بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Peraturan
“Pardah Islam” Bukan “Pemenjaraan Perempuan”
di Dalam Rumah
Bab 64
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam akhir Bab sebelumnya
telah dijelaskan mengenai dua macam
“pardah Islam” yakni (1) pardah
di luar rumah, dan (2) pardah di dalam rumah. Secara sambil
lalu dapat diperhatikan bahwa bentuk
dan potongan (bentuk) pakaian luar (jilbab) yang
harus dikenakan seorang perempuan bila ia keluar
rumah dan yang menutupi seluruh badannya, dapat terdiri dari bermacam-macam
corak sesuai dengan adat-istiadat, kebiasaan, kedudukan dalam masyarakat,
tradisi-tradisi keluarga, dan tata cara berbagai golongan masyarakat Muslim.
Perintah bertalian dengan “pardah” di dalam rumah akan berlaku juga
di toko-toko, sawah ladang, dan sebagainya di mana perempuan dari golongan
tertentu dari masyarakat Muslim terpaksa bekerja untuk mencari nafkah. Di sana
seorang perempuan tidak akan disuruh menutupi wajahnya, ia hanya berkewajiban menundukkan pandangannya dan menutupi zīnah-nya,
yaitu perhiasannya dan barang-barang
kecantikan lainnya, seperti yang dikenakan oleh perempuan-perempuan di dalam
rumah mereka, bila kaum laki-laki sanak keluarga yang dekat datang mengunjungi
mereka.
Dua Macam “Kecantikan”
Perempuan
Perintah ketiga, menghendaki
supaya kaum perempuan berlaku dengan sikap hormat dan menjaga kesederhanaan,
bila berbicara dengan orang-orang laki-laki asing, dan mereka diminta juga
mencurahkan perhatian sepenuhnya melaksanakan kewajibannya yang berat dan penting
berkenaan dengan hal-hal yang bertalian dengan kesejahteraan sesama jenisnya
dan pengaturan urusan rumah tangganya, dan pemeliharaan dan pembimbingan
anak-anaknya dan hal-hal yang sebangsanya.
Perintah keempat, mewajibkan suami-istri untuk sedapat mungkin
mempunyai kamar tidur terpisah dari anggota-anggota keluarga lainnya, yang
bahkan anak-anak kecil tidak diizinkan masuk pada waktu-waktu yang tersebut
dalam ayat 59.
Kata zīnah yang
dipergunakan dalam ayat yang sedang dibahas ini meliputi kecantikan alami maupun kecantikan
buatan — kecantikan orangnya, pakaian, dan perhiasan-perhiasan. Ungkapan “kecuali
apa yang dengan sendirinya nampak darinya” melingkupi segala sesuatu yang
tidak dapat ditutupi oleh seorang perempuan
seperti suaranya, cara berjalan, dan bentuk tubuhnya, dan juga beberapa bagian tubuhnya yang terpaksa harus terbuka menurut kedudukannya dalam masyarakat, tradisi-tradisi
keluarganya, kesibukannya, dan adat kebiasaan masyarakat.
Izin untuk membiarkan terbuka bagian-bagian tubuhnya tertentu akan tunduk kepada perubahan-perubahan tertentu. Dengan
demikian kata “janganlah mereka menampakkan kecantikan mereka” akan
mempunyai mafhum yang berlainan bertalian dengan perempuan dari bagian-bagian
dan tingkatan-tingkatan masyarakat yang berlain-lainan, dan arti serta mafhum akan berubah pula
dengan berubahnya adat-istiadat dan
cara hidup dan pekerjaan-pekerjaan suatu kaum.
Kata-kata “Dan janganlah mereka itu menghentakkan
kaki mereka, supaya dapat diketahui apa yang mereka sembunyikan dari keindahan
mereka.” (QS.24:32) menunjukkan bahwa tari-menari di muka umum, yang telah
begitu membudaya di negeri-negeri tertentu, sama sekali tidak diizinkan oleh
Islam.
“Pardah Islam” Bukan “Pemenjaraan Perempuan”
di Dalam Rumah
Inilah anggapan Islam mengenai “pardah”.
Menurut anggapan itu perempuan-perempuan
Muslim dapat keluar rumah kapan saja bila keperluan yang sah meng-haruskan mereka keluar rumah, tetapi tugas kewajiban mereka yang terutama dan
terpokok adalah terbatas pada lingkungan
rumah-tangga mereka sendiri, yang adalah sama penting dan perlunya — jika
tidak lebih — dengan pekerjaan-pekerjaan kaum laki-laki.
Jika kaum perempuan melakukan pekerjaan kaum laki-laki, mereka
berusaha menentang alam dan alam
tidak membiarkan hukumnya ditentang
tanpa mendatangkan akibat yang berat,
firman-Nya:
وَ لَا
تَتَمَنَّوۡا مَا فَضَّلَ اللّٰہُ بِہٖ بَعۡضَکُمۡ عَلٰی بَعۡضٍ ؕ لِلرِّجَالِ
نَصِیۡبٌ مِّمَّا اکۡتَسَبُوۡا ؕ وَ لِلنِّسَآءِ نَصِیۡبٌ مِّمَّا اکۡتَسَبۡنَ ؕ
وَ سۡئَلُوا اللّٰہَ مِنۡ فَضۡلِہٖ ؕ اِنَّ اللّٰہَ کَانَ بِکُلِّ شَیۡءٍ
عَلِیۡمًا ﴿۳۲﴾
Dan janganlah kamu menghasratkan sesuatu
yang dengannya Allah telah melebihkan sebagian kamu dari
yang lain. Bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan-perempuan ada bagian dari apa
yang mereka usahakan. Dan mohonlah kepada Allah dari karunia-Nya, sesungguhnya Allah
benar-benar Maha Mengetahui segala
sesuatu. (An-Nisa [4]:33).
Ayat ini menetapkan persamaan derajat antara laki-laki dan perempuan dalam hal-hal yang menyangkut pekerjaan-pekerjaan dan ganjaran-ganjaran mereka sesuai kedudukan mereka dalam lingkungan
rumahtangga, termasuk dalam hal
sebagai penerima warisan sebagaimana
yang dikemukakan oleh ayat selanjutnya (QS.4:34), namun tetap yang harus
menjadi “kepala keluarga” dalam
rumahtangga adalah suami, jika tidak
maka keadaan rumahtangga tidak akan harmonis,
firman-Nya:
وَ لِکُلٍّ
جَعَلۡنَا مَوَالِیَ مِمَّا تَرَکَ
الۡوَالِدٰنِ وَ الۡاَقۡرَبُوۡنَ ؕ وَ الَّذِیۡنَ عَقَدَتۡ اَیۡمَانُکُمۡ
فَاٰتُوۡہُمۡ نَصِیۡبَہُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ کَانَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ شَہِیۡدًا ﴿٪﴾ اَلرِّجَالُ قَوّٰمُوۡنَ عَلَی النِّسَآءِ بِمَا
فَضَّلَ اللّٰہُ بَعۡضَہُمۡ عَلٰی بَعۡضٍ وَّ بِمَاۤ اَنۡفَقُوۡا مِنۡ
اَمۡوَالِہِمۡ ؕ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلۡغَیۡبِ بِمَا حَفِظَ
اللّٰہُ ؕ وَ الّٰتِیۡ تَخَافُوۡنَ نُشُوۡزَہُنَّ فَعِظُوۡہُنَّ وَ اہۡجُرُوۡہُنَّ
فِی الۡمَضَاجِعِ وَ اضۡرِبُوۡہُنَّ ۚ فَاِنۡ اَطَعۡنَکُمۡ فَلَا تَبۡغُوۡا
عَلَیۡہِنَّ سَبِیۡلًا ؕ اِنَّ اللّٰہَ کَانَ عَلِیًّا کَبِیۡرًا ﴿﴾
Dan bagi masing-masing mereka
Kami telah menjadikan pewaris-pewaris dari apa
yang ditinggalkan kedua orang
tua, kaum kerabat, dan orang-orang yang diikat oleh janji kamu
(suami-istri) maka berikanlah kepada mereka bagian mereka, sesungguhnya Allah
benar-benar menyaksikan segala sesuatu. Laki-laki adalah pelindung bagi
perempuan-perempuan karena
Allah telah
melebihkan sebagian mereka di atas sebagian yang lain, dan karena mereka membelanjakan sebagian dari
harta mereka, maka perempuan-perempuan saleh adalah yang
taat, yang menjaga rahasia-rahasia suami
mereka dari apa-apa yang telah dilindungi Allah. Dan ada pun
perempuan-perempuan yang kamu khawa-tirkan kedurhakaan
mereka maka nasihatilah
mereka, jauhilah mereka di tempat tidur, dan pukullah
mereka, tetapi jika kemudian
mereka taat kepada kamu maka janganlah
kamu mencari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Tinggi, Maha Besar. (An-Nisā [4]:33).
Qawwamūn diambil dari kata qāma,
dan qāma ‘alal-mar’ati berarti: ia mengemban kewajiban memelihara
perampuan itu; ia melindungi dia
(perempuan itu). Oleh karena itu kata qawwamūn berarti:
pemelihara-pemelihara; pengurus-pengurus perkara; pelindung-pelindung (Lisan-al-‘Arab). Ayat ini
memberi dua alasan mengapa laki-laki telah dijadikan kepala keluarga:
(a) kemampuan-kemampuan-nya —
ditilik dari segi mental dan fisik — lebih unggul;
(b) karena ia menjadi pencari
nafkah dan pemelihara kesejahteraan keluarga. Oleh karena itu wajar dan adil,
bila orang yang menghasilkan dan memberikan uang untuk pemeliharaan
keluarganya, menikmati kedudukan sebagai pengamat dalam melaksanakan
urusan-urusannya.
Kewajiban dan Tanggungjawab Besar Istri-istri
Mulia
Nabi Besar Muhammad Saw.
Berikut adalah
firman Allah Swt. mengenai istri-istri
Nabi Besar Muhammad saw. yang harus merupakan contoh (suri teladan) bagi perempuan-perempuan
beriman lainnya dalam hal ketaatan mereka kepada suami, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ قُلۡ
لِّاَزۡوَاجِکَ اِنۡ کُنۡـتُنَّ
تُرِدۡنَ الۡحَیٰوۃَ الدُّنۡیَا وَ زِیۡنَتَہَا فَتَعَالَیۡنَ
اُمَتِّعۡکُنَّ وَ اُسَرِّحۡکُنَّ سَرَاحًا جَمِیۡلًا ﴿﴾
وَ اِنۡ کُنۡـتُنَّ تُرِدۡنَ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ وَ الدَّارَ الۡاٰخِرَۃَ فَاِنَّ اللّٰہَ اَعَدَّ لِلۡمُحۡسِنٰتِ مِنۡکُنَّ اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istri engkau: “Jika kamu menginginkan
kehidupan dunia ini dan perhiasannya
maka marilah aku akan memberikannya
kepada kamu dan aku akan menceraikan
kamu dengan cara yang baik. Tetapi
jika kamu menginginkan Allah, Rasul-Nya, dan rumah di akhirat, maka sesungguhnya Allah telah menyediakan ganjaran yang besar bagi siapa di antara kamu
yang berbuat ihsan.” (Al-Ahzāb
[33]:29-30).
Oleh
karena istri-istri Nabi Besar Muhammad
saw. harus menjadi contoh dalam perilaku sosial, maka seyogianya
beliau-beliau telah diminta supaya memperlihatkan suri teladan dalam sikap melupakan
kepentingan diri sendiri. Bukanlah karena penggunaan uang dan kenikmatan
hidup itu sama sekali terlarang
bagi beliau-beliau, akan tetapi yang pasti beliau-beliau diharapkan
memperlihatkan sikap melupakan diri
sendiri bertaraf tinggi sekali.
Kepada taraf
pengorbanan yang tinggi bertalian
dengan faedah kebendaan dan kehidupan mewah serta serba ada inilah yang dimaksudkan ayat
ini dan beberapa ayat berikutnya. Kedudukan menjadi teman-hidup (istri-istri) Nabi Besar Muhammad saw. menghendaki pengorbanan ini, dan kepada istri-istri beliau saw. dikatakan
supaya memilih apakah mau kehidupan mewah ataukah menjadi teman-hidup beliau.
Perhatikanlah
kalimat “….aku akan menceraikan kamu dengan cara
yang baik”, merupakan bukti
bahwa jangankan dalam melaksanakan rumah-tangga, sekali pun pasangan suami-istri karena suatu alasan
yang dibenarkan oleh syariat terpaksa harus bercerai, tetapi kedua belah pihak tetap harus memperhatikan
masalah ketakwaan (QS.2:230-243;
QS.65:2-8).
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai tanggungjawab istri-istri Nabi Besar
Muhammad saw. sebagai “teladan” bagi perempuan-perempuan beriman lainnya:
یٰنِسَآءَ
النَّبِیِّ مَنۡ یَّاۡتِ مِنۡکُنَّ بِفَاحِشَۃٍ مُّبَیِّنَۃٍ یُّضٰعَفۡ لَہَا الۡعَذَابُ
ضِعۡفَیۡنِ ؕ وَ کَانَ ذٰلِکَ عَلَی اللّٰہِ یَسِیۡرًا ﴿﴾
وَ مَنۡ یَّقۡنُتۡ مِنۡکُنَّ لِلّٰہِ وَ رَسُوۡلِہٖ وَ تَعۡمَلۡ صَالِحًا نُّؤۡتِہَاۤ اَجۡرَہَا مَرَّتَیۡنِ ۙ وَ اَعۡتَدۡنَا لَہَا رِزۡقًا کَرِیۡمًا ﴿﴾
Wahai istri-istri Nabi, barang-siapa di
antara kamu berbuat kekejian yang nyata, baginya azab akan dilipatgandakan dua kali lipat, dan yang demikian itu mudah bagi Allah. Tetapi barangsiapa di antara kamu taat
kepada Allah dan Rasul-Nya serta
beramal saleh, Kami akan memberi
kepadanya ganjarannya dua kali lipat,
dan Kami telah menyediakan baginya
rezeki yang mulia. (Al-Ahzāb [33]:31-32).
Mendapat Ganjaran Dua Kali Lipat
&
Kedudukan Sebagai “Ibu-ibu Orang-orang Beriman”
Fāhisyah adalah perilaku yang tidak
selaras dengan taraf keimanan yang
tertinggi. Bila istri-istri Nabi
Besar Muhammad saw. lebih menyukai
kesenangan-kesenangan duniawi — itulah arti kata fahisyah (Lexicon Lane) yang dipergunakan
dalam ayat ini — niscaya beliau-beliau akan memperlihatkan contoh yang sangat buruk dan sebagai istri-istri Nabi Besar Muhammad saw. yang amal-perbuatannya
harus ditiru oleh perempuan-perempuan
lainnya, niscaya beliau-beliau harus memikul tanggung-jawab yang berat dan oleh karena itu akan pantas menerima hukuman sebanyak dua kali
lipat.
Kebalikannya, bila beliau-beliau patuh kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya
dan memperlihatkan contoh yang mulia
dalam sikap melupakan diri sendiri, agar ditiru
oleh orang-orang lain, maka ganjaran
beliau-beliau pun akan sebanyak dua kali lipat. Selanjutnya Allah Swt.
berfirman:
یٰنِسَآءَ
النَّبِیِّ لَسۡتُنَّ کَاَحَدٍ مِّنَ النِّسَآءِ اِنِ اتَّقَیۡتُنَّ فَلَا تَخۡضَعۡنَ
بِالۡقَوۡلِ فَیَطۡمَعَ الَّذِیۡ فِیۡ قَلۡبِہٖ مَرَضٌ وَّ قُلۡنَ قَوۡلًا
مَّعۡرُوۡفًا ﴿ۚ﴾ وَ قَرۡنَ فِیۡ بُیُوۡتِکُنَّ وَ لَا تَبَرَّجۡنَ تَبَرُّجَ
الۡجَاہِلِیَّۃِ الۡاُوۡلٰی وَ اَقِمۡنَ
الصَّلٰوۃَ وَ اٰتِیۡنَ الزَّکٰوۃَ وَ اَطِعۡنَ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ ؕ اِنَّمَا یُرِیۡدُ اللّٰہُ لِیُذۡہِبَ عَنۡکُمُ الرِّجۡسَ اَہۡلَ
الۡبَیۡتِ وَ یُطَہِّرَکُمۡ تَطۡہِیۡرًا
﴿ۚ﴾ وَ اذۡکُرۡنَ مَا یُتۡلٰی فِیۡ بُیُوۡتِکُنَّ مِنۡ اٰیٰتِ اللّٰہِ وَ الۡحِکۡمَۃِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ کَانَ لَطِیۡفًا خَبِیۡرًا ﴿٪﴾
Wahai istri-istri Nabi, jika kamu bertakwa kamu tidak sama dengan salah seorang dari perempuan-perempuan lain, karena itu janganlah
kamu lembut dalam berbicara, sehingga orang
yang dalam hatinya ada penyakit akan tergoda, dan ucapkanlah perkataan yang baik. Dan tinggallah di rumah-rumah kamu dan janganlah kamu memamerkan kecantikanmu seperti cara pamer kecantikan zaman Jahiliah dahulu, dirikanlah shalat, bayarlah zakat, serta taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah meng-hendaki agar dia menghilangkan ke-kotoran dari diri kamu, hai ahlulbait, dan Dia mensucikan kamu sesuci-sucinya. Dan ingatlah akan apa yang dibacakan dalam rumah-rumah kamu dari Ayat-ayat Allah dan hikmah, sesungguhnya Allah Maha Halus, Maha Memaklumi. (Al-Ahzāb [33]:33-35).
Istri-istri Nabi Besar Muhammad saw.,
selain sebagai istri dan juga dalam kedudukannya sebagai ummahatul mukminin (ibu-ibu ruhani
orang-orang beriman – QS.33:7), diperintahkan
untuk memelihara martabat
beliau-beliau yang sangat tinggi dan
supaya bertingkah laku yang sopan
santun dan tatakrama yang semestinya
dalam bercakap-cakap dengan kaum laki-laki. Semua perempuan Muslim pun
tercakup dalam perintah ini.
Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 13 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar