ فِیۡہَا سُبۡحٰنَکَ اللّٰہُمَّ وَ تَحِیَّتُہُمۡ فِیۡہَا سَلٰمٌ ۚ وَ اٰخِرُ  دَعۡوٰىہُمۡ اَنِ  الۡحَمۡدُ  لِلّٰہِ  رَبِّ  الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿٪﴾
Sesungguhnya orang-orang  yang beriman dan beramal saleh, mereka akan diberi petunjuk oleh Tuhan mereka  karena  keimanan mereka. Di bawah   mereka mengalir sungai-sungai, di dalam kebun-kebun kenikmatan.    Seruan mereka di dalamnya: “Mahasuci Engkau, ya  Allah!”  Dan ucapan salam  mereka satu sama lain di dalamnya: “Selamat sejahtera”, sedangkan  akhir seruan mereka: “Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam.” (Yunus [10]:10-11).
     Kata taht (di bawah) dalam kalimat “Di bawah   mereka mengalir sungai-sungai“ digunakan di sini dalam arti kiasan, yang menyatakan pembawahan atau penguasaan. Dalam pengertian ini ungkapan di bawah mereka akan berarti, bahwa para penghuni surga akan menjadi penguasa dan pemilik sungai-sungai itu, dan bukan hanya semata-mata menggunakannya sebagai penyewa atau pemakai.
      Kenyataan tersebut sesuai dengan ucapan Fir’aun berikut ini mengenai penguasaannya atas “sungai-sungai” di Mesir, khususnya sungai Nil”, firman-Nya:
وَ نَادٰی فِرۡعَوۡنُ فِیۡ  قَوۡمِہٖ  قَالَ یٰقَوۡمِ اَلَیۡسَ لِیۡ مُلۡکُ مِصۡرَ وَ ہٰذِہِ  الۡاَنۡہٰرُ تَجۡرِیۡ مِنۡ  تَحۡتِیۡ ۚ اَفَلَا  تُبۡصِرُوۡنَ ﴿ؕ﴾  اَمۡ اَنَا خَیۡرٌ  مِّنۡ ہٰذَا الَّذِیۡ ہُوَ  مَہِیۡنٌ ۬ۙ وَّ لَا یَکَادُ  یُبِیۡنُ ﴿﴾  فَلَوۡ لَاۤ  اُلۡقِیَ عَلَیۡہِ  اَسۡوِرَۃٌ  مِّنۡ ذَہَبٍ اَوۡ جَآءَ  مَعَہُ الۡمَلٰٓئِکَۃُ  مُقۡتَرِنِیۡنَ ﴿﴾ فَاسۡتَخَفَّ قَوۡمَہٗ  فَاَطَاعُوۡہُ ؕ اِنَّہُمۡ کَانُوۡا قَوۡمًا فٰسِقِیۡنَ ﴿﴾  فَلَمَّاۤ  اٰسَفُوۡنَا انۡتَقَمۡنَا مِنۡہُمۡ فَاَغۡرَقۡنٰہُمۡ  اَجۡمَعِیۡنَ ﴿ۙ﴾  فَجَعَلۡنٰہُمۡ  سَلَفًا وَّ  مَثَلًا  لِّلۡاٰخِرِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan Fir’aun mengumumkan kepada kaumnya dengan berkata: "Hai kaumku,  bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan sungai-sungai ini mengalir di bawah kekuasanku? Maka apakah kamu tidak melihat?    Atau tidakkah aku lebih baik daripada orang   yang hina ini (Musa)  dan ia tidak dapat menjelaskan? Mengapakah tidak dianugerahkan kepadanya gelang-gelang dari emas, atau datang bersamanya  malaikat-malaikat yang berkumpul di sekelilingnya?"   Demikianlah ia memperbodoh kaumnya lalu mereka patuh kepadanya, sesungguhnya mereka adalah kaum durhaka.   Maka ketika mereka membuat Kami murka,  Kami menuntut balas dari mereka dan Kami menenggelam-kan mereka semua,   dan Kami menjadikan mereka kisah yang lalu dan misal bagi kaum yang akan datang. (Az-Zukhruf [43]:52-57).
       Jadi penggunaan kata taht (di bawah)  dalam kalimat “di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam kebun-kebun kenikmatan” berkenaan penghuni surga,  maksudnya adalah mereka benar-benar  menguasai atau memiliki  nikmat-nikmat surgawi tersebut,  bukan sebagai penyewa.

Ucapan-ucapan Penghuni Surga &
Empat Macam “Sungai Surgawi

    Kalimat selanjutnya: “Seruan mereka di dalamnya: “Mahasuci Engkau, ya Allah!” maknanya adalah bahwa di dalam surga   para penghuninya   akan bertasbih kepada  Allah Swt.  atas kemauannya sendiri dan secara naluri, sebab di sana hakikat benda-benda itu akan nampak kepada mereka. dan mereka akan menyadari, bahwa setiap pekerjaan  Allah Swt.  dilandasi oleh kebijaksanaan yang mendalam. Kesadaran itu akan menyebabkan mereka secara naluri dan dengan serta merta berseru: Mahasuci Engkau, ya Allāh! yakni mengucapkan tasbih, sebagaimana seluruh tatanan alam semesta bertasbih kepada Allah Swt. (QS.17:45; QS.24:42; QS.57:2; QS.61:2; QS.62:2; QS.64:2).
     Kalimat selanjutnya “Dan ucapan salam  mereka satu sama lain di dalamnya: “Selamat sejahtera”, sedangkan  akhir seruan mereka: “Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam“ menjelaskan bahwa kesudahan orang-orang yang beriman itu senantiasa senang-bahagia, itulah makna kalimat “Selamat sejahtera”, dan mereka itu melahirkan kegembiraannya atau rasa syukurnya dengan menyanjung kemuliaan  Allah, “sedangkan  akhir seruan mereka: “Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam.”   
    Kembali kepada firman Allah Swt. yang menjadi pokok   pembahasan tentang nikmat-nikmat surgawi  golongan as-sabiqūn (yang terdepan):
اِلَّا عِبَادَ  اللّٰہِ  الۡمُخۡلَصِیۡنَ ﴿ ﴾   اُولٰٓئِکَ لَہُمۡ  رِزۡقٌ  مَّعۡلُوۡمٌ ﴿ۙ ﴾   فَوَاکِہُ ۚ وَ  ہُمۡ  مُّکۡرَمُوۡنَ ﴿ۙ ﴾  فِیۡ   جَنّٰتِ  النَّعِیۡمِ ﴿ۙ ﴾  عَلٰی  سُرُرٍ  مُّتَقٰبِلِیۡنَ ﴿ ﴾  یُطَافُ عَلَیۡہِمۡ  بِکَاۡسٍ مِّنۡ  مَّعِیۡنٍۭ ﴿ۙ ﴾   بَیۡضَآءَ   لَذَّۃٍ   لِّلشّٰرِبِیۡنَ ﴿ۚۖ ﴾   لَا فِیۡہَا غَوۡلٌ وَّ لَا ہُمۡ عَنۡہَا یُنۡزَفُوۡنَ ﴿ ﴾   وَ عِنۡدَہُمۡ  قٰصِرٰتُ الطَّرۡفِ عِیۡنٌ ﴿ۙ ﴾   کَاَنَّہُنَّ بَیۡضٌ مَّکۡنُوۡنٌ ﴿ ﴾  
Kecuali hamba-hamba  Allah yang tulus ikhlas,  mereka  memperoleh  rezeki yang telah diketahui,   buah-buahan  dan mereka  dimuliakan   dalam kebun-kebun  nikmat,  duduk di atas singgasana  berhadap-hadapan,   diedarkan  kepada mereka  cawan-cawan minuman dari mata air yang mengalir, putih bersih serta  lezat bagi orang-orang yang minum,  di dalamnya tidak memabukkan dan tidak pula mereka karenanya kehilangan akal. (Ash-shāffāt [37]:41-48).
   Ungkapan  kalimat “diedarkan  kepada mereka  cawan-cawan minuman dari mata air yang mengalir, putih bersih serta  lezat bagi orang-orang yang minum, di dalamnya tidak memabukkan dan tidak pula mereka karenanya kehilangan akal“ dan  kalimat “Mereka tidak akan pening karenanya,  dan tidak pula mereka akan mabuk  mengenai “minuman surgawi” yang dihidangkan kepada mereka, erat hubungannya dengan salah satu jenis “sungai surgawi  yang disebut “sungai arak”, firman-Nya:
 مَثَلُ الۡجَنَّۃِ الَّتِیۡ وُعِدَ الۡمُتَّقُوۡنَ ؕ فِیۡہَاۤ اَنۡہٰرٌ  مِّنۡ  مَّآءٍ غَیۡرِ اٰسِنٍ ۚ وَ  اَنۡہٰرٌ مِّنۡ لَّبَنٍ لَّمۡ  یَتَغَیَّرۡ  طَعۡمُہٗ ۚ وَ اَنۡہٰرٌ  مِّنۡ خَمۡرٍ  لَّذَّۃٍ   لِّلشّٰرِبِیۡنَ ۬ۚ وَ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ عَسَلٍ مُّصَفًّی ؕ وَ لَہُمۡ  فِیۡہَا مِنۡ کُلِّ الثَّمَرٰتِ وَ مَغۡفِرَۃٌ  مِّنۡ  رَّبِّہِمۡ ؕ  کَمَنۡ ہُوَ خَالِدٌ فِی النَّارِ وَ سُقُوۡا مَآءً حَمِیۡمًا فَقَطَّعَ  اَمۡعَآءَہُمۡ ﴿﴾
Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa, di dalamnya terdapat sungai-sungai yang airnya tidak akan rusak; dan sungai-sungai susu yang rasanya tidak berubah, dan sungai-sungai arak yang sangat lezat rasanya bagi orang-orang yang meminum, dan sungai-sungai madu yang dijernihkan. Dan bagi mereka di dalamnya ada segala macam buah-buahan, dan pengampunan dari Tuhan mereka. Apakah sama seperti orang yang tinggal kekal di dalam Api dan diberi minum air mendidih, sehingga akan merobek-robek usus mereka? (Muhammad [47]:17).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 3 Maret  2013



Tidak ada komentar:

Posting Komentar