Minggu, 24 Maret 2013

"Campur-tangan" Allah Swt. Dalam "Rumahtangga" Nabi Besar Muhammad Saw.




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 75


“Campur Tangan”  Allah Swt. Dalam
Rumahtangga Nabi Besar Muhammad Saw.


 Oleh

 Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam akhir Bab  sebelumnya  telah kemukakan riwayat yang benar mengenai  latar-belakang  Nabi Besar Muhammad saw.  “memisahkan diri” dari semua istri beliau saw., yang menurut Allah Swt. dalam Al-Quran  batas waktunya adalah 4 bulan (QS.2:227) , firman-Nya:
 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾  یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ  لِمَ  تُحَرِّمُ مَاۤ  اَحَلَّ اللّٰہُ  لَکَ ۚ تَبۡتَغِیۡ  مَرۡضَاتَ  اَزۡوَاجِکَ ؕ وَ اللّٰہُ  غَفُوۡرٌ  رَّحِیۡمٌ ﴿ ﴾
Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Hai Nabi, mengapa engkau mengharamkan apa yang Allah telah menghalalkannya bagi engkau karena engkau mencari kesenangan istri-istri engkau?  Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (At-Tahrīm [66]:1-2).
      Ada tercatat di dalam riwayat peristiwa itu terjadi ketika istri-istri  Nabi Besar Muhammad saw.   yang dipimpin oleh Siti ‘Aisyah r.a.   dan Hafshah r.a. memohon kepada beliau  saw. – yang karena keadaan keuangan kaum Muslimin telah kian membaik – supaya mereka pun seperti perempuan-perempuan Muslim lainnya, diizinkan menikmati kehidupan duniawi dan kehidupan yang menyenangkan (Fatah al-Qadir, oleh Muhammad ibnu ‘Ali Asy-Syaukani).

Kepekaan “Perasaan” Nabi Besar Muhammad saw.

      Dalam hubungan ini, kata-kata “karena engkau mencari kesenangan istri-istri engkau?” (QS.66:2) nampaknya berarti  kurang lebih sebagai berikut:  “Karena engkau senantiasa ingin menyenangkan hati istri-istri engkau dan mengabulkan kehendak mereka, hingga mereka telah menjadi lancang oleh sikap kasih-sayang engkau itu, dan mereka melupakan kedudukan engkau yang tinggi lagi luhur sebagai seorang Nabi Allah besar serta mengadakan tuntutan berlebih-lebihan kepada engkau.”
       Peristiwa yang dikemukakan sebagai dalil berkenaan dengan Maria (Sitti Mariyah r.a.) --  seorang budak perempuan asal Mesir itu -- karena terlalu tolol dan fantastis  suatu cerita isapan jempol pujangga-pujangga Kristen, dan karena kekurangan bukti sejarah yang boleh dipercaya -- tidak layak ditanggapi sungguh-sungguh, karena Siti Mariyah r.a.  adalah istri  Nabi Besar Muhammad saw.  yang sah dan Ummul Mukminin (Ibu orang-orang beriman- QS.33:7) yang dimuliakan.  Beliau saw.  tidak pernah memelihara budak perempuan.
    Pendek kata, firman Allah Swt. dalam Surah At-Tahrīm ayat 2  semata-mata merupakan “perpisahan sementara” yang dilakukan oleh Nabi Besar  Muhammad saw. terhadap semua istri beliau saw., sebagai  peragaan “rasa tidak senang” beliau saw. terhadap  tuntutan” perbaikan masalah sedikit perbaikan “ekonomi keluarga”,   yang dikemukakan  dua orang istri beliau saw. yakni Siti ‘Aisyah r.a. dan Siti Hafshah r.a..   Selanjutnya Allah Swt. berfirman
قَدۡ  فَرَضَ اللّٰہُ  لَکُمۡ تَحِلَّۃَ  اَیۡمَانِکُمۡ ۚ وَ اللّٰہُ  مَوۡلٰىکُمۡ ۚ وَ ہُوَ الۡعَلِیۡمُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾
Sungguh Allah telah mewajibkan kepada kamu membebaskan diri dari sumpah-sumpah kamu,   dan Allah adalah Pelindung kamu, dan Dia Maha Mengetahui, Maha Bijaksana. (At-Tahrīm [66]:4).
      Kata yang digunakan adalah kum (kamu/kalian) – bukan kata engkau --  dengan demikian jelaslah bahwa “kasus rumah tangga” seperti itu bias  terjadi juga di lingkungan rumahtangga orang-orang beriman, bukan hanya di lingkungan rumahtangga Nabi Besar Muhammad saw. saja.
 . Nabi Besar Muhammad saw.  sangat bersedih hati oleh permintaan akan kesenangan hidup duniawi, dan untuk memperlihatkan ketidaksenangan yang sangat tersebut beliau  saw. bersumpah untuk memisahkan diri dari mereka selama satu bulan.
  Ayat ini melukiskan bahwa perkara yang halal tidak menjadi haram bagi seseorang hanya semata-mata karena telah bersumpah tidak akan menggunakannya. Dalam peristiwa tidak disangka-sangka serupa itu, beliau saw. hanya diminta supaya menebus sumpah beliau saw. yang terlanggar itu.

“Campur-tangan” Allah Swt. dalam
Masalah Rumahtangga Nabi Besar Muhammad Saw.

 Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai rincian peristiwa “pisah sementara” tersebut:
وَ اِذۡ  اَسَرَّ النَّبِیُّ  اِلٰی  بَعۡضِ  اَزۡوَاجِہٖ حَدِیۡثًا ۚ فَلَمَّا نَبَّاَتۡ بِہٖ وَ اَظۡہَرَہُ  اللّٰہُ عَلَیۡہِ  عَرَّفَ بَعۡضَہٗ  وَ اَعۡرَضَ عَنۡۢ بَعۡضٍ ۚ فَلَمَّا نَبَّاَہَا بِہٖ  قَالَتۡ مَنۡ اَنۡۢبَاَکَ ہٰذَا ؕ قَالَ  نَبَّاَنِیَ الۡعَلِیۡمُ الۡخَبِیۡرُ ﴿﴾
Dan ketika Nabi menceritakan  secara rahasia kepada salah seorang istri-istrinya, lalu  tatkala istrinya itu memberitahukannya kepada istri yang lain dan Allah menzahirkan hal itu  kepadanya, dia (Rasulullah)  memberitahukan sebagian darinya kepada istrinya itu dan menyembunyikan sebagiannya. Maka tatkala  dia (Rasulullah) memberitahukan hal itu kepada istrinya, istrinya berkata: “Siapakah memberitahukan  kepada engkau perihal itu?” Nabi berkata: “Tuhan Yang Maha Mengetahui, Maha Mengenal telah memberitahukannya kepadaku.” (At-Tahrīm [66]:4).
  Sukar untuk mengatakan kepada peristiwa apa ayat ini sebenarnya mengisya-ratkan. Isyarat yang agaknya didukung oleh konteksnya mungkinkah peristiwa yang diriwayatkan oleh Siti ‘Aisyah r.a.   sendiri, yaitu ketika ayat QS.33:29 diwahyukan, memberikan  pilihan kepada istri-istri Nabi Besar Muhammad saw.     -- yakni  hidup bersama beliau saw.  atau berpisah dari beliau  saw. -- sebagai jawaban atas tuntutan mereka sendiri akan kehidupan yang senang dan serba mudah,   mula-mula Nabi Besar Muhammad Saw.  membicarakan hal itu kepada Siti ‘Aisyah r.a. . (Bukhari, Kitab al-Mazhalim wa’l- Ghashb).
  Nabi Besar Muhammad saw.  nampaknya memang telah menempuh jalan itu karena Siti ‘Aisyah r.a. itulah yang memelopori tuntutan itu bersama Siti Hafshah r.a.,  dan tidak mustahil, kalau Siti ‘Aisyah r.a. telah menceriterakan pembicaraan rahasia Nabi Besar Muhammad saw.    itu kepada Siti Hafshah r.a..
 Apa pun yang sebenarnya  telah terjadi, ayat ini menekankan mengenai kewajiban seseorang yang dipercayai memegang suatu rahasia agar tidak membocorkan rahasia itu; istimewa pula bila pihak-pihak bersangkutan itu suami-istri, dan rahasia itu bertalian dengan urusan rumahtangga pribadi (QS.4:35), lebih-lebih lagi bila pihak-pihak bersangkutan itu seorang rasul Allah dan salah seorang dari para pengikutnya.  Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
اِنۡ تَتُوۡبَاۤ  اِلَی اللّٰہِ  فَقَدۡ صَغَتۡ قُلُوۡبُکُمَا ۚ وَ اِنۡ  تَظٰہَرَا عَلَیۡہِ  فَاِنَّ اللّٰہَ  ہُوَ مَوۡلٰىہُ  وَ جِبۡرِیۡلُ وَ صَالِحُ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ۚ وَ الۡمَلٰٓئِکَۃُ  بَعۡدَ  ذٰلِکَ ظَہِیۡرٌ ﴿﴾  عَسٰی رَبُّہٗۤ  اِنۡ  طَلَّقَکُنَّ  اَنۡ  یُّبۡدِلَہٗۤ اَزۡوَاجًا  خَیۡرًا مِّنۡکُنَّ  مُسۡلِمٰتٍ مُّؤۡمِنٰتٍ قٰنِتٰتٍ تٰٓئِبٰتٍ عٰبِدٰتٍ سٰٓئِحٰتٍ ثَیِّبٰتٍ وَّ  اَبۡکَارًا ﴿﴾ ی
Jika kamu berdua  bertaubat kepada Allah maka sesungguhnya hati kamu berdua telah cenderung kepada-Nya, tetapi jika kamu berdua saling mendukung terhadapnya maka sesungguhnya Allah adalah Pelindung-nya, dan juga Jibril, orang-orang  beriman yang saleh, dan sesudah itu malaikat  adalah pendukungnya.  Boleh jadi Tuhan-nya jika Nabi menceraikan kamu maka Dia akan menggantikan baginya istri-istri  yang lebih baik daripada kamu, yang ber-serah  diri,  yang beriman, yang bertaubat,  yang  beribadah, yang berpuasa,  yang janda  dan yang perawan.” (At-Tahrīm [66]:5-6).

Penyelamatan Diri dan Keluarga dari Api Neraka

      Kata-kata “kamu berdua“  nampaknya mengisyaratkan kepada Siti ’Aisyah r.a.  dan Siti Hafshah r.a. , yang telah memelopori tuntutan akan kesenangan duniawi dalam kehidupan rumah tangga mereka. Tetapi istri-istri Nabi Besar Muhammad saw. lainnya telah ikut serta dalam tuntutan itu, meskipun peran utama dipegang oleh kedua perempuan itu,   karena mungkin mereka itu masing-masing putri Abu Bakar Shiddiq r.a. dan ‘Umar bin Khaththab r.a.,  dua tokoh paling terhormat di antara para sahabat Nabi Besar Muhammad saw..  
 Susunan ayat itu menunjukkan bahwa perkara yang diisyaratkan dalam ayat-ayat ini sifatnya sangat penting, tetapi mengambil madu dari rumah salah seorang istri itu, jelas tidak  begitu penting artinya daripada hal yang telah menjuruskan kepada perceraian sementara Nabi Besar Muhammad saw., dan semua istri beliau saw. selama kira-kira sebulan. Pula tidak ada teguran terhadap istri-istri  Nabi Besar Muhammad saw. tersimpul dalam kata-kata “Allah adalah Penolongnya, begitu pula Jibril dan orang-orang saleh di antara orang-orang yang beriman“ yang dituntut dalam perkara demikian.
  Firman Allah Swt. selanjutnya menjelaskan,  bahwa  kasus “perpisahan sementara” yang dilakukan oleh Nabi Besar Muhammad saw. dengan semua istri beliau saw. tersebut pada hakikatnya merupakan bagian dari peragaan hukum Islam (Al-Quran) mengenai lā-i (perpisahan sementara) dengan istri, agar umat Islam yang dalam rumahtangganya mengalami kasus yang sama  ada contohnya yang terbaik seperti yang diamalkan oleh Nabi Besar Muhammad saw., sehingga tidak perlu terjadi KDRT (kekerasan dalam rumahtangga)  dan hal-hal lain yang dilarang  syariat, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا تُوۡبُوۡۤا  اِلَی اللّٰہِ تَوۡبَۃً  نَّصُوۡحًا ؕ عَسٰی رَبُّکُمۡ  اَنۡ یُّکَفِّرَ عَنۡکُمۡ سَیِّاٰتِکُمۡ وَ یُدۡخِلَکُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ  مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ۙ یَوۡمَ لَا یُخۡزِی اللّٰہُ  النَّبِیَّ  وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَہٗ ۚ  نُوۡرُہُمۡ  یَسۡعٰی بَیۡنَ اَیۡدِیۡہِمۡ وَ بِاَیۡمَانِہِمۡ  یَقُوۡلُوۡنَ  رَبَّنَاۤ اَتۡمِمۡ  لَنَا نُوۡرَنَا وَ اغۡفِرۡ لَنَا ۚ اِنَّکَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿ ﴾
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kamu dan keluarga kamu dari  Api, yang bahan bakarnya manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, tidak mendurhakai Allah apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan mereka mengerjakan apa yang diperintahkan.  Hai orang-orang kafir, kamu pada hari ini jangan  mengemukakan dalih, sesungguhnya kamu dibalas menurut apa yang kamu kerjakan.  (At-Tahrīm [66]:7-8).

Dua Pilihan & Peringatan Allah Swt.

       Istri-istri dan anak-anak keturunan yang tidak  berusahakan dikendalikan  oleh kepala keluarga supaya tetap berada di “jalan Allah” maka  mereka akan  menjadi “bahan bakar api neraka” di lingkungan rumahtangga, lebih-lebih jika  suami sebagai “kepala keluarga” tidak melaksanakan kewajibannya sebagai  pelindung  keluarga yang baik (QS.4:35) maka keadaan keluarga seperti itu akan  penuh dengan kobaran “api jahannam”, karena di dalam keluarga yang seperti itu semuanya  -- ayah, ibu dan anak-anak mereka -- telah keluar dari “orbitnya” masing-masing, sehingga di dalam tatanan keluarga seperti itu terjadi kesemrawutan. 
        Atas dasar itulah Allah Swt. telah berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw. untuk menyampaikan pilihan kepada semua istri  beliau saw., ketika mereka sepakat untuk memohon kepada Nabi Besar Muhammad saw. agar beliau saw. berkenan meningkatkan keadaan ekonomi  di keluarga yang selama itu sangat sederhana (alakadarnya),   karena setelah hijrah dari Makkah ke Madinah keadaan ekonomi umumnya umat Islam telah semakin baik, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ  قُلۡ  لِّاَزۡوَاجِکَ اِنۡ  کُنۡـتُنَّ تُرِدۡنَ  الۡحَیٰوۃَ  الدُّنۡیَا وَ زِیۡنَتَہَا فَتَعَالَیۡنَ اُمَتِّعۡکُنَّ وَ اُسَرِّحۡکُنَّ سَرَاحًا جَمِیۡلًا ﴿﴾  وَ اِنۡ کُنۡـتُنَّ تُرِدۡنَ اللّٰہَ  وَ رَسُوۡلَہٗ وَ الدَّارَ الۡاٰخِرَۃَ  فَاِنَّ اللّٰہَ  اَعَدَّ لِلۡمُحۡسِنٰتِ مِنۡکُنَّ  اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istri engkau: “Jika kamu menginginkan kehidupan dunia ini dan perhiasannya maka marilah aku akan memberikannya kepada kamu dan aku akan menceraikan kamu dengan cara yang baik.   Tetapi jika kamu menginginkan Allah, Rasul-Nya, dan rumah di akhirat, maka sesungguhnya Allah telah menyediakan ganjaran yang besar bagi siapa di antara kamu yang berbuat ihsan.” (Al-Ahzāb [33]:29-30).
   Namun setelah Nabi Besar Muhammad saw. melakukan “memisahkan diri sementara” dengan semua istri beliau saw., akhirnya semua istri beliau saw. sepakat untuk memilih tetap sebagai istri-istri Nabi Besar Muhammad saw.,  bagaimana pun sederhananya keadaan ekonomi  rumahtanggga yang harus mereka jalani bersama-sama dengan  beliau saw., dengan demikian Nabi Besar Muhammad saw. sepenuhnya terhindar dari peringatan-peringatan Allah Swt. berikut ini, yang juga merupakan peringatan bagi  semua orang-orang beriman, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا  لَا تُلۡہِکُمۡ اَمۡوَالُکُمۡ  وَ لَاۤ  اَوۡلَادُکُمۡ عَنۡ ذِکۡرِ اللّٰہِ ۚ وَ مَنۡ یَّفۡعَلۡ  ذٰلِکَ  فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡخٰسِرُوۡنَ ﴿﴾  وَ اَنۡفِقُوۡا مِنۡ مَّا  رَزَقۡنٰکُمۡ مِّنۡ  قَبۡلِ اَنۡ یَّاۡتِیَ  اَحَدَکُمُ  الۡمَوۡتُ فَیَقُوۡلَ  رَبِّ لَوۡ لَاۤ  اَخَّرۡتَنِیۡۤ  اِلٰۤی  اَجَلٍ قَرِیۡبٍ ۙ فَاَصَّدَّقَ وَ  اَکُنۡ  مِّنَ  الصّٰلِحِیۡنَ ﴿﴾  وَ لَنۡ  یُّؤَخِّرَ اللّٰہُ  نَفۡسًا  اِذَا جَآءَ اَجَلُہَا ؕ وَ اللّٰہُ  خَبِیۡرٌۢ  بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ ﴿٪﴾
Hai orang-orang yang beriman, janganlah  harta kamu dan anak-anak kamu melalaikan kamu dari mengingat Allah, dan barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.   Dan belanjakanlah dari apa yang telah Kami rezekikan kepada kamu sebelum kematian menimpa seseorang dari antara kamu lalu ia berkata:  “Hai Tuhan-ku, seandainya Engkau  menangguhkan sebentar batas waktuku  niscaya aku akan bersedekah dan menjadi termasuk orang-orang yang saleh.”  Dan Allah  tidak pernah   menangguhkan suatu jiwa  apabila batas waktunya  telah tiba, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Munāfiqūn [63]:10-12).
Firman-Nya lagi:
 یٰۤاَیُّہَا  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡۤا اِنَّ مِنۡ اَزۡوَاجِکُمۡ وَ اَوۡلَادِکُمۡ عَدُوًّا  لَّکُمۡ  فَاحۡذَرُوۡہُمۡ ۚ  وَ  اِنۡ  تَعۡفُوۡا وَ تَصۡفَحُوۡا وَ تَغۡفِرُوۡا  فَاِنَّ اللّٰہَ  غَفُوۡرٌ  رَّحِیۡمٌ ﴿﴾   اِنَّمَاۤ  اَمۡوَالُکُمۡ وَ اَوۡلَادُکُمۡ  فِتۡنَۃٌ ؕ وَ اللّٰہُ  عِنۡدَہٗۤ   اَجۡرٌ  عَظِیۡمٌ ﴿﴾  فَاتَّقُوا اللّٰہَ  مَا  اسۡتَطَعۡتُمۡ وَ اسۡمَعُوۡا وَ اَطِیۡعُوۡا وَ اَنۡفِقُوۡا خَیۡرًا  لِّاَنۡفُسِکُمۡ ؕ وَ مَنۡ یُّوۡقَ شُحَّ نَفۡسِہٖ  فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿﴾  اِنۡ  تُقۡرِضُوا اللّٰہَ  قَرۡضًا حَسَنًا یُّضٰعِفۡہُ لَکُمۡ  وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ  شَکُوۡرٌ  حَلِیۡمٌ ﴿ۙ﴾   عٰلِمُ  الۡغَیۡبِ وَ الشَّہَادَۃِ  الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿٪﴾
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istri kamu dan anak-anakmu adalah musuh bagi kamu, maka waspadalah terhadap mereka, dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi dan mengampuni, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.  Sesungguhnya  harta kamu dan anak-anakmu adalah fitnah (ujian/cobaan). dan Allah di sisi-Nya ganjaran yang besar. Maka bertakwalah kepada Allah sejauh kesanggupan kamu, dan dengarlah serta taatlah, dan belanjakanlah harta kamu, hal itu baik bagi diri kamu.  Dan barangsiapa dipelihara dari kekikiran dirinya maka mereka itulah orang-orang yang berhasil.   Jika kamu meminjamkan ke-pada Allah suatu pinjaman yang baik, niscaya Dia akan melipat-gandakan bagi kamu dan akan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Menghargai, Maha Penyantun,   Dia Maha Mengetahui yang gaib dan yang nampak, Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (At-Taghābūn [64]:15-19).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 22 Maret  2013



Tidak ada komentar:

Posting Komentar