بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Ash-Shāffāt
Bab 72
Berbagai Pertimbangan Mulia
Pernikahan
Nabi Besar Muhammad Saw.
Nabi Besar Muhammad Saw.
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam akhir Bab sebelumnya
telah kemukakan bahwa Nabi Besar Muhammad saw. selama berumahtangga belum pernah menceraikan seorang pun dari
istri-istri mulia beliau saw., karena keliru mengartikan kalimat “Jika kamu menginginkan kehidupan dunia ini dan perhiasannya maka marilah
aku akan memberikannya kepada kamu dan aku
akan menceraikan kamu dengan cara
yang baik”, dalam firman-Nya
sebelum ini:
یٰۤاَیُّہَا
النَّبِیُّ قُلۡ لِّاَزۡوَاجِکَ اِنۡ کُنۡـتُنَّ تُرِدۡنَ الۡحَیٰوۃَ
الدُّنۡیَا وَ زِیۡنَتَہَا فَتَعَالَیۡنَ اُمَتِّعۡکُنَّ وَ اُسَرِّحۡکُنَّ
سَرَاحًا جَمِیۡلًا ﴿﴾ وَ اِنۡ کُنۡـتُنَّ
تُرِدۡنَ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ وَ
الدَّارَ الۡاٰخِرَۃَ فَاِنَّ
اللّٰہَ اَعَدَّ لِلۡمُحۡسِنٰتِ مِنۡکُنَّ اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istri engkau: “Jika kamu menginginkan
kehidupan dunia ini dan perhiasannya
maka marilah aku akan memberikannya
kepada kamu dan aku akan menceraikan
kamu dengan cara yang baik. Tetapi jika kamu menginginkan Allah, Rasul-Nya,
dan rumah di akhirat, maka
sesungguhnya Allah telah menyediakan ganjaran
yang besar bagi siapa di antara kamu yang berbuat ihsan.” (Al-Ahzāb [33]:29-30).
Dapat dipastikan
bahwa tidak ada seorang istri Nabi Besar Muhammad saw. pun yang pernah diceraikan oleh beliau saw. lalu diruju’
(dinikahi lagi), hal itu dapat diketahui dari ayat itu sendiri dari kalimat “jika” atau “seandainya”, yakni “Jika kamu
menginginkan kehidupan dunia ini dan
perhiasannya.” Kalimat
selanjutnya lebih menegaskan hal tersebut ”Tetapi
jika kamu menginginkan Allah, Rasul-Nya, dan rumah di akhirat, maka sesungguhnya
Allah telah menyediakan ganjaran yang
besar bagi siapa di antara kamu yang berbuat
ihsan”. Dan kenyataan membuktikan bahwa seluruh istri Nabi Besar
Muhammad saw. telah memilih tetap
sebagai istri-istri mulia Nabi
Besar Muhammad saw. dalam segala kesederhanaan yang diinginkan oleh beliau
saw..
Memilih Tetap Menjadi Istri-istri
Nabi Besar Muhammad Saw.
Berikut ini adalah salah satu dari firman
Allah Swt. yang disalahtafsirkan
seakan-akan Nabi Besar Muhammad saw. pernah menceraikan
dan meruju’ lagi bebarapa istri
beliau saw. padahal tidak demikian, berikut adalah firman-Nya mengenai berbagai
latar-belakang istri-istri Nabi Besar
Muhammad saw.:
یٰۤاَیُّہَا
النَّبِیُّ اِنَّاۤ اَحۡلَلۡنَا لَکَ اَزۡوَاجَکَ الّٰتِیۡۤ اٰتَیۡتَ اُجُوۡرَہُنَّ وَ مَا مَلَکَتۡ
یَمِیۡنُکَ مِمَّاۤ اَفَآءَ اللّٰہُ عَلَیۡکَ وَ بَنٰتِ عَمِّکَ وَ بَنٰتِ
عَمّٰتِکَ وَ بَنٰتِ خَالِکَ وَ بَنٰتِ خٰلٰتِکَ الّٰتِیۡ ہَاجَرۡنَ مَعَکَ ۫ وَ
امۡرَاَۃً مُّؤۡمِنَۃً اِنۡ
وَّہَبَتۡ نَفۡسَہَا لِلنَّبِیِّ
اِنۡ اَرَادَ النَّبِیُّ
اَنۡ یَّسۡتَنۡکِحَہَا ٭ خَالِصَۃً
لَّکَ مِنۡ دُوۡنِ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ؕ قَدۡ عَلِمۡنَا مَا فَرَضۡنَا
عَلَیۡہِمۡ فِیۡۤ اَزۡوَاجِہِمۡ وَ مَا
مَلَکَتۡ اَیۡمَانُہُمۡ لِکَیۡلَا
یَکُوۡنَ عَلَیۡکَ حَرَجٌ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ
غَفُوۡرًا رَّحِیۡمًا ﴿ ﴾
Wahai Nabi, sesungguhnya Kami
telah menghalalkan bagi engkau istri-istri
engkau yang telah engkau lunasi maskawin mereka, demikian pula yang dimiliki tangan kanan engkau dari antara mereka yang telah diberikan Allah kepada engkau sebagai tawanan perang, dan demikian pula anak-anak perempuan saudara-saudara lelaki
bapak engkau, dan anak-anak
perempuan saudara-saudara perempuan bapak engkau, dan anak-anak perempuan saudara-saudara laki-laki ibu engkau, dan anak-anak perempuan saudara-saudara
perempuan ibu engkau yang telah hijrah beserta engkau, dan perempuan-perempuan beriman yang lain, jika ia menawarkan diri kepada Nabi, jika Nabi sendiri ingin menikahinya, perintah ini hanya khusus bagi engkau dan bukan bagi orang-orang beriman lainnya.
Sungguh Kami mengetahui apa yang telah Kami wajibkan atas mereka
mengenai istri-istri mereka dan yang dimiliki tangan kanan mereka
supaya tidak menjadi kesempitan bagi
engkau. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Al-Ahzāb [33]:51).
Firman
Allah Swt. tersebut harus dibaca
bersama-sama dengan QS.33:29-30 sebelumnya, yang di dalamnya istri-istri Nabi Besar
Muhammad saw. ditawarkan untuk memilih antara menjadi teman hidup beliau saw. atau memilih faedah-faedah serta kesenangan-kesenangan hidup duniawi, namun beliau-beliau memilih
jadi teman hidup Nabi Besar Muhammad
saw..
Ayat 51 tersebut dengan
sendirinya mengisyaratkan kepada jawaban
istri-istri Nabi Besar Muhammad saw. yang tercantum di dalam buku-buku sejarah, tetapi dengan sengaja tidak
disebut dalam Al-Quran, hingga beliau-beliau memberi jawaban. Hubungan jasmani antara beliau-beliau dengan Nabi Besar
Muhammad saw. seakan-akan masih dalam keadaan terkatung.
Sementara istri-istri Nabi Besar Muhammad saw. memilih
tetap jadi teman hidup (istri) beliau
saw. daripada harta benda dan kesenangan duniawi, Nabi Besar Muhammad saw. pun mempunyai tenggang rasa besar terhadap perasaan
istri-istri beliau saw., sungguh pun beliau saw. diberi kebebasan memilih tetap mempertahankan hanya istri-istri yang disukai beliau (ayat
52), tetapi beliau saw. tidak menggunakan hak
pilih itu dan mempertahankan
istri-istri beliau saw. semuanya.
Berbagai Pertimbangan
Mulia Pernikahan
Nabi Besar Muhammad Saw.
Pernikahan Nabi Besar Muhammad
saw. didorong oleh pertimbangan-pertimbangan
sangat mulia dan bukan oleh niat-niat seperti dituduhkan kepada beliau saw. oleh para pengeritik beliau saw. yang bodoh
dan keji. Dengan hanya satu
pengecualian, yakni pernikahan beliau
dengan Sitti ‘Aisyah r.a. – seorang gadis yang usianya jauh lebih muda daripada
usia beliau saw. -- tetapi keadaan-keadaan di kemudian hari membenarkan sepenuhnya pilihan Nabi
Besar Muhammad saw., beliau saw.
hanya memperistri janda-janda yang
ditinggal wafat atau diceraikan oleh suami.
Nabi Besar Muhammad saw. menikahi
Sitti Hafsah r.a., yang suaminya syahid dalam Pertempuran Badar; Sitti
Zainab binti Khuzaimah r.a., yang
suaminya syahid dalam Pertempuran
Uhud; Sitti Umm Salmah r.a., yang
suaminya meninggal pada tahun ke-4 sesudah Hijrah; Sitti Umm Habibah r.a., putri Abu Sufyan, yang menjadi janda pada tahun ke-5 atau ke-6 sesudah
Hijrah (dalam pembuangan di Abesinia).
Nabi Besar Muhammad saw. menikah dengan Sitti Juwairiyah
r.a., dan Sitti Shafiyah
r.a., keduanya janda, masing-masing tahun ke-5 atau ke-7 sesudah Hijrah, dalam
rangka mengusahakan persatuan dan
perdamaian dengan kabilah-kabilah
kedua istri beliau saw. itu.
Baik dicatat di sini, bahwa
100 keluarga Bani Mushthaliq
dimerdekakan oleh orang-orang Islam, ketika Nabi Besar Muhammad saw. menikah
dengan Siti Juwairiyah r.a. Sitti Maimunah r.a., janda lainnya lagi, konon menawarkan diri diperistri oleh Nabi
Besar Muhammad saw., yang berkenan menerima tawaran itu untuk kepentingan pengajaran dan pendidikan kaum perempuan Islam.
Nabi Besar Muhammad saw. menikah
dengan Sitti Zainab r.a. pada
tahun ke-5 Hijrah, guna menghabisi suatu kebiasaan
dungu yang meluas di kalangan orang-orang Arab jahiliah dan juga untuk
menenteramkan perasaannya yang sudah
terluka, sebab bangsawati itu telah merasa sangat direndahkan akibat diceraikan
oleh Zaid bin Haristsah r.a. (QS.33:38-41).
Nabi Besar Muhammad saw. menikah
dengan Sitti Mariah r.a. pada
tahun ke-7 sesudah Hijrah, dan oleh karena itu menaikkan martabat seorang perempuan bekas budak yang telah
dimerdekakan kepada martabat keruhanian yang sangat tinggi sebagai Ummul
Mukminin, beliau memberikan pukulan maut (mematikan) kepada praktek perbudakan.
Pernikahan Pertama Nabi Besar Muhammad saw.
adalah dengan Seorang Janda
Demikianlah niat-niat yang tulus dan saleh Nabi Besar Muhammad saw. dalam memperistri janda-janda yang ditinggalkan wafat atau diceraikan
oleh suami-suami mereka, dan sekali-kali bukan karena tertarik oleh usia muda
dan kecantikan mereka.
Dengan
sengaja para pengeritik Nabi Besar Muhammad saw. mengabaikan kenyataan yang terang,
bahwa sampai 25 tahun beliau menjalani hidup membujang tanpa meninggalkan bekas noda. Kemudian di dalam usia
remaja beliau saw. menikah dengan Siti
Khadijah r.a., seorang perempuan janda,
yang beberapa tahun lebih tua daripada beliau saw. sendiri dan hidup bersama
istri beliau saw. tersebut dengan bahagia sampai beliau saw. menjadi
orang tua berumur 50 tahun, sedang istri beliau berusia 65
tahun.
Sesudah istri beliau, Sitti Khadijah ra.s. wafat, Nabi Besar Muhammad saw. menikah dengan Sitti Saudah r.a., perempuan lainnya lagi yang berusia lanjut. Nabi Besar Muhammad saw. menikahi semua istri beliau saw. lainnya — yang mengenainya telah dicela oleh orang-orang yang suka mencari-cari kesalahan orang lain,
lagi pula mereka itu jahat pikirannya
— di masa antara tahun ke-2 dan ke-7 Hijrah, satu jangka waktu tatkala beliau saw.
terus menerus sibuk menghadapi peperangan,
dan hidup beliau saw. senantiasa ada dalam marabahaya
dan nasib Islam sendiri terkatung-katung.
Dapatkah
seseorang yang waras otaknya di dalam keadaan bahaya dan tidak menentu serupa
itu, memikirkan kawin terus menerus
dengan niat-niat buruk seperti apa
yang dituduhkan kepada Nabi Besar Muhammad saw. oleh para pengeritik beliau saw. yang buruk sangka itu?
Sesudah itu Nabi Besar Muhammad saw. hidup
kira-kira 3 tahun sebagai kepala pemerintahan seluruh tanah Arab, ketika segala
kenikmatan dan kesenangan hidup ada di tangan beliau saw., namun beliau saw. tidak
pernah menikah lagi. Tidakkah
kenyataan itu sendiri membuktikan kejujuran
dan keikhlasan niat-niat Nabi Besar Muhammad saw. dalam melangsungkan pernikahan beliau saw.?
Izin Khusus Hanya Untuk Nabi Besar Muhammad Saw.
Kata-kata “Jika
ia menawarkan diri kepada Nabi” telah dianggap khusus menunjuk kepada Sitti
Maimunah r.a., yang menurut riwayat telah menawarkan diri beliau untuk diperistri oleh Nabi Besar Muhammad saw.. Mengenai kalimat “perintah ini hanya khusus bagi engkau dan
bukan bagi orang-orang beriman lainnya,” berarti bahwa hal itu adalah hak istimewa Nabi Besar
Muhammad saw. dan disebabkan oleh sifat tugas beliau saw. yang khas sebagai nabi Allah pembawa syariat terakhir dan tersempurna (QS.5:4).
Anak kalimat itu pun menunjuk kepada izin khusus yang diberikan kepada Nabi Besar Muhammad saw. untuk mempertahankan semua istri beliau saw. sesudah perintah yang tercantum dalam QS.4:4 diturunkan – yakni tentang polygami -- yang membatasi
jumlah 4 istri yang diizinkan kepada orang-orang Muslim pada satu waktu.
Kata-kata, “Kami
mengetahui apa yang telah Kami wajibkan atas mereka mengenai istri-istri
mereka,” menunjuk kepada perintah
yang terkandung dalam QS.4:4, yang menurut firman itu hanya 4 istri paling banyak pada satu waktu
diizinkan kepada seorang Muslim.
Akan tetapi mengingat martabat ruhani Nabi Besar Muhammad saw. sendiri dan mengingat martabat ruhani istri-istri beliau saw. yang
sangat tinggi dan adanya pertimbangan dari segi ruhani serta pertimbangan dari segi akhlak
lainnya, maka diadakanlah pengecualian
berkenaan dengan Nabi Besar Muhammad saw. pada pembukaan ayat ini.
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 20 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar