بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 75
“Campur Tangan” Allah Swt. Dalam
Rumahtangga Nabi Besar Muhammad Saw.
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam akhir Bab sebelumnya
telah kemukakan riwayat yang benar mengenai latar-belakang
Nabi Besar Muhammad saw. “memisahkan diri” dari semua istri beliau
saw., yang menurut Allah Swt. dalam Al-Quran
batas waktunya adalah 4 bulan (QS.2:227) , firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ
الرَّحِیۡمِ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا
النَّبِیُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَاۤ اَحَلَّ اللّٰہُ لَکَ ۚ تَبۡتَغِیۡ مَرۡضَاتَ
اَزۡوَاجِکَ ؕ وَ اللّٰہُ
غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ ﴿ ﴾
Aku baca dengan
nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Hai Nabi, mengapa engkau mengharamkan apa yang Allah telah menghalalkannya bagi engkau
karena engkau mencari kesenangan
istri-istri engkau? Dan
Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (At-Tahrīm [66]:1-2).
Ada tercatat di dalam riwayat peristiwa
itu terjadi ketika istri-istri Nabi Besar Muhammad saw. yang
dipimpin oleh Siti ‘Aisyah r.a. dan Hafshah r.a. memohon kepada beliau saw. –
yang karena keadaan keuangan kaum
Muslimin telah kian membaik – supaya mereka pun seperti perempuan-perempuan Muslim lainnya, diizinkan menikmati kehidupan
duniawi dan kehidupan yang
menyenangkan (Fatah al-Qadir,
oleh Muhammad ibnu ‘Ali Asy-Syaukani).
Kepekaan “Perasaan” Nabi Besar
Muhammad saw.
Dalam hubungan ini, kata-kata “karena
engkau mencari kesenangan istri-istri engkau?” (QS.66:2) nampaknya
berarti kurang lebih sebagai
berikut: “Karena engkau senantiasa ingin menyenangkan hati istri-istri engkau
dan mengabulkan kehendak mereka,
hingga mereka telah menjadi lancang
oleh sikap kasih-sayang engkau itu,
dan mereka melupakan kedudukan engkau yang tinggi lagi luhur sebagai seorang
Nabi Allah besar serta mengadakan tuntutan
berlebih-lebihan kepada engkau.”
Peristiwa yang dikemukakan sebagai dalil berkenaan dengan Maria (Sitti
Mariyah r.a.) -- seorang budak perempuan asal Mesir itu -- karena
terlalu tolol dan fantastis suatu cerita
isapan jempol pujangga-pujangga
Kristen, dan karena kekurangan bukti sejarah yang boleh dipercaya -- tidak
layak ditanggapi sungguh-sungguh, karena Siti Mariyah r.a. adalah istri Nabi Besar Muhammad saw.
yang sah dan Ummul Mukminin
(Ibu orang-orang beriman- QS.33:7) yang dimuliakan.
Beliau saw. tidak pernah memelihara budak perempuan.
Pendek kata, firman Allah Swt. dalam
Surah At-Tahrīm ayat 2 semata-mata merupakan “perpisahan sementara” yang dilakukan oleh Nabi Besar Muhammad saw. terhadap semua istri beliau
saw., sebagai peragaan “rasa tidak
senang” beliau saw. terhadap “tuntutan” perbaikan masalah sedikit
perbaikan “ekonomi keluarga”, yang dikemukakan dua orang istri beliau saw. yakni Siti ‘Aisyah r.a. dan Siti Hafshah r.a.. Selanjutnya Allah Swt. berfirman
قَدۡ فَرَضَ اللّٰہُ لَکُمۡ تَحِلَّۃَ اَیۡمَانِکُمۡ ۚ وَ اللّٰہُ مَوۡلٰىکُمۡ ۚ وَ ہُوَ الۡعَلِیۡمُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾
Sungguh Allah telah mewajibkan kepada kamu membebaskan diri
dari sumpah-sumpah kamu, dan Allah adalah Pelindung kamu, dan Dia Maha Mengetahui, Maha
Bijaksana. (At-Tahrīm [66]:4).
Kata yang digunakan adalah kum (kamu/kalian) – bukan kata engkau -- dengan demikian jelaslah bahwa “kasus rumah tangga” seperti itu
bias terjadi juga di lingkungan rumahtangga orang-orang beriman, bukan
hanya di lingkungan rumahtangga Nabi
Besar Muhammad saw. saja.
. Nabi Besar
Muhammad saw. sangat
bersedih hati oleh permintaan akan kesenangan hidup duniawi, dan untuk memperlihatkan ketidaksenangan yang sangat tersebut beliau
saw. bersumpah
untuk memisahkan diri dari mereka
selama satu bulan.
Ayat ini melukiskan bahwa perkara yang halal tidak menjadi haram bagi seseorang hanya semata-mata
karena telah bersumpah tidak akan menggunakannya.
Dalam peristiwa tidak disangka-sangka serupa itu, beliau saw. hanya diminta
supaya menebus sumpah beliau saw. yang
terlanggar itu.
“Campur-tangan” Allah Swt. dalam
Masalah Rumahtangga Nabi Besar
Muhammad Saw.
Selanjutnya Allah Swt.
berfirman mengenai rincian peristiwa “pisah sementara” tersebut:
وَ
اِذۡ اَسَرَّ النَّبِیُّ اِلٰی
بَعۡضِ اَزۡوَاجِہٖ حَدِیۡثًا ۚ
فَلَمَّا نَبَّاَتۡ بِہٖ وَ اَظۡہَرَہُ
اللّٰہُ عَلَیۡہِ عَرَّفَ
بَعۡضَہٗ وَ اَعۡرَضَ عَنۡۢ بَعۡضٍ ۚ
فَلَمَّا نَبَّاَہَا بِہٖ قَالَتۡ مَنۡ
اَنۡۢبَاَکَ ہٰذَا ؕ قَالَ نَبَّاَنِیَ
الۡعَلِیۡمُ الۡخَبِیۡرُ ﴿﴾
Dan ketika Nabi
menceritakan secara rahasia kepada salah seorang istri-istrinya, lalu tatkala
istrinya itu memberitahukannya kepada istri yang lain dan Allah menzahirkan hal itu kepadanya, dia (Rasulullah) memberitahukan sebagian darinya kepada
istrinya itu dan menyembunyikan
sebagiannya. Maka tatkala dia
(Rasulullah) memberitahukan hal itu
kepada istrinya, istrinya berkata: “Siapakah memberitahukan kepada engkau perihal itu?” Nabi berkata:
“Tuhan Yang Maha Mengetahui, Maha
Mengenal telah memberitahukannya
kepadaku.” (At-Tahrīm [66]:4).
Sukar
untuk mengatakan kepada peristiwa apa ayat ini sebenarnya mengisya-ratkan.
Isyarat yang agaknya didukung oleh konteksnya mungkinkah peristiwa yang
diriwayatkan oleh Siti ‘Aisyah r.a. sendiri, yaitu ketika ayat QS.33:29
diwahyukan, memberikan pilihan kepada istri-istri Nabi Besar
Muhammad saw. -- yakni hidup
bersama beliau saw. atau berpisah dari beliau saw. -- sebagai jawaban atas tuntutan
mereka sendiri akan kehidupan yang senang
dan serba mudah, mula-mula
Nabi Besar Muhammad Saw. membicarakan
hal itu kepada Siti ‘Aisyah r.a. . (Bukhari, Kitab al-Mazhalim wa’l- Ghashb).
Nabi Besar
Muhammad saw. nampaknya memang telah
menempuh jalan itu karena Siti ‘Aisyah r.a. itulah yang memelopori tuntutan itu bersama Siti Hafshah r.a., dan tidak mustahil, kalau Siti ‘Aisyah r.a. telah
menceriterakan pembicaraan rahasia Nabi
Besar Muhammad saw. itu
kepada Siti Hafshah r.a..
Apa pun yang sebenarnya telah terjadi, ayat ini menekankan mengenai kewajiban seseorang yang dipercayai
memegang suatu rahasia agar tidak membocorkan rahasia itu; istimewa
pula bila pihak-pihak bersangkutan itu suami-istri,
dan rahasia itu bertalian dengan
urusan rumahtangga pribadi (QS.4:35), lebih-lebih lagi bila pihak-pihak
bersangkutan itu seorang rasul Allah
dan salah seorang dari para pengikutnya.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
اِنۡ تَتُوۡبَاۤ اِلَی اللّٰہِ
فَقَدۡ صَغَتۡ قُلُوۡبُکُمَا ۚ وَ اِنۡ
تَظٰہَرَا عَلَیۡہِ فَاِنَّ
اللّٰہَ ہُوَ مَوۡلٰىہُ وَ جِبۡرِیۡلُ وَ صَالِحُ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ۚ وَ
الۡمَلٰٓئِکَۃُ بَعۡدَ ذٰلِکَ ظَہِیۡرٌ ﴿﴾ عَسٰی رَبُّہٗۤ
اِنۡ طَلَّقَکُنَّ اَنۡ یُّبۡدِلَہٗۤ
اَزۡوَاجًا خَیۡرًا مِّنۡکُنَّ مُسۡلِمٰتٍ مُّؤۡمِنٰتٍ قٰنِتٰتٍ تٰٓئِبٰتٍ
عٰبِدٰتٍ سٰٓئِحٰتٍ ثَیِّبٰتٍ وَّ
اَبۡکَارًا ﴿﴾ ی
Jika kamu berdua bertaubat
kepada Allah maka sesungguhnya hati
kamu berdua telah cenderung kepada-Nya, tetapi jika kamu berdua saling mendukung terhadapnya
maka sesungguhnya Allah adalah Pelindung-nya,
dan juga Jibril, orang-orang
beriman yang saleh, dan sesudah itu malaikat adalah pendukungnya. Boleh jadi Tuhan-nya jika Nabi menceraikan kamu maka Dia akan menggantikan baginya istri-istri yang lebih baik daripada kamu, yang ber-serah
diri, yang beriman, yang bertaubat, yang beribadah,
yang berpuasa, yang janda dan yang perawan.”
(At-Tahrīm
[66]:5-6).
Penyelamatan Diri dan Keluarga dari Api Neraka
Kata-kata “kamu berdua“ nampaknya mengisyaratkan kepada Siti ’Aisyah
r.a. dan Siti Hafshah r.a. , yang
telah memelopori tuntutan akan kesenangan duniawi dalam kehidupan rumah
tangga mereka. Tetapi istri-istri Nabi Besar Muhammad saw. lainnya telah ikut serta dalam tuntutan
itu, meskipun peran utama dipegang
oleh kedua perempuan itu, karena mungkin mereka itu masing-masing putri
Abu Bakar Shiddiq r.a. dan
‘Umar bin Khaththab r.a., dua
tokoh paling terhormat di antara para sahabat Nabi Besar Muhammad saw..
Susunan ayat itu
menunjukkan bahwa perkara yang diisyaratkan dalam ayat-ayat ini sifatnya sangat penting, tetapi
mengambil madu dari rumah salah
seorang istri itu, jelas tidak begitu penting artinya daripada hal yang telah
menjuruskan kepada perceraian sementara
Nabi Besar Muhammad saw., dan semua istri beliau saw. selama kira-kira sebulan.
Pula tidak ada teguran terhadap
istri-istri Nabi Besar Muhammad saw. tersimpul
dalam kata-kata “Allah adalah Penolongnya, begitu pula Jibril dan orang-orang
saleh di antara orang-orang yang beriman“ yang dituntut dalam perkara demikian.
Firman Allah Swt.
selanjutnya menjelaskan, bahwa kasus “perpisahan
sementara” yang dilakukan oleh Nabi Besar Muhammad saw. dengan semua istri
beliau saw. tersebut pada hakikatnya merupakan bagian dari peragaan hukum Islam (Al-Quran) mengenai lā-i (perpisahan sementara) dengan
istri, agar umat Islam yang dalam rumahtangganya mengalami kasus yang sama ada contohnya
yang terbaik seperti yang diamalkan
oleh Nabi Besar Muhammad saw., sehingga tidak perlu terjadi KDRT (kekerasan
dalam rumahtangga) dan hal-hal lain yang
dilarang
syariat, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا تُوۡبُوۡۤا اِلَی
اللّٰہِ تَوۡبَۃً نَّصُوۡحًا ؕ عَسٰی
رَبُّکُمۡ اَنۡ یُّکَفِّرَ عَنۡکُمۡ
سَیِّاٰتِکُمۡ وَ یُدۡخِلَکُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ
مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ۙ یَوۡمَ لَا یُخۡزِی اللّٰہُ النَّبِیَّ
وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَہٗ ۚ
نُوۡرُہُمۡ یَسۡعٰی بَیۡنَ
اَیۡدِیۡہِمۡ وَ بِاَیۡمَانِہِمۡ
یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَاۤ اَتۡمِمۡ لَنَا نُوۡرَنَا وَ اغۡفِرۡ لَنَا ۚ اِنَّکَ
عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿ ﴾
Hai orang-orang yang
beriman, peliharalah diri kamu dan keluarga kamu dari Api, yang bahan bakarnya manusia dan batu,
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
keras, tidak mendurhakai Allah apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan mereka mengerjakan apa yang diperintahkan.
Hai orang-orang kafir, kamu pada hari ini jangan mengemukakan dalih, sesungguhnya kamu dibalas menurut apa yang kamu kerjakan.
(At-Tahrīm [66]:7-8).
Dua Pilihan
& Peringatan Allah Swt.
Istri-istri dan anak-anak keturunan yang
tidak berusahakan dikendalikan oleh kepala keluarga supaya tetap berada di
“jalan Allah” maka mereka akan menjadi “bahan bakar api neraka” di lingkungan
rumahtangga, lebih-lebih jika suami sebagai “kepala keluarga” tidak melaksanakan kewajibannya sebagai pelindung keluarga yang baik (QS.4:35) maka keadaan keluarga
seperti itu akan penuh dengan kobaran “api jahannam”, karena di dalam keluarga
yang seperti itu semuanya -- ayah, ibu
dan anak-anak mereka -- telah keluar dari “orbitnya”
masing-masing, sehingga di dalam tatanan
keluarga seperti itu terjadi kesemrawutan.
Atas dasar itulah Allah Swt. telah
berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw. untuk menyampaikan pilihan kepada semua istri beliau saw., ketika mereka sepakat untuk memohon kepada Nabi Besar
Muhammad saw. agar beliau saw. berkenan meningkatkan keadaan ekonomi
di keluarga yang selama itu sangat sederhana
(alakadarnya), karena setelah hijrah dari Makkah ke Madinah keadaan ekonomi umumnya umat Islam telah semakin
baik, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا
النَّبِیُّ قُلۡ لِّاَزۡوَاجِکَ اِنۡ کُنۡـتُنَّ تُرِدۡنَ الۡحَیٰوۃَ
الدُّنۡیَا وَ زِیۡنَتَہَا فَتَعَالَیۡنَ اُمَتِّعۡکُنَّ وَ اُسَرِّحۡکُنَّ
سَرَاحًا جَمِیۡلًا ﴿﴾ وَ اِنۡ کُنۡـتُنَّ
تُرِدۡنَ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ وَ
الدَّارَ الۡاٰخِرَۃَ فَاِنَّ
اللّٰہَ اَعَدَّ لِلۡمُحۡسِنٰتِ مِنۡکُنَّ اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istri engkau: “Jika kamu menginginkan
kehidupan dunia ini dan perhiasannya
maka marilah aku akan memberikannya
kepada kamu dan aku akan menceraikan
kamu dengan cara yang baik. Tetapi jika kamu menginginkan Allah, Rasul-Nya,
dan rumah di akhirat, maka
sesungguhnya Allah telah menyediakan
ganjaran yang besar bagi siapa di antara kamu yang berbuat ihsan.” (Al-Ahzāb [33]:29-30).
Namun setelah Nabi Besar Muhammad saw.
melakukan “memisahkan diri sementara”
dengan semua istri beliau saw., akhirnya semua istri beliau saw. sepakat untuk memilih tetap sebagai istri-istri Nabi Besar Muhammad saw., bagaimana pun sederhananya keadaan ekonomi
rumahtanggga yang harus mereka jalani bersama-sama dengan beliau saw., dengan demikian Nabi Besar
Muhammad saw. sepenuhnya terhindar
dari peringatan-peringatan Allah Swt.
berikut ini, yang juga merupakan peringatan
bagi semua orang-orang beriman, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا لَا تُلۡہِکُمۡ
اَمۡوَالُکُمۡ وَ لَاۤ اَوۡلَادُکُمۡ عَنۡ ذِکۡرِ اللّٰہِ ۚ وَ مَنۡ
یَّفۡعَلۡ ذٰلِکَ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡخٰسِرُوۡنَ ﴿﴾ وَ اَنۡفِقُوۡا مِنۡ مَّا رَزَقۡنٰکُمۡ مِّنۡ قَبۡلِ اَنۡ یَّاۡتِیَ اَحَدَکُمُ
الۡمَوۡتُ فَیَقُوۡلَ رَبِّ لَوۡ
لَاۤ اَخَّرۡتَنِیۡۤ اِلٰۤی
اَجَلٍ قَرِیۡبٍ ۙ فَاَصَّدَّقَ وَ
اَکُنۡ مِّنَ الصّٰلِحِیۡنَ ﴿﴾ وَ لَنۡ
یُّؤَخِّرَ اللّٰہُ نَفۡسًا اِذَا جَآءَ اَجَلُہَا ؕ وَ اللّٰہُ خَبِیۡرٌۢ
بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ ﴿٪﴾
Hai orang-orang yang
beriman, janganlah harta kamu dan anak-anak kamu melalaikan kamu
dari mengingat Allah, dan barangsiapa
yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi. Dan belanjakanlah dari apa yang telah Kami rezekikan kepada kamu
sebelum kematian menimpa seseorang dari antara kamu lalu ia berkata: “Hai Tuhan-ku, seandainya Engkau menangguhkan
sebentar batas waktuku niscaya aku akan bersedekah dan menjadi termasuk
orang-orang yang saleh.” Dan Allah
tidak pernah menangguhkan suatu
jiwa apabila batas waktunya telah tiba, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Munāfiqūn [63]:10-12).
Firman-Nya lagi:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡۤا اِنَّ مِنۡ اَزۡوَاجِکُمۡ وَ اَوۡلَادِکُمۡ عَدُوًّا لَّکُمۡ
فَاحۡذَرُوۡہُمۡ ۚ وَ اِنۡ
تَعۡفُوۡا وَ تَصۡفَحُوۡا وَ تَغۡفِرُوۡا
فَاِنَّ اللّٰہَ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾ اِنَّمَاۤ اَمۡوَالُکُمۡ وَ اَوۡلَادُکُمۡ فِتۡنَۃٌ ؕ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗۤ
اَجۡرٌ عَظِیۡمٌ ﴿﴾ فَاتَّقُوا اللّٰہَ
مَا اسۡتَطَعۡتُمۡ وَ اسۡمَعُوۡا
وَ اَطِیۡعُوۡا وَ اَنۡفِقُوۡا خَیۡرًا
لِّاَنۡفُسِکُمۡ ؕ وَ مَنۡ یُّوۡقَ شُحَّ نَفۡسِہٖ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿﴾ اِنۡ
تُقۡرِضُوا اللّٰہَ قَرۡضًا
حَسَنًا یُّضٰعِفۡہُ لَکُمۡ وَ یَغۡفِرۡ
لَکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ شَکُوۡرٌ حَلِیۡمٌ ﴿ۙ﴾ عٰلِمُ
الۡغَیۡبِ وَ الشَّہَادَۃِ
الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿٪﴾
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istri kamu dan anak-anakmu adalah musuh bagi kamu,
maka waspadalah terhadap mereka, dan
jika kamu memaafkan dan tidak memarahi dan mengampuni, maka sesungguhnya
Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. Sesungguhnya
harta kamu dan anak-anakmu adalah
fitnah (ujian/cobaan). dan Allah di
sisi-Nya ganjaran yang besar. Maka bertakwalah
kepada Allah sejauh kesanggupan kamu, dan dengarlah serta taatlah,
dan belanjakanlah harta kamu, hal itu baik bagi diri kamu. Dan barangsiapa dipelihara dari kekikiran dirinya maka mereka itulah orang-orang yang berhasil.
Jika kamu meminjamkan ke-pada Allah suatu pinjaman yang baik, niscaya
Dia akan melipat-gandakan bagi kamu
dan akan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Menghargai, Maha Penyantun, Dia
Maha Mengetahui yang gaib dan yang nampak, Maha Perkasa, Maha Bijaksana.
(At-Taghābūn
[64]:15-19).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 22 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar