Kamis, 28 Maret 2013

Dua Kali Pengutusan Nabi Besar Muhammad Saw. & Mengapa "Rasul Akhir Zaman" Disebut "Al-Masih yang Dijanjikan"





بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 81


Dua Kali Pengutusan Nabi Besar Muhammad Saw.  
&
Mengapa Rasul Akhir Zaman disebut "Al-Masih yang Dijanjikan" 

 Oleh

 Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam  bagian akhir  Bab  sebelumnya  telah dikemukakan  firman Allah Swt. mengenai  pencabutan kembali “ruh” Al-Quran secara bertahap setelah 3 abad masa kejayaan Islam yang pertama,  firman-Nya:
یُدَبِّرُ الۡاَمۡرَ مِنَ السَّمَآءِ  اِلَی الۡاَرۡضِ ثُمَّ یَعۡرُجُ  اِلَیۡہِ  فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ مِقۡدَارُہٗۤ اَلۡفَ سَنَۃٍ  مِّمَّا تَعُدُّوۡنَ ﴿﴾
Dia mengatur perintah dari langit sampai bumi, kemudian perintah itu akan naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun dari apa yang kamu hitung.  (As-Sajdah [32]:6).
      Ayat ini menunjuk kepada suatu pancaroba sangat hebat, yang ditakdirkan akan menimpa Islam dalam perkembangannya yang penuh dengan perubahan itu. Islam akan melalui suatu masa kemajuan dan kesejahteraan yang mantap selama 3 abad pertama kehidupannya.  Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan pernah menyinggung secara jitu mengenai kenyataan itu dalam sabda beliau saw.: “Abad terbaik ialah abad di kala aku hidup, kemudian abad berikutnya, kemudian abad sesudah itu” (Tirmidzi & Bukhari, Kitab-usy-Syahadat).

Pencabutan Kembali “Ruh” Al-Quran

       Islam mulai mundur sesudah 3 abad pertama masa keunggulan dan keme-nangan yang tiada henti-hentinya. Peristiwa kemunduran dan kemerosotannya ber-langsung dalam masa 1000 tahun berikutnya. Kepada masa 1000 tahun inilah, telah diisyaratkan dengan kata-kata: “Kemudian perintah itu akan naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun.”
    Dalam hadits lain Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan pernah bersabda bahwa iman akan terbang ke Bintang Suraya dan seseorang dari keturunan Parsi akan mengembalikannya ke bumi (Bukhari, Kitab-ut-Tafsir). Dengan kedatangan  Al-Masih Mau’ud a.s. dalam abad ke-14 sesudah Hijrah, laju kemerosotannya telah terhenti dan kebangkitan Islam kembali mulai berlaku, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡ  بَعَثَ فِی  الۡاُمِّیّٖنَ  رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ  یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  اٰیٰتِہٖ  وَ  یُزَکِّیۡہِمۡ وَ  یُعَلِّمُہُمُ  الۡکِتٰبَ وَ  الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾       وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾  ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾ 
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya,  mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyataDan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana. Itulah karunia Allah, Dia meng-anugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.   (Al-Jumu’ah [62]:3-5).
  Tugas suci Nabi Besar Muhammad saw. meliputi penunaian keempat macam kewajiban mulia yang disebut dalam ayat ini. Tugas agung dan mulia itulah yang dipercayakan kepada beliau, sebab untuk kedatangan beliau di tengah-tengah orang-orang Arab buta huruf itu leluhur beliau, Nabi Ibrahim a.s., telah memanjatkan doa beberapa ribu tahun yang lampau ketika dengan disertai putranya, Nabi Isma’il a.s., beliau mendirikan dasar (pondasi) Ka’bah (QS.2:130).
 Pada hakikatnya tidak ada Pembaharu dapat benar-benar berhasil dalam misinya bila ia tidak menyiapkan dengan contoh mulia dan quat-qudsiahnya (daya pensuciannya), suatu jemaat yang pengikut-pengikutnya terdiri dari orang-orang mukhlis, patuh, dan bertakwa, yang kepada mereka itu mula-mula mengajarkan cita-cita dan asas-asas ajarannya serta mengajarkan falsafat, arti, dan kepentingan cita-cita dan asas-asas ajarannya itu,  kemudian mengirimkan pengikut-pengikutnya ke luar negeri untuk mendakwahkan ajaran itu kepada bangsa lain.
   Didikan yang  Nabi Besar Muhammad saw.  berikan kepada para pengikut beliau saw. memperluas dan mempertajam kecerdasan mereka, dan filsafat ajaran beliau saw. menimbulkan dalam diri mereka keyakinan iman, dan contoh mulia beliau saw. menciptakan di dalam diri mereka kesucian hati. Kenyataan-dasar agama itulah yang diisyaratkan oleh ayat 2 ini.

Pengambilan Kembali “Ruh” Al-Quran atau
Iman yang Hakiki  dari “Bintang Tsurayya”

 Ayat 3 menyatakan bahwa ajaran    Nabi Besar Muhammad saw. ditujukan bukan kepada bangsa Arab belaka, yang di tengah-tengah bangsa itu beliau saw. dibangkitkan, melainkan kepada seluruh bangsa bukan-Arab juga, dan bukan hanya kepada orang-orang sezaman beliau saw., melainkan juga kepada keturunan demi keturunan manusia yang akan datang hingga kiamat.
 Atau ayat 3 ini dapat juga berarti bahwa Nabi Besar Muhammad saw.   akan dibangkitkan (diutus) lagi secara ruhani di antara kaum yang belum pernah tergabung dalam para pengikut semasa hidup beliau saw.. Isyarat di dalam ayat ini dan di dalam hadits Nabi Besar Muhammad saw.  yang termasyhur, tertuju kepada pengutusan beliau saw.. untuk kedua kali dalam wujud Al-Masih Mau’ud a.s. atau misa Isa Ibnu Maryam (QS.43]:58)  di Akhir Zaman. Sehubungan dengan hal tersebut Abu Hurairah r.a. berkata:
“Pada suatu hari kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah saw.,  ketika Surah Jumu’ah diturunkan. Saya minta keterangan kepada Rasulullah saw.: “Siapakah yang diisyaratkan oleh kata-kata وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ  -- Dan Dia akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka yang belum bertemu dengan mereka?” – Salman al-Farsi (Salman asal Parsi) sedang duduk di antara kami. Setelah saya berulang-ulang mengajukan pertanyaan itu, Rasulullah saw.. meletakkan tangan beliau pada Salman dan bersabda: “Bila iman telah terbang ke Bintang Tsuraya, seorang lelaki dari mereka ini pasti akan menemukannya.” (Bukhari).
   Hadits Nabi Besar Muhammad saw. ini menunjukkan bahwa ayat ini dikenakan kepada seorang lelaki dari keturunan Parsi. Pendiri Jemaat Ahmadiyah,  Mirza Ghulam Ahmad a.s. – yang atas perintah Allah Swt. telah mendakwakan Imam Mahdi dan juga sebagai Al-Masih Mau’ud a.s.  adalah dari keturunan Parsi.
 Hadits Nabi Besar Muhammad saw. lainnya menyebutkan kedatangan Al-Masih Mau’ud a.s. di Akhir Zaman pada saat ketika tidak ada yang tertinggal di dalam Al-Quran kecuali kata-katanya, dan tidak ada yang tertinggal di dalam Islam selain namanya, yaitu, jiwa ajaran Islam yang sejati akan lenyap (Baihaqi). Jadi, Al-Quran dan hadits kedua-duanya sepakat bahwa QS.62:3 -- وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ  -- Dan Dia akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka yang belum bertemu dengan mereka?” --  ini menunjuk kepada kedatangan kedua kali Nabi Besar Muhammad saw.  dalam wujud Al-Masih Mau’ud a.s..

Alasan “Rasul Akhir Zaman” Dinamakan Al-Masih Mau’ud a.s.

 Mungkin timbul pertanyaan: Kenapa Rasul Akhir Zaman yang kedatangannya dijanjikan kepada umat Islam  oleh Allah Swt. dan Nabi Besar Muhammad saw. tersebut dinamakan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. atau Al-Masih Mau’ud a.s.? Jawabannya adalah:
        (1) Dari keterangan Bible diketahui bahwa  golongan Ahli Kitab – kaum Yahudi dan Kristen – sama-sama  sedang menunggu-nunggu kedatangan Mesiah atau Mesias atau Al-Masih -- yakni Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (Matius 24:29-36;  --  selain sedang menunggu-nunggu  kedatangan “Nabi itu” atau “Nabi yang seperti Musa  yaitu Nabi Besar Muhammad saw. (Ulangan 18:18-19; QS.46:11)  dan menunggu kedatangan kedua kali Nabi Elia a.s. yakni  Nabi Yahya a.s. (Injil Yahya I:19-27; Maleakhi 4:5).
         (2) Demikian juga Allah Swt. telah berfirman  mengenai kedatangan misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. atau Al-Masih Mau’ud a.s.,  yang juga akan mendapat penentangan keras sebagaimana Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Israili (QS.43:58).
      (3) Dengan demikian firman Allah Swt dan point 1 & 2 menolak kepercayaan keliru umumnya kaum Yahudi, kaum Nasrani (Kristen) dan umumnya umat Islam, bahwa Al-Masih Mau’ud a.s. yang akan diutus di Akhir Zaman adalah Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Israili,  karena menurut Allah Swt. selain  pengutusan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Israili atau Yesus Kristus hanya untuk Bani Israil (QS.3:43-50 QS.61:7) juga beliau telah wafat dalam usia 120 tahun (QS.3:56; QS.5:117-119; QS.21:35).
       (4) Kecuali Nabi Besar Muhammad saw. sebagai Rasul Allah untuk seluruh umat manusia (QS.7:159; QS.21;108; QS.25:2; QS.34:29), semua rasul Allah diutus hanya untuk kaumnya saja, termasuk  para nabi  Allah di kalangan Bani Israil – mulai dari Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.2:88-89) --  itulah sebabnya Allah Swt. mempergunakan kata minhum (dari antara mereka), dan sehubungan dengan kedatangan Al-Masih Mau’ud a.s. di Akhir Zaman atau misal Nabi Isa Ibnu Maryam (QS.43:58), Nabi Besar Muhammad saw.  telah bersabda kepada umat Islam dengan menggunakan kata fiikum dan minkum (dari antara kaum):
Kayfa antum idzaa nazala- bnu maryama fiikum, wa imaamukum minkum yakni “bagaimana [sikap] kalian  [nanti]    apabila turun Ibnu (anak) Maryam dari kalangan kalian, dan [menjadi] imam dari antara kalian.” (…………).
       Dalam hadits tersebut Nabi Besar Muhammad saw. tidak mengatakan bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. akan turun dari  langit,   melainkan beliau saw. mengatakan akan turun  fiikum (dari kalangan kalian), artinya bahwa Al-Masih Mau’ud a.s.  atau Rasul Akhir Zaman  yang kedatangannya ditunggu-tunggu oleh semua umat beragama akan berasal dari kalangan umat Islam atau pengikut sejati Nabi Besar Muhammad saw., yang pada hakikatnya merupakan pengutusan kedua kali secara ruhani Nabi Besar Muhmmad saw. (QS.62:3-5).
       (5) Dalam QS.66 ayat 11 Allah Swt. mengemukakan “istri-istri durhaka” dari Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s. sebagai misal orang-orang kafir yang mendustakan dan menentang para Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka (QS.7:35-37). Sedangkan dalam QS.66: ayat 12 Allah Swt. telah menjadikan istri Fir’aun  sebagai misal orang-orang yang beriman kepada Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka (QS.7:35-37). Ada pun QS.66:13 Allah Swt. telah mengemukakan Maryam binti ‘Imran – yang kemudian melahirkan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. – sebagai misal hamba-hamba Allah yang benar-benar patuh taat kepada Allah Swt., firman-Nya: 
ضَرَبَ اللّٰہُ  مَثَلًا  لِّلَّذِیۡنَ  کَفَرُوا امۡرَاَتَ  نُوۡحٍ وَّ امۡرَاَتَ  لُوۡطٍ ؕ کَانَتَا تَحۡتَ عَبۡدَیۡنِ مِنۡ عِبَادِنَا صَالِحَیۡنِ فَخَانَتٰہُمَا فَلَمۡ یُغۡنِیَا عَنۡہُمَا مِنَ اللّٰہِ شَیۡئًا وَّ قِیۡلَ ادۡخُلَا  النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِیۡنَ ﴿﴾  وَ ضَرَبَ اللّٰہُ  مَثَلًا  لِّلَّذِیۡنَ  اٰمَنُوا امۡرَاَتَ  فِرۡعَوۡنَ ۘ اِذۡ  قَالَتۡ رَبِّ ابۡنِ  لِیۡ عِنۡدَکَ  بَیۡتًا فِی الۡجَنَّۃِ  وَ نَجِّنِیۡ  مِنۡ فِرۡعَوۡنَ  وَ عَمَلِہٖ وَ نَجِّنِیۡ  مِنَ الۡقَوۡمِ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ مَرۡیَمَ  ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ  الَّتِیۡۤ  اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا  فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ  مِنۡ  رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ مِنَ  الۡقٰنِتِیۡنَ ﴿٪﴾
Allah mengemukakan istri Nuh  dan istri Luth sebagai misal bagi orang-orang kafir. Keduanya di bawah [asuhan] dua hamba dari hamba-hamba Kami yang saleh, tetapi keduanya berbuat khianat  kepada kedua suami mereka, maka mereka berdua sedikit pun tidak dapat membela kedua istri mereka itu di hadapan Allah, dan dikatakan kepada mereka: Masuklah kamu berdua ke dalam Api beserta orang-orang yang masuk.”   Dan Allah mengemukakan istri Fir’aun sebagai  misal bagi orang-orang beriman,  ketika ia berkata: “Hai Tuhan, buatkanlah bagiku di sisi Engkau sebuah rumah di surga, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim,  Dan juga Maryam putri ‘Imran,  yang telah memelihara kesuciannya, maka Kami meniupkan ke dalamnya Ruh Kami,  dan ia menggenapi firman Tuhan-nya dan Kitab-kitab-Nya, dan ia termasuk orang-orang yang patuh. (At-Tahrīm [66]:11-13).

Makna  Pemeteraian (Penyegelan) Telinga,
Mata dan Hati  Orang-orang Kafir

 Sebagaimana telah dijelaskan dalam salah satu Bab sebelumnya,  mengapa orang-orang kafir diumpamakan seperti istri Nabi Nuh a.s.  dan istri Nabi Luth a.s. . untuk menunjukkan bahwa persahabatan dengan orang bertakwa, malahan nabi Allah sekalipun  tidak berfaedah bagi orang yang mempunyai kecenderungan buruk menolak kebenaran. Benarlah firman-Nya:
اِنَّ الَّذِیۡنَ  کَفَرُوۡا سَوَآءٌ  عَلَیۡہِمۡ ءَاَنۡذَرۡتَہُمۡ  اَمۡ  لَمۡ  تُنۡذِرۡہُمۡ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿ ﴾  خَتَمَ اللّٰہُ عَلٰی قُلُوۡبِہِمۡ وَ عَلٰی سَمۡعِہِمۡ ؕ  وَ عَلٰۤی اَبۡصَارِہِمۡ غِشَاوَۃٌ ۫ وَّ لَہُمۡ عَذَابٌ عَظِیۡمٌ ٪﴿ ﴾
Sesungguhnya orang-orang  kafir  sama saja bagi mereka, apakah   engkau memperingatkan mereka atau pun engkau tidak pernah memper-ingatkan mereka, mereka tidak akan beriman.  Allah telah mencap  hati mereka dan pendengaran mereka, sedangkan pada penglihatan  mereka   ada tutupan, dan bagi mereka ada siksaan yang amat besar. (Al-Baqarah [2]:7-8)
      Ayat ini membicarakan orang-orang kafir, yang sama sekali tidak mengindahkan kebenaran dan keadaan mereka tetap sama, baik mereka itu mendapat peringatan atau pun tidak. Mengenai orang-orang semacam itu dinyatakan bahwa selama keadaan mereka tetap demikian mereka tidak akan beriman.
    Bagian tubuh manusia yang tidak digunakan untuk waktu yang lama, berangsur-angsur menjadi merana dan tak berguna. Orang-orang kafir yang disebut di sini menolak penggunaan hati dan telinga mereka untuk memahami kebenaran. Akibatnya daya pendengaran dan daya tangkap mereka hilang.
    Apa yang dinyatakan dalam anak kalimat, Allah Swt. telah mencap, hanya merupakan akibat wajar dari sikap mereka sendiri yang sengaja tidak mau mengacuhkan. Karena semua hukum datang dari  Allah Swt.   dan tiap-tiap sebab diikuti oleh akibatnya yang wajar menurut kehendak  Allah Swt.  maka pencapan hati dan telinga orang-orang kafir itu, dikaitkan kepada  Allah Swt..

Misal Istri Fir’aun dan Maryam binti ‘Imran &
Makna “Peniupan Ruh” kepada Maryam binti ‘Imran

 Istri Fir’aun menggambarkan keadaan orang-orang beriman, yang meskipun berkeinginan dan berdoa terus-menerus agar bebas dari dosa, tidak sepenuhnya dapat melepaskan diri dari pengaruh buruk pada tingkat nafs Ammarah (QS.12:54) yang dilukiskan dalam wujud Fir’aun, dan setelah sampai kepada tingkat “jiwa yang meyesali diri sendiri” (nafsu lawwamah – QS.75:3) kadang-kadang gagal dan kadang-kadang tergelincir.
Ada pun hamba-hamba Allah Swt. yang telah meraih tingkatan nafs Al- Muthmainnah – “jiwa yang tentram” (QS.98:28-31) dimisalkan sebagai Maryam binti ‘Imran, firman-Nya:
وَ مَرۡیَمَ  ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ  الَّتِیۡۤ  اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا  فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ  مِنۡ  رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ مِنَ  الۡقٰنِتِیۡنَ﴿٪﴾
Dan juga Maryam putri ‘Imran,  yang telah memelihara kesuciannya, maka Kami meniupkan ke dalamnya Ruh Kami,  dan ia menggenapi firman Tuhan-nya dan Kitab-kitab-Nya, dan ia termasuk orang-orang yang patuh. (At-Tahrīm [66]:13).
      Sitti Maryam, ibunda Nabi Isa ibnu Maryam a.s.  melambangkan hamba-hamba Allah yang bertakwa, yang karena telah menutup segala jalan dosa dan karena telah berdamai dengan Allah, mereka dikaruniai ilham Ilahi; kata pengganti hi (nya) dalam fīihi pada ayat 13 “maka Kami meniupkan ke dalamnya  Ruh Kami  menunjuk kepada orang-orang beriman yang bernasib baik serupa itu.
     Atau, kata pengganti fiihi itu dapat pula menggantikan kata farj, yang secara harfiah berarti celah atau sela, artinya lubang yang dengan melaluinya dosa dapat masuk, namun “hamba-hamba Allah” yang hakiki tersebut telah menjaga farj dari dengan ketat sebagaimana yang dilakukan Sitti Maryam  yang benar-benar menjaga kesucian  jiwanya dan dirinya.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 28 Maret  2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar