بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 6
Alasan Nabi
Besar Muhammad Saw.
Berdoa Dengan Khusyuk Menjelang
Perang Badar
Berdoa Dengan Khusyuk Menjelang
Perang Badar
Oleh
Ki
Langlang Buana Kusuma
Dalam
bagian akhir Bab V telah dijelaskan
mengenai nubuatan kemenangan umat Islam dalam perang Badar dan doa khusyuk
Nabi Besar Muhammad saw. menjelang terjadinya perang Badar, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ جَآءَ اٰلَ
فِرۡعَوۡنَ النُّذُرُ ﴿ۚ﴾ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا کُلِّہَا فَاَخَذۡنٰہُمۡ اَخۡذَ عَزِیۡزٍ مُّقۡتَدِرٍ ﴿﴾ اَکُفَّارُکُمۡ خَیۡرٌ مِّنۡ اُولٰٓئِکُمۡ اَمۡ لَکُمۡ بَرَآءَۃٌ
فِی الزُّبُرِ ﴿ۚ﴾ اَمۡ یَقُوۡلُوۡنَ نَحۡنُ جَمِیۡعٌ مُّنۡتَصِرٌ ﴿﴾ سَیُہۡزَمُ الۡجَمۡعُ وَ
یُوَلُّوۡنَ الدُّبُرَ ﴿﴾ بَلِ
السَّاعَۃُ مَوۡعِدُہُمۡ وَ السَّاعَۃُ
اَدۡہٰی وَ اَمَرُّ ﴿﴾
Dan sungguh para pemberi peringatan benar-benar telah datang
kepada kaum Fir’aun. Mereka mendustakan
Tanda-tanda Kami semuanya, maka Kami
menyergap mereka dengan sergapan Dzat
Yang Maha Perkasa, Maha Kuasa. Apakah orang-orang kafir kamu lebih baik daripada orang-orang sebelum kamu? Atau adakah
bagi kamu jaminan kebebasan dari azab di dalam kitab-kitab terdahulu? Atau apakah mereka berkata: “Kami golongan yang bersatu yang pasti menang?”Tidak demikian,
golongan itu akan segera
dikalahkan dan mereka akan membalikkan punggung mereka, melarikan
diri. Bahkan Saat itu telah dijanjikan kepada mereka, dan Saat itu paling mengerikan dan paling
pahit. (Al-Qamar [54]:42-47).
Menurut
riwayat bahwa menjelang terjadinya Perang Badar demikian khusyuknya Nabi Besar Muhammad saw. berdoa dalam shalat beliau saw.
sambil berulang-ulang sujud dengan penuh
kerendahan hati, sehingga selendang penutup kepada beliau saw. berkali-kali
jatuh dan dibetulkan oleh Abu Bakar Shiddiq r.a..
Dalam
doanya Nabi Besar Muhammad saw. mengadu kepada Allah Swt.: “Ya Allah, seandainya kami umat Islam
mengalami kekalahan dalam perang ini maka tidak akan ada lagi yang akan menyembah Engkau”. Seusai berdoa
dan mendapat jawaban dari Allah Swt. lalu Nabi Besar Muhammad saw. keluar dari kemah dan sambil menghadap
ke medan pertempuran beliau saw. membaca ayat ini: “Golongan itu akan segera
dikalahkan dan akan membalikkan punggung mereka, melarikan diri.”
Jawaban Nabi Besar Muhammad saw. atas
Pertanyaan Abu Bakar Shiddiq r.a.
Menurut
riwayat Abu Bakar Shiddiq r.a. bertanya kepada Nabi Besar Muhammad saw.
mengenai alasan beliau a.s. berdoa kepada Allah seperti itu keadaannya, padahal
Allah Swt. telah menjanjikan
akan memberi kemenangan kepada umat Islam dalam Perang Badar tersebut?
Atas
pertanyaan tersebut Nabi Besar Muhammad saw. menjawab: “Benar, Allah Swt. telah menjanjikan kemenangan kepada kita, tetapi
aku tidak mengetahui bahwa mungkin saja kemenangan tersebut akan diraih
setelah memenuhi syarat-syarat tertentu yang dikehendaki Allah Swt.” Jadi,
betapa menakjubkan kerendahan hati yang diperagakan Nabi Besar Muhammad saw.
kepada Allah Swt.
Kekalahan pada Pertempuran Badar sungguh
merupakan malapetaka paling dahsyat dan hebat bagi orang-orang Quraisy. Kekuasaan dan kehormatan mereka mengalami pukulan yang meremuk-redamkan. Kebanyakan pemimpin mereka terbunuh dan mayat mereka diseret dan dilemparkan ke dalam sebuah lubang.
Nabi Besar Muhammad saw. pergi ke tepi lubang itu seraya berkata
kepada mayat-mayat Abu Jahal dkk itu dengan kata-kata yang menurut riwayat
berbunyi: “Tidak benarkah apa yang telah
dijanjikan Tuhan-mu kepada kamu? Sungguh aku telah menyaksikan kebenaran apa
yang telah dijanjikan Tuhan-ku kepadaku” (Bukhari, Kitab al-Maghazi). Tiap-tiap kata dalam kabar gaib itu telah menjadi kenyataan.
Dengan
demikian benarlah firman Allah Swt. di awal Bab ini mengenai hakikat
kekalahan pasukan kafir Quraisy Makkah
dalam Perang Badar:
فَلَمۡ تَقۡتُلُوۡہُمۡ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ
قَتَلَہُمۡ ۪ وَ مَا رَمَیۡتَ اِذۡ رَمَیۡتَ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ رَمٰی ۚ وَ
لِیُبۡلِیَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ مِنۡہُ
بَلَآءً حَسَنًا ؕ اِنَّ
اللّٰہَ سَمِیۡعٌ عَلِیۡمٌ ﴿﴾
Maka bukan
kamu yang membunuh mereka melainkan Allah yang telah membunuh mereka, dan bukan engkau yang melemparkan pasir ketika engkau melempar melainkan Allah-lah yang telah melempar, dan supaya Dia menganugerahi
orang-orang yang beriman anugerah
yang baik dari-Nya, sesungguhnya Allah
Maha Mendengar, Maha Mengetahui.
(Al-Anfāl
[8]:18).
Bagaikan Satu Tubuh yang Utuh dan Hidup
Kembali kepada pokok pembahasan mengenai sumpah Allah dalam ayat-ayat permulaan
Surah Ash-Shaffat, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾
وَ الصّٰٓفّٰتِ صَفًّا ۙ﴿﴾
Aku baca dengan
nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.
Demi (Aku bersumpah demi) mereka yang berjajar-jajar dalam jajaran-jajaran yang rapat. (Ash-Shāffāt
[37]:1-2).
Karena umat Islam -- tepatnya para Sahabat Nabi Besar Muhammad
saw. -- benar-benar bertakwa kepada Allah Swt. dan patuh-taat
secera sempurna kepada beliau saw., walau pun keadaan mereka sebelum beriman
kepada Nabi Besar Muhammad saw.
seperti dalam keadaan
berpecah-belah bagaikan “tulang-tulang
berserakan”, tiba-tiba mereka
berubah menjadi bagaikan “satu tubuh
yang utuh dan hidup” berdiri berjajar-jajar
di belakang Nabi Besar Muhammad saw.,
dan dijadikan obyek persumpahan
oleh Allah Swt. sebagaimana firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِۙ﴿﴾
وَ الصّٰٓفّٰتِ صَفًّا ۙ﴿﴾ فَالزّٰجِرٰتِ زَجۡرًا ۙ﴿﴾
Aku baca dengan
nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.
Demi mereka yang
berjajar-jajar dalam jajaran-jajaran yang rapat. Maka mereka menolak kejahatan dengan giat.
(Ash-Shaffat [37]:1-3).
Sebagaimana telah dijelaskan pada Bab-bab awal, bahwa kalimat “Demi
mereka yang berjajar-jajar dalam jajaran-jajaran yang rapat” mengisyaratkan kepada keadaan orang-orang
Muslim bersiap-siaga berdiri di garis depan menghadapi musuh, atau
berdiri berjajar-jajar di belakang imamnya pada waktu shalat lima waktu setiap
hari.
Sedangkan kalimat “Maka mereka menolak kejahatan dengan giat”
mereka berperang mati-matian melawan
musuh Islam dan memukul mundur mereka
habis-habisan. Kata-kata itu dapat pula berarti penegak hukum dan pengayom
tata tertib. Dan kalimat “Lalu mereka
membacakan peringatan ini”
adalah para pembaca Al-Quran.
Hubungan Tauhid Ilahi
dengan Jama’ah
(Kesatuan dan Persatuan Umat)
Setelah mengemukakan Ash-Shāffāt (mereka yang berjajar
dalam barisan-barisan yang rapat) –
yakni umat Islam yang bersama-sama dengan Nabi Besar Muhammad saw. sebagai
sebuah “jama’ah” yang hakiki, selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai kebenaran Ke-Esa-Nya, sebab Tauhid Ilahi identik dengan Jama’ah
(kesatuan dan persatuan umat),
sedangkan syirik (kemusyrikan)
identik dengan perpecahan umat
(QS.30:30-33), selanjutnya Allah Swt. berfirman:
فَالتّٰلِیٰتِ ذِکۡرًا ۙ﴿﴾ اِنَّ
اِلٰـہَکُمۡ لَوَاحِدٌ ﴿ؕ۴﴾ رَبُّ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ
مَا بَیۡنَہُمَا وَ رَبُّ
الۡمَشَارِقِ ؕ﴿﴾
Lalu mereka
membacakan peringatan ini yakni
Al-Quran, sesungguhnya Tuhan kamu benar-benar Maha Esa. Tuhan seluruh langit dan bumi serta
apa pun di antara keduanya dan Tuhan tempat-tempat cahaya memancar. (Ash-Shaffat
[37]:4-6).
Ayat-ayat ini (2-5) mengandung
nubuatan maupun suatu pernyataan
tentang suatu kenyataan. Sebagai
pernyataan tentang suatu kenyataan, ayat ini berarti bahwa di setiap zaman dan
di tengah setiap kaum, selamanya ada suatu jemaat
(jama’ah) orang-orang shalih dan bertakwa, yang dengan ucapan dan perbuatan
serta dengan nasihat dan amal mereka memberikan kesaksian akan kebenaran bahwa Tuhan
itu Maha Esa.
Tetapi
sebagai nubuatan, ayat-ayat itu berarti bahwa meskipun saat
diwahyukannya ayat-ayat Al-Quran tersebut seluruh Arabia tenggelam dalam kemusyrikan dan keburukan moral – sehingga disebut kaum jahiliyah -- namun segera akan lahir suatu jemaat (jama’ah) yang terdiri dari orang-orang beriman dan bertakwa.
Mereka sendiri bukan saja akan memuliakan Allah Swt. dan
menyanjungkan puji-pujian kepada-Nya serta menjadikan seluruh negeri bergema
dengan dzikir Ilahi, tetapi akan
berhasil pula menegakkan Tauhid Ilahi di bumi. Dengan
demikian para sahabat Nabi Besar
Muhammad Rasulullah saw., yang ciri-ciri khususnya disebut dalam ayat-ayat ini,
dikemukakan sebagai saksi atas Keesaan Allah Swt..
Tauhid Ilahi Kesimpulan
Diskusi
Para ‘Alim
(Orang-orang Berilmu)
Ayat-ayat Surah Ash-Shāffāt (2-5) tersebut
mungkin masih mempunyai arti lain, yaitu bahwa apabila suatu pertemuan antara para ‘alim (orang-orang berilmu) yang
mewakili berbagai agama diadakan dalam suasana damai, dan
pada kesempatan itu asas-asas pokok
agama-agama dibahas dan diperdebatkan dalam suasana tenang di bawah
pengawasan penegak hukum dan pemelihara tata tertib, maka hasil
musyawarah semacam itu, tidak boleh tidak akan menguatkan i’tikad, bahwa “Tuhan itu Maha Esa”, sebagaimana
firman-Nya:
شَہِدَ اللّٰہُ اَنَّہٗ لَاۤ
اِلٰہَ اِلَّا ہُوَ ۙ وَ
الۡمَلٰٓئِکَۃُ وَ اُولُوا الۡعِلۡمِ قَآئِمًۢا بِالۡقِسۡطِ ؕ لَاۤ اِلٰہَ
اِلَّا ہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿ؕ﴾
اِنَّ الدِّیۡنَ عِنۡدَ اللّٰہِ الۡاِسۡلَامُ ۟ وَ مَا اخۡتَلَفَ
الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ اِلَّا مِنۡۢ بَعۡدِ مَا جَآءَہُمُ الۡعِلۡمُ
بَغۡیًۢا بَیۡنَہُمۡ ؕ وَ مَنۡ یَّکۡفُرۡ بِاٰیٰتِ اللّٰہِ فَاِنَّ اللّٰہَ
سَرِیۡعُ الۡحِسَابِ ﴿ ﴾
Allah memberi kesaksian
bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan
kecuali Dia, demikian pula malaikat-malaikat
dan orang-orang berilmu dengan berpegang teguh pada keadilan bersaksi
bahwa tidak ada Tuhan kecuali Dia Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama yang benar di sisi Allah adalah Islam,
dan sekali-kali tidaklah
berselisih orang-orang yang diberi Kitab melainkan setelah ilmu datang kepada mereka karena kedengkian di antara mereka. Dan barang-siapa kafir kepada Tanda-tanda Allah maka
sesungguhnya Allah sangat cepat dalam
menghisab. (Ali ‘Imran [3]:19-20).
Satu kenyataan yang terdapat di alam dan tak dapat dibantah dan merupakan asas pokok setiap agama
sejati adalah Keesaan Ilahi. Seluruh
ciptaan Allah Swt. dengan segala tertibnya
yang sempurna mengandung kesaksian
yang tak dapat ditolak mengenai kenyataan
asasi ini (QS. 67:2-6).
Para malaikat yang adalah penyampai Amanat kebenaran kepada para nabi, dan rasul-rasul Allah yang menyebarkannya di dunia, serta orang-orang saleh yang menerima
serta meresapkan ke dalam diri mereka ilmu yang hakiki dari rasul-rasul Allah itu, semuanya
membubuhkan kesaksian mereka kepada kesaksian Ilahi. Demikian pula semuanya bersatu
memberi kesaksian terhadap kepalsuan gagasan mempersekutukan Allah Swt. dengan sejumlah banyak -- tiga atau pun dua -- tuhan palsu.
Makna kalimat “Sesungguhnya agama yang benar
di sisi Allah adalah Islam“ bahwa semua
agama senantiasa menanamkan kepercayaan Tauhid
Ilahi dan kepatuhan kepada
kehendak-Nya, namun demikian hanya dalam Islam
(Al-Quran) sajalah paham kepatuhan kepada kehendak
Ilahi mencapai kesempurnaan,
sebab kepatuhan sepenuhnya kepada
Allah Swt. meminta pengejewantahan penuh Sifat-sifat Allah Swt., dan hanya pada Islam sajalah
pengenjewantahan demikian telah terjadi. Jadi dari semua tatanan keagamaan
hanya Islam yang berhak disebut agama Tuhan pribadi (agama Allāh) dalam
arti yang sebenarnya. meminta
pengejawantahan penuh Sifat-sifat Allah Swt.,dan hanya pada Islam sajalah
pengejawantahan demikian telah terjadi. Jadi
dari semua tatanan keagamaan hanya Islam yang berhak disebut agama
Allāh, dalam arti kata yang sebenarnya.
Sejak Awal
Diwahyukan Allah Swt. Agama adalah "Islam"
Semua agama yang benar, lebih atau kurang, dalam bentuknya yang asli adalah
agama Islam, sedang para pengikut agama-agama itu adalah Muslim
dalam arti kata secara harfiah, tetapi nama Al-Islam tidak diberikan sebelum
tiba saat bila agama menjadi lengkap dalam segala ragam seginya, karena nama
itu dicadangkan untuk syariat yang terakhir dan mencapai kesempurnaan dalam
Al-Quran. Seterusnya ayat ini menjelaskan ayat QS.2:63.
Makna kalimat “dan Tuhan tempat-tempat cahaya
memancar“ yang terkandung di dalamnya mungkin penyebaran Islam (Al-Quran) untuk pertama kali di negeri-negeri di
sebelah timur, kemudian dari sana ke bagian-bagian lain di dunia ini.
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 21 November 2012