Rabu, 13 Maret 2013

Kesetaraan Derajat dan Hak Kaum Perempuan dengan Kaum Laki-laki




      بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 66


Kesetaraan Derajat dan Hak Kaum    Perempuan  dengan Kaum Laki-laki

 Oleh

 Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam akhir Bab sebelumnya  telah dijelaskan mengenai hak-hak perempuan-perempuan  untuk meraih ilmu pengetahuan duniawi, ajaran Islam tidak melarang kaum perempuan – seperti halnya kaum laki-laki – untuk memperoleh ilmu pengetahuan umum,  hingga dapat meraih gelar-gelar kesarjanaan tertentu, namun demikian hendaknya   ilmu-ilmu pengetahuan yang digeluti oleh kaum perempuan tersebut lebih selektif, yaitu yang sesuai dengan kodrat   perempuan sebagai  pihak yang paling berperan besar dan bertanggung jawab dalam mempersiapkan generasi penerus bangsa yang benar-benar berkualitas, baik dari segi kemampuan intelektual mau pun dari segi akhlak dan ruhani.

      Hal tersebut  sesuai dengan sabda Nabi Besar Muhammad saw. bahwa “Surga ada di bawah  telapak kaki ibu”, beliau saw. bersabda lagi mengenai peran besar kaum ibu  dalam menciptakan suatu bangsa yang berkualitas, bahwa: “Jika separuh   dari jumlah kaum perempuan  suatu bangsa (kaum) baik, maka bangsa tersebut akan baik pula.

Kesetaraan Derajat dan Hak   Perempuan dan   Laki-laki &
Suami Sebagai “Matahari” Lingkungan Keluarga

  Pendek kata,  aturan “pardah Islam” tetap memberikan hak-hak kepada  kaum perempuan untuk  dapat meraih    berbagai kemajuan dalam bidang pengetahuan  duniawi (intelektual), tetapi hendaknya – sebagaimana halnya tatanan alam semesta yang sangat serasi  sekali pun tidak ditopang oleh  tiang-tiang  penunjang  yang   kelihatan mata jasmani (QS.13:3; QS.31:11; QS.67:2-6) -- masing-masing tetap berada di jalur “orbit kehidupan” yang telah ditentukan Allah Swt. bagi mereka, dengan tetap memperhatikan aturan “pardah Islam”, supaya dalam kehidupan sosial tidak terjadi kesemrawutan  antara “orbit” kehidupan perempuan  dengan “orbit” kehidupan laki-laki, firman-Nya:
وَ لَا تَتَمَنَّوۡا مَا فَضَّلَ اللّٰہُ بِہٖ بَعۡضَکُمۡ عَلٰی بَعۡضٍ ؕ لِلرِّجَالِ نَصِیۡبٌ مِّمَّا اکۡتَسَبُوۡا ؕ وَ لِلنِّسَآءِ نَصِیۡبٌ مِّمَّا اکۡتَسَبۡنَ ؕ وَ سۡئَلُوا اللّٰہَ مِنۡ فَضۡلِہٖ ؕ اِنَّ اللّٰہَ کَانَ بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمًا ﴿﴾
Dan janganlah kamu menghasratkan sesuatu yang dengannya  Allah telah melebihkan sebagian kamu dari yang lain. Bagi  laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan-perempuan ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Dan mohonlah kepada Allah dari karunia-Nya, sesungguhnya Allah benar-benar Maha Mengetahui segala sesuatu. (An-Nisā[4]:33).
 Ayat ini menetapkan persamaan derajat antara laki-laki dan perempuan  dalam hal-hal yang menyangkut pekerjaan-pekerjaan dan ganjaran-ganjaran mereka sesuai kedudukan mereka dalam lingkungan rumahtangga, termasuk dalam hal   sebagai  penerima warisan sebagaimana yang dikemukakan oleh ayat selanjutnya (QS.4:34), namun tetap yang harus menjadi “kepala keluarga” dalam rumahtangga adalah suami – seperti halnya kedudukan matahari sebagai pusat di lingkungan tatasurya kita – sebab  jika tidak demikian maka  keadaan rumahtangga tidak akan harmonis, firman-Nya:
سُبۡحٰنَ الَّذِیۡ خَلَقَ الۡاَزۡوَاجَ کُلَّہَا مِمَّا تُنۡۢبِتُ الۡاَرۡضُ وَ مِنۡ اَنۡفُسِہِمۡ وَ  مِمَّا لَا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Maha Suci Dzat Yang menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan  baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan  dari diri mereka sendiri, mau pun  dari apa yang  tidak mereka ketahui.   (Yā Sīn [36]:37).
    Ilmu pengetahuan telah menemukan kenyataan bahwa pasangan-pasangan terdapat dalam segala sesuatu — dalam alam nabati, dan malahan dalam zat anorganik. Bahkan yang disebut unsur-unsur pun tidak terwujud dengan sendirinya. Unsur-unsur itu pun bergantung pada zat-zat lain untuk dapat mengambil wujud. Kebenaran ilmiah ini berlaku juga untuk kecerdasan manusia. Sebelum nur-nur samawi turun, manusia tidak dapat memperoleh ilmu sejati yang lahir dari perpaduan wahyu Ilahi dan kecerdasan otak manusia.

Pasangan  Suami-Istri Merupakan
Cikal-bakal Terbentuknya Suatu Bangsa

   Begitu juga halnya suami dan istri dalam  rumahtangga pun satu sama lain merupakan pasangan yang harus saling memberikan manfaat --  baik secara jasmani (duniawi) mau pun  dari segi akhlak dan ruhani, seperti halnya  fungsi pakaian  yang sempurna  karena Allah Swt. telah menyebut pasangan suami-istri tersebut sebagai “pakaian” (QS.2:188), supaya  tatanan  rumah tangga atau tatanan keluarga yang mereka bangun berkembang semakin meluas sehingga terbentuk suatu bangsa (kaum) yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt., fikrman-Nya:
 یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ  اِنَّا خَلَقۡنٰکُمۡ  مِّنۡ ذَکَرٍ وَّ اُنۡثٰی وَ جَعَلۡنٰکُمۡ شُعُوۡبًا وَّ قَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوۡا ؕ اِنَّ  اَکۡرَمَکُمۡ  عِنۡدَ اللّٰہِ  اَتۡقٰکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَلِیۡمٌ خَبِیۡرٌ ﴿۱۳﴾
Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan,  dan Kami telah menjadikan kamu bangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu dapat saling mengenal. Sesungguhnya  yang paling mulia  di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Maha Waspada.  (Al-Hujurāt [49]:14).
  Syu’ub itu jamak dari sya’b, yang berarti: suku bangsa besar, induk suku-suku bangsa disebut qabilah, tempat mereka berasal dan yang meliputi mereka; suku bangsa (Lexicon Lane).
Jadi, betapa strategisnya lembaga pernikahan dalam agama Islam, itulah sebabnya -- baik dalam rangka melakuian pernikahan mau pun perceraian  -- begitu banyak tahapan-tahapan yang harus diperhatikan  oleh kedua calon pengantin yang akan menikah,atau pasangan suami-istri dan keluarga yang akan bercerai dengan tetap mengutamakan masalah ketakwaan kepada Allah Swt.  dan ketaatan kepada  Nabi Besar Muhammad saw..
 Sesudah membahas masalah persaudaraan dalam Islam pada dua ayat sebe-lumnya (QS.49:12-13), ayat 14 meletakkan dasar persaudaraan yang melingkupi dan meliputi seluruh umat manusia. Pada hakikatnya, ayat ini merupakan “Magna Charta”  (Piagam Persaudaraan dan Persamaan) umat manusia.
  Ayat ini menumbangkan rasa dan sikap lebih unggul semu lagi bodoh, yang lahir dari keangkuhan rasial atau kesombongan nasional. Karena umat manusia sama-sama diciptakan dari jenis laki-laki dan perempuan, maka sebagai makhluk manusia, semua orang telah dinyatakan sama dalam pandangan Allah Swt.. Harga seseorang tidak dinilai oleh warna kulitnya, jumlah harta miliknya, oleh pangkatnya atau kedudukannya dalam masyarakat, keturunan atau asal-usulnya, melainkan oleh keagungan akhlaknya dan oleh caranya melaksanakan kewajiban kepada Allah Swt.  (hablun-minallāh) dan manusia (hablun-minan-nās). 
   Seluruh keturunan manusia, tidak lain hanya suatu keluarga belaka. Pembagian suku-suku bangsa, bangsa-bangsa dan rumpun-rumpun bangsa dimaksudkan untuk memberikan kepada mereka saling pengertian yang lebih baik, terhadap satu-sama lain agar mereka dapat saling mengambil manfaat dari kepribadian serta sifat-sifat baik bangsa-bangsa itu masing-masing.

Khutbah Nikah (Nasihat Pernikahan)

   Pada peristiwa Haj terakhir di Mekkah, tidak lama sebelum  Nabi Besar Muhammad saw.   wafat, beliau saw. berkhutbah di hadapan sejumlah besar orang-orang Muslim dengan mengatakan:
Wahai sekalian manusia! Tuhan kamu itu Esa dan bapak-bapak kamu satu jua. Seorang orang Arab tidak mempunyai kelebihan atas orang-orang non Arab. Seorang kulit putih sekali-kali tidak mempunyai kelebihan atas orang-orang berkulit merah, begitu pula sebaliknya, seorang kulit merah tidak mempunyai kelebihan apa pun di atas orang berkulit putih melainkan kelebihannya ialah sampai sejauh mana ia melaksanakan kewajibannya terha-dap Allāh dan manusia. Orang yang paling mulia di antara kamu sekalian pada pan-dangan Allah ialah yang paling bertakwa di antaramu” (Baihaqi).
      Sabda agung ini menyimpulkan cita-cita paling luhur dan asas-asas paling kuat. Di tengah suatu masyarakat Arabia yang terpecah-belah dalam kelas-kelas yang berbeda itulah, Nabi Besar Muhammad saw.  mengajarkan asas yang sangat demokratis.
     Jadi, betapa besarnya peran ketakwaan yang harus dimiliki oleh pasangan suami-istri dalam upaya membentuk suatu bangsa besar yang berkualitas dalam berbagai seginya kehidupannya melalui lembaga pernikahan, berikut adalah ayat-ayat Al-Quran yang senantiasa disampaikan oleh Nabi Besar Muhammad saw. dalam kesempatan menyampaikan nasihat  pernikahan (khutbah nikah) mengenai pentingnya ketakwaan, firman-Nya: 
یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ اتَّقُوۡا رَبَّکُمُ الَّذِیۡ خَلَقَکُمۡ مِّنۡ نَّفۡسٍ وَّاحِدَۃٍ وَّ خَلَقَ مِنۡہَا زَوۡجَہَا وَ بَثَّ مِنۡہُمَا رِجَالًا کَثِیۡرًا وَّ نِسَآءً ۚ وَ اتَّقُوا اللّٰہَ الَّذِیۡ تَسَآءَلُوۡنَ بِہٖ وَ الۡاَرۡحَامَ ؕ اِنَّ اللّٰہَ کَانَ عَلَیۡکُمۡ  رَقِیۡبًا ﴿﴾ 
Hai manusia,  bertakwalah kepada Allah  Tuhan kamu  Yang menciptakan kamu dari satu jiwa dan darinya Dia menciptakan jodohnya  sebagai pasangan serta mengembang-biakkan dari keduanya banyak laki-laki dan perempuan. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain,  dan bertakwalah mengenai hubungan kekerabatan,  sesungguhnya Allah senantiasa menjaga dan mengawasi kamu.     (An-Nisā [4]:2).
Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 14 Maret  2013







Tidak ada komentar:

Posting Komentar