بِسۡمِ اللّٰہِ
الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 67
Makna dan Falsafah
“Manusia Diciptakan dari
Satu Jiwa”
Satu Jiwa”
&
“Perempuan Diciptakan dari
Tulang Rusuk”
Tulang Rusuk”
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam akhir Bab sebelumnya
telah dijelaskan mengenai besarnya peran
ketakwaan yang harus dimiliki oleh pasangan suami-istri dalam upaya membentuk suatu bangsa besar yang berkualitas
dalam berbagai seginya kehidupannya melalui lembaga
pernikahan, berikut adalah ayat-ayat Al-Quran yang senantiasa disampaikan
oleh Nabi Besar Muhammad saw. dalam kesempatan menyampaikan nasihat
pernikahan (khutbah nikah) mengenai pentingnya ketakwaan, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ اتَّقُوۡا رَبَّکُمُ الَّذِیۡ خَلَقَکُمۡ مِّنۡ
نَّفۡسٍ وَّاحِدَۃٍ وَّ خَلَقَ مِنۡہَا زَوۡجَہَا وَ
بَثَّ مِنۡہُمَا
رِجَالًا
کَثِیۡرًا وَّ نِسَآءً ۚ وَ اتَّقُوا اللّٰہَ الَّذِیۡ تَسَآءَلُوۡنَ بِہٖ وَ الۡاَرۡحَامَ ؕ اِنَّ اللّٰہَ کَانَ عَلَیۡکُمۡ رَقِیۡبًا ﴿﴾
Hai manusia, bertakwalah
kepada Allah Tuhan kamu Yang
menciptakan kamu dari satu jiwa
dan darinya Dia menciptakan
jodohnya sebagai
pasangan serta mengembang-biakkan dari keduanya banyak laki-laki dan perempuan.
Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta
satu sama lain, dan bertakwalah
mengenai hubungan kekerabatan,
sesungguhnya Allah senantiasa menjaga dan mengawasi
kamu. (An-Nisā [4]:2).
Makna dan Falsafah Manusia Diciptakan dari “Satu
Jiwa” &
Makna
Perempuan Diciptakan dari “Tulang Rusuk”
“Satu jiwa” dapat diartikan: (1) Adam, (2)
laki-laki dan perempuan bersama-sama, sebab bila dua wujud melakukan satu
pekerjaan bersama-sama, mereka dapat dianggap sebagai satu; (3) laki-laki atau
perempuan secara mandiri sebab umat manusia dapat dikatakan telah diciptakan
dari “satu jiwa” dalam arti kata
bahwa tiap-tiap dan masing-masing perseorangan (individu) diciptakan dari benih laki-laki yang merupakan “satu
jiwa” dan juga dilahirkan oleh perempuan
yang merupakan pula “satu jiwa.”
Kata-kata “Dan
darinya Dia menciptakan jodohnya” tidak berarti bahwa perempuan diciptakan dari bagian
tubuh laki-laki – sebagaimana umumnya dipercayai -- tetapi maknanya adalah bahwa perempuan
termasuk jenis yang sama dengan laki-laki yaitu mempunyai pembawaan-pembawaan dan kecenderungan-kecenderungan yang serupa.
Anggapan bahwa Siti Hawa telah diciptakan dari tulang rusuk Adam nampaknya timbul dari
sabda Nabi Besar Muhammad saw. yakni:
“Kaum perempuan telah diciptakan dari tulang rusuk, dan tentu saja bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk itu bagian yang paling atas. Jika kamu memaksa
meluruskannya, kamu akan membuatnya
patah” (Bukhari, Kitab-un-Nikah).
Sabda ini sebenarnya merupakan
satu dalil yang bertentangan dengan anggapan keliru di atas, dan bukan
mendukungnya, sebab dalam hadits tersebut sekali-kali tidak disebut nama Siti Hawa, melainkan hanya menerangkan ihwal keadaan umum perempuan. Jelas bagi siapa pun bahwa setiap perempuan tidak diciptakan dari tulang rusuk. Kata dhil’ yang
digunakan dalam hadits Nabi Besar Muhammad saw. di atas, menunjuk kepada suatu pembawaan bengkok, kata itu sendiri
berarti kebengkokan (Majma’ Bihar-ul-Anwar & Al-Bahrul
Muhith).
Sifat Khas Paling Menarik Perempuan
Sebenarnya kata itu menunjuk
kepada satu sifat khas perempuan, yaitu mempunyai kebiasaan berbuat pura-pura tidak senang dan bertingkah manja demi menarik hati orang. “Kebengkokan” itu
disebut dalam hadits ini sebagai sifat
khas yang paling tinggi atau paling
baik di dalam wataknya.
Barangsiapa menganggap marah-semu perempuan (istri) sebagai kemarahan
yang sungguh-sungguh, lalu berlaku kasar
terhadapnya karena alasan itu,
sebenarnya memusnahkan segi paling menarik dan menawan hati dalam kepribadian
perempuan, itulah makna sabda Nabi Besar Muhammad saw. “…Jika
kamu memaksa meluruskannya, kamu
akan membuatnya patah.“
Apabila perasaan istri telah “patah” akibat ucapan-ucapan
dan perlakuan kasar suami maka dapat
dipastikan istri-istri tidak akan
dapat menjadi “pakaian yang baik dan indah” bagi suami (QS.2:188), padahal
Nabi Besar Muhammad saw. telah bersabda bahwa “harta terbaik bagi seorang suami adalah istri yang shaleh.” Sehubungan dengan pentingnya memaafkan
“kebengkokan” perempuan (istri)
tersebut Allah Swt. berfirman:
یٰۤاَیُّہَا
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِنَّ مِنۡ
اَزۡوَاجِکُمۡ وَ اَوۡلَادِکُمۡ عَدُوًّا
لَّکُمۡ فَاحۡذَرُوۡہُمۡ ۚ وَ
اِنۡ تَعۡفُوۡا وَ تَصۡفَحُوۡا وَ
تَغۡفِرُوۡا فَاِنَّ اللّٰہَ غَفُوۡرٌ
رَّحِیۡمٌ ﴿﴾ اِنَّمَاۤ اَمۡوَالُکُمۡ وَ
اَوۡلَادُکُمۡ فِتۡنَۃٌ ؕ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗۤ
اَجۡرٌ عَظِیۡمٌ ﴿﴾
Hai,
orang-orang yang beriman, sesungguhnya di
antara istri-istri kamu dan anak-anakmu
adalah musuh bagi kamu, maka waspadalah terhadap mereka, dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi dan mengampuni, maka sesungguhnya Allah
Maha Pengampun, Maha Penyayang. Sesungguhnya
harta kamu dan anak-anak
kamu adalah fitnah
(ujian/cobaan). Dan Allah di
sisi-Nya ganjaran yang besar. (At-Taghābun
[64]:15-16). Lihat pula QS.4:36.
Makna “Musuh”
Dalam Keluarga
Dalam ayat 15 disebut ada kalimat “istri-istri kamu” dan “anak-anak kamu”, tetapi dalam ayat
selanjutnya (16) kalimat “istri-istri
kamu” diganti dengan “harta kamu”
(amwalukum) sedang sebutan “anak-anak
kamu” tetap dipertahankan, hal tersebut mendukung sabda Nabi Besar Muhammad
saw. sebelumnya bahwa “harta terbaik bagi seorang suami adalah istri
yang shaleh.”
Ada pun makna kalimat “sesungguhnya di antara istri-istri kamu dan anak-anak
kamu adalah musuh bagi kamu“
merupakan peringatan dari Allah Swt. kepada
para suami, bahwa kecintaan berlebihan terhadap istri-istri
dan anak-anak akan
menghalangi kecintaan serta ketaatan
mereka kepada Allah Swt. dan Rasul Allah
(QS.3:15-16), sehingga mengakibatkan suami merasa berat atau berlaku kikir dalam memberikan
pengorbanan harta di jalan Allah,
sebagaimana dikemukakan ayat-ayat selanjutnya, firman-Nya:
فَاتَّقُوا اللّٰہَ
مَا اسۡتَطَعۡتُمۡ وَ اسۡمَعُوۡا
وَ اَطِیۡعُوۡا وَ اَنۡفِقُوۡا خَیۡرًا
لِّاَنۡفُسِکُمۡ ؕ وَ مَنۡ یُّوۡقَ شُحَّ نَفۡسِہٖ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿﴾ اِنۡ تُقۡرِضُوا اللّٰہَ قَرۡضًا حَسَنًا یُّضٰعِفۡہُ لَکُمۡ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ شَکُوۡرٌ
حَلِیۡمٌ ﴿ۙ﴾ عٰلِمُ الۡغَیۡبِ وَ الشَّہَادَۃِ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿٪﴾
Maka
bertakwalah kepada Allah sejauh kesanggupan kamu, dan dengarlah serta taatlah, dan belanjakanlah
harta kamu, hal itu baik bagi
diri kamu. Dan barangsiapa dipelihara dari kekikiran
dirinya maka mereka itulah orang-orang
yang berhasil. Jika kamu meminjamkan kepada Allah suatu pinjaman yang baik, niscaya
Dia akan melipatgandakan bagimu dan akan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Menghargai, Maha Penyantun. Dia Maha Mengetahui yang gaib dan yang
nampak, Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (At-Taghābun [64]:17-19).
Jadi, menurut Allah Swt. membelanjakan harta demi kepentingan kebenaran adalah sama dengan memberikan pinjaman kepada Allah Yang
Maha Pengasih dan Maha Menghargai, yang dibayarkan
kembali oleh-Nya dengan berlipat-ganda.
Demikianlah hubungan keengganan melakukan pengorbanan harta di jalan Allah Swt.
dengan kecintaan berlebihan terhadap istri
dan anak keturunan serta harta-kekayaan, firman-Nya:
زُیِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّہَوٰتِ مِنَ النِّسَآءِ
وَ الۡبَنِیۡنَ وَ الۡقَنَاطِیۡرِ الۡمُقَنۡطَرَۃِ مِنَ الذَّہَبِ وَ الۡفِضَّۃِ
وَ الۡخَیۡلِ الۡمُسَوَّمَۃِ وَ الۡاَنۡعَامِ وَ الۡحَرۡثِ ؕ ذٰلِکَ مَتَاعُ الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا ۚ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗ
حُسۡنُ الۡمَاٰبِ ﴿﴾ قُلۡ اَؤُنَبِّئُکُمۡ بِخَیۡرٍ مِّنۡ ذٰلِکُمۡ ؕ لِلَّذِیۡنَ اتَّقَوۡا
عِنۡدَ رَبِّہِمۡ جَنّٰتٌ تَجۡرِیۡ مِنۡ
تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا وَ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ وَّ
رِضۡوَانٌ مِّنَ اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ بَصِیۡرٌۢ
بِالۡعِبَادِ ﴿ۚ﴾
Ditampakkan indah bagi manusia kecintaan
terhadap apa-apa yang diingini yaitu: perempuan-perempuan, anak-anak,
kekayaan yang berlimpah berupa emas dan perak, kuda pilihan, binatang ternak dan sawah ladang. Yang demikian itu adalah perlengkapan hidup di dunia,
dan Allah, di sisi-Nya-lah sebaik-baik tempat kembali. Katakanlah: “Maukah kamu aku beri tahu sesuatu yang lebih baik daripada yang
demikian itu?” Bagi orang-orang yang
bertakwa, di sisi Tuhan mereka ada kebun-kebun
yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, dan jodoh-jodoh
suci serta keridhaan dari Allah, dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya (Āli ‘Imran [3]:15-18).
Pentingnya Menyelamatkan Diri dan Keluarga dari Api Neraka
Dengan
alasan itu jugalah kenapa Allah Swt.
telah berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw. untuk “menceraikan” istri-istri beliau saw. seandainya mereka bersikeras menuntut “harta duniawi atau kesenangan
duniawi, mengingat keadaan ekonomi umumnya umat Islam telah semakin membaik setelah hijrah
dari Makkah ke Madinah, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ قُلۡ
لِّاَزۡوَاجِکَ اِنۡ کُنۡـتُنَّ
تُرِدۡنَ الۡحَیٰوۃَ الدُّنۡیَا وَ زِیۡنَتَہَا فَتَعَالَیۡنَ
اُمَتِّعۡکُنَّ وَ اُسَرِّحۡکُنَّ سَرَاحًا جَمِیۡلًا ﴿﴾
وَ اِنۡ کُنۡـتُنَّ تُرِدۡنَ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ وَ الدَّارَ الۡاٰخِرَۃَ فَاِنَّ اللّٰہَ اَعَدَّ لِلۡمُحۡسِنٰتِ مِنۡکُنَّ اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istri engkau: “Jika kamu menginginkan
kehidupan dunia ini dan perhiasannya
maka marilah aku akan memberikannya
kepada kamu dan aku akan menceraikan
kamu dengan cara yang baik. Tetapi jika kamu menginginkan Allah, Rasul-Nya,
dan rumah di akhirat, maka
sesungguhnya Allah telah menyediakan
ganjaran yang besar bagi siapa di antara kamu yang berbuat ihsan.” (Al-Ahzāb [33]:29-30).
Dengan
demikian sangat tepat peringatan
Allah Swt. berikut ini kepada para kepala
keluarga yang beriman dalam upaya menyelamatkan
diri dan keluarga dari “kobaran api neraka jahannam” baik di dunia mau pun di akhirat nanti, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا قُوۡۤا اَنۡفُسَکُمۡ
وَ اَہۡلِیۡکُمۡ نَارًا وَّ
قُوۡدُہَا النَّاسُ وَ الۡحِجَارَۃُ عَلَیۡہَا مَلٰٓئِکَۃٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا یَعۡصُوۡنَ اللّٰہَ
مَاۤ اَمَرَہُمۡ وَ یَفۡعَلُوۡنَ مَا یُؤۡمَرُوۡنَ ﴿ ﴾
Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah
diri kamu dan keluarga kamu dari Api,
yang bahan bakarnya manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, tidak mendurhakai Allah apa yang
Dia perintahkan kepada mereka dan mereka
mengerjakan apa yang diperintahkan. (At Tahrīm [66]:7).
Sebelum ini telah dikemukakan salah satu
contoh “kebengkokan” kaum perempuan
yang posisif, yakni mereka suka “merajuk”
kepada suaminya, yang muncul dari sifat
“manja” mereka, ada pun salah satu contoh “kebengkokan”
perempuan yang negatif adalah mereka kitu
tidak atau kurang mensyukuri nikmat, mengenai hal tersebut Nabi Besar
Muhammad saw. menasihati kaum perempuan agar mereka banyak memberikan sedekah,”Karena aku melihat yang paling banyak berada dalam api adalah kaum
perempuan”, demikian beliau saw.
mengemukakan alasannya.
Ketika mereka menanyakan kepada Nabi Besar Muhammad saw. lebih lanjut kenapa demikian, beliau saw. menjelaskan,
“Karena mereka itu tidak pernah atau kurang
bersyukur kepada suami mereka, sebab sekali pun suami mereka telah berbuat baik kepada mereka dengan
memberikan segala sesuatu, tetapi jika
ada suatu ucapan atau tindakan suami yang kurang berkenan di hati mereka, maka mereka langsung mengatakan: “Engkau tidak pernah berlaku baik terhadapku!”
Jadi, yang dimaksud dengan “berada dalam api” adalah karena umumnya mereka “kurang mensyukuri nikmat”, sehingga hati mereka selalu dalam keadaan “panas”
atau “tidak tentram”, seperti halnya istri-istri yang bersifat qana’ah (merasa cukup dengan apa yang ada). Dengan
demikian jelaslah bahwa yang dimaksud
dengan “mereka yang paling banyak berada dalam api” tidak selalu harus
diartikan “berada dalam api neraka” melainkan maknanya mereka “kurang bersyukur.”
Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 16 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar