Minggu, 24 Maret 2013

Para rasul Allah adalah "Suami-suami Ruhani" Kaum Mereka





بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 76


Para Rasul Allah adalah “Suami-suami Ruhani” Kaum Mereka

 Oleh

 Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam akhir Bab  sebelumnya  telah dikemukakan riwayat yang benar mengenai firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا تُوۡبُوۡۤا  اِلَی اللّٰہِ تَوۡبَۃً  نَّصُوۡحًا ؕ عَسٰی رَبُّکُمۡ  اَنۡ یُّکَفِّرَ عَنۡکُمۡ سَیِّاٰتِکُمۡ وَ یُدۡخِلَکُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ  مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ۙ یَوۡمَ لَا یُخۡزِی اللّٰہُ  النَّبِیَّ  وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَہٗ ۚ  نُوۡرُہُمۡ  یَسۡعٰی بَیۡنَ اَیۡدِیۡہِمۡ وَ بِاَیۡمَانِہِمۡ  یَقُوۡلُوۡنَ  رَبَّنَاۤ اَتۡمِمۡ  لَنَا نُوۡرَنَا وَ اغۡفِرۡ لَنَا ۚ اِنَّکَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿ ﴾
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kamu dan keluarga kamu dari  Api, yang bahan bakarnya manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, tidak mendurhakai Allah apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan mereka mengerjakan apa yang diperintahkan.  Hai orang-orang kafir, kamu pada hari ini jangan  mengemukakan dalih, sesungguhnya kamu dibalas menurut apa yang kamu kerjakan.  (At-Tahrīm [66]:7-8).

Dua Pilihan & Peringatan Allah Swt.

       Istri dan anak-anak  yang tidak  berusahakan dikendalikan  oleh kepala keluarga supaya tetap berada di “jalan Allah” maka  mereka akan  menjadi  “bahan bakar api neraka” di lingkungan rumahtangga, lebih-lebih jika  suami sebagai “kepala keluarga” tidak melaksanakan kewajibannya sebagai  pelindung  keluarga  yang baik (QS.4:35) maka keadaan keluarga seperti itu akan  penuh dengan kobaran “api jahannam”, karena di dalam keluarga yang seperti itu semuanya  -- ayah, ibu dan anak-anak mereka -- telah keluar dari “orbitnya” masing-masing, sehingga di dalam tatanan keluarga seperti itu terjadi kesemrawutan. 
        Atas dasar itulah Allah Swt. telah berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw. untuk menyampaikan pilihan kepada semua istri  beliau saw., ketika mereka sepakat untuk memohon kepada Nabi Besar Muhammad saw. agar beliau saw. berkenan meningkatkan keadaan ekonomi  di keluarga yang selama itu sangat sederhana (alakadarnya),   mengingat setelah hijrah dari Makkah ke Madinah keadaan ekonomi umumnya umat Islam telah semakin baik, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ  قُلۡ  لِّاَزۡوَاجِکَ اِنۡ  کُنۡـتُنَّ تُرِدۡنَ  الۡحَیٰوۃَ  الدُّنۡیَا وَ زِیۡنَتَہَا فَتَعَالَیۡنَ اُمَتِّعۡکُنَّ وَ اُسَرِّحۡکُنَّ سَرَاحًا جَمِیۡلًا ﴿﴾  وَ اِنۡ کُنۡـتُنَّ تُرِدۡنَ اللّٰہَ  وَ رَسُوۡلَہٗ وَ الدَّارَ الۡاٰخِرَۃَ  فَاِنَّ اللّٰہَ  اَعَدَّ لِلۡمُحۡسِنٰتِ مِنۡکُنَّ  اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istri engkau: “Jika kamu menginginkan kehidupan dunia ini dan perhiasannya maka marilah aku akan memberikannya kepada kamu dan aku akan menceraikan kamu dengan cara yang baik.   Tetapi jika kamu menginginkan Allah, Rasul-Nya, dan rumah di akhirat, maka sesungguhnya Allah telah menyediakan ganjaran yang besar bagi siapa di antara kamu yang berbuat ihsan.” (Al-Ahzāb [33]:29-30).
       Namun setelah Nabi Besar Muhammad saw. melakukan “memisahkan diri sementara” dengan semua istri beliau saw., akhirnya semua istri beliau saw. sepakat untuk memilih tetap sebagai istri-istri Nabi Besar Muhammad saw.,  bagaimana pun sederhananya keadaan ekonomi  rumahtanggga yang harus mereka jalani bersama-sama dengan  beliau saw., dengan demikian Nabi Besar Muhammad saw. sepenuhnya terhindar dari peringatan-peringatan Allah Swt. berikut ini, yang juga merupakan peringatan bagi  semua orang-orang beriman, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا  لَا تُلۡہِکُمۡ اَمۡوَالُکُمۡ  وَ لَاۤ  اَوۡلَادُکُمۡ عَنۡ ذِکۡرِ اللّٰہِ ۚ وَ مَنۡ یَّفۡعَلۡ  ذٰلِکَ  فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡخٰسِرُوۡنَ ﴿﴾  وَ اَنۡفِقُوۡا مِنۡ مَّا  رَزَقۡنٰکُمۡ مِّنۡ  قَبۡلِ اَنۡ یَّاۡتِیَ  اَحَدَکُمُ  الۡمَوۡتُ فَیَقُوۡلَ  رَبِّ لَوۡ لَاۤ  اَخَّرۡتَنِیۡۤ  اِلٰۤی  اَجَلٍ قَرِیۡبٍ ۙ فَاَصَّدَّقَ وَ  اَکُنۡ  مِّنَ  الصّٰلِحِیۡنَ ﴿﴾  وَ لَنۡ  یُّؤَخِّرَ اللّٰہُ  نَفۡسًا  اِذَا جَآءَ اَجَلُہَا ؕ وَ اللّٰہُ  خَبِیۡرٌۢ  بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ ﴿٪﴾
Hai orang-orang yang beriman, janganlah  harta kamu dan anak-anak kamu melalaikan kamu dari mengingat Allah, dan barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.     Dan belanjakanlah dari apa yang telah Kami rezekikan kepada kamu sebelum kematian menimpa seseorang dari antara kamu lalu ia berkata:  “Hai Tuhan-ku, seandainya Engkau  menangguhkan sebentar batas waktuku  niscaya aku akan bersedekah dan menjadi termasuk orang-orang yang saleh.”  Dan Allah  tidak pernah   menangguhkan suatu jiwa  apabila batas waktunya  telah tiba, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Munāfiqūn [63]:10-12).
Firman-Nya lagi:
 یٰۤاَیُّہَا  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡۤا اِنَّ مِنۡ اَزۡوَاجِکُمۡ وَ اَوۡلَادِکُمۡ عَدُوًّا  لَّکُمۡ  فَاحۡذَرُوۡہُمۡ ۚ  وَ  اِنۡ  تَعۡفُوۡا وَ تَصۡفَحُوۡا وَ تَغۡفِرُوۡا  فَاِنَّ اللّٰہَ  غَفُوۡرٌ  رَّحِیۡمٌ ﴿﴾   اِنَّمَاۤ  اَمۡوَالُکُمۡ وَ اَوۡلَادُکُمۡ  فِتۡنَۃٌ ؕ وَ اللّٰہُ  عِنۡدَہٗۤ   اَجۡرٌ  عَظِیۡمٌ ﴿﴾  فَاتَّقُوا اللّٰہَ  مَا  اسۡتَطَعۡتُمۡ وَ اسۡمَعُوۡا وَ اَطِیۡعُوۡا وَ اَنۡفِقُوۡا خَیۡرًا  لِّاَنۡفُسِکُمۡ ؕ وَ مَنۡ یُّوۡقَ شُحَّ نَفۡسِہٖ  فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿﴾  اِنۡ  تُقۡرِضُوا اللّٰہَ  قَرۡضًا حَسَنًا یُّضٰعِفۡہُ لَکُمۡ  وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ  شَکُوۡرٌ  حَلِیۡمٌ ﴿ۙ﴾   عٰلِمُ  الۡغَیۡبِ وَ الشَّہَادَۃِ  الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿٪﴾
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istri kamu dan anak-anakmu adalah musuh bagi kamu, maka waspadalah terhadap mereka, dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi dan mengampuni, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.  Sesungguhnya  harta kamu dan anak-anakmu adalah fitnah (ujian/cobaan). dan Allah di sisi-Nya ganjaran yang besar. Maka bertakwalah kepada Allah sejauh kesanggupan kamu, dan dengarlah serta taatlah, dan belanjakanlah harta kamu, hal itu baik bagi diri kamu.  Dan barangsiapa dipelihara dari kekikiran dirinya maka mereka itulah orang-orang yang berhasil.   Jika kamu meminjamkan ke-pada Allah suatu pinjaman yang baik, niscaya Dia akan melipat-gandakan bagi kamu dan akan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Menghargai, Maha Penyantun,   Dia Maha Mengetahui yang gaib dan yang nampak, Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (At-Taghābūn [64]:15-19).

Mendapat Ganjaran Dua Kali Lipat &
Kedudukan Sebagai “Ibu-ibu Orang-orang Beriman

      Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai tanggungjawab istri-istri Nabi Besar Muhammad saw. sebagai “teladan” bagi perempuan-perempuan beriman lainnya:
یٰنِسَآءَ  النَّبِیِّ مَنۡ یَّاۡتِ مِنۡکُنَّ بِفَاحِشَۃٍ  مُّبَیِّنَۃٍ یُّضٰعَفۡ لَہَا الۡعَذَابُ ضِعۡفَیۡنِ ؕ وَ کَانَ ذٰلِکَ عَلَی اللّٰہِ  یَسِیۡرًا ﴿﴾  وَ مَنۡ یَّقۡنُتۡ مِنۡکُنَّ لِلّٰہِ وَ رَسُوۡلِہٖ وَ تَعۡمَلۡ صَالِحًا نُّؤۡتِہَاۤ  اَجۡرَہَا مَرَّتَیۡنِ ۙ وَ  اَعۡتَدۡنَا  لَہَا  رِزۡقًا کَرِیۡمًا ﴿﴾
Wahai istri-istri Nabi, barangsiapa di antara kamu berbuat kekejian yang nyata, baginya azab akan dilipatgandakan   dua kali lipat, dan yang demikian itu mudah bagi Allah.    Tetapi barangsiapa di antara kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta beramal saleh, Kami akan memberi kepadanya ganjarannya dua kali lipat, dan Kami telah menyediakan baginya rezeki yang mulia. (Al-Ahzāb [33]:31-32).
  Fāhisyah adalah perilaku yang tidak selaras dengan taraf keimanan yang tertinggi.  Bila istri-istri Nabi Besar Muhammad saw.  lebih menyukai kesenangan-kesenangan duniawi — itulah arti kata fahisyah (Lexicon Lane) yang dipergunakan dalam ayat ini — niscaya beliau-beliau akan memperlihatkan contoh yang sangat buruk dan sebagai istri-istri Nabi Besar Muhammad saw.  yang amal-perbuatannya harus ditiru oleh perempuan-perempuan lainnya, niscaya beliau-beliau harus memikul tanggung-jawab yang berat dan oleh karena itu akan pantas menerima hukuman sebanyak dua kali lipat.
 Kebalikannya, bila beliau-beliau patuh kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya dan memperlihatkan contoh yang mulia dalam sikap melupakan diri sendiri, agar ditiru oleh orang-orang lain, maka ganjaran beliau-beliau pun akan sebanyak dua kali lipat. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
یٰنِسَآءَ  النَّبِیِّ لَسۡتُنَّ کَاَحَدٍ مِّنَ النِّسَآءِ  اِنِ اتَّقَیۡتُنَّ فَلَا تَخۡضَعۡنَ بِالۡقَوۡلِ فَیَطۡمَعَ  الَّذِیۡ  فِیۡ قَلۡبِہٖ مَرَضٌ وَّ  قُلۡنَ  قَوۡلًا  مَّعۡرُوۡفًا ﴿ۚ﴾ وَ قَرۡنَ فِیۡ بُیُوۡتِکُنَّ وَ لَا تَبَرَّجۡنَ تَبَرُّجَ الۡجَاہِلِیَّۃِ  الۡاُوۡلٰی وَ اَقِمۡنَ الصَّلٰوۃَ وَ اٰتِیۡنَ الزَّکٰوۃَ  وَ  اَطِعۡنَ اللّٰہَ  وَ  رَسُوۡلَہٗ ؕ اِنَّمَا یُرِیۡدُ اللّٰہُ  لِیُذۡہِبَ عَنۡکُمُ الرِّجۡسَ اَہۡلَ الۡبَیۡتِ وَ یُطَہِّرَکُمۡ  تَطۡہِیۡرًا ﴿ۚ﴾ وَ اذۡکُرۡنَ مَا یُتۡلٰی فِیۡ  بُیُوۡتِکُنَّ  مِنۡ اٰیٰتِ اللّٰہِ  وَ الۡحِکۡمَۃِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  کَانَ لَطِیۡفًا خَبِیۡرًا ﴿٪﴾
Wahai istri-istri Nabi, jika kamu bertakwa kamu tidak sama dengan salah seorang dari perempuan-perempuan lain, karena itu  janganlah kamu lembut dalam berbicara,  sehingga orang yang dalam hatinya ada penyakit akan tergoda, dan ucapkanlah perkataan yang baik. Dan tinggallah di rumah-rumah kamu dan janganlah kamu memamerkan kecantikanmu seperti cara pamer kecantikan zaman Jahiliah dahulu,  dirikanlah shalat, bayarlah zakat, serta taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah meng-hendaki agar dia menghilangkan  ke-kotoran dari diri kamu, hai ahlulbait, dan Dia mensucikan kamu sesuci-sucinya.   Dan ingatlah akan apa yang dibacakan dalam rumah-rumah kamu dari Ayat-ayat Allah dan hikmah, sesungguhnya Allah Maha Halus, Maha Memaklumi. (Al-Ahzāb [33]:33-35).

Kesetaraan Hak dan Kewajiban   Perempuan dengan Kaum Laki-laki &
Misal-misal Orang  Kafir, Orang  Beriman dan Orang  Bertakwa

       Istri-istri Nabi Besar Muhammad saw., selain sebagai istri  dan juga dalam kedudukannya sebagai ummahatul mukminin (ibu-ibu ruhani orang-orang beriman – QS.33:7),   diperintahkan untuk memelihara martabat beliau-beliau yang sangat tinggi dan supaya bertingkah laku yang sopan santun dan tatakrama yang semestinya dalam bercakap-cakap dengan kaum laki-laki. Semua perempuan  Muslim pun tercakup dalam perintah ini.
     Lebih lanjut Allah Swt. berfirman secara umum kepada orang-orang beriman laki-laki dan perempuan mengenai pentingnya ketaatan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya:
اِنَّ  الۡمُسۡلِمِیۡنَ وَ الۡمُسۡلِمٰتِ وَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ وَ الۡمُؤۡمِنٰتِ وَ الۡقٰنِتِیۡنَ وَ الۡقٰنِتٰتِ وَ الصّٰدِقِیۡنَ وَ الصّٰدِقٰتِ وَ الصّٰبِرِیۡنَ وَ الصّٰبِرٰتِ وَ الۡخٰشِعِیۡنَ وَ الۡخٰشِعٰتِ وَ الۡمُتَصَدِّقِیۡنَ وَ الۡمُتَصَدِّقٰتِ وَ الصَّآئِمِیۡنَ وَ الصّٰٓئِمٰتِ وَ الۡحٰفِظِیۡنَ فُرُوۡجَہُمۡ وَ الۡحٰفِظٰتِ وَ الذّٰکِرِیۡنَ اللّٰہَ کَثِیۡرًا وَّ الذّٰکِرٰتِ ۙ اَعَدَّ  اللّٰہُ   لَہُمۡ  مَّغۡفِرَۃً وَّ اَجۡرًا  عَظِیۡمًا  ﴿﴾وَ مَا کَانَ  لِمُؤۡمِنٍ وَّ لَا مُؤۡمِنَۃٍ  اِذَا قَضَی اللّٰہُ  وَ رَسُوۡلُہٗۤ  اَمۡرًا اَنۡ  یَّکُوۡنَ  لَہُمُ الۡخِیَرَۃُ  مِنۡ اَمۡرِہِمۡ ؕ وَ مَنۡ یَّعۡصِ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ  فَقَدۡ  ضَلَّ  ضَلٰلًا  مُّبِیۡنًا ﴿ؕ﴾
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang berserah diri, laki-laki  dan perempuan yang beriman,  laki-laki  dan perempuan  yang patuh,  laki-laki  dan perempuan yang jujur,  laki-laki  dan perempuan yang sabar,   laki-laki  dan perempuan yang merendahkan diri, laki-laki  dan  perempuan yang merendahkan diri, laki-laki dan perempuan yang bersedekah,  laki-laki  dan perempuan yang berpuasa,  laki-laki  dan perempuan yang memelihara   kesucian mereka,  laki-laki  dan perempuan yang banyak mengingat Dia, Allah telah menyediakan bagi  mereka itu ampunan dan ganjaran yang besar.  (Al-Ahzab [33]:36).
  Ayat ini mengandung sangkalan yang paling jitu terhadap tuduhan, bahwa Islam memberi kedudukan yang rendah terhadap kaum perempuan. Menurut Al-Quran, kaum perempuan berdiri sejajar dengan kaum laki-laki dan mereka dapat mencapai ketinggian-ketinggian ruhani yang dapat dicapai kaum laki-laki serta menikmati semua hak politik dan sosial yang dinikmati kaum laki-laki.
Hanya saja karena lapangan kegiatan mereka berbeda maka kewajiban-kewajiban mereka  pun berlainan. Perbedaan dalam tugas kedua golongan jenis kelamin inilah yang dengan keliru, atau mungkin dengan sengaja, telah disalahartikan oleh pengecam-pengecam yang tidak bersahabat terhadap Islam, seolah-olah memberikan kedudukan lebih rendah kepada kaum perempuan.
Pendek kata, semua martabat dan kemajuan ruhani yang dapat dicapai oleh kaum laki-laki diberi kesempatan yang sama pula  kepada kaum perempuan,   kecuali menjadi nabi Allah, karena secara ruhani kedudukan seorang nabi  bagi kaumnya adalah seperti kedudukan suami terhadap Istrinya.

Rasul-rasul Allah adalah “Suami Ruhani” Kaum Mereka

  Itulah sebabnya Allah Swt. telah mengumpamakan orang-orang kafir yang mendustakan dan menentang para rasul Allah yang dibangkitkan (diutus) di kalangan mereka (QS.7:135-137) sebagai istri-istri durhaka Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s., sedangkan orang-orang beriman dimisalkan istri Fir’aun yang shalihah, dan orang-orang bertakwa dimisalkan  Maryam binti ‘Imran  yang kemudian melahirkan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., firman-Nya:
ضَرَبَ اللّٰہُ  مَثَلًا  لِّلَّذِیۡنَ  کَفَرُوا امۡرَاَتَ  نُوۡحٍ وَّ امۡرَاَتَ  لُوۡطٍ ؕ کَانَتَا تَحۡتَ عَبۡدَیۡنِ مِنۡ عِبَادِنَا صَالِحَیۡنِ فَخَانَتٰہُمَا فَلَمۡ یُغۡنِیَا عَنۡہُمَا مِنَ اللّٰہِ شَیۡئًا وَّ قِیۡلَ ادۡخُلَا  النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِیۡنَ ﴿﴾  وَ ضَرَبَ اللّٰہُ  مَثَلًا  لِّلَّذِیۡنَ  اٰمَنُوا امۡرَاَتَ  فِرۡعَوۡنَ ۘ اِذۡ  قَالَتۡ رَبِّ ابۡنِ  لِیۡ عِنۡدَکَ  بَیۡتًا فِی الۡجَنَّۃِ  وَ نَجِّنِیۡ  مِنۡ فِرۡعَوۡنَ  وَ عَمَلِہٖ وَ نَجِّنِیۡ  مِنَ الۡقَوۡمِ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ مَرۡیَمَ  ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ  الَّتِیۡۤ  اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا  فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ  مِنۡ  رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ مِنَ  الۡقٰنِتِیۡنَ ﴿٪﴾
Allah mengemukakan istri Nuh  dan istri Luth sebagai misal bagi orang-orang kafir. Keduanya di bawah [asuhan] dua hamba dari hamba-hamba Kami yang saleh, tetapi keduanya berbuat khianat  kepada kedua suami mereka, maka mereka berdua sedikit pun tidak dapat membela kedua istri mere-ka itu di hadapan Allah, dan dikatakan kepada mereka: Masuklah kamu berdua ke dalam Api beserta orang-orang yang masuk.”           Dan Allah mengemukakan istri Fir’aun sebagai  misal bagi orang-orang beriman,  ketika ia berkata: “Hai Tuhan, buatkanlah bagiku di sisi Engkau sebuah rumah di surga, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim,  Dan juga Maryam putri ‘Imran,  yang telah memelihara kesuciannya, maka Kami meniupkan ke dalamnya Ruh Kami,  dan ia menggenapi firman Tuhan-nya dan Kitab-kitab-Nya, dan ia termasuk orang-orang yang patuh. (At-Tahrīm [66]:11-13).
    Jadi, orang-orang kafir diumpamakan seperti istri Nabi Nuh a.s.  dan istri Nabi Luth a.s. untuk menunjukkan bahwa persahabatan dengan orang bertakwa --malahan dengan seorang nabi Allah sekalipun --  tidak berfaedah bagi orang yang mempunyai kecenderungan buruk menolak kebenaran.
  Istri Fir’aun menggambarkan keadaan orang-orang beriman, yang meskipun berkeinginan dan berdoa terus-menerus agar bebas dari dosa, tidak sepenuhnya dapat melepaskan diri dari pengaruh buruk  -- yakni nafs Ammarah (QS.12:54) --yang dilukiskan dalam wujud Fir’aun, dan setelah sampai kepada tingkat “jiwa yang menyesali diri sendiri” (nafsu lawwamah) kadang-kadang gagal dan kadang-kadang tergelincir.
Siti Maryam, ibunda Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. melambangkan hamba-hamba Allah yang bertakwa, yang karena telah menutup segala jalan dosa dan karena telah berdamai dengan Allah Swt. – yakni telah mencapai tingkat nafs-ul-Muthmainnah (jiwa yang tentram -- QS.89:28-3) -- mereka dikaruniai ilham Ilahi.
Kata pengganti hi dalam fīhi menunjuk kepada orang-orang beriman yang bernasib baik serupa itu. Atau, kata pengganti itu dapat pula menggantikan kata farj (furuj) yang secara harfiah berarti celah atau sela, artinya lubang yang dengan melaluinya dosa dapat masuk.
Siti Maryam a.s. adalah seorang  perempuan yang benar-benar telah menjaga kesucian furuj (aurat) beliau secara ketat, sehingga Allah Swt. telah dijadikan sebagai misal  bagi orang-orang bertakwa yang secara  ketat menjaga kesucian  jiwanya, sehingga walau pun beliau sebelum  menikah tidak pernah berhubungan badan dengan seorang laki-laki tetapi Allah Swt. telah membuat beliau hamil dan melahirkan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.3:43-50).
  Jadi, betapa sakralnya lembaga pernikahan dalam Islam, sehingga Allah Swt. telah menetapkan berbagai aturan mengenai pernikahan mau pun mengenai perceraian dan senantiasa menghubungkannya dengan masalah ketakwaan kepada Allah Swt. kedua belah pihak yang menikah mau pun yang bercerai, firman-Nya:
وَ مَا کَانَ  لِمُؤۡمِنٍ وَّ لَا مُؤۡمِنَۃٍ  اِذَا قَضَی اللّٰہُ  وَ رَسُوۡلُہٗۤ  اَمۡرًا اَنۡ  یَّکُوۡنَ  لَہُمُ الۡخِیَرَۃُ  مِنۡ اَمۡرِہِمۡ ؕ وَ مَنۡ یَّعۡصِ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ  فَقَدۡ  ضَلَّ  ضَلٰلًا  مُّبِیۡنًا ﴿ؕ﴾  
Dan sekali-kali tidak layak bagi laki-laki  yang beriman  dan tidak pula perempuan yang beriman,  apabila Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan sesuatu urusan bahwa mereka menjadikan pilihan sendiri dalam urusan dirinya.  Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh  ia telah sesat  suatu kesesatan yang nyata. (Ahzāb [33]:37).

(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 23 Maret  2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar