Jumat, 22 Maret 2013

Berbagai Pertimbangan Mulia Pernikahan Nabi Besar Muhammad Saw.




      بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ





Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 72

 Berbagai Pertimbangan Mulia
Pernikahan 
Nabi Besar Muhammad Saw.  

 Oleh

 Ki Langlang Buana Kusuma


Dalam akhir Bab  sebelumnya  telah kemukakan bahwa Nabi Besar Muhammad saw. selama berumahtangga  belum pernah menceraikan seorang pun dari istri-istri mulia beliau saw., karena keliru mengartikan kalimat “Jika kamu menginginkan kehidupan dunia ini dan perhiasannya maka marilah aku akan memberikannya kepada kamu dan aku akan menceraikan kamu dengan cara yang baik”,  dalam firman-Nya sebelum ini: 
یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ  قُلۡ  لِّاَزۡوَاجِکَ اِنۡ  کُنۡـتُنَّ تُرِدۡنَ  الۡحَیٰوۃَ  الدُّنۡیَا وَ زِیۡنَتَہَا فَتَعَالَیۡنَ اُمَتِّعۡکُنَّ وَ اُسَرِّحۡکُنَّ سَرَاحًا جَمِیۡلًا ﴿﴾  وَ اِنۡ کُنۡـتُنَّ تُرِدۡنَ اللّٰہَ  وَ رَسُوۡلَہٗ وَ الدَّارَ الۡاٰخِرَۃَ  فَاِنَّ اللّٰہَ  اَعَدَّ لِلۡمُحۡسِنٰتِ مِنۡکُنَّ  اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istri engkau: “Jika kamu menginginkan kehidupan dunia ini dan perhiasannya maka marilah aku akan memberikannya kepada kamu dan aku akan menceraikan kamu dengan cara yang baik.   Tetapi jika kamu menginginkan Allah, Rasul-Nya, dan rumah di akhirat, maka sesungguhnya Allah telah menyediakan ganjaran yang besar bagi siapa di antara kamu yang berbuat ihsan.” (Al-Ahzāb [33]:29-30).
  Dapat dipastikan bahwa  tidak ada seorang istri Nabi Besar Muhammad saw. pun yang pernah diceraikan oleh beliau saw. lalu  diruju’ (dinikahi lagi), hal itu dapat diketahui dari ayat itu sendiri dari kalimat “jika” atau “seandainya”, yakni “Jika kamu menginginkan kehidupan dunia ini dan perhiasannya.”  Kalimat selanjutnya lebih menegaskan hal tersebut ”Tetapi jika kamu menginginkan Allah, Rasul-Nya, dan rumah di akhirat, maka sesungguhnya Allah telah menyediakan ganjaran yang besar bagi siapa di antara kamu yang berbuat ihsan”. Dan kenyataan membuktikan bahwa seluruh istri Nabi Besar Muhammad saw. telah memilih tetap  sebagai istri-istri mulia Nabi Besar Muhammad saw. dalam segala kesederhanaan yang diinginkan oleh beliau saw..

Memilih Tetap Menjadi Istri-istri Nabi Besar Muhammad Saw.

 Berikut ini adalah salah satu dari firman Allah Swt. yang disalahtafsirkan seakan-akan Nabi Besar Muhammad saw. pernah menceraikan dan meruju’ lagi bebarapa istri beliau saw. padahal tidak demikian, berikut adalah firman-Nya mengenai berbagai latar-belakang istri-istri Nabi Besar Muhammad saw.:
یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ  اِنَّاۤ  اَحۡلَلۡنَا لَکَ اَزۡوَاجَکَ الّٰتِیۡۤ  اٰتَیۡتَ اُجُوۡرَہُنَّ وَ مَا مَلَکَتۡ یَمِیۡنُکَ مِمَّاۤ  اَفَآءَ اللّٰہُ  عَلَیۡکَ وَ بَنٰتِ عَمِّکَ وَ بَنٰتِ عَمّٰتِکَ وَ بَنٰتِ خَالِکَ وَ بَنٰتِ خٰلٰتِکَ الّٰتِیۡ ہَاجَرۡنَ مَعَکَ ۫ وَ امۡرَاَۃً  مُّؤۡمِنَۃً  اِنۡ  وَّہَبَتۡ نَفۡسَہَا لِلنَّبِیِّ  اِنۡ  اَرَادَ  النَّبِیُّ  اَنۡ یَّسۡتَنۡکِحَہَا ٭ خَالِصَۃً  لَّکَ مِنۡ دُوۡنِ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ؕ قَدۡ عَلِمۡنَا مَا فَرَضۡنَا عَلَیۡہِمۡ فِیۡۤ  اَزۡوَاجِہِمۡ وَ مَا مَلَکَتۡ  اَیۡمَانُہُمۡ لِکَیۡلَا یَکُوۡنَ عَلَیۡکَ حَرَجٌ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ  غَفُوۡرًا رَّحِیۡمًا  ﴿ ﴾
Wahai Nabi, sesungguhnya  Kami telah menghalalkan bagi engkau istri-istri engkau yang telah engkau lunasi maskawin mereka,  demikian pula yang dimiliki tangan kanan engkau dari antara mereka yang telah diberikan Allah kepada engkau sebagai tawanan perang, dan demikian pula anak-anak perempuan saudara-saudara lelaki bapak engkau, dan anak-anak perempuan saudara-saudara perempuan bapak engkau, dan anak-anak perempuan saudara-saudara laki-laki ibu engkau, dan anak-anak perempuan saudara-saudara perempuan ibu engkau yang telah  hijrah beserta engkau, dan perempuan-perempuan beriman  yang lain, jika ia menawarkan diri kepada Nabi, jika Nabi sendiri ingin menikahinya, perintah ini hanya khusus bagi engkau dan bukan bagi orang-orang beriman lainnya. Sungguh Kami  mengetahui apa yang telah Kami wajibkan atas mereka mengenai istri-istri mereka dan yang dimiliki tangan kanan mereka supaya tidak menjadi kesempitan bagi engkau. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.   (Al-Ahzāb [33]:51).
  Firman Allah Swt. tersebut  harus dibaca bersama-sama dengan QS.33:29-30 sebelumnya,  yang di dalamnya istri-istri  Nabi Besar Muhammad saw.   ditawarkan untuk memilih antara menjadi teman hidup beliau saw. atau memilih   faedah-faedah serta kesenangan-kesenangan hidup duniawi, namun beliau-beliau memilih jadi teman hidup Nabi Besar Muhammad saw..
      Ayat 51 tersebut dengan sendirinya mengisyaratkan kepada jawaban istri-istri Nabi Besar Muhammad saw.   yang tercantum di dalam buku-buku sejarah, tetapi dengan sengaja tidak disebut dalam Al-Quran, hingga beliau-beliau memberi jawaban. Hubungan jasmani antara beliau-beliau dengan Nabi Besar Muhammad saw.     seakan-akan masih dalam keadaan terkatung.
      Sementara istri-istri  Nabi Besar Muhammad saw.   memilih tetap jadi teman hidup (istri) beliau saw. daripada harta benda dan kesenangan duniawi,  Nabi Besar Muhammad saw.   pun mempunyai tenggang rasa besar terhadap perasaan istri-istri beliau saw., sungguh pun beliau saw. diberi kebebasan memilih tetap mempertahankan hanya istri-istri yang disukai beliau (ayat 52), tetapi beliau saw. tidak menggunakan hak pilih itu dan mempertahankan istri-istri beliau saw. semuanya.

Berbagai Pertimbangan Mulia Pernikahan
Nabi Besar Muhammad Saw.

    Pernikahan Nabi Besar Muhammad saw. didorong oleh pertimbangan-pertimbangan sangat mulia dan bukan oleh niat-niat seperti dituduhkan kepada beliau saw. oleh para pengeritik beliau saw. yang bodoh dan keji. Dengan hanya satu pengecualian, yakni pernikahan beliau dengan Sitti ‘Aisyah r.a. – seorang gadis yang usianya jauh lebih muda daripada usia beliau saw. --    tetapi keadaan-keadaan di kemudian hari membenarkan sepenuhnya pilihan    Nabi Besar Muhammad saw., beliau saw. hanya memperistri janda-janda yang ditinggal wafat atau diceraikan oleh suami.
     Nabi Besar Muhammad saw.    menikahi Sitti Hafsah r.a.,  yang suaminya syahid dalam Pertempuran Badar; Sitti Zainab binti Khuzaimah r.a.,  yang suaminya syahid dalam Pertempuran Uhud; Sitti Umm Salmah r.a.,  yang suaminya meninggal pada tahun ke-4 sesudah Hijrah; Sitti Umm Habibah r.a.,  putri Abu Sufyan, yang menjadi janda pada tahun ke-5 atau ke-6 sesudah Hijrah (dalam pembuangan di Abesinia).    
      Nabi Besar Muhammad saw.  menikah dengan Sitti Juwairiyah r.a.,  dan Sitti Shafiyah r.a.,  keduanya janda, masing-masing tahun ke-5 atau ke-7 sesudah Hijrah, dalam rangka mengusahakan persatuan dan perdamaian dengan kabilah-kabilah kedua istri beliau  saw. itu.
      Baik dicatat di sini, bahwa 100  keluarga Bani Mushthaliq dimerdekakan oleh orang-orang Islam, ketika Nabi Besar Muhammad saw. menikah dengan Siti Juwairiyah r.a. Sitti Maimunah r.a., janda lainnya lagi, konon menawarkan diri diperistri oleh Nabi Besar Muhammad saw.,  yang berkenan menerima tawaran itu untuk kepentingan pengajaran dan pendidikan kaum perempuan Islam.
      Nabi Besar Muhammad saw.    menikah dengan Sitti Zainab r.a.  pada tahun ke-5 Hijrah, guna menghabisi suatu kebiasaan dungu yang meluas di kalangan orang-orang Arab jahiliah dan juga untuk menenteramkan perasaannya yang sudah terluka, sebab bangsawati itu telah merasa sangat direndahkan akibat diceraikan oleh Zaid bin Haristsah r.a. (QS.33:38-41).
       Nabi Besar Muhammad saw.    menikah dengan Sitti Mariah r.a.   pada tahun ke-7 sesudah Hijrah, dan oleh karena itu menaikkan martabat seorang perempuan bekas budak yang telah dimerdekakan kepada martabat keruhanian yang sangat tinggi sebagai Ummul Mukminin, beliau memberikan pukulan maut (mematikan) kepada praktek perbudakan.

Pernikahan Pertama Nabi Besar Muhammad saw.  
adalah dengan Seorang Janda

Demikianlah niat-niat yang tulus dan saleh Nabi Besar Muhammad saw.   dalam memperistri janda-janda yang ditinggalkan wafat atau diceraikan oleh suami-suami mereka, dan sekali-kali bukan karena tertarik oleh usia muda dan kecantikan mereka.
Dengan sengaja para pengeritik  Nabi Besar Muhammad saw.   mengabaikan kenyataan yang terang, bahwa sampai 25 tahun beliau menjalani hidup membujang tanpa meninggalkan bekas noda. Kemudian di dalam usia remaja beliau saw. menikah dengan Siti Khadijah r.a., seorang perempuan janda, yang beberapa tahun lebih tua daripada beliau saw. sendiri dan hidup bersama istri beliau saw. tersebut dengan bahagia sampai beliau saw. menjadi orang tua berumur 50 tahun, sedang istri beliau berusia  65  tahun.
 Sesudah istri beliau, Sitti Khadijah ra.s.  wafat,  Nabi Besar Muhammad saw.  menikah dengan Sitti Saudah r.a.,  perempuan lainnya lagi yang berusia lanjut.  Nabi Besar Muhammad saw. menikahi semua istri beliau  saw. lainnya — yang mengenainya telah dicela oleh orang-orang yang suka mencari-cari kesalahan orang lain, lagi pula mereka itu jahat pikirannya — di masa antara tahun ke-2 dan ke-7 Hijrah, satu jangka waktu tatkala beliau saw. terus menerus sibuk menghadapi peperangan, dan hidup beliau saw. senantiasa ada dalam marabahaya dan nasib Islam sendiri terkatung-katung.
  Dapatkah seseorang yang waras otaknya di dalam keadaan bahaya dan tidak menentu serupa itu, memikirkan kawin terus menerus dengan niat-niat buruk seperti apa yang dituduhkan kepada Nabi Besar Muhammad saw.  oleh para pengeritik beliau  saw. yang buruk sangka itu?
  Sesudah itu Nabi Besar Muhammad saw.    hidup kira-kira 3 tahun sebagai kepala pemerintahan seluruh tanah Arab, ketika segala kenikmatan dan kesenangan hidup ada di tangan beliau saw., namun beliau saw. tidak pernah menikah lagi. Tidakkah kenyataan itu sendiri membuktikan kejujuran dan keikhlasan niat-niat  Nabi Besar Muhammad saw.  dalam melangsungkan pernikahan beliau saw.?

Izin Khusus Hanya Untuk Nabi Besar Muhammad Saw.

Kata-kata “Jika ia menawarkan diri kepada Nabi” telah dianggap khusus menunjuk kepada Sitti Maimunah r.a., yang menurut riwayat telah menawarkan diri beliau untuk diperistri oleh  Nabi Besar Muhammad saw..    Mengenai kalimat  “perintah ini hanya khusus bagi engkau dan bukan bagi orang-orang beriman lainnya,” berarti bahwa hal itu adalah hak istimewa  Nabi Besar Muhammad saw.    dan disebabkan oleh sifat tugas beliau saw. yang khas sebagai nabi Allah pembawa syariat terakhir dan tersempurna (QS.5:4).
  Anak kalimat itu pun menunjuk kepada izin khusus yang diberikan kepada  Nabi Besar Muhammad saw.   untuk mempertahankan semua istri beliau saw. sesudah perintah yang tercantum dalam QS.4:4 diturunkan – yakni tentang polygami --  yang membatasi jumlah 4 istri yang diizinkan kepada orang-orang Muslim pada satu waktu.
Kata-kata, “Kami mengetahui apa yang telah Kami wajibkan atas mereka mengenai istri-istri mereka,” menunjuk kepada perintah yang terkandung dalam QS.4:4, yang menurut firman itu hanya 4 istri paling banyak pada satu waktu diizinkan kepada seorang Muslim.
   Akan tetapi mengingat martabat ruhani Nabi Besar Muhammad saw.  sendiri dan mengingat martabat ruhani istri-istri beliau saw. yang sangat tinggi dan adanya pertimbangan dari segi ruhani serta pertimbangan dari segi akhlak lainnya, maka diadakanlah pengecualian berkenaan dengan Nabi Besar Muhammad saw.   pada pembukaan ayat ini.

(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 20 Maret  2013



Tidak ada komentar:

Posting Komentar