Selasa, 12 Maret 2013

Peratuan "Pardah Islam" Bukan "Pemenjaraan Perempuan" di Dalam Rumah




      بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 



Peraturan “Pardah Islam” Bukan “Pemenjaraan Perempuan” 
di Dalam Rumah

Bab 64

 Oleh

 Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam akhir Bab  sebelumnya  telah dijelaskan mengenai dua macam  pardah Islam  yakni (1) pardah di  luar rumah, dan (2) pardah di dalam rumah. Secara sambil lalu dapat diperhatikan bahwa bentuk dan potongan (bentuk) pakaian luar (jilbab)   yang harus dikenakan seorang perempuan bila ia keluar rumah dan yang menutupi seluruh badannya, dapat terdiri dari bermacam-macam corak sesuai dengan adat-istiadat, kebiasaan, kedudukan dalam masyarakat, tradisi-tradisi keluarga, dan tata cara berbagai golongan masyarakat Muslim.
     Perintah bertalian dengan “pardah” di dalam rumah akan berlaku juga di toko-toko, sawah ladang, dan sebagainya di mana perempuan dari golongan tertentu dari masyarakat Muslim terpaksa bekerja untuk mencari nafkah. Di sana seorang perempuan tidak akan disuruh menutupi wajahnya, ia hanya berkewajiban menundukkan pandangannya dan menutupi zīnah-nya, yaitu perhiasannya dan barang-barang kecantikan lainnya, seperti yang dikenakan oleh perempuan-perempuan di dalam rumah mereka, bila kaum laki-laki sanak keluarga yang dekat datang mengunjungi mereka.

Dua Macam “Kecantikan” Perempuan

    Perintah ketiga, menghendaki supaya kaum perempuan berlaku dengan sikap hormat dan menjaga kesederhanaan, bila berbicara dengan orang-orang laki-laki asing, dan mereka diminta juga mencurahkan perhatian sepenuhnya melaksanakan kewajibannya yang berat dan penting berkenaan dengan hal-hal yang bertalian dengan kesejahteraan sesama jenisnya dan pengaturan urusan rumah tangganya, dan pemeliharaan dan pembimbingan anak-anaknya dan hal-hal yang sebangsanya.
    Perintah keempat, mewajibkan suami-istri untuk sedapat mungkin mempunyai kamar tidur terpisah dari anggota-anggota keluarga lainnya, yang bahkan anak-anak kecil tidak diizinkan masuk pada waktu-waktu yang tersebut dalam ayat 59.
    Kata zīnah yang dipergunakan dalam ayat yang sedang dibahas ini meliputi kecantikan alami maupun kecantikan buatan — kecantikan orangnya, pakaian, dan perhiasan-perhiasan. Ungkapan “kecuali apa yang dengan sendirinya nampak darinya” melingkupi segala sesuatu yang tidak dapat ditutupi oleh seorang perempuan  seperti suaranya, cara berjalan, dan bentuk tubuhnya, dan juga beberapa bagian tubuhnya yang terpaksa harus terbuka menurut kedudukannya dalam masyarakat, tradisi-tradisi keluarganya, kesibukannya, dan adat kebiasaan masyarakat.
     Izin untuk membiarkan terbuka bagian-bagian tubuhnya  tertentu akan tunduk kepada perubahan-perubahan tertentu. Dengan demikian kata “janganlah mereka menampakkan kecantikan mereka” akan mempunyai mafhum yang berlainan bertalian dengan perempuan dari bagian-bagian dan tingkatan-tingkatan masyarakat yang berlain-lainan,  dan arti serta mafhum akan berubah pula dengan berubahnya adat-istiadat dan cara hidup dan pekerjaan-pekerjaan suatu kaum.
      Kata-kata  “Dan janganlah mereka itu menghentakkan kaki mereka, supaya dapat diketahui apa yang mereka sembunyikan dari keindahan mereka.” (QS.24:32) menunjukkan bahwa tari-menari di muka umum, yang telah begitu membudaya di negeri-negeri tertentu, sama sekali tidak diizinkan oleh Islam.

Pardah Islam” Bukan “Pemenjaraan Perempuan
di Dalam Rumah

     Inilah anggapan Islam mengenai “pardah”. Menurut anggapan itu perempuan-perempuan Muslim dapat keluar rumah kapan saja bila keperluan yang sah meng-haruskan mereka keluar rumah, tetapi tugas kewajiban mereka yang terutama dan terpokok adalah terbatas pada lingkungan rumah-tangga mereka sendiri, yang adalah sama penting dan perlunya — jika tidak lebih — dengan pekerjaan-pekerjaan kaum laki-laki.
     Jika kaum perempuan melakukan pekerjaan kaum laki-laki, mereka berusaha menentang alam dan alam tidak membiarkan hukumnya ditentang tanpa mendatangkan akibat yang berat, firman-Nya:
وَ لَا تَتَمَنَّوۡا مَا فَضَّلَ اللّٰہُ بِہٖ بَعۡضَکُمۡ عَلٰی بَعۡضٍ ؕ لِلرِّجَالِ نَصِیۡبٌ مِّمَّا اکۡتَسَبُوۡا ؕ وَ لِلنِّسَآءِ نَصِیۡبٌ مِّمَّا اکۡتَسَبۡنَ ؕ وَ سۡئَلُوا اللّٰہَ مِنۡ فَضۡلِہٖ ؕ اِنَّ اللّٰہَ کَانَ بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمًا ﴿۳۲﴾
Dan janganlah kamu menghasratkan sesuatu yang dengannya  Allah telah melebihkan sebagian kamu dari yang lain. Bagi  laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan-perempuan ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Dan mohonlah kepada Allah dari karunia-Nya, sesungguhnya Allah benar-benar Maha Mengetahui segala sesuatu. (An-Nisa [4]:33).
      Ayat ini menetapkan persamaan derajat antara laki-laki dan perempuan  dalam hal-hal yang menyangkut pekerjaan-pekerjaan dan ganjaran-ganjaran mereka sesuai kedudukan mereka dalam lingkungan rumahtangga, termasuk dalam hal   sebagai  penerima warisan sebagaimana yang dikemukakan oleh ayat selanjutnya (QS.4:34), namun tetap yang harus menjadi “kepala keluarga” dalam rumahtangga adalah suami, jika tidak maka  keadaan rumahtangga tidak akan harmonis, firman-Nya:
وَ لِکُلٍّ جَعَلۡنَا مَوَالِیَ  مِمَّا تَرَکَ الۡوَالِدٰنِ وَ الۡاَقۡرَبُوۡنَ ؕ وَ الَّذِیۡنَ عَقَدَتۡ اَیۡمَانُکُمۡ فَاٰتُوۡہُمۡ نَصِیۡبَہُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ کَانَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ  شَہِیۡدًا ﴿٪﴾  اَلرِّجَالُ قَوّٰمُوۡنَ عَلَی النِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰہُ بَعۡضَہُمۡ عَلٰی بَعۡضٍ وَّ بِمَاۤ اَنۡفَقُوۡا مِنۡ اَمۡوَالِہِمۡ ؕ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلۡغَیۡبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰہُ ؕ وَ الّٰتِیۡ تَخَافُوۡنَ نُشُوۡزَہُنَّ فَعِظُوۡہُنَّ وَ اہۡجُرُوۡہُنَّ فِی الۡمَضَاجِعِ وَ اضۡرِبُوۡہُنَّ ۚ فَاِنۡ اَطَعۡنَکُمۡ فَلَا تَبۡغُوۡا عَلَیۡہِنَّ سَبِیۡلًا ؕ اِنَّ اللّٰہَ کَانَ عَلِیًّا کَبِیۡرًا ﴿﴾
Dan  bagi masing-masing mereka Kami telah menjadikan  pewaris-pewaris dari apa yang ditinggalkan kedua orang tua, kaum kerabat, dan orang-orang yang diikat oleh janji kamu (suami-istri) maka berikanlah kepada mereka bagian mereka, sesungguhnya Allah benar-benar menyaksikan  segala sesuatu. Laki-laki adalah pelindung bagi perempuan-perempuan  karena    Allah telah melebihkan sebagian mereka di atas sebagian yang lain, dan karena mereka membelanjakan sebagian dari harta mereka, maka  perempuan-perempuan saleh adalah yang taat,  yang menjaga rahasia-rahasia suami mereka dari apa-apa yang telah dilindungi Allah. Dan ada pun perempuan-perempuan yang kamu khawa-tirkan kedurhakaan mereka maka nasihatilah mereka,  jauhilah mereka di tempat tidur,  dan pukullah mereka, tetapi jika kemudian  mereka taat kepada kamu  maka janganlah kamu mencari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Tinggi, Maha Besar.   (An-Nisā [4]:33).
     Qawwamūn diambil dari kata qāma, dan qāma ‘alal-mar’ati berarti: ia mengemban kewajiban memelihara perampuan  itu; ia melindungi dia (perempuan itu). Oleh karena itu kata qawwamūn berarti: pemelihara-pemelihara; pengurus-pengurus perkara; pelindung-pelindung (Lisan-al-‘Arab). Ayat ini memberi dua alasan mengapa laki-laki telah dijadikan kepala keluarga:
    (a) kemampuan-kemampuan-nya — ditilik dari segi mental dan fisik — lebih unggul;  
      (b) karena ia menjadi pencari nafkah dan pemelihara kesejahteraan keluarga. Oleh karena itu wajar dan adil, bila orang yang menghasilkan dan memberikan uang untuk pemeliharaan keluarganya, menikmati kedudukan sebagai pengamat dalam melaksanakan urusan-urusannya.

Kewajiban dan Tanggungjawab  Besar Istri-istri Mulia
Nabi Besar Muhammad Saw.

     Berikut adalah  firman Allah Swt. mengenai istri-istri Nabi Besar Muhammad saw. yang harus merupakan contoh (suri teladan) bagi perempuan-perempuan beriman lainnya dalam hal ketaatan mereka kepada suami, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ  قُلۡ  لِّاَزۡوَاجِکَ اِنۡ  کُنۡـتُنَّ تُرِدۡنَ  الۡحَیٰوۃَ  الدُّنۡیَا وَ زِیۡنَتَہَا فَتَعَالَیۡنَ اُمَتِّعۡکُنَّ وَ اُسَرِّحۡکُنَّ سَرَاحًا جَمِیۡلًا ﴿﴾  وَ اِنۡ کُنۡـتُنَّ تُرِدۡنَ اللّٰہَ  وَ رَسُوۡلَہٗ وَ الدَّارَ الۡاٰخِرَۃَ  فَاِنَّ اللّٰہَ  اَعَدَّ لِلۡمُحۡسِنٰتِ مِنۡکُنَّ  اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istri engkau: “Jika kamu menginginkan kehidupan dunia ini dan perhiasannya maka marilah aku akan memberikannya kepada kamu dan aku akan menceraikan kamu dengan cara yang baik.   Tetapi jika kamu menginginkan Allah, Rasul-Nya, dan rumah di akhirat, maka sesungguhnya Allah telah menyediakan ganjaran yang besar bagi siapa di antara kamu yang berbuat ihsan.” (Al-Ahzāb [33]:29-30).
    Oleh karena istri-istri  Nabi Besar Muhammad saw. harus menjadi contoh dalam perilaku sosial, maka seyogianya beliau-beliau telah diminta supaya memperlihatkan suri teladan dalam sikap melupakan kepentingan diri sendiri. Bukanlah karena penggunaan uang dan kenikmatan hidup itu sama sekali terlarang bagi beliau-beliau, akan tetapi yang pasti beliau-beliau diharapkan memperlihatkan sikap melupakan diri sendiri bertaraf tinggi sekali.
   Kepada taraf pengorbanan yang tinggi bertalian dengan faedah kebendaan dan kehidupan mewah serta serba ada inilah yang dimaksudkan ayat ini dan beberapa ayat berikutnya. Kedudukan menjadi teman-hidup (istri-istri) Nabi Besar Muhammad saw.  menghendaki pengorbanan ini, dan kepada istri-istri beliau saw. dikatakan supaya memilih apakah mau kehidupan mewah ataukah menjadi teman-hidup beliau.
  Perhatikanlah kalimat “….aku akan menceraikan kamu dengan cara yang baik”,  merupakan bukti bahwa jangankan dalam  melaksanakan rumah-tangga, sekali pun pasangan suami-istri karena suatu alasan yang dibenarkan oleh syariat terpaksa harus bercerai, tetapi  kedua belah pihak tetap harus memperhatikan masalah ketakwaan (QS.2:230-243; QS.65:2-8).
     Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai tanggungjawab istri-istri Nabi Besar Muhammad saw. sebagai “teladan” bagi perempuan-perempuan beriman lainnya:
یٰنِسَآءَ  النَّبِیِّ مَنۡ یَّاۡتِ مِنۡکُنَّ بِفَاحِشَۃٍ  مُّبَیِّنَۃٍ یُّضٰعَفۡ لَہَا الۡعَذَابُ ضِعۡفَیۡنِ ؕ وَ کَانَ ذٰلِکَ عَلَی اللّٰہِ  یَسِیۡرًا ﴿﴾  وَ مَنۡ یَّقۡنُتۡ مِنۡکُنَّ لِلّٰہِ وَ رَسُوۡلِہٖ وَ تَعۡمَلۡ صَالِحًا نُّؤۡتِہَاۤ  اَجۡرَہَا مَرَّتَیۡنِ ۙ وَ  اَعۡتَدۡنَا  لَہَا  رِزۡقًا کَرِیۡمًا ﴿﴾
Wahai istri-istri Nabi, barang-siapa di antara kamu berbuat kekejian yang nyata, baginya azab akan dilipatgandakan   dua kali lipat, dan yang demikian itu mudah bagi Allah.    Tetapi barangsiapa di antara kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta beramal saleh, Kami akan memberi kepadanya ganjarannya dua kali lipat, dan Kami telah menyediakan baginya rezeki yang mulia. (Al-Ahzāb [33]:31-32).

Mendapat Ganjaran Dua Kali Lipat &
Kedudukan Sebagai “Ibu-ibu Orang-orang Beriman

  Fāhisyah adalah perilaku yang tidak selaras dengan taraf keimanan yang tertinggi.  Bila istri-istri Nabi Besar Muhammad saw.  lebih menyukai kesenangan-kesenangan duniawi — itulah arti kata fahisyah (Lexicon Lane) yang dipergunakan dalam ayat ini — niscaya beliau-beliau akan memperlihatkan contoh yang sangat buruk dan sebagai istri-istri Nabi Besar Muhammad saw.  yang amal-perbuatannya harus ditiru oleh perempuan-perempuan lainnya, niscaya beliau-beliau harus memikul tanggung-jawab yang berat dan oleh karena itu akan pantas menerima hukuman sebanyak dua kali lipat.
 Kebalikannya, bila beliau-beliau patuh kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya dan memperlihatkan contoh yang mulia dalam sikap melupakan diri sendiri, agar ditiru oleh orang-orang lain, maka ganjaran beliau-beliau pun akan sebanyak dua kali lipat. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
یٰنِسَآءَ  النَّبِیِّ لَسۡتُنَّ کَاَحَدٍ مِّنَ النِّسَآءِ  اِنِ اتَّقَیۡتُنَّ فَلَا تَخۡضَعۡنَ بِالۡقَوۡلِ فَیَطۡمَعَ  الَّذِیۡ  فِیۡ قَلۡبِہٖ مَرَضٌ وَّ  قُلۡنَ  قَوۡلًا  مَّعۡرُوۡفًا ﴿ۚ﴾ وَ قَرۡنَ فِیۡ بُیُوۡتِکُنَّ وَ لَا تَبَرَّجۡنَ تَبَرُّجَ الۡجَاہِلِیَّۃِ  الۡاُوۡلٰی وَ اَقِمۡنَ الصَّلٰوۃَ وَ اٰتِیۡنَ الزَّکٰوۃَ  وَ  اَطِعۡنَ اللّٰہَ  وَ  رَسُوۡلَہٗ ؕ اِنَّمَا یُرِیۡدُ اللّٰہُ  لِیُذۡہِبَ عَنۡکُمُ الرِّجۡسَ اَہۡلَ الۡبَیۡتِ وَ یُطَہِّرَکُمۡ  تَطۡہِیۡرًا ﴿ۚ﴾ وَ اذۡکُرۡنَ مَا یُتۡلٰی فِیۡ  بُیُوۡتِکُنَّ  مِنۡ اٰیٰتِ اللّٰہِ  وَ الۡحِکۡمَۃِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  کَانَ لَطِیۡفًا خَبِیۡرًا ﴿٪﴾
Wahai istri-istri Nabi, jika kamu bertakwa kamu tidak sama dengan salah seorang dari perempuan-perempuan lain, karena itu  janganlah kamu lembut dalam berbicara,  sehingga orang yang dalam hatinya ada penyakit akan tergoda, dan ucapkanlah perkataan yang baik. Dan tinggallah di rumah-rumah kamu dan janganlah kamu memamerkan kecantikanmu seperti cara pamer kecantikan zaman Jahiliah dahulu,  dirikanlah shalat, bayarlah zakat, serta taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah meng-hendaki agar dia menghilangkan  ke-kotoran dari diri kamu, hai ahlulbait, dan Dia mensucikan kamu sesuci-sucinya.   Dan ingatlah akan apa yang dibacakan dalam rumah-rumah kamu dari Ayat-ayat Allah dan hikmah, sesungguhnya Allah Maha Halus, Maha Memaklumi. (Al-Ahzāb [33]:33-35).
   Istri-istri Nabi Besar Muhammad saw., selain sebagai istri  dan juga dalam kedudukannya sebagai ummahatul mukminin (ibu-ibu ruhani orang-orang beriman – QS.33:7),   diperintahkan untuk memelihara martabat beliau-beliau yang sangat tinggi dan supaya bertingkah laku yang sopan santun dan tatakrama yang semestinya dalam bercakap-cakap dengan kaum laki-laki. Semua perempuan  Muslim pun tercakup dalam perintah ini.


Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 13 Maret  2013


  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar