Rabu, 31 Juli 2013

Bukti-bukti Terhindarnya Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dari "Kematian Terkutuk di Tiang Salib"



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 

Bab 184

Bukti-bukti Terhindarnya Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dari “Kematian Terkutuk di Tiang Salib”       

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam akhir Bab sebelumnya  telah  dikemukakan   jawaban Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (Yesus Kristus) sehubungan tuntutan para pemuka agama Yahudi berkenaan dengan mukjizat yang dialami Nabi Yunus a.s., bahwa beliau pun akan mengalami hal yang sama, hanya saja peristiwa “mati suri” yang dialami Nabi Yunus a.s. adalah berada dalam perut ikan besar selama 3 hari 3 malam di laut, sedangkan “mati suri” (pingsan berat) yang dialami oleh Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (Yesus Kristus) adalah berada dalam “perut bumi” atau “kuburan khusus” berupa sebuah rongga (gua) yang cukup besar, yang di dalamnya  tubuh Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  -- yang  sebelumnya telah dilumuri “marham Isa” (salep Isa)   guna mempercepat kesembuhan luka-luka  akibat penyiksaan saat penyaliban   lalu dibalut dengan kain kafan oleh  Nicodemus dan Yusuf Arimatea – diletakkan di dalam  “kuburan” atau “perut bumi” tersebut (Matius 27:57-61).

Mysteri “Kain Kafan” Turin

   Pembungkusan dengan kain kafan putih itulah yang kemudian pada kain kafan tersebut timbul suatu reaksi kimia yang menghasilkan semacam lukisan seluruh tubuh Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., lengkap dengan bekas lumuran darah segar, yang membuktikan  bahwa ketika Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. secara tergesa-gesa  diturunkan dari tiang salib pada hari Jum’at sore beliau masih hidup, beliau hanya mengalami “pingsan berat” atau “mati suri”, sebagaimana yang dialami oleh Nabi Yunus a.s. dalam perut ikan besar.  Dengan demikian benarlah jawaban Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. kepada para pemuka agama Yahudi bahwa beliau akan memperlihatkan “mukjizat” Nabi Yunus a.s..

Gambar tubuh dan wajah Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  pada “kain kafan” yang dipakai membungkus tubuh beliau setelah diturunkan dari tiang salib
      
   Karena para pemuka Yahudi tidak yakin mengenai “kematian Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. di tiang salib” (QS.4:158-159), maka mereka meminta Pilatus agar menempatkan para penjaga “kuburan” beliau dengan alasan untuk menjaga kebenaran  perkataan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  bahwa beliau  “ia akan bangkit dari antara orang-orang mati”:
27:57 Menjelang malam datanglah seorang kaya, orang Arimatea, yang bernama Yusuf dan yang telah menjadi murid Yesus juga. 27:58 Ia pergi menghadap Pilatus dan meminta mayat Yesus. Pilatus memerintahkan untuk menyerahkannya kepadanya. 27:59 Dan Yusufpun mengambil mayat itu, mengapaninya dengan kain lenan yang putih bersih, 27:60 lalu membaringkannya di dalam kuburnya   yang baru, yang digalinya di dalam bukit batu, dan sesudah menggulingkan sebuah batu besar ke pintu kubur itu, pergilah ia. 27:61 Tetapi Maria Magdalena dan Maria yang lain tinggal di situ duduk di depan kubur itu.
Kubur Yesus dijaga
27:62 Keesokan harinya, yaitu sesudah hari persiapan, datanglah imam-imam kepala dan orang-orang Farisi bersama-sama menghadap Pilatus, 27:63 dan mereka berkata: "Tuan, kami ingat, bahwa si penyesat itu sewaktu hidup-Nya berkata: Sesudah tiga hari Aku akan bangkit. k  27:64 Karena itu perintahkanlah untuk menjaga kubur itu sampai hari yang ketiga; jikalau tidak, murid-murid-Nya mungkin datang untuk mencuri Dia,   lalu mengatakan kepada rakyat: Ia telah bangkit dari antara orang mati, sehingga penyesatan yang terakhir akan lebih buruk akibatnya dari pada yang pertama." 27:65 Kata Pilatus kepada mereka: "Ini penjaga-penjaga   bagimu, pergi dan jagalah kubur itu sebaik-baiknya." 27:66 Maka pergilah mereka dan dengan bantuan penjaga-penjaga itu mereka memeterai   kubur   itu dan menjaganya. (Matius 27:57-66).  

Benarnya Firman Allah Swt. dalam Al-Quran Mengenai Terhindarnya  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dari “Kematian  Terkutuk di Tiang Salib

   Dengan demikian benarlah pernyataan Allah Swt. dalam Al-Quran mengenai diselamatkan-Nya Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dari kematian terkutuk di tiang salib sebagaimana yang  upayakan  berupa “makar buruk” yang dilakukan oleh para pemuka agama Yahudi yang menentang pendakwaan beliau sebagai Al-Masih (Mesiah/Mesias), yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka (QS.3:46-55; Yohanes 1:19-28), firman-Nya:
وَّ قَوۡلِہِمۡ اِنَّا قَتَلۡنَا الۡمَسِیۡحَ عِیۡسَی ابۡنَ مَرۡیَمَ رَسُوۡلَ اللّٰہِ ۚ وَ مَا قَتَلُوۡہُ وَ مَا صَلَبُوۡہُ وَ لٰکِنۡ شُبِّہَ لَہُمۡ ؕ وَ  اِنَّ الَّذِیۡنَ اخۡتَلَفُوۡا فِیۡہِ لَفِیۡ شَکٍّ مِّنۡہُ ؕ مَا لَہُمۡ بِہٖ مِنۡ عِلۡمٍ  اِلَّا اتِّبَاعَ الظَّنِّ ۚ وَ مَا قَتَلُوۡہُ  یَقِیۡنًۢا ﴿﴾ۙ  بَلۡ رَّفَعَہُ اللّٰہُ اِلَیۡہِ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ عَزِیۡزًا حَکِیۡمًا ﴿﴾
Dan karena ucapan mereka: “Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa Ibnu Maryam, Rasul Allah,” padahal mereka tidak membunuhnya secara biasa dan tidak pula mematikannya melalui penyaliban, akan tetapi ia disamarkan  kepada mereka seperti telah mati di atas salib. Dan sesungguhnya  orang-orang yang berselisih dalam hal ini niscaya ada dalam keraguan mengenai ini,  mereka tidak memiliki  pengetahuan yang pasti mengenai ini melainkan menuruti dugaan belaka dan mereka tidak  yakin telah membunuhnya. Bahkan Allah telah mengangkatnya kepada-Nya dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.  (Al-Nisa [4]:158-159)
  Mā shalabū hu artinya  “mereka tidak menyebabkan kematian dia pada tiang salib”, sebab shalab itu cara membunuh yang terkenal. Orang berkata Shalaba al-lish-sha, yakni “ia membunuh pencuri itu dengan memakunya pada tiang salib”. Ayat itu tidak mengingkari kenyataan bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  dipakukan ke tiang salib, tetapi menyangkal bahwa beliau mati terkutuk di atas tiang salib itu sebagaimana yang direncanakan oleh para pemuka agama Yahudi.
  Kata-kata syubbiha lahum artinya: Nabi Isa ibnu Mryam  a.s. ditampakkan kepada orang-orang Yahudi seperti orang yang mati disalib; atau hal kematian Nabi Isa a.s. menjadi samar atau menjadi teka-teki kepada mereka. Syubbiha 'alaihi al-amru, artinya hal itu dibuat kalang-kabut, samar atau teka-teki kepadanya (Lane).
  Ungkapan, mā qatalū hu yaqīnan, artinya: (1) mereka tidak membunuh dia dengan nyata; (2) mereka tidak mengubah  dugaan mereka  jadi keyakinan, yakni pengetahuan mereka mengenai kematian Nabi Isa a.s. pada tiang salib tidak demikian pastinya sampai tidak ada suatu celah keraguan pun dalam pikiran mereka bahwa mereka benar-benar telah membunuh beliau.
Dalam hal ini kata ganti hu dalam qatalūhu menunjuk kepada kata benda zhann (dugaan). Orang-orang Arab berkata qatalasy-syai’a khubran, yakni ia memperoleh pengetahuan sepenuhnya dan pasti mengenai hal itu supaya menia-dakan segala kemungkinan untuk meragukan hal itu (Lexicon Lane, Lisan-ul-‘Arab, dan Al-Mufradat).
   Pernyataan Allah Swt. tentang kegagalan “makar buruk” para pemuka Yahudi tersebut dan keberhasilan “makar tandingan” Allah Swt. dalam “duel makar” melalui peristiwa pemakuan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. di tiang salib tersebut dijelaskan dalam ayat بَلۡ رَّفَعَہُ اللّٰہُ اِلَیۡہِ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ عَزِیۡزًا حَکِیۡمًا    -- “bahkan Allah telah mengangkatnya kepada-Nya dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (QS.4:159).

Makna Kata “Rafa’a” (Mengangkat) dan Tawaffa (Mengambil Nyawa)

   Jadi, yang dimaksud dengan kata rafa’ahullāhu ilahi --  Allah telah mengangkat kepadanya  sama sekali tidak ada hubungan dengan pengangkatan tubuh jasmani Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. hidup-hidup ke atas langit sebelum terjadi peristiwa penyaliban sebagaimana yang secara keliru difahami, melainkan mengisyaratkan kepada penghindaran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dari kehinaan mengalami kematian terkutuk di tiang salib sebagaimana yang direncakan oleh para pemuka agama Yahudi. Dengan demikian Allah  Swt. benar-benar  telah mengangkat derajat Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. kepada  kemuliaan kenabian yang sebelumnya beliau dakwakan. Benarlah firman-Nya:
اِذۡ قَالَ اللّٰہُ یٰعِیۡسٰۤی اِنِّیۡ مُتَوَفِّیۡکَ وَ رَافِعُکَ اِلَیَّ وَ مُطَہِّرُکَ مِنَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا  وَ جَاعِلُ الَّذِیۡنَ اتَّبَعُوۡکَ فَوۡقَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡۤا اِلٰی یَوۡمِ الۡقِیٰمَۃِ ۚ ثُمَّ  اِلَیَّ مَرۡجِعُکُمۡ فَاَحۡکُمُ بَیۡنَکُمۡ فِیۡمَا کُنۡتُمۡ  فِیۡہِ  تَخۡتَلِفُوۡنَ ﴿﴾
Ingatlah ketika Allah berfirman: “Hai Isa, sesungguhnya  Aku akan mewafatkan engkau secara wajar dan   akan meninggikan derajat kemuliaan engkau di sisi-Ku, akan membersihkan engkau dari tuduhan orang-orang yang kafir kepada engkau, dan akan menjadikan   orang-orang yang mengikuti engkau di atas orang-orang yang kafir  hingga Hari Kiamat,  kemudian kepada-Ku  kamu akan dikembalikan, lalu Aku akan menghakimi di antara kamu  mengenai  apa yang kamu senantiasa berselisih mengenainya.” (Āli ‘Imran [3]:57).
     Mutawaffi diserap dari kata tawaffa. Orang mengatakan tawaffallāhu zaidan, artinya, “Allah telah mengambil nyawa si Zaid”, yaitu Allah telah mematikannya. Bila Allah itu subyek dan manusia   obyek kalimat, maka tawaffa tidak mempunyai arti lain kecuali mencabut nyawa pada waktu tidur atau mati (QS.39:43).
     Ibn ‘Abbas  r.a.   telah menyalin mutawaffīka sebagai mumītuka,  yaitu “Aku akan mematikan engkau” (Bukhari). Demikian pula Zamakhsyari, seorang ahli bahasa Arab kenamaan mengatakan, “Mutawaffīka berarti "Aku akan memelihara engkau dari terbunuh oleh orang dan akan menganugerahkan kepada engkau kesempatan hidup penuh yang telah ditetapkan bagi engkau dan akan mematikan engkau dengan kematian yang wajar, tidak terbunuh” (Kasyaf).
     Pada hakikatnya, para ahli kamus Arab sepakat semuanya mengenai pokok itu bahwa kata tawaffa seperti digunakan dalam cara tersebut tidak dapat mempunyai tafsiran lain dan tiada satu contoh pun dari seluruh pustaka Arab yang dapat dikemukakan tentang kata itu, bahwa kata itu telah digunakan dalam suatu arti yang lain.
      Para alim dan ahli-ahli tafsir terkemuka, seperti: (1) Ibn ‘Abbas, (2) Imam Malik, (3) Imam Bukhari, (4) Imam Ibn Hazm, (5) Imam Ibn Qayyim, (6) Qatadah, (7) Wahhab, dan lain-lain mempunyai pendapat yang sama (Bukhari, bab tentang Tafsir; Bukhari, bab tentang Bad’al Khalq; Bihar; Al-Muhalla, Ma’ad hlm. 19; Mantsur ii; Katsir).
     Kata itu dipakai pada tidak kurang dari 25 tempat yang berlainan dalam Al-Quran dan pada tidak kurang dari 23 dari antaranya berarti mencabut nyawa pada waktu wafat. Hanya dalam dua tempat artinya  mengambil nyawa pada waktu tidur, tetapi  di sini kata-keterangan “tidur” atau “malam” telah dibubuhkan (QS.6:61; QS.39:43).

Sabda Nabi Besar Muhammad Saw.

      Kenyataan bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  telah wafat itu tidak dapat dibantah (QS.5:117-119; QS.21:35).  Nabi Besar Muhammad saw.   diriwayatkan telah bersabda:
“Seandainya Musa a.s. dan Isa a.s.   sekarang masih hidup, niscaya mereka akan terpaksa mengikuti aku” (Tafsir Ibnu Katsir).
Beliau bahkan menetapkan usia Isa a.s. 120 tahun (Kanzul- Ummal). Al-Quran dalam sebanyak 30 ayat telah menolak kepercayaan yang bukan-bukan tentang kenaikan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  dengan tubuh kasar ke langit dan tentang anggapan bahwa beliau masih hidup di langit.
     Rafa’ mengandung makna menaikkan kedudukan dan pangkat seseorang dan memuliakannya. Bila mengenai seseorang yang dikatakan bahwa ia rafa’ kepada Allah Swt.  maka senantiasa berarti kenaikan ruhaninya, sebab  Allah Swt.   itu tidak berwujud kasar atau tidak terbatas pada suatu tempat  maka kenaikan kepada Allah Swt.  dengan wujud kasar tidak mungkin terjadi. Kata itu dipakai dalam Al-Quran dalam arti  kenaikan secara ruhani (QS.24:37 dan QS.35:11).
     Rafa’a (kenaikan)  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.   disebut dalam ayat ini sebagai jawaban atas pengakuan palsu orang-orang Yahudi bahwa beliau telah mati terkutuk di atas salib, firman-Nya: بَلۡ رَّفَعَہُ اللّٰہُ اِلَیۡہِ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ عَزِیۡزًا حَکِیۡمًا    -- “bahkan Allah telah mengangkatnya kepada-Nya dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (QS.4:159).

 (Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar,  29 Juni  2013