بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 66
Kesetaraan Derajat
dan Hak Kaum Perempuan dengan Kaum Laki-laki
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam akhir Bab
sebelumnya telah dijelaskan mengenai
hak-hak perempuan-perempuan untuk meraih ilmu pengetahuan duniawi, ajaran Islam tidak melarang kaum
perempuan – seperti halnya kaum laki-laki – untuk memperoleh ilmu pengetahuan umum, hingga dapat meraih gelar-gelar kesarjanaan tertentu, namun demikian
hendaknya ilmu-ilmu pengetahuan yang digeluti oleh kaum perempuan tersebut
lebih selektif, yaitu yang sesuai
dengan kodrat perempuan
sebagai pihak yang paling berperan besar dan bertanggung jawab
dalam mempersiapkan generasi penerus
bangsa yang benar-benar berkualitas,
baik dari segi kemampuan intelektual
mau pun dari segi akhlak dan ruhani.
Hal tersebut sesuai dengan sabda Nabi Besar Muhammad saw. bahwa
“Surga ada di bawah telapak kaki ibu”, beliau saw. bersabda
lagi mengenai peran besar kaum
ibu dalam menciptakan suatu bangsa yang berkualitas, bahwa: “Jika
separuh dari jumlah kaum perempuan suatu bangsa (kaum) baik, maka bangsa
tersebut akan baik pula.”
Kesetaraan Derajat
dan Hak Perempuan dan Laki-laki &
Suami Sebagai “Matahari”
Lingkungan Keluarga
Pendek kata,
aturan “pardah Islam” tetap
memberikan hak-hak kepada kaum perempuan untuk dapat meraih berbagai kemajuan dalam bidang pengetahuan duniawi (intelektual), tetapi hendaknya –
sebagaimana halnya tatanan alam semesta
yang sangat serasi sekali pun tidak ditopang oleh tiang-tiang
penunjang yang kelihatan mata jasmani (QS.13:3; QS.31:11;
QS.67:2-6) -- masing-masing tetap berada di jalur “orbit kehidupan” yang telah ditentukan
Allah Swt. bagi mereka, dengan tetap memperhatikan aturan “pardah Islam”, supaya dalam kehidupan
sosial tidak terjadi kesemrawutan antara “orbit” kehidupan perempuan dengan
“orbit” kehidupan laki-laki,
firman-Nya:
وَ لَا تَتَمَنَّوۡا مَا فَضَّلَ
اللّٰہُ بِہٖ بَعۡضَکُمۡ عَلٰی بَعۡضٍ ؕ لِلرِّجَالِ نَصِیۡبٌ مِّمَّا
اکۡتَسَبُوۡا ؕ وَ لِلنِّسَآءِ نَصِیۡبٌ مِّمَّا اکۡتَسَبۡنَ ؕ وَ سۡئَلُوا
اللّٰہَ مِنۡ فَضۡلِہٖ ؕ اِنَّ اللّٰہَ کَانَ بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمًا ﴿﴾
Dan janganlah kamu menghasratkan sesuatu
yang dengannya Allah telah melebihkan sebagian kamu dari
yang lain. Bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan-perempuan ada bagian dari apa
yang mereka usahakan. Dan mohonlah
kepada Allah dari karunia-Nya,
sesungguhnya Allah benar-benar Maha Mengetahui segala sesuatu. (An-Nisā[4]:33).
Ayat ini menetapkan persamaan derajat antara laki-laki dan perempuan dalam hal-hal yang menyangkut pekerjaan-pekerjaan dan ganjaran-ganjaran mereka sesuai kedudukan mereka dalam lingkungan rumahtangga, termasuk dalam hal sebagai
penerima warisan sebagaimana yang dikemukakan oleh ayat selanjutnya
(QS.4:34), namun tetap yang harus menjadi “kepala
keluarga” dalam rumahtangga adalah suami
– seperti halnya kedudukan matahari
sebagai pusat di lingkungan tatasurya kita – sebab jika tidak demikian maka keadaan rumahtangga
tidak akan harmonis, firman-Nya:
سُبۡحٰنَ الَّذِیۡ خَلَقَ
الۡاَزۡوَاجَ کُلَّہَا مِمَّا تُنۡۢبِتُ الۡاَرۡضُ وَ مِنۡ اَنۡفُسِہِمۡ وَ مِمَّا لَا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Maha Suci Dzat
Yang menciptakan segala sesuatu
berpasang-pasangan baik
dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi
dan dari
diri mereka sendiri, mau pun dari apa yang
tidak mereka ketahui. (Yā
Sīn [36]:37).
Ilmu pengetahuan telah menemukan kenyataan
bahwa pasangan-pasangan terdapat
dalam segala sesuatu — dalam alam nabati, dan malahan dalam zat anorganik. Bahkan yang disebut unsur-unsur pun tidak terwujud dengan
sendirinya. Unsur-unsur itu pun
bergantung pada zat-zat lain untuk
dapat mengambil wujud. Kebenaran ilmiah ini berlaku juga untuk kecerdasan manusia. Sebelum nur-nur samawi turun, manusia tidak
dapat memperoleh ilmu sejati yang
lahir dari perpaduan wahyu Ilahi dan kecerdasan otak manusia.
Pasangan Suami-Istri Merupakan
Cikal-bakal Terbentuknya Suatu Bangsa
Begitu juga halnya suami dan istri
dalam rumahtangga pun satu sama lain merupakan pasangan yang harus saling memberikan manfaat -- baik secara jasmani (duniawi) mau pun dari segi akhlak
dan ruhani, seperti halnya fungsi pakaian
yang sempurna karena Allah Swt. telah menyebut pasangan suami-istri tersebut sebagai “pakaian” (QS.2:188), supaya tatanan
rumah tangga atau tatanan keluarga yang mereka bangun berkembang semakin meluas sehingga
terbentuk suatu bangsa (kaum) yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt., fikrman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ
اِنَّا خَلَقۡنٰکُمۡ مِّنۡ ذَکَرٍ
وَّ اُنۡثٰی وَ جَعَلۡنٰکُمۡ شُعُوۡبًا وَّ قَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوۡا ؕ
اِنَّ اَکۡرَمَکُمۡ عِنۡدَ اللّٰہِ اَتۡقٰکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَلِیۡمٌ خَبِیۡرٌ
﴿۱۳﴾
Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki
dan perempuan, dan Kami telah menjadikan kamu bangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu dapat saling mengenal.
Sesungguhnya yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah ialah yang
paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Maha
Waspada. (Al-Hujurāt [49]:14).
Syu’ub itu jamak dari sya’b, yang berarti: suku bangsa
besar, induk suku-suku bangsa disebut qabilah, tempat mereka berasal dan
yang meliputi mereka; suku bangsa (Lexicon
Lane).
Jadi,
betapa strategisnya lembaga pernikahan
dalam agama Islam, itulah sebabnya --
baik dalam rangka melakuian pernikahan
mau pun perceraian -- begitu banyak tahapan-tahapan yang harus diperhatikan oleh kedua calon pengantin yang akan menikah,atau pasangan suami-istri dan keluarga yang akan bercerai dengan tetap mengutamakan
masalah ketakwaan kepada Allah
Swt. dan ketaatan kepada Nabi Besar
Muhammad saw..
Sesudah membahas masalah persaudaraan dalam Islam pada dua ayat sebe-lumnya (QS.49:12-13),
ayat 14 meletakkan dasar persaudaraan
yang melingkupi dan meliputi seluruh umat
manusia. Pada hakikatnya, ayat ini merupakan “Magna Charta” (Piagam Persaudaraan dan Persamaan) umat
manusia.
Ayat ini menumbangkan rasa dan sikap lebih unggul
semu lagi bodoh, yang lahir dari keangkuhan
rasial atau kesombongan nasional.
Karena umat manusia sama-sama diciptakan dari jenis laki-laki dan perempuan,
maka sebagai makhluk manusia, semua
orang telah dinyatakan sama dalam pandangan Allah Swt.. Harga seseorang tidak dinilai oleh warna kulitnya, jumlah harta
miliknya, oleh pangkatnya atau kedudukannya dalam masyarakat, keturunan atau asal-usulnya, melainkan oleh keagungan
akhlaknya dan oleh caranya
melaksanakan kewajiban kepada Allah
Swt. (hablun-minallāh) dan manusia (hablun-minan-nās).
Seluruh keturunan manusia, tidak lain hanya suatu keluarga belaka. Pembagian suku-suku bangsa, bangsa-bangsa dan rumpun-rumpun
bangsa dimaksudkan untuk memberikan kepada mereka saling pengertian yang lebih baik, terhadap satu-sama lain agar
mereka dapat saling mengambil manfaat
dari kepribadian serta sifat-sifat baik bangsa-bangsa itu
masing-masing.
Khutbah Nikah (Nasihat Pernikahan)
Pada peristiwa Haj terakhir di Mekkah, tidak lama sebelum Nabi Besar Muhammad saw. wafat, beliau saw. berkhutbah di
hadapan sejumlah besar orang-orang Muslim dengan mengatakan:
“Wahai sekalian manusia! Tuhan kamu itu Esa dan bapak-bapak kamu satu
jua. Seorang orang Arab tidak mempunyai kelebihan atas orang-orang non Arab.
Seorang kulit putih sekali-kali tidak mempunyai kelebihan atas orang-orang
berkulit merah, begitu pula sebaliknya, seorang kulit merah tidak mempunyai
kelebihan apa pun di atas orang berkulit putih melainkan kelebihannya ialah
sampai sejauh mana ia melaksanakan kewajibannya terha-dap Allāh dan manusia.
Orang yang paling mulia di antara kamu sekalian pada pan-dangan Allah ialah
yang paling bertakwa di antaramu” (Baihaqi).
Sabda agung ini menyimpulkan cita-cita paling luhur dan asas-asas paling kuat. Di tengah suatu
masyarakat Arabia yang terpecah-belah dalam kelas-kelas yang berbeda itulah, Nabi
Besar Muhammad saw. mengajarkan
asas yang sangat demokratis.
Jadi, betapa
besarnya peran ketakwaan yang harus
dimiliki oleh pasangan suami-istri
dalam upaya membentuk suatu bangsa besar
yang berkualitas dalam berbagai seginya kehidupannya melalui lembaga pernikahan, berikut adalah
ayat-ayat Al-Quran yang senantiasa disampaikan oleh Nabi Besar Muhammad saw.
dalam kesempatan menyampaikan nasihat pernikahan (khutbah nikah) mengenai
pentingnya ketakwaan,
firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ
اتَّقُوۡا
رَبَّکُمُ الَّذِیۡ خَلَقَکُمۡ مِّنۡ نَّفۡسٍ وَّاحِدَۃٍ وَّ خَلَقَ
مِنۡہَا زَوۡجَہَا وَ بَثَّ مِنۡہُمَا رِجَالًا کَثِیۡرًا وَّ نِسَآءً ۚ وَ اتَّقُوا اللّٰہَ الَّذِیۡ تَسَآءَلُوۡنَ بِہٖ وَ الۡاَرۡحَامَ ؕ اِنَّ
اللّٰہَ کَانَ عَلَیۡکُمۡ رَقِیۡبًا ﴿﴾
Hai
manusia, bertakwalah kepada Allah Tuhan
kamu Yang menciptakan kamu dari satu jiwa dan
darinya Dia menciptakan jodohnya sebagai pasangan serta mengembang-biakkan dari keduanya banyak
laki-laki dan perempuan. Dan bertakwalah
kepada Allah yang dengan nama-Nya
kamu saling meminta satu sama lain,
dan bertakwalah mengenai hubungan kekerabatan, sesungguhnya Allah senantiasa menjaga dan mengawasi
kamu. (An-Nisā [4]:2).
Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 14 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar