بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 56
Perumpamaan “Kalimat yang Baik”
dan “Kalimat yang Buruk”
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam akhir Bab sebelumnya
dijelaskan mengenai falsafah keempat jenis “minuman
surgawi” yang disediakan bagi para penghuni surga golongan as-sābiqūn
(yang terdepan/paling dahulu), firman-Nya:
مَثَلُ الۡجَنَّۃِ الَّتِیۡ وُعِدَ الۡمُتَّقُوۡنَ ؕ
فِیۡہَاۤ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ مَّآءٍ غَیۡرِ اٰسِنٍ ۚ وَ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ لَّبَنٍ لَّمۡ یَتَغَیَّرۡ
طَعۡمُہٗ ۚ وَ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ
خَمۡرٍ لَّذَّۃٍ لِّلشّٰرِبِیۡنَ ۬ۚ وَ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ عَسَلٍ
مُّصَفًّی ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَا مِنۡ کُلِّ
الثَّمَرٰتِ وَ مَغۡفِرَۃٌ مِّنۡ رَّبِّہِمۡ ؕ
کَمَنۡ ہُوَ خَالِدٌ فِی النَّارِ وَ سُقُوۡا مَآءً حَمِیۡمًا
فَقَطَّعَ اَمۡعَآءَہُمۡ ﴿﴾
Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa, di dalamnya
terdapat sungai-sungai yang airnya tidak
akan rusak; dan sungai-sungai susu
yang rasanya tidak berubah, dan sungai-sungai
arak yang sangat lezat rasanya bagi orang-orang
yang meminum, dan sungai-sungai madu
yang dijernihkan. Dan bagi mereka di dalamnya ada segala macam buah-buahan, dan pengampunan dari Tuhan mereka. Apakah sama seperti orang yang
tinggal kekal di dalam Api dan diberi
minum air mendidih, sehingga akan
merobek-robek usus mereka? (Muhammad [47]:17).
Al-Quran Merupakah Khazanah Nikmat-nikmat
Surgawi yang Tidak terbatas
Keempat macam “minuman ruhani” yang berasal
dari empat macam “sungai surgawi”
tersebut terdapat dalam Al-Quran secara berlimpah-ruah, berikut firman Allah
Swt. mengenai ketak-terbatasan
khazanah-khazanah ilmu pengetahuan
jasmani mau pun ruhani yang
terkandung dalam Al-Quran :
قُلۡ لَّوۡ کَانَ الۡبَحۡرُ مِدَادًا لِّکَلِمٰتِ رَبِّیۡ لَنَفِدَ الۡبَحۡرُ قَبۡلَ اَنۡ تَنۡفَدَ کَلِمٰتُ
رَبِّیۡ وَ
لَوۡ جِئۡنَا بِمِثۡلِہٖ مَدَدًا
﴿﴾
Katakanlah: "'Seandainya lautan menjadi tinta untuk menuliskan
kalimat-kalimat Tuhan-ku, niscaya lautan itu akan habis sebelum
kalimat-kalimat Tuhan-ku habis dituliskan, sekalipun Kami datangkan sebanyak itu lagi sebagai
tambahannya. (Al-Kahf [18]:110)
Bangsa-bangsa
Kristen dari barat membanggakan diri atas penemuan-penemu-an dan hasil-hasil
mereka yang besar dalam ilmu pengetahuan
duniawi, dan nampaknya mereka
dikuasai anggapan keliru bahwa mereka telah berhasil mengetahui
seluk-beluk rahasia-rahasia takhliq
(penciptaan) itu sendiri. Hal itu hanya pembualan
yang sia-sia belaka.
Rahasia-rahasia Tuhan tidak ada habisnya dan
tidak dapat diselami, sehingga apa yang telah mereka temukan sampai sekarang,
dan apa yang nanti akan ditemukan dengan segala susah payah, jika dibandingkan
dengan rahasia-rahasia Allah Swt. belumlah merupakan setitik pun air
dalam samudera, firman-Nya lagi:
لِلّٰہِ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ ہُوَ
الۡغَنِیُّ الۡحَمِیۡدُ ﴿﴾ وَ لَوۡ اَنَّ مَا فِی
الۡاَرۡضِ مِنۡ شَجَرَۃٍ اَقۡلَامٌ وَّ
الۡبَحۡرُ یَمُدُّہٗ مِنۡۢ بَعۡدِہٖ سَبۡعَۃُ اَبۡحُرٍ
مَّا نَفِدَتۡ کَلِمٰتُ اللّٰہِ ؕ
اِنَّ اللّٰہَ عَزِیۡزٌ
حَکِیۡمٌ ﴿﴾
Kepunyaan Allah apa pun yang ada di seluruh
langit dan bumi, sesungguhnya Allah Dia
Maha Kaya, Maha Terpuji. Dan seandainya pohon-pohon di bumi ini menjadi pena dan laut
ditambahkan kepadanya sesudahnya
tujuh laut menjadi
tinta, kalimat Allah sekali-kali tidak akan habis. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (Luqman [31]:27-28).
Bilangan “7” dan “70”
digunakan dalam bahasa Arab adalah menyatakan jumlah besar, dan bukan
benar-benar “tujuh” dan “tujuh puluh” sebagai angka-angka bilangan lazim. Sehubungan
dengan ungkapan “kalimat Allah” dalam
ayat tersebut.
Perumpaman “Pohon yang Baik” dan “Pohon yang Buruk”
Dalam Surah lain Allah Swt. mengemukakan
perumpamaan mengenai keluarbiasaan
dan kesempurnaan Al-Quran:
اَلَمۡ تَرَ کَیۡفَ ضَرَبَ اللّٰہُ مَثَلًا کَلِمَۃً
طَیِّبَۃً کَشَجَرَۃٍ طَیِّبَۃٍ اَصۡلُہَا ثَابِتٌ وَّ فَرۡعُہَا
فِی السَّمَآءِ ﴿ۙ﴾ تُؤۡتِیۡۤ
اُکُلَہَا کُلَّ حِیۡنٍۭ بِاِذۡنِ
رَبِّہَا ؕ وَ یَضۡرِبُ اللّٰہُ
الۡاَمۡثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّہُمۡ یَتَذَکَّرُوۡنَ ﴿﴾ وَ مَثَلُ کَلِمَۃٍ خَبِیۡثَۃٍ کَشَجَرَۃٍ
خَبِیۡثَۃِۣ اجۡتُثَّتۡ مِنۡ فَوۡقِ الۡاَرۡضِ مَا لَہَا مِنۡ
قَرَارٍ ﴿﴾ یُثَبِّتُ اللّٰہُ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا بِالۡقَوۡلِ الثَّابِتِ فِی
الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا وَ فِی الۡاٰخِرَۃِ ۚ وَ یُضِلُّ اللّٰہُ الظّٰلِمِیۡنَ ۟ۙ
وَ یَفۡعَلُ اللّٰہُ مَا یَشَآءُ﴿٪﴾
Tidakkah
engkau melihat, bagaimana Allah
mengemukakan perumpamaan satu kalimat yang baik? Kalimat itu seperti sebatang pohon yang baik, yang
akarnya kokoh kuat dan cabang-cabangnya menjangkau langit?
Ia memberikan buahnya setiap waktu dengan izin Tuhan-Nya, dan Allah mengemukakan perumpamaan-perumpamaan itu bagi manusia, supaya
mereka mendapat nasihat. Dan perumpamaan
kalimah yang buruk adalah seperti pohon buruk yang telah dicabut dengan akar-akarnya
dari permukaan bumi, ia sekali-kali tidak
memiliki kemantapan. Allah meneguhkan
orang-orang yang beriman dengan firman yang kokoh dalam kehidupan di dunia dan
di akhirat, dan Allah menyesatkan
orang-orang zalim, dan Allah berbuat
apa yang Dia kehendaki. (Ibrahim [14]:25-28).
Firman Allah Swt. dalam ayat-ayat ini diumpamakan sebatang pohon
yang mempunyai empat macam sifat yang
penting:
(a) Kalam Ilahi itu baik, artinya bersih dari segala ajaran-ajaran yang bertentangan dengan akal dan kata hati manusia atau berlawanan dengan perasaan dan kepekaan tabiat
manusia.
(b) Seperti sebatang pohon yang
baik, akarnya dalam serta buahnya subur (lebat); Kalam Ilahi itu
mempunyai dasar yang kuat dan kokoh, dan menerima hayat (hidup) serta jaminan
hidup yang tetap segar dari sumbernya;
dan laksana sebatang pohon yang
kuat firman
Ilahi itu tidak merunduk oleh tiupan
angin perlawanan serta kecaman
yang timbul dari rasa permusuhan, tetapi berdiri tegak di hadapan segala taufan
badai.
Firman Allah itu mendapat hayat (hidup)
dan jaminan hidup hanya dari satu sumber dan karena itu tidak ada ketidak-serasian atau pertentangan dalam prinsip-prinsip dan ajarannya (QS.3:83; QS.47:25), sebagaimana halnya kesempurnaan tatanan alam semesta
(QS.65:13; QS.67:1-6; QS.71:16).
(c) Dahan-dahannya menjangkau sampai
ke langit, yang berarti bahwa dengan mengamalkannya, orang dapat menanjak ke puncak-puncak kemuliaan ruhani
tertinggi.
(d) Kalam Ilahi itu menghasilkan buahnya yang berlimpah-limpah di segala
musim, yang berarti bahwa berkat-berkatnya
nampak di sepanjang masa. Kalam Ilahi itu di sepanjang abad terus-menerus
membuahkan orang-orang yang karena beramal sesuai dengan ajaran-ajarannya
mencapai perhubungan dengan Allah Swt., dan karena kejujurannya
serta kesucian dalam tingkah lakunya, menjulang tinggi dan
mengatasi orang-orang yang sezaman dengan mereka, contohnya adalah para wali Allah dan para mujaddid Islam, yang merupakan ‘ulama
(para ‘alim) hakiki – QS.35:28-29).
Al-Quran memiliki semua sifat itu
dalam ukuran yang sepenuhnya.
Selanjutnya Allah Swt. mengemukakan
perumpamaan “pohon yang
buruk”, bahwa berbeda dari “pohon yang
baik”, kitab yang diciptakan oleh
seorang pemalsu, adalah seperti pohon yang buruk. Ia tidak memiliki
kekekalan atau kemantapan. Ajarannya
tidak didukung oleh akal maupun hukum-hukum alam. Kitab semacam itu tak dapat bertahan terhadap kritikan, dan asas-asas serta cita-citanya terus berubah bersama dengan berubahnya
keadaan manusia dan lingkungannya.
Kitab seperti itu merupakan ajaran yang campur aduk, dikumpulkan
dari sumber-sumber yang
meragukan. Kitab semacam itu tidak bisa melahirkan orang-orang yang dapat menda'wakan pernah mengadakan perhubungan yang hakiki dengan Allah Swt.. Kitab yang seperti itu tidak
menerima daya hidup yang baru dari sumber Ilahi dan selamanya terancam keruntuhan dan kemunduran.
Al-Quran Sebagai Penyembuh,
petunjuk , Nasihat, dan Rahmat
Sehubungan dengan kesempurnaan Al-Quran sebagai “pohon yang baik” tersebut, dalam Surah lain Allah Swt. berfirman:
وَ نُنَزِّلُ مِنَ الۡقُرۡاٰنِ مَا ہُوَ
شِفَآءٌ وَّ رَحۡمَۃٌ لِّلۡمُؤۡمِنِیۡنَ
ۙ وَ لَا یَزِیۡدُ الظّٰلِمِیۡنَ
اِلَّا خَسَارًا ﴿﴾
Dan Kami
menurunkan dari Al-Quran
suatu penyembuh dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman,
tetapi tidak menambah kepada orang-orang
yang zalim melainkan kerugian. (Bani
Israil [17]:83).
Firman-Nya
lagi:
یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ قَدۡ جَآءَتۡکُمۡ مَّوۡعِظَۃٌ مِّنۡ
رَّبِّکُمۡ وَ شِفَآءٌ لِّمَا فِی الصُّدُوۡرِ ۬ۙ وَ ہُدًی وَّ رَحۡمَۃٌ لِّلۡمُؤۡمِنِیۡنَ
﴿﴾
Hai manusia, sungguh
telah datang kepada kamu suatu
nasihat dari Tuhan-mu, dan penyembuh
untuk apa
yang ada di dalam dada, serta petunjuk
dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Yunus [10]:58).
Allah Swt. telah menyebut Al-Quran itu mau’izhah
(nasihat), sebab:
(a) Al-Quran mengandung ajaran-ajaran yang bertolak dari keinginan-keinginan murni untuk memberi nasihat
yang baik,
(b) Ajaran Al-Quran itu telah
diperhitungkan akan mempengaruhi dan menyentuh hati sanubari manusia
sedalam-dalamnya dan;
(c) Al-Quran telah mengemukakan
dengan cara yang indah segala dasar
dan kaidah mengenai amal perbuatan, yang menuju kepada perubahan akhlak dan sukses dalam kehidupan.
Jika difahamkan
dalam pengertian jasmani (harfiah)
maka ayat Surah Muhammad ayat 17 mengenai
keempat macam sungai surgawi akan
berarti, bahwa dalam kehidupan di dunia ini orang-orang beriman dan beramal shaleh akan memperoleh semua barang itu dengan berlimpah-limpah sehingga membuat kehidupan jadi senang, nikmat dan
bermanfaat.
Apabila dimaknai secara kiasan dan dalam pengertian ruhani
maka hal itu akan berarti bahwa orang-orang
beriman dan beramal shaleh akan mendapatkan:
(1) kehidupan yang penuh kepuasan, sebagaimana halnya air
yang menghilangkan dahaga, sehingga terhindar dari kematian;
(2) dianugerahi ilmu keruhanian
karena minum “susu ruhani”, yang
menyebabkan terjadinya pertumbuhan bayi;
(3) akan minum arak kecintaan Ilahi yang menimbulkan kerinduan
atau mabuk cinta kepada Allah Swt.;
(4) akan mengamalkan perbuatan-perbuatan yang akan merebut kecintaan dan penghargaan manusia terhadap diri mereka karena semua penyakit akhlak dan ruhani mereka telah sembuh berkat minum dari “sungai madu ruhani”.
‘Ulama
(Para ‘Alim) Hakiki &
Ûlil Albāb (Orang-orang yang Berakal)
Mengenai keempat hal tersebut berikut adalah firman Allah Swt. mengenai keadaan ‘ulama (para ‘alim) hakiki dari kalangan hamba-hamba-Nya:
اَلَمۡ
تَرَ اَنَّ اللّٰہَ اَنۡزَلَ مِنَ
السَّمَآءِ مَآءً ۚ
فَاَخۡرَجۡنَا بِہٖ ثَمَرٰتٍ
مُّخۡتَلِفًا اَلۡوَانُہَا ؕ وَ
مِنَ الۡجِبَالِ جُدَدٌۢ بِیۡضٌ وَّ
حُمۡرٌ مُّخۡتَلِفٌ اَلۡوَانُہَا وَ
غَرَابِیۡبُ سُوۡدٌ ﴿﴾ وَ مِنَ النَّاسِ وَ الدَّوَآبِّ وَ الۡاَنۡعَامِ
مُخۡتَلِفٌ اَلۡوَانُہٗ کَذٰلِکَ ؕ
اِنَّمَا یَخۡشَی اللّٰہَ مِنۡ عِبَادِہِ
الۡعُلَمٰٓؤُا ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَزِیۡزٌ
غَفُوۡرٌ ﴿﴾
Apakah
engkau tidak melihat bahwasanya Allah menurunkan air dari awan, dan
Kami mengeluarkan dengan air itu buah-buahan
yang beraneka warnanya. Dan di gunung-gunung
ada garis-garis putih, merah dengan beraneka macam warnanya, dan ada
yang sehitam burung gagak? Dan demikian juga di antara manusia, hewan berkaki empat dan binatang ternak bermacam-macam warnanya. Sesungguhnya dari
antara hamba-hamba-Nya yang takut kepada Allah adalah ulama. Sesungguhnya Allah
Maha Perkasa, Maha Pengampun. (Al-Fāthir
[35]:28-29).
Ayat 28 bermaksud
mengatakan, bahwa bila hujan turun di
atas tanah yang kering dan gersang, maka air
hujan itu menimbulkan aneka ragam
tanam-tanaman, bunga-bungaan, dan buah-buahan yang warna warni serta aneka cita
rasa, dan bentuk serta corak yang berlainan.
Air hujannya sama tetapi tanam-tanaman, bunga-bungaan, dan buah-buahan yang
dihasilkan sangat berbeda satu sama
lain. Perbedaan-perbedaan itu mungkin sekali dikarenakan sifat yang dimiliki tanah
dan benih. Demikian pula manakala wahyu Ilahi — yang pada beberapa tempat
dalam Al-Quran telah diibaratkan air
— turun kepada suatu kaum, maka wahyu itu menimbulkan berbagai-bagai akibat dan pengaruh pada bermacam-macam manusia
menurut keadaan “tanah” (hati) mereka dan cara
mereka menerimanya.
Ayat 29 lebih lanjut menjelaskan
bahwa keragaman yang indah sekali
dalam bentuk, warna, dan corak, yang telah dikemukakan dalam ayat sebelumnya
tidak hanya terdapat pada bunga, buah, dan batu karang, akan tetapi juga pada manusia, binatang buas dan binatang ternak.
Kata an-nās (manusia), ad-dawāb
(binatang buas) dan al-an’ām (binatang ternak) dapat juga melukiskan
manusia dengan bermacam-macam
kesanggupan, pembawaan, dan kecenderungan alami. Ungkapan “Sesungguhnya dari
antara hamba-hambanya yang takut kepada Allah dari adalah ‘ulama”
memberikan bobot arti kepada pandangan bahwa ketiga kata itu menggambarkan tiga golongan manusia, yang di antara
mereka itu hanya mereka yang dikaruniai
ilmu saja yang takut kepada Tuhan.
Akan tetapi di sini ilmu itu tidak seharusnya selalu berarti ilmu keruhanian, akan tetapi juga pengetahuan
hukum alam. Penyelidikan yang seksama terhadap alam dan hukum-hukumnya
niscaya membawa orang kepada makrifat
(pengetahuan) mengenai kekuasaan Maha
Besar Allah Ta’ala dan sebagai akibat-nya merasa kagum dan takzim terhadap
Allah Swt, Tuhan Pencipta seluruh alam.
Allah Swt. menyebut mereka ūlil albāb (orang-orang yang berakal)
yang setelah berhasil menyaksikan berbagai macam Tanda-tanda
Allah yang ada di alam semesta serta
berhasil memahami Tanda-tanda zaman –
antara lain berupa timbulnya berbagai
bentuk azab Ilahi di seluruh dunia -- kemudian mereka berhasil mengenal seorang “penyeru dari Allah” yakni rasul
Allah yang kedatangannya dijanjikan QS.3:191-195.
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 5 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar