بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Hikmah Penyebutan Mursalīn dan Rusul
(Rasul-rasul) kepada Nabi Besar Muhammad Saw. dan Rasul Akhir Zaman
Bab 200 - TAMAT
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
alam akhir Bab sebelumnya telah
dikemukakan mengenai sifat ruh manusia pertama-tama diajukan
kepada Nabi Besar Muhammad saw. di kota Mekkah oleh orang-orang Quraisy,
dan kemudian menurut ‘Abdullah bin Mas’ud r.a. — oleh orang-orang Yahudi di Medinah,
firman-Nya:
|
وَ یَسۡـَٔلُوۡنَکَ عَنِ الرُّوۡحِ ؕ قُلِ الرُّوۡحُ مِنۡ اَمۡرِ رَبِّیۡ وَ مَاۤ اُوۡتِیۡتُمۡ مِّنَ الۡعِلۡمِ اِلَّا قَلِیۡلًا ﴿﴾
Dan mereka bertanya kepada engkau mengenai ruh,
katakanlah: “Ruh telah
diciptakan atas perintah Tuhan-ku, dan kamu sama sekali tidak diberi ilmu mengenai itu melainkan
sedikit.” (Bani Israil [17]:86).
Di sini ruh
disebut sesuatu yang diciptakan atas perintah
langsung dari Tuhan -- مِنۡ اَمۡرِ رَبِّیۡ Menurut
Al-Quran semua penciptaan terdiri dari dua jenis: (1) Kejadian permulaan yang
dilaksanakan tanpa mempergunakan zat atau benda yang telah diciptakan
sebelumnya. (2) Kejadian selanjutnya yang dilaksanakan dengan mempergunakan
sarana dan benda yang telah diciptakan sebelumnya.
Kejadian (penciptaan) macam
pertama termasuk jenis amr (arti harfiahnya ialah perintah), yang untuk
itu lihat QS.2:118, dan cara yang kedua disebut khalq (arti harfiahnya
ialah menciptakan). Ruh manusia
termasuk jenis penciptaan pertama -- مِنۡ اَمۡرِ رَبِّیۡ -- “atas perintah Tuhan-ku”. Kata
ruh itu berarti wahyu Ilahi (Lexicon Lane).
Letaknya kata ini di sini agaknya mendukung arti demikian.
Kemudian dalam pernyataan Allah Swt.
selanjutnya dalam ayat selanjutnya terkandung nubuwatan mengenai pencabutan
“ruh” Al-Quran secara berangsur-angsur dalam masa 1000 tahun (QS.32:6),
firman-Nya:
وَ لَئِنۡ
شِئۡنَا لَنَذۡہَبَنَّ بِالَّذِیۡۤ
اَوۡحَیۡنَاۤ اِلَیۡکَ ثُمَّ لَا تَجِدُ لَکَ بِہٖ عَلَیۡنَا وَکِیۡلًا ﴿ۙ﴾ اِلَّا رَحۡمَۃً
مِّنۡ رَّبِّکَ ؕ اِنَّ
فَضۡلَہٗ کَانَ عَلَیۡکَ کَبِیۡرًا﴿﴾
Dan jika Kami benar-benar menghendaki, niscaya Kami mengambil kembali
apa yang telah Kami wahyukan
kepada engkau kemudian engkau tidak
akan memperoleh penjaga baginya terhadap Kami dalam hal itu. Kecuali karena rahmat dari Tuhan engkau, sesungguhnya karunia-Nya sangat besar kepada engkau.
(Bani Israil [17]:87-88).
Firman-Nya:
یُدَبِّرُ الۡاَمۡرَ مِنَ السَّمَآءِ
اِلَی الۡاَرۡضِ ثُمَّ یَعۡرُجُ
اِلَیۡہِ فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ
مِقۡدَارُہٗۤ اَلۡفَ سَنَۃٍ مِّمَّا
تَعُدُّوۡنَ ﴿﴾
Dia mengatur perintah dari langit
sampai bumi, kemudian perintah itu
akan naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun dari apa yang kamu hitung. (As-Sajdah [32]:6).
Tantangan Abadi Allah Swt. Kepada
Para Penentang Al-Quran
Jadi, ayat-ayat QS.17L87-88 dan
QS.32:6 mengandung nubuatan bahwa akan datang suatu saat ketika ilmu (ruh) Al-Quran akan lenyap dari bumi. Nubuatan Nabi Besar
Muhammad saw. serupa itu
telah diriwayatkan oleh Mardawaih, Baihaqi, dan Ibn Majah, ketika ruh dan
jiwa ajaran Al-Quran akan hilang lenyap dari bumi, dan semua orang yang dikenal sebagai ahli-ahli mistik dan para sufi yang mengakui memiliki kekuatan batin istimewa — seperti pula
diakui oleh segolongan orang-orang Yahudi dahulu kala yang sifatnya serupa
dengan mereka — tidak akan berhasil mengembalikan
jiwa ajaran Al-Quran dengan usaha
mereka bersama-sama.
Tantangan tersebut pertama-tama diajukan
kepada mereka yang berkecimpung dalam kebiasaan-kebiasaan klenik (kebatinan), supaya mereka meminta pertolongan ruh-ruh gaib (jin) yang darinya
orang-orang ahli kebatinan itu — menurut pengakuannya sendiri — menerima ilmu ruhani. Tantangan ini berlaku pula
untuk semua orang yang menolak Al-Quran bersumber
pada Tuhan dan untuk sepanjang masa. Namun dengan tegas Allah Swt.
berfirman mengenai ketidak-mampuan mereka:
قُلۡ لَّئِنِ اجۡتَمَعَتِ الۡاِنۡسُ وَ الۡجِنُّ عَلٰۤی اَنۡ یَّاۡتُوۡا
بِمِثۡلِ ہٰذَا الۡقُرۡاٰنِ لَا یَاۡتُوۡنَ بِمِثۡلِہٖ وَ لَوۡ کَانَ بَعۡضُہُمۡ
لِبَعۡضٍ ظَہِیۡرًا ﴿﴾
Katakanlah:
“Jika
manusia dan jin benar-benar berhimpun
untuk mendatangkan yang semisal Al-Quran ini, mereka tidak akan sanggup mendatangkan yang sama
seperti ini, walaupun
sebagian mereka membantu sebagian
yang lain.” (Bani Israil [17]:89).
Jadi, karena Allah Swt. telah menetapkan
bahwa agama Islam (Al-Quran)
merupakan agama dan Kitab suci terakhir dan tersempurna (QS.5:4) dan akan tetap
mendapat jaminan pemeliharaan-Nya
(QS.15:10), karena itu pencabutan ruh
Al-Quran dan kemunduran yang dialami umat Islam selama 1000 tahun -- setelah masa kejayaannya yang pertama selama 3 abad – tersebut bersifat sementara,
dan di Akhir Zaman ini Allah Swt.
melalui Mujaddid ‘Azham dan juga Rasul Akhir Zaman, yakni Mirza
Ghulam Ahmad a.s. telah menurunkan kembali “Ruh” Al-Quran atau keimanan
yang hakiki tersebut dari “bintang Tsurayya” (QS.62:3-4) guna
mewujudkan kejayaan Islam yang kedua kali di Akhir Zaman (QS.61:10).
Mereka yang Menunggu Azab Ilahi Turun di Halaman Rumahnya & Hikmah Penyebutan “Mursalīn” dan “Rusul” (Rasul-rasul) Kepada Rasul
Akhir Zaman
Kembali kepada Surah Ash-Shāffāt yang menjadi pokok bahasan
yang utama, selanjutnya Allah Swt. berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
فَتَوَلَّ
عَنۡہُمۡ حَتّٰی حِیۡنٍ ﴿﴾ۙ وَّ اَبۡصِرۡہُمۡ
فَسَوۡفَ یُبۡصِرُوۡنَ ﴿﴾
اَفَبِعَذَابِنَا یَسۡتَعۡجِلُوۡنَ ﴿﴾ فَاِذَا نَزَلَ بِسَاحَتِہِمۡ فَسَآءَ صَبَاحُ
الۡمُنۡذَرِیۡنَ ﴿﴾
Maka berpalinglah engkau dari mereka itu
untuk sementara waktu, dan lihatlah mereka maka mereka pun
segera akan melihat. Apakah mereka meminta azab Kami segera datang? Tetapi
apabila azab itu turun ke halaman
mereka maka sangat buruklah pagi itu bagi orang-orang yang diberi ingat. (Ash-Shāffāt
[37]:175-178).
Isyarat kalimat فَاِذَا نَزَلَ بِسَاحَتِہِمۡ -- “maka apabila azab itu turun ke halaman mereka“ mungkin tertuju kepada jatuhnya Mekkah, yang sungguh merupakan hari naas bagi orang-orang Mekkah, ketika Nabi Besar Muhammad saw. dan
pasukan Muslim dengan kekuatan 10.000 prajurit memasuki tapal-tapal batasnya.
Maka lengkaplah siksa dan kehinaan atas diri mereka, sebab segala rencana buruk mereka yang ditujukan melawan Islam sama sekali telah gagal mutlak dan Islam telah meraih kemenangan
gilang-gemilang atas orang-orang ingkar.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai penyebutan “mursalin” (orang-orang yang diutus) atau “rasul-rasul” terhadap Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ تَوَلَّ
عَنۡہُمۡ حَتّٰی حِیۡنٍ ﴿﴾ۙ وَّ اَبۡصِرۡ
فَسَوۡفَ یُبۡصِرُوۡنَ ﴿﴾ سُبۡحٰنَ رَبِّکَ
رَبِّ الۡعِزَّۃِ عَمَّا یَصِفُوۡنَ﴿﴾ۚ وَ
سَلٰمٌ عَلَی الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿﴾ۚ وَ الۡحَمۡدُ
لِلّٰہِ رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾٪
Maka berpalinglah engkau dari mereka itu untuk sementara waktu, dan lihatlah maka mereka pun akan segera melihat. Maha
Suci Tuhan engkau, Tuhan Yang Memiliki
Segala Kebesaran dari apa yang
mereka sifatkan. Dan sejahteralah atas para rasul! Dan segala puji bagi Allah, Tuhan
seluruh alam. (Ash-Shāffāt [37]:179-183).
Isyarat وَ سَلٰمٌ عَلَی
الۡمُرۡسَلِیۡنَ -- “Dan sejahteralah atas para rasul! ” agaknya tertuju kepada Nabi Besar Muhammad
saw. yang menampilkan dalam wujud beliau saw. semua nabi dan rasul Allah, karena dalam berbagai Surah Al-Quran Allah Swt. memerintahkan agar beliau saw. mengamalkan berbagai perilaku
terbaik para Rasul Allah yang
diutus seselum beliau saw..
Bahkan alam kenyataannya apa yang
diamalkan oleh Nabi Besar Muhammad
saw. bukan saja mencakup semua perilaku
terbaik para Rasul Allah tersebut, tetapi juga -- baik secara kuantitas mau pun secara kualitas
-- semua yang dilakukan oleh Nabi Besar Muhammad saw. jauh lebih sempurna dalam segala seginya,
sehingga seakan wujud beliau saw.
merupakan penjelmaaan semua Rasul Allah yang diutus sebelum beliau
saw.. Itulah sebabnya Allah Swt. telah menyatakan bahwa Nabi Besar Muhammad
saw. merupakan “suri teladan terbaik”
(QS.33:22).
Kenyataan tersebut sesuai dengan firman Allah Swt. berikut ini mengenai
kedatangan kembali para rasul di Akhir Zaman ini:
اِنَّمَا
تُوۡعَدُوۡنَ لَوَاقِعٌ ؕ﴿﴾ فَاِذَا النُّجُوۡمُ طُمِسَتۡ ۙ﴿﴾ وَ
اِذَا السَّمَآءُ فُرِجَتۡ ۙ﴿﴾ وَ
اِذَا الۡجِبَالُ نُسِفَتۡ ﴿ۙ﴾ وَ
اِذَا الرُّسُلُ اُقِّتَتۡ ﴿ؕ﴾
Sesungguhnya apa yang telah
dijanjikan kepada kamu niscaya akan terjadi.
Maka apabila cahaya bintang-bintang telah pudar, dan
apabila langit terbelah, dan
apabila gunung-gunung dihancurkan,
dan apabila rasul-rasul didatangkan
pada waktu yang ditentukan, hingga hari apakah ditangguhkan? (Mursalāt [77]:8-13).
Ayat فَاِذَا
النُّجُوۡمُ طُمِسَتۡ -- “Maka apabila cahaya bintang-bintang
telah pudar” berarti, ketika berbagai malapetaka hampir menimpa kaum itu. Orang-orang Arab menganggap lenyapnya bintang-bintang sebagai
pertanda bencana hampir tiba. Makna
ayat وَ اِذَا السَّمَآءُ فُرِجَتۡ -- “Dan apabila langit terbelah,” adalah ketika
berbagai bencana dan kemalangan menimpa dunia. Sedangkan
makna وَ
اِذَا الۡجِبَالُ نُسِفَتۡ - “dan apabila gunung-gunung dihancurkan”
adalah ketika terjadi perubahan-perubahan
besar, atau ketika orang-orang
berkuasa lagi berpengaruh
direndahkan; atau ketika lembaga-lembaga
yang telah tua dan usang
dihancurkan sampai ke akar-akarnya. Pendek kata, ketika seluruh orde yang telah menjadi rusak
itu mati.
Ada pun
makna وَ اِذَا الرُّسُلُ
اُقِّتَتۡ -- “apabila
rasul-rasul didatangkan pada
waktu yang ditentukan” adalah ketika datang (diutus) seorang pembaharu samawi (Mushlih Rabbani) datang
dengan kekuatan dan jiwa rasul-rasul Allah serta seolah-olah
memakai jubah-jubah mereka, yang
merupakan puncak dari tanda-tanda besar yang dikemukakan dalam
ayat-ayat sebelumnya.
Pengulangan Berbagai Azab Ilahi yang
Menimpa Kaum-kaum Purbakala
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai alasan lain kenapa kedatangan Rasul
Akhir Zaman – yang pada hakikatnya merupakan pengutusan kedua kali Nabi Besar Muhammad saw. secara ruhani (QS.62:3-4) -- disebut kedatangan “mursalīn” atau rusul
(rasul-rasul), firman-Nya:
لِاَیِّ
یَوۡمٍ اُجِّلَتۡ ﴿ؕ﴾
لِیَوۡمِ الۡفَصۡلِ ﴿ۚ﴾ وَ
مَاۤ اَدۡرٰىکَ مَا یَوۡمُ
الۡفَصۡلِ ﴿ؕ﴾ وَیۡلٌ
یَّوۡمَئِذٍ لِّلۡمُکَذِّبِیۡنَ ﴿﴾ اَلَمۡ
نُہۡلِکِ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿ؕ﴾ ثُمَّ
نُتۡبِعُہُمُ الۡاٰخِرِیۡنَ
﴿﴾ کَذٰلِکَ نَفۡعَلُ بِالۡمُجۡرِمِیۡنَ ﴿﴾ وَیۡلٌ
یَّوۡمَئِذٍ لِّلۡمُکَذِّبِیۡنَ ﴿﴾
Hingga hari apakah
ditangguhkan? Hingga Hari
Keputusan. Dan apa yang engkau ketahui mengenai Hari Keputusan itu? Celakalah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. Tidakkah Kami
telah membinasakan kaum-kaum dahulu? Kemudian
Kami mengikutkan mereka orang-orang yang
datang kemudian. Demikianlah perlakuan Kami terhadap orang-orang berdosa. Celakalah
pada hari itu bagi orang-orang yang
mendustakan. (Mursalat [77]:8-20).
Kalau orang-orang memiliki bashirah
(penglihatan ruhani) yang baik, maka mereka akan melihat bahwa di Akhir
Zaman ini firman Allah Swt. berikut ini kembali berlaku:
ظَہَرَ
الۡفَسَادُ فِی الۡبَرِّ وَ الۡبَحۡرِ بِمَا کَسَبَتۡ اَیۡدِی النَّاسِ
لِیُذِیۡقَہُمۡ بَعۡضَ الَّذِیۡ عَمِلُوۡا
لَعَلَّہُمۡ یَرۡجِعُوۡنَ ﴿﴾ قُلۡ سِیۡرُوۡا فِی
الۡاَرۡضِ فَانۡظُرُوۡا کَیۡفَ کَانَ عَاقِبَۃُ
الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلُ ؕ کَانَ اَکۡثَرُہُمۡ مُّشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾ فَاَقِمۡ وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ الۡقَیِّمِ مِنۡ قَبۡلِ
اَنۡ یَّاۡتِیَ یَوۡمٌ لَّا مَرَدَّ لَہٗ مِنَ اللّٰہِ یَوۡمَئِذٍ یَّصَّدَّعُوۡنَ ﴿﴾ مَنۡ کَفَرَ فَعَلَیۡہِ کُفۡرُہٗ ۚ وَ مَنۡ عَمِلَ
صَالِحًا فَلِاَنۡفُسِہِمۡ یَمۡہَدُوۡنَ﴿ۙ﴾ لِیَجۡزِیَ
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ مِنۡ فَضۡلِہٖ ؕ اِنَّہٗ
لَا یُحِبُّ الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Kerusakan telah meluas di daratan
dan di lautan disebabkan per-buatan tangan manusia, supaya dirasakan
kepada mereka akibat sebagian
perbuatan yang mereka lakukan, supaya mereka
kembali dari kedurhakaannya. Katakanlah: ”Berjalanlah di bumi dan lihatlah bagaimana buruknya akibat bagi orang-orang sebelum kamu
ini. Kebanyakan mereka itu orang-orang musyrik.” Maka hadapkanlah
wajah engkau kepada agama yang lurus, sebelum datang dari Allah hari yang tidak dapat dihindarkan, pada hari
itu orang-orang beriman dan kafir akan terpisah. Barangsiapa
yang kafir maka dia menanggung kekafirannya, dan barangsiapa yang beramal shalih maka mereka menyediakan faedah bagi diri mereka,
supaya Dia
memberi pahala kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari karunia-Nya, sesungguhnya Dia tidak mencintai orang-orang yang kafir. (Ar-Rūm [30]:42-44).
Masalah pokok dalam ayat-ayat sebelumnya
berkisar dalam menimbulkan dan meresapkan pada manusia, keimanan kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa dan Maha Perkasa, Yang
menciptakan, mengatur, dan membimbing
segala kehidupan. Dalam ayat 42 kita
diberi tahu, bahwa bila kegelapan
menyelimuti muka bumi dan manusia melupakan
Allah Swt. dan menaklukkan diri sendiri kepada penyembahan tuhan-tuhan yang dikhayalkan dan diciptakan oleh mereka sendiri, maka Allah Swt. membangkitkan seorang nabi untuk mengembalikan gembalaan yang tersesat keharibaan Majikan-nya.
“Permulaan abad ketujuh adalah
masa kekacauan nasional dan sosial, dan agama sebagai kekuatan akhlak, telah
lenyap dan telah jatuh, menjadi hanya semata-mata tatacara dan upacara adat
belaka; dan agama-agama besar di dunia sudah tidak lagi berpengaruh sehat pada
kehidupan para penganutnya. Api suci yang dinyalakan oleh Zoroaster, Musa, dan
Isa ams. di dalam aliran
darah manusia telah padam. Dalam abad kelima dan keenam, dunia beradab berada
di tepi jurang kekacauan. Agaknya peradaban besar yang telah memerlukan waktu
empat ribu tahun lamanya untuk menegakkannya telah berada di tepi
jurang........ Peradaban laksana pohon besar yang daun-daunnya telah menaungi
dunia dan dahan-dahannya telah menghasilkan buah-buahan emas dalam kesenian,
keilmuan, kesusatraan, sudah goyah, batangnya tidak hidup lagi dengan
mengalirkan sari pengabdian dan pembaktian, tetapi telah busuk hingga terasnya”
(“Emotion as the Basis of
Civilization” dan “Spirit of
Islam”).
Makna Kerusakan di “Daratan”
dan di “Lautan” & Sunnatullah
tentang Turunnya Azab Ilahi Setelah Mendustakan
dan Menentang Rasul Allah
Demikianlah keadaan umat manusia
pada waktu Nabi Besar Muhammad saw. -- Guru
umat manusia terbesar -- muncul pada
pentas dunia, dan tatkala syariat
yang paling sempurna dan terakhir
diturunkan dalam bentuk Al-Quran (QS.5:4), sebab syariat
yang sempurna hanya dapat diturunkan bila semua atau kebanyakan
keburukan -- teristimewa yang dikenal sebagai akar keburukan -- menampakkan diri telah menjadi mapan.
Kata-kata “daratan dan lautan”
dapat diartikan: (a) bangsa-bangsa yang kebudayaan dan peradabannya hanya semata-mata berdasar pada akal serta pengalaman manusia, dan bangsa-bangsa yang kebudayaannya serta peradabannya
didasari oleh wahyu Ilahi; (b)
orang-orang yang hidup di benua-benua
dan orang-orang yang hidup di pulau-pulau.
Ayat ini berarti, bahwa semua bangsa di dunia telah menjadi rusak sampai kepada intinya, baik secara politis,
sosial maupun akhlaki.
Semua kerusakan akhlak dan ruhani
yang terjadi pada menjelang dan pada masa pengutusan Nabi Besar Muhammad saw.
tersebut di Akhir Zaman ini kembali terjadi pada masa pengutusan kedua kali
beliau saw. secara ruhani dalam wujud Rasul Akhir Zaman (QS.61:10), yakni Mirza
Ghulam Ahmad a.s..
Di Akhir Zaman ini tidak ada satu pun perbuatan buruk yang dilakukan oleh kaum-kaum purbakala dan
di masa Nabi Besar Muhammad saw. yang tidak terjadi, sehingga seakan-akan “kaum-kaum purbakala” tersebut di Akhir
Zaman ini telah dibangkitkan
kembali, dan sebagai akibat pendustaan
dan kezaliman yang mereka lakukan
terhadap Rasul Akhir Zaman serta para
pengikutnya (Jemaat Ahmadiyah),
maka berbagai macam azab IIlahi yang pernah menimpa kaum-kaum purbakala di Akhir Zaman ini semua bentuk azab
Ilahi tersebut merebak di berbagai
wilayah bumi – termasuk di kawasan umat
Islam, hal tersebut sesuai dengan Sunnatullah
yang tertulis dalam Al-Quran, firman-Nya:
مَنِ اہۡتَدٰی فَاِنَّمَا یَہۡتَدِیۡ لِنَفۡسِہٖ ۚ وَ مَنۡ ضَلَّ فَاِنَّمَا یَضِلُّ عَلَیۡہَا ؕ وَ لَا تَزِرُ
وَازِرَۃٌ وِّزۡرَ اُخۡرٰی ؕ وَ مَا
کُنَّا مُعَذِّبِیۡنَ حَتّٰی
نَبۡعَثَ رَسُوۡلًا ﴿﴾ وَ اِذَاۤ اَرَدۡنَاۤ اَنۡ نُّہۡلِکَ قَرۡیَۃً اَمَرۡنَا مُتۡرَفِیۡہَا فَفَسَقُوۡا فِیۡہَا فَحَقَّ
عَلَیۡہَا
الۡقَوۡلُ فَدَمَّرۡنٰہَا تَدۡمِیۡرًا ﴿﴾
Barangsiapa telah mendapat petunjuk maka sesungguhnya petunjuk itu untuk faedah dirinya, dan barangsiapa
sesat maka kesesatan itu hanya kemudaratan
atas dirinya, dan tidak
ada pemikul beban akan memikul beban orang lain. Dan Kami
tidak menimpakan azab hingga Kami terlebih dahulu mengirimkan seorang
rasul. Dan apabila Kami hendak membinasakan suatu kota,
Kami terlebih dahulu memerintahkan
war-ganya yang hidup mewah untuk menempuh kehidupan yang saleh, tetapi mereka durhaka di dalamnya, maka
berkenaan dengan kota itu firman Kami
menjadi sempurna lalu Kami menghancur-leburkannya. (Bani
Israil [17]:16-17).
Supaya Manusia Tidak Menyalahkan Allah Swt.
Ketika Berbagai Azab Menimpa Mereka
Sehubungan dengan ayat وَ مَا کُنَّا
مُعَذِّبِیۡنَ
حَتّٰی
نَبۡعَثَ رَسُوۡلًا -- “Dan
Kami tidak menimpakan azab
hingga Kami terlebih dahulu mengirimkan
seorang rasul,” dalam generasi kita sendiri di Akhir Zaman ini dunia telah menyaksikan wabah-wabah, kelaparan-kelaparan,
peperangan-peperangan, gempa-gempa bumi, banjir besar serta malapetaka
lainnya, yang serupa itu belum pernah
terjadi sebelumnya, dan datangnya begitu bertubi-tubi, sehingga kehidupan manusia telah dirasakan pahit karenanya. Sebelum malapetaka-malapetaka dan bencana-bencana menimpa bumi ini, sudah
selayaknya Allah Swt. membangkitkan seorang Rasul Allah
sebagai pembawa kabar suka (bashiiran) dan pemberi peringatan (nadziiran), supaya
tidak ada alasan bagi manusia untuk menyalahkan Allah Swt., firman-Nya:
وَ قَالُوۡا
لَوۡ لَا یَاۡتِیۡنَا بِاٰیَۃٍ مِّنۡ رَّبِّہٖ ؕ اَوَ لَمۡ تَاۡتِہِمۡ بَیِّنَۃُ مَا فِی الصُّحُفِالۡاُوۡلٰی ﴿﴾ وَ لَوۡ اَنَّـاۤ
اَہۡلَکۡنٰہُمۡ بِعَذَابٍ مِّنۡ قَبۡلِہٖ لَقَالُوۡا رَبَّنَا لَوۡ
لَاۤ اَرۡسَلۡتَ اِلَیۡنَا رَسُوۡلًا فَنَتَّبِعَ اٰیٰتِکَ مِنۡ
قَبۡلِ اَنۡ نَّذِلَّ وَ
نَخۡزٰی ﴿﴾ قُلۡ کُلٌّ مُّتَرَبِّصٌ فَتَرَبَّصُوۡا ۚ
فَسَتَعۡلَمُوۡنَ مَنۡ اَصۡحٰبُ
الصِّرَاطِ السَّوِیِّ وَ مَنِ اہۡتَدٰی ﴿﴾٪
Dan
mereka berkata: "Mengapakah ia (rasul)
tidak mendatangkan kepada kami suatu
Tanda dari Tuhan-nya?" Bukankah telah
datang kepada mereka bukti yang jelas apa yang ada dalam lembaran-lembaran
terdahulu? Dan seandainya Kami membinasakan mereka dengan azab sebelum ini niscaya mereka akan berkata: "Ya Tuhan kami, mengapakah Engkau tidak mengirimkan kepada kami
seorang rasul supaya kami mengikuti
Ayat-ayat Engkau sebelum kami direndahkan
dan dihinakan?" Katakanlah: "Setiap orang sedang menunggu maka kamu pun tunggulah, lalu segera
kamu akan mengetahui siapakah yang ada
pada jalan yang lurus dan siapa yang
mengikuti petunjuk dan siapa yang tidak. (Thā Hā [20]:134-136).
Dengan demikian benarlah firman Allah
Swt. mengenai orang-orang yang merugi pada
saat terjadinya “Hari Keputusan”
di Akhir Zaman berkenaan dengan kedatangan
Rasul Akhir Zaman yang
merefleksikan kedatangan para Rasul Allah yang diutus sebelumnya (QS.77:12) –
terutama sekali Nabi Besar Muhammad saw. (QS.62:304):
لِاَیِّ
یَوۡمٍ اُجِّلَتۡ ﴿ؕ﴾
لِیَوۡمِ الۡفَصۡلِ ﴿ۚ﴾ وَ
مَاۤ اَدۡرٰىکَ مَا یَوۡمُ
الۡفَصۡلِ ﴿ؕ﴾ وَیۡلٌ
یَّوۡمَئِذٍ لِّلۡمُکَذِّبِیۡنَ ﴿﴾ اَلَمۡ
نُہۡلِکِ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿ؕ﴾ ثُمَّ نُتۡبِعُہُمُ
الۡاٰخِرِیۡنَ ﴿﴾ کَذٰلِکَ
نَفۡعَلُ بِالۡمُجۡرِمِیۡنَ ﴿﴾ وَیۡلٌ
یَّوۡمَئِذٍ لِّلۡمُکَذِّبِیۡنَ ﴿﴾
Hingga hari apakah
ditangguhkan? Hingga Hari
Keputusan. Dan apa yang engkau ketahui
mengenai Hari Keputusan itu? Celakalah
pada hari itu bagi orang-orang yang
mendustakan. Tidakkah Kami telah
membinasakan kaum-kaum dahulu? Kemudian Kami mengikutkan mereka orang-orang yang datang kemudian. Demikianlah
perlakuan Kami terhadap orang-orang
berdosa. Celakalah pada hari itu bagi orang-orang
yang mendustakan. (Mursalat [77]:8-20).
Sebagai penutup Bab
terakhir ini berikut adalah firman Allah
Swt. pada bagian akhir Surah Ash-Shāffāt
yang menjadi pokok bahasan dalam Blok “Galuh Buana Panca Tengah” ini, untuk
menjadi bahan renungan orang-orang
yang memiliki “bashirah” (penglihatan
ruhani) yang baik, firman-Nya:
فَاِذَا
نَزَلَ بِسَاحَتِہِمۡ فَسَآءَ صَبَاحُ الۡمُنۡذَرِیۡنَ﴿﴾ وَ تَوَلَّ عَنۡہُمۡ
حَتّٰی حِیۡنٍ ﴿﴾ۙ وَّ اَبۡصِرۡ
فَسَوۡفَ یُبۡصِرُوۡنَ ﴿﴾ سُبۡحٰنَ رَبِّکَ
رَبِّ الۡعِزَّۃِ عَمَّا یَصِفُوۡنَ ﴿﴾ۚ وَ
سَلٰمٌ عَلَی الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿﴾ۚ وَ الۡحَمۡدُ
لِلّٰہِ رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾٪
Tetapi apabila azab itu turun ke halaman mereka maka sangat
buruklah pagi itu bagi orang-orang yang diberi ingat. Maka berpalinglah
engkau dari mereka itu untuk sementara waktu. Dan lihatlah maka mereka pun akan segera melihat. Maha Suci Tuhan engkau, Tuhan Yang Memiliki Segala Kebesaran dari apa yang mereka sifatkan. Dan sejahteralah atas para rasul! Dan segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam. (Ash-Shāffāt [37]:178-183).
TAMAT
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
Pajajaran Anyar, 10 Juli
2013