Senin, 19 November 2012

Alasan Nabi Besar Muhammad Saw. Berdoa dengan Khusyuk Menjelang Perang Badar






بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ



Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 6


 Alasan   Nabi Besar Muhammad Saw. 
Berdoa Dengan Khusyuk Menjelang 
Perang Badar 



Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam bagian akhir Bab  V telah dijelaskan mengenai  nubuatan kemenangan umat Islam dalam perang Badar dan doa khusyuk Nabi Besar Muhammad saw. menjelang terjadinya perang Badar, firman-Nya:
وَ  لَقَدۡ جَآءَ   اٰلَ  فِرۡعَوۡنَ  النُّذُرُ ﴿ۚ﴾  کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا کُلِّہَا فَاَخَذۡنٰہُمۡ  اَخۡذَ عَزِیۡزٍ  مُّقۡتَدِرٍ ﴿﴾  اَکُفَّارُکُمۡ خَیۡرٌ مِّنۡ اُولٰٓئِکُمۡ اَمۡ لَکُمۡ  بَرَآءَۃٌ  فِی الزُّبُرِ ﴿ۚ﴾  اَمۡ  یَقُوۡلُوۡنَ نَحۡنُ جَمِیۡعٌ مُّنۡتَصِرٌ ﴿﴾  سَیُہۡزَمُ الۡجَمۡعُ وَ  یُوَلُّوۡنَ الدُّبُرَ ﴿﴾  بَلِ السَّاعَۃُ  مَوۡعِدُہُمۡ وَ السَّاعَۃُ اَدۡہٰی  وَ  اَمَرُّ ﴿﴾
Dan sungguh para pemberi peringatan benar-benar telah datang kepada kaum Fir’aun. Mereka mendustakan Tanda-tanda Kami semuanya, maka Kami menyergap  mereka dengan sergapan Dzat Yang Maha Perkasa, Maha Kuasa. Apakah orang-orang kafir kamu lebih baik daripada orang-orang sebelum kamu? Atau adakah bagi kamu jaminan  kebebasan  dari azab di dalam kitab-kitab terdahulu?    Atau apakah mereka berkata: “Kami golongan yang bersatu  yang pasti menang?”Tidak demikian, golongan itu akan segera dikalahkan dan mereka akan membalikkan punggung mereka, melarikan diri.  Bahkan Saat itu telah dijanjikan kepada mereka, dan Saat itu paling mengerikan dan paling pahit. (Al-Qamar [54]:42-47).
Menurut riwayat bahwa menjelang terjadinya Perang Badar demikian khusyuknya Nabi Besar Muhammad saw. berdoa dalam shalat beliau saw. sambil berulang-ulang  sujud dengan penuh kerendahan hati, sehingga selendang penutup kepada beliau saw. berkali-kali jatuh dan dibetulkan oleh Abu Bakar Shiddiq r.a.. 
Dalam doanya  Nabi Besar Muhammad saw.  mengadu kepada Allah Swt.: “Ya Allah, seandainya kami umat Islam mengalami kekalahan dalam perang ini maka tidak akan ada lagi  yang akan menyembah Engkau”. Seusai  berdoa  dan mendapat jawaban dari Allah Swt. lalu Nabi Besar Muhammad saw.  keluar dari kemah dan sambil menghadap ke medan pertempuran beliau saw. membaca ayat ini: “Golongan itu akan segera dikalahkan dan akan membalikkan punggung mereka, melarikan diri.”

Jawaban Nabi Besar Muhammad saw.  atas
Pertanyaan Abu Bakar Shiddiq r.a.

Menurut riwayat Abu Bakar Shiddiq r.a. bertanya kepada Nabi Besar Muhammad saw. mengenai alasan beliau a.s. berdoa kepada Allah seperti itu keadaannya, padahal Allah Swt. telah menjanjikan akan  memberi kemenangan kepada umat Islam dalam Perang Badar tersebut?
Atas pertanyaan tersebut Nabi Besar Muhammad saw. menjawab: “Benar, Allah Swt. telah menjanjikan kemenangan kepada kita, tetapi aku  tidak mengetahui bahwa  mungkin saja kemenangan tersebut akan diraih setelah memenuhi syarat-syarat tertentu yang dikehendaki Allah Swt.” Jadi, betapa menakjubkan kerendahan hati  yang diperagakan Nabi Besar Muhammad saw. kepada Allah Swt.
   Kekalahan pada Pertempuran Badar sungguh merupakan malapetaka paling dahsyat dan hebat bagi orang-orang Quraisy. Kekuasaan dan kehormatan mereka mengalami pukulan yang meremuk-redamkan. Kebanyakan pemimpin mereka terbunuh dan mayat mereka diseret dan dilemparkan ke dalam sebuah lubang.
 Nabi Besar Muhammad saw.   pergi ke tepi lubang itu seraya berkata kepada mayat-mayat Abu Jahal dkk itu dengan kata-kata yang menurut riwayat berbunyi: “Tidak benarkah apa yang telah dijanjikan Tuhan-mu kepada kamu? Sungguh aku telah menyaksikan kebenaran apa yang telah dijanjikan Tuhan-ku kepadaku” (Bukhari, Kitab al-Maghazi). Tiap-tiap kata dalam kabar gaib itu telah menjadi kenyataan.
Dengan demikian benarlah firman Allah Swt. di awal Bab ini mengenai hakikat kekalahan  pasukan kafir Quraisy Makkah dalam Perang Badar:
فَلَمۡ تَقۡتُلُوۡہُمۡ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ  قَتَلَہُمۡ ۪ وَ مَا رَمَیۡتَ اِذۡ رَمَیۡتَ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ رَمٰی ۚ وَ لِیُبۡلِیَ  الۡمُؤۡمِنِیۡنَ  مِنۡہُ  بَلَآءً  حَسَنًا ؕ اِنَّ اللّٰہَ  سَمِیۡعٌ  عَلِیۡمٌ ﴿﴾
Maka bukan  kamu yang membunuh mereka melainkan Allah yang telah membunuh mereka, dan bukan engkau yang melemparkan pasir ketika engkau melempar melainkan Allah-lah yang telah melempar, dan supaya Dia menganugerahi  orang-orang yang beriman  anugerah yang baik dari-Nya, sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (Al-Anfāl [8]:18).

Bagaikan  Satu Tubuh yang Utuh dan Hidup

  Kembali kepada pokok pembahasan mengenai sumpah Allah dalam ayat-ayat permulaan Surah Ash-Shaffat, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾  وَ الصّٰٓفّٰتِ  صَفًّا ۙ﴿﴾
Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.   Demi (Aku bersumpah demi) mereka yang berjajar-jajar dalam jajaran-jajaran yang rapat. (Ash-Shāffāt [37]:1-2).
   Karena umat Islam  -- tepatnya para Sahabat Nabi Besar Muhammad saw. -- benar-benar  bertakwa kepada Allah Swt. dan patuh-taat secera sempurna kepada beliau saw., walau pun keadaan mereka sebelum beriman kepada Nabi Besar Muhammad saw.  seperti  dalam keadaan berpecah-belah bagaikan “tulang-tulang berserakan”,  tiba-tiba mereka berubah menjadi bagaikan  “satu tubuh yang utuh dan hidup” berdiri berjajar-jajar di belakang Nabi Besar Muhammad saw.,  dan dijadikan obyek persumpahan oleh Allah Swt. sebagaimana firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِۙ﴿﴾  وَ الصّٰٓفّٰتِ  صَفًّا ۙ﴿﴾   فَالزّٰجِرٰتِ  زَجۡرًا ۙ﴿﴾  
Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.   Demi mereka yang berjajar-jajar dalam jajaran-jajaran yang rapat.  Maka mereka  menolak kejahatan dengan giat.   (Ash-Shaffat [37]:1-3).
   Sebagaimana telah dijelaskan pada Bab-bab awal, bahwa kalimat “Demi  mereka yang berjajar-jajar dalam jajaran-jajaran yang rapat  mengisyaratkan kepada keadaan orang-orang Muslim bersiap-siaga berdiri di garis depan menghadapi musuh, atau berdiri berjajar-jajar di belakang imamnya pada waktu shalat lima waktu setiap hari.
   Sedangkan kalimat “Maka mereka  menolak kejahatan dengan giat   mereka berperang mati-matian melawan musuh Islam dan memukul mundur mereka habis-habisan. Kata-kata itu dapat pula berarti penegak hukum dan pengayom tata tertib. Dan kalimat “Lalu mereka  membacakan  peringatan ini” adalah para pembaca Al-Quran.

Hubungan Tauhid Ilahi dengan  Jama’ah
(Kesatuan dan Persatuan Umat)

      Setelah mengemukakan Ash-Shāffāt (mereka yang berjajar dalam barisan-barisan yang rapat) – yakni umat Islam yang bersama-sama dengan Nabi Besar Muhammad saw. sebagai sebuah “jama’ah” yang hakiki,  selanjutnya Allah Swt.  berfirman mengenai kebenaran Ke-Esa-Nya, sebab Tauhid Ilahi identik dengan Jama’ah (kesatuan dan persatuan umat),  sedangkan syirik (kemusyrikan) identik dengan perpecahan umat (QS.30:30-33), selanjutnya Allah Swt. berfirman:
فَالتّٰلِیٰتِ  ذِکۡرًا  ۙ﴿﴾  اِنَّ   اِلٰـہَکُمۡ   لَوَاحِدٌ ﴿ؕ۴﴾  رَبُّ السَّمٰوٰتِ وَ  الۡاَرۡضِ وَ مَا بَیۡنَہُمَا  وَ  رَبُّ  الۡمَشَارِقِ ؕ﴿﴾
Lalu mereka  membacakan  peringatan ini yakni Al-Quran, sesungguhnya Tuhan kamu    benar-benar Maha Esa.   Tuhan seluruh langit dan bumi serta apa pun  di antara keduanya dan Tuhan tempat-tempat cahaya memancar. (Ash-Shaffat [37]:4-6).
 Ayat-ayat ini (2-5) mengandung nubuatan maupun suatu pernyataan tentang suatu kenyataan. Sebagai pernyataan tentang suatu kenyataan, ayat ini berarti bahwa di setiap zaman dan di tengah setiap kaum, selamanya ada suatu jemaat (jama’ah) orang-orang shalih dan bertakwa,  yang dengan ucapan dan perbuatan serta dengan nasihat dan amal mereka memberikan kesaksian akan kebenaran  bahwa Tuhan itu Maha Esa.
Tetapi sebagai nubuatan,  ayat-ayat itu berarti bahwa meskipun saat diwahyukannya ayat-ayat Al-Quran tersebut seluruh Arabia tenggelam dalam kemusyrikan dan keburukan moral – sehingga disebut kaum jahiliyah -- namun segera akan lahir suatu jemaat (jama’ah) yang terdiri dari orang-orang beriman dan bertakwa.
 Mereka sendiri bukan saja akan memuliakan Allah Swt. dan menyanjungkan  puji-pujian kepada-Nya serta menjadikan seluruh negeri bergema dengan dzikir Ilahi, tetapi akan berhasil pula menegakkan Tauhid Ilahi di bumi. Dengan demikian para sahabat Nabi Besar Muhammad Rasulullah saw., yang ciri-ciri khususnya disebut dalam ayat-ayat ini, dikemukakan sebagai saksi atas Keesaan Allah Swt..  

Tauhid Ilahi Kesimpulan Diskusi 
Para ‘Alim (Orang-orang Berilmu)

   Ayat-ayat Surah Ash-Shāffāt (2-5) tersebut   mungkin masih mempunyai arti lain, yaitu bahwa apabila suatu pertemuan antara para ‘alim (orang-orang berilmu) yang mewakili berbagai agama diadakan dalam suasana damai, dan pada kesempatan itu asas-asas pokok agama-agama dibahas dan diperdebatkan dalam suasana tenang di bawah pengawasan penegak hukum dan pemelihara tata tertib, maka hasil musyawarah semacam itu, tidak boleh tidak akan menguatkan i’tikad, bahwa “Tuhan itu Maha Esa”, sebagaimana firman-Nya:
شَہِدَ اللّٰہُ  اَنَّہٗ  لَاۤ  اِلٰہَ  اِلَّا ہُوَ ۙ وَ الۡمَلٰٓئِکَۃُ وَ اُولُوا الۡعِلۡمِ قَآئِمًۢا بِالۡقِسۡطِ ؕ لَاۤ  اِلٰہَ  اِلَّا ہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿ؕ﴾   اِنَّ الدِّیۡنَ عِنۡدَ اللّٰہِ الۡاِسۡلَامُ ۟ وَ مَا اخۡتَلَفَ الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ اِلَّا مِنۡۢ بَعۡدِ مَا جَآءَہُمُ الۡعِلۡمُ بَغۡیًۢا بَیۡنَہُمۡ ؕ وَ مَنۡ یَّکۡفُرۡ بِاٰیٰتِ اللّٰہِ فَاِنَّ اللّٰہَ سَرِیۡعُ  الۡحِسَابِ ﴿ ﴾
Allah memberi kesaksian bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan kecuali Dia, demikian pula malaikat-malaikat dan orang-orang berilmu dengan   berpegang teguh pada keadilan bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali  Dia Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.   Sesungguhnya agama yang benar di sisi Allah adalah Islam, dan sekali-kali tidaklah berselisih orang-orang yang diberi Kitab melainkan setelah ilmu datang kepada mereka karena kedengkian di antara mereka. Dan barang-siapa kafir kepada Tanda-tanda Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat dalam menghisab. (Ali ‘Imran [3]:19-20).
     Satu kenyataan   yang terdapat di alam dan tak dapat dibantah dan merupakan asas pokok setiap agama sejati adalah  Keesaan Ilahi. Seluruh ciptaan Allah Swt. dengan segala tertibnya yang sempurna mengandung kesaksian yang tak dapat ditolak mengenai kenyataan asasi ini (QS. 67:2-6).
      Para malaikat yang adalah penyampai Amanat kebenaran kepada para nabi, dan rasul-rasul Allah yang menyebarkannya di dunia, serta orang-orang saleh yang menerima serta  meresapkan ke dalam diri mereka ilmu yang hakiki dari rasul-rasul Allah itu, semuanya membubuhkan kesaksian mereka kepada kesaksian Ilahi. Demikian pula  semuanya bersatu memberi kesaksian terhadap kepalsuan gagasan mempersekutukan Allah Swt.   dengan sejumlah banyak  -- tiga atau pun dua -- tuhan palsu.
    Makna kalimat “Sesungguhnya agama yang benar di sisi Allah adalah Islam“ bahwa semua agama senantiasa menanamkan kepercayaan Tauhid Ilahi dan kepatuhan kepada kehendak-Nya, namun demikian hanya dalam Islam (Al-Quran) sajalah paham kepatuhan   kepada kehendak Ilahi mencapai kesempurnaan, sebab kepatuhan sepenuhnya kepada Allah Swt. meminta pengejewantahan penuh Sifat-sifat Allah Swt.,   dan hanya pada Islam sajalah pengenjewantahan demikian telah terjadi. Jadi dari semua tatanan keagamaan hanya Islam yang berhak disebut agama Tuhan pribadi (agama Allāh) dalam arti  yang sebenarnya. meminta pengejawantahan penuh Sifat-sifat Allah Swt.,dan hanya pada Islam sajalah pengejawantahan demikian telah terjadi. Jadi  dari semua tatanan keagamaan hanya Islam yang berhak disebut agama Allāh, dalam arti kata yang sebenarnya.

Sejak Awal  Diwahyukan  Allah Swt. Agama adalah "Islam"

    Semua agama yang benar, lebih atau kurang, dalam bentuknya yang asli adalah agama Islam, sedang para pengikut agama-agama itu adalah Muslim dalam arti kata secara harfiah, tetapi  nama Al-Islam tidak diberikan sebelum tiba saat bila agama menjadi lengkap dalam segala ragam seginya, karena nama itu dicadangkan untuk syariat yang terakhir dan mencapai kesempurnaan dalam Al-Quran. Seterusnya ayat ini menjelaskan ayat QS.2:63.
      Makna kalimat “dan Tuhan tempat-tempat cahaya memancar“ yang terkandung di dalamnya mungkin penyebaran Islam (Al-Quran) untuk pertama kali di negeri-negeri di sebelah timur, kemudian dari sana ke bagian-bagian lain di dunia ini.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 21 November 2012