Senin, 04 Maret 2013

Perumpamaan "Kalimat yang Baik" dan "Kalimat yang Buruk"



      بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 56


Perumpamaan “Kalimat yang Baik”
 dan “Kalimat yang Buruk”   

 
 Oleh

 Ki Langlang Buana Kusuma


Dalam akhir Bab  sebelumnya  dijelaskan mengenai falsafah  keempat jenis  minuman surgawi” yang disediakan bagi para penghuni surga golongan as-sābiqūn (yang terdepan/paling dahulu),  firman-Nya:
مَثَلُ الۡجَنَّۃِ الَّتِیۡ وُعِدَ الۡمُتَّقُوۡنَ ؕ فِیۡہَاۤ اَنۡہٰرٌ  مِّنۡ  مَّآءٍ غَیۡرِ اٰسِنٍ ۚ وَ  اَنۡہٰرٌ مِّنۡ لَّبَنٍ لَّمۡ  یَتَغَیَّرۡ  طَعۡمُہٗ ۚ وَ اَنۡہٰرٌ  مِّنۡ خَمۡرٍ  لَّذَّۃٍ   لِّلشّٰرِبِیۡنَ ۬ۚ وَ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ عَسَلٍ مُّصَفًّی ؕ وَ لَہُمۡ  فِیۡہَا مِنۡ کُلِّ الثَّمَرٰتِ وَ مَغۡفِرَۃٌ  مِّنۡ  رَّبِّہِمۡ ؕ  کَمَنۡ ہُوَ خَالِدٌ فِی النَّارِ وَ سُقُوۡا مَآءً حَمِیۡمًا فَقَطَّعَ  اَمۡعَآءَہُمۡ ﴿﴾
Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa, di dalamnya terdapat sungai-sungai yang airnya tidak akan rusak; dan sungai-sungai susu yang rasanya tidak berubah, dan sungai-sungai arak yang sangat lezat rasanya bagi orang-orang yang meminum, dan sungai-sungai madu yang dijernihkan. Dan bagi mereka di dalamnya ada segala macam buah-buahan, dan pengampunan dari Tuhan mereka. Apakah sama seperti orang yang tinggal kekal di dalam Api dan diberi minum air mendidih, sehingga akan merobek-robek usus mereka? (Muhammad [47]:17).

Al-Quran Merupakah Khazanah Nikmat-nikmat
 Surgawi  yang Tidak terbatas

    Keempat macam “minuman ruhani  yang berasal dari empat macam “sungai surgawi” tersebut  terdapat dalam Al-Quran secara berlimpah-ruah, berikut firman Allah Swt. mengenai ketak-terbatasan khazanah-khazanah ilmu pengetahuan jasmani mau pun ruhani yang terkandung dalam Al-Quran :
قُلۡ لَّوۡ کَانَ الۡبَحۡرُ مِدَادًا لِّکَلِمٰتِ رَبِّیۡ لَنَفِدَ الۡبَحۡرُ  قَبۡلَ اَنۡ تَنۡفَدَ کَلِمٰتُ رَبِّیۡ وَ لَوۡ  جِئۡنَا بِمِثۡلِہٖ  مَدَدًا ﴿﴾
Katakanlah: "'Seandainya lautan menjadi tinta untuk me­nuliskan kalimat-kalimat Tuhan-ku, niscaya  lautan itu akan habis se­belum kalimat-kalimat Tuhan-ku habis dituliskan, sekalipun Kami datangkan sebanyak itu lagi sebagai tambahannya.  (Al-Kahf [18]:110)
Bangsa-bangsa Kristen dari barat membanggakan diri atas penemuan­-penemu-an dan hasil-hasil mereka yang besar dalam ilmu pengetahuan duniawi, dan nampaknya mereka dikuasai anggapan keliru  bahwa mereka telah berhasil mengetahui seluk-beluk rahasia-rahasia takhliq (penciptaan) itu sendiri. Hal itu hanya pembualan yang sia-sia belaka.
 Rahasia-rahasia Tuhan tidak ada habisnya dan tidak dapat diselami, sehingga apa yang telah mereka temukan sampai sekarang, dan apa yang nanti akan ditemukan dengan segala susah payah, jika dibandingkan dengan rahasia-rahasia Allah Swt. belumlah merupakan setitik pun air dalam samudera, firman-Nya lagi:
لِلّٰہِ مَا فِی السَّمٰوٰتِ  وَ الۡاَرۡضِ ؕ اِنَّ  اللّٰہَ ہُوَ  الۡغَنِیُّ   الۡحَمِیۡدُ ﴿﴾  وَ لَوۡ اَنَّ مَا فِی الۡاَرۡضِ مِنۡ شَجَرَۃٍ  اَقۡلَامٌ  وَّ  الۡبَحۡرُ  یَمُدُّہٗ  مِنۡۢ بَعۡدِہٖ سَبۡعَۃُ  اَبۡحُرٍ  مَّا نَفِدَتۡ  کَلِمٰتُ اللّٰہِ ؕ اِنَّ  اللّٰہَ  عَزِیۡزٌ  حَکِیۡمٌ ﴿﴾
Kepunyaan Allah apa pun yang ada di seluruh langit dan bumi, sesungguhnya  Allah Dia Maha Kaya, Maha Terpuji. Dan  seandainya pohon-pohon  di bumi ini menjadi pena dan laut    ditambahkan kepadanya  sesudahnya tujuh  laut menjadi tinta,  kalimat Allah sekali-kali tidak akan habis. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (Luqman [31]:27-28).
 Bilangan “7” dan “70” digunakan dalam bahasa Arab adalah menyatakan jumlah besar, dan bukan benar-benar “tujuh” dan “tujuh puluh” sebagai angka-angka bilangan lazim. Sehubungan dengan ungkapan “kalimat Allah” dalam ayat tersebut.

Perumpaman “Pohon yang Baik” dan “Pohon yang Buruk”

      Dalam Surah lain Allah Swt. mengemukakan perumpamaan  mengenai  keluarbiasaan dan kesempurnaan Al-Quran:
اَلَمۡ تَرَ کَیۡفَ ضَرَبَ اللّٰہُ مَثَلًا کَلِمَۃً طَیِّبَۃً  کَشَجَرَۃٍ  طَیِّبَۃٍ اَصۡلُہَا ثَابِتٌ وَّ فَرۡعُہَا فِی  السَّمَآءِ ﴿ۙ﴾  تُؤۡتِیۡۤ  اُکُلَہَا کُلَّ حِیۡنٍۭ  بِاِذۡنِ رَبِّہَا ؕ وَ یَضۡرِبُ اللّٰہُ  الۡاَمۡثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّہُمۡ یَتَذَکَّرُوۡنَ ﴿﴾  وَ مَثَلُ کَلِمَۃٍ خَبِیۡثَۃٍ کَشَجَرَۃٍ خَبِیۡثَۃِۣ اجۡتُثَّتۡ مِنۡ فَوۡقِ الۡاَرۡضِ مَا  لَہَا مِنۡ  قَرَارٍ ﴿﴾  یُثَبِّتُ اللّٰہُ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا بِالۡقَوۡلِ الثَّابِتِ فِی الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا وَ فِی الۡاٰخِرَۃِ ۚ وَ یُضِلُّ اللّٰہُ الظّٰلِمِیۡنَ ۟ۙ وَ یَفۡعَلُ  اللّٰہُ  مَا یَشَآءُ﴿٪﴾
Tidakkah engkau melihat, bagaimana Allah mengemukakan perumpamaan satu kalimat yang baik? Kalimat itu seperti sebatang pohon yang baik, yang akarnya kokoh kuat dan cabang-cabangnya menjangkau  langit?  Ia memberikan buahnya  setiap waktu dengan izin Tuhan-Nya, dan  Allah mengemukakan  perumpamaan-perumpamaan itu bagi manusia, supaya mereka mendapat nasihat.   Dan perumpamaan kalimah yang buruk adalah seperti  pohon buruk yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi, ia sekali-kali tidak   memiliki kemantapan.   Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan firman yang kokoh dalam kehidupan di dunia dan di akhirat, dan Allah menyesatkan orang-orang zalim, dan Allah berbuat apa yang Dia kehendaki. (Ibrahim [14]:25-28).
     Firman Allah Swt.  dalam ayat-ayat ini diumpamakan sebatang pohon yang mempunyai empat macam sifat yang penting:
    (a) Kalam Ilahi  itu baik, artinya bersih dari segala ajaran-ajaran yang bertentangan dengan akal dan kata hati manusia atau berlawanan dengan perasaan dan kepekaan tabiat manusia.
     (b) Seperti sebatang pohon yang baik, akarnya dalam serta buahnya subur (lebat); Kalam Ilahi itu mempunyai dasar yang kuat dan kokoh, dan menerima hayat (hidup) serta jaminan hidup yang tetap segar dari sumbernya; dan laksana sebatang pohon yang kuat  firman Ilahi itu tidak merunduk oleh tiupan angin perlawanan serta kecaman yang timbul dari rasa permusuhan, tetapi berdiri tegak di hadapan segala taufan badai.
     Firman Allah itu mendapat hayat (hidup) dan jaminan hidup hanya dari satu sumber dan karena itu tidak ada ketidak-serasian atau pertentangan dalam prinsip-prinsip dan ajarannya  (QS.3:83; QS.47:25), sebagaimana halnya kesempurnaan tatanan alam semesta (QS.65:13; QS.67:1-6; QS.71:16).
       (c) Dahan-dahannya menjangkau sampai ke langit, yang berarti bahwa dengan mengamalkannya, orang dapat menanjak ke puncak-puncak kemuliaan ruhani tertinggi.
      (d) Kalam Ilahi itu menghasilkan buahnya yang berlimpah-limpah di segala musim, yang berarti bahwa berkat-berkatnya nampak di sepanjang masa. Kalam Ilahi itu di sepanjang abad terus-menerus membuahkan orang-orang yang karena beramal sesuai dengan ajaran-ajarannya mencapai perhubungan dengan Allah Swt.,  dan karena kejujurannya serta kesucian dalam tingkah lakunya, menjulang tinggi dan mengatasi orang-orang yang sezaman dengan mereka, contohnya adalah para wali Allah dan para mujaddid Islam, yang merupakan ‘ulama (para ‘alim) hakiki – QS.35:28-29). Al-Quran memiliki semua sifat itu dalam ukuran yang sepenuhnya.
      Selanjutnya Allah Swt.  mengemukakan  perumpamaan “pohon yang buruk”, bahwa berbeda dari “pohon yang baik”, kitab yang diciptakan oleh seorang pemalsu, adalah seperti pohon yang buruk. Ia tidak memiliki kekekalan atau kemantapan. Ajarannya tidak didukung oleh akal maupun hukum-hukum alam. Kitab semacam itu tak dapat bertahan terhadap kritikan, dan asas-asas serta cita-citanya terus berubah bersama dengan berubahnya keadaan manusia dan lingkungannya.
Kitab seperti itu merupakan ajaran yang campur aduk, dikumpulkan dari sumber-sumber yang meragukan.  Kitab semacam itu tidak bisa melahirkan orang-orang yang dapat menda'wakan pernah mengadakan perhubungan yang hakiki dengan Allah Swt.. Kitab yang seperti itu tidak menerima daya hidup yang baru dari sumber Ilahi dan selamanya terancam keruntuhan dan kemunduran.

Al-Quran Sebagai  Penyembuh, petunjuk , Nasihat,  dan Rahmat

    Sehubungan  dengan kesempurnaan Al-Quran sebagai “pohon yang baik” tersebut,  dalam Surah lain Allah Swt. berfirman:

 وَ نُنَزِّلُ مِنَ الۡقُرۡاٰنِ مَا ہُوَ شِفَآءٌ وَّ رَحۡمَۃٌ  لِّلۡمُؤۡمِنِیۡنَ ۙ وَ لَا یَزِیۡدُ الظّٰلِمِیۡنَ   اِلَّا  خَسَارًا ﴿﴾
Dan  Kami  menurunkan dari Al-Quran suatu  penyembuh dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, tetapi tidak menambah kepada orang-orang yang zalim melainkan kerugian. (Bani Israil [17]:83). 
Firman-Nya lagi:
یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ قَدۡ جَآءَتۡکُمۡ  مَّوۡعِظَۃٌ مِّنۡ رَّبِّکُمۡ وَ شِفَآءٌ لِّمَا فِی الصُّدُوۡرِ ۬ۙ وَ ہُدًی  وَّ رَحۡمَۃٌ   لِّلۡمُؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾
Hai manusia,  sungguh  telah datang kepada kamu suatu nasihat dari Tuhan-mu, dan penyembuh untuk    apa yang ada di dalam dada, serta petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Yunus [10]:58).
       Allah Swt.  telah menyebut Al-Quran itu mau’izhah (nasihat), sebab:
     (a) Al-Quran mengandung ajaran-ajaran yang bertolak dari keinginan-keinginan murni untuk memberi nasihat  yang baik,
      (b) Ajaran Al-Quran itu telah diperhitungkan akan mempengaruhi dan menyentuh hati sanubari manusia sedalam-dalamnya dan;
    (c) Al-Quran telah mengemukakan dengan cara yang indah segala dasar dan kaidah mengenai amal perbuatan, yang menuju kepada perubahan akhlak dan sukses dalam kehidupan.
    Jika difahamkan dalam pengertian jasmani (harfiah) maka ayat Surah Muhammad ayat 17 mengenai keempat macam sungai surgawi   akan berarti,  bahwa dalam kehidupan di dunia ini orang-orang beriman dan beramal shaleh akan memperoleh semua barang itu dengan berlimpah-limpah sehingga membuat kehidupan jadi senang, nikmat dan bermanfaat.
      Apabila dimaknai  secara kiasan dan dalam pengertian ruhani  maka hal itu akan berarti bahwa orang-orang beriman dan beramal shaleh akan mendapatkan:
       (1) kehidupan yang penuh kepuasan, sebagaimana halnya  air yang menghilangkan dahaga, sehingga terhindar dari kematian;
       (2) dianugerahi ilmu keruhanian karena minum “susu ruhani”, yang menyebabkan terjadinya pertumbuhan bayi;
       (3) akan minum arak kecintaan Ilahi  yang menimbulkan  kerinduan atau mabuk cinta kepada Allah Swt.;
     (4) akan mengamalkan perbuatan-perbuatan yang akan merebut kecintaan dan penghargaan manusia terhadap diri mereka karena semua penyakit akhlak dan ruhani mereka telah sembuh  berkat minum dari “sungai madu  ruhani”.

‘Ulama (Para ‘Alim) Hakiki &
Ûlil Albāb (Orang-orang yang Berakal)

     Mengenai keempat hal tersebut berikut adalah  firman Allah Swt.  mengenai keadaan  ‘ulama (para ‘alim) hakiki dari kalangan hamba-hamba-Nya:
اَلَمۡ  تَرَ  اَنَّ اللّٰہَ  اَنۡزَلَ مِنَ  السَّمَآءِ  مَآءً ۚ فَاَخۡرَجۡنَا بِہٖ ثَمَرٰتٍ  مُّخۡتَلِفًا  اَلۡوَانُہَا ؕ وَ مِنَ الۡجِبَالِ جُدَدٌۢ  بِیۡضٌ وَّ حُمۡرٌ  مُّخۡتَلِفٌ اَلۡوَانُہَا وَ غَرَابِیۡبُ سُوۡدٌ ﴿﴾ وَ مِنَ النَّاسِ وَ الدَّوَآبِّ وَ الۡاَنۡعَامِ مُخۡتَلِفٌ اَلۡوَانُہٗ  کَذٰلِکَ ؕ اِنَّمَا یَخۡشَی اللّٰہَ مِنۡ عِبَادِہِ  الۡعُلَمٰٓؤُا ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَزِیۡزٌ  غَفُوۡرٌ ﴿﴾
Apakah engkau tidak melihat  bahwasanya Allah menurunkan air dari awan, dan Kami mengeluarkan dengan air itu buah-buahan yang beraneka warnanya. Dan di gunung-gunung ada garis-garis putih,   merah dengan beraneka macam warnanya, dan ada yang sehitam burung gagak? Dan demikian juga di antara manusia,  hewan berkaki empat dan binatang ternak bermacam-macam warnanya. Sesungguhnya  dari antara hamba-hamba-Nya yang takut kepada Allah adalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa, Maha Pengampun. (Al-Fāthir [35]:28-29).
      Ayat 28 bermaksud mengatakan, bahwa bila hujan turun di atas tanah yang kering dan gersang, maka air hujan itu menimbulkan aneka ragam tanam-tanaman, bunga-bungaan, dan buah-buahan yang warna warni serta aneka cita rasa, dan bentuk serta corak yang berlainan.
      Air hujannya sama tetapi tanam-tanaman, bunga-bungaan, dan buah-buahan yang dihasilkan sangat berbeda satu sama lain. Perbedaan-perbedaan itu mungkin sekali dikarenakan sifat yang dimiliki tanah dan benih. Demikian pula manakala wahyu Ilahi — yang pada beberapa tempat dalam Al-Quran telah diibaratkan air — turun kepada suatu kaum, maka wahyu itu menimbulkan berbagai-bagai akibat dan pengaruh pada bermacam-macam manusia menurut keadaan “tanah” (hati) mereka dan cara mereka menerimanya.
     Ayat 29 lebih lanjut menjelaskan bahwa keragaman yang indah sekali dalam bentuk, warna, dan corak, yang telah dikemukakan dalam ayat sebelumnya tidak hanya terdapat pada bunga, buah, dan batu karang, akan tetapi juga pada manusia, binatang buas dan binatang ternak.
      Kata an-nās (manusia), ad-dawāb (binatang buas) dan al-an’ām (binatang ternak) dapat juga melukiskan manusia dengan bermacam-macam kesanggupan, pembawaan, dan kecenderungan alami. Ungkapan “Sesungguhnya dari antara hamba-hambanya yang takut kepada Allah dari  adalah ‘ulama memberikan bobot arti kepada pandangan bahwa ketiga kata itu menggambarkan tiga golongan manusia, yang di antara mereka itu hanya mereka yang dikaruniai ilmu saja yang takut kepada Tuhan.
     Akan tetapi di sini ilmu itu tidak seharusnya selalu berarti ilmu keruhanian, akan tetapi juga pengetahuan  hukum alam. Penyelidikan yang seksama terhadap alam dan hukum-hukumnya niscaya membawa orang kepada makrifat (pengetahuan) mengenai kekuasaan Maha Besar Allah Ta’ala dan sebagai akibat-nya merasa kagum dan takzim terhadap Allah Swt, Tuhan Pencipta seluruh alam.
      Allah Swt. menyebut mereka  ūlil albāb (orang-orang yang berakal) yang setelah berhasil menyaksikan berbagai macam  Tanda-tanda Allah  yang ada di alam semesta serta berhasil memahami Tanda-tanda zaman – antara lain berupa  timbulnya berbagai bentuk azab Ilahi  di seluruh dunia --  kemudian mereka berhasil  mengenal seorang “penyeru dari Allah” yakni rasul Allah  yang kedatangannya dijanjikan  QS.3:191-195.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 5  Maret  2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar