بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 83
Hakikat Doa Istri ‘Imran
Mengenai Maryam
dan
Isa Ibnu (Anak) Maryam a.s.
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam Bab
sebelumnya telah dikemukakan firman Allah Swt. mengenai kebingungan istri ‘Imran ketika mengetahui
bahwa bayi yang dilahirkannya adalah
seorang bayi perempuan –
bertentangan dengan harapannya
menginginkan kelahiran bayi laki-laki --
karena istri ‘Imran telah bernazar
hendak mewakafkan anak laki-laki yang
masih ada dalam kandungannya untuk berbakti
kepada Tuhan, tetapi dalam kenyataannya yang dilahirkannya adalah seorang anak perempuan, sehingga
dengan sendirinya istri ‘Imran menjadi bingung,
firman-Nya:
فَلَمَّا وَضَعَتۡہَا قَالَتۡ رَبِّ اِنِّیۡ
وَضَعۡتُہَاۤ اُنۡثٰی ؕ وَ اللّٰہُ
اَعۡلَمُ بِمَا وَضَعَتۡ ؕ وَ لَیۡسَ الذَّکَرُ
کَالۡاُنۡثٰی ۚ وَ اِنِّیۡ سَمَّیۡتُہَا مَرۡیَمَ وَ اِنِّیۡۤ اُعِیۡذُہَا بِکَ وَ ذُرِّیَّتَہَا مِنَ
الشَّیۡطٰنِ الرَّجِیۡمِ ﴿﴾
Maka tatkala
ia yakni istri ’Imran telah melahirkannya ia berkata: “Ya
Tuhan-ku, sesungguhnya bayi yang
kulahirkan ini seorang perempuan; dan Allah
lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu, sedangkan anak
lelaki yang diharapkannya itu
tidaklah sama baiknya seperti anak perempuan ini; dan bahwa aku menamainya Maryam, dan
sesungguhnya aku memohon perlindungan
Engkau untuknya dan keturunannya
dari syaitan yang terkutuk.”
(Āli ‘Imran [3]:37).
Tanda Kehinaan bagi Bani Israil &
Kata-kata: Allah lebih mengetahui apa yang
dilahirkannya, merupakan kalimat sisipan yang diucapkan oleh Allah Swt. secara sambil lalu, sedangkan kata-kata
berikutnya: Anak lelaki itu tidaklah sama seperti anak perempuan dapat dianggap diucapkan oleh Allah Swt. atau diucapkan oleh ibunda Siti Maryam.
Besar kemungkinan kata-kata itu diucapkan oleh Allah Swt. dan berarti, seperti dalam teks
terjemahan, bahwa anak perempuan yang
dilahirkan beliau itu lebih baik
daripada anak laki-laki yang
diharapkan beliau.
Tetapi jika dianggap diucapkan oleh ibunda Siti Maryam,
kata-kata itu berarti bahwa anak
perempuan yang dilahirkan olehnya
itu tidak bisa menjadi seperti anak laki-laki yang diinginkannya,
karena (dia beranggapan) hanya anak
laki-laki sajalah yang cocok untuk menunaikan bakti istimewa itu dan beliau ingin mewakafkannya.
Kalimat “Anak lelaki itu
tidaklah sama seperti anak perempuan”
lebih tepat merupakan
pernyataan Allah Swt. – yakni dalam pengertian bahwa anak perempuan yang dilahirkan istri
‘Imran itu lebih baik daripada anak laki-laki yang diharapkannya --
karena menurut Allah Swt. pada saat itu di kalangan
kaum laki-laki Bani Israil sudah tidak
ada seorang laki-laki pun yang layak
menjadi ayah jasmani, sehingga Allah Swt. telah menakdirkan
pengutusan rasul (nabi) terakhir di kalangan Bani Israil tidak memiliki ayah jasmani karena ibunya
(Siiti Maryam) merangkap sebagai ayahnya, itulah sebabnya ia dinamakan Isa ibnu Maryam (Isa anak Maryam).
Sesuai dengan kenyataan itu
pulalah Allah Swt. dalam Al-Quran telah menyebutkan kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. tanpa ayah sebagai as-Sā’ah (Tanda Saat/tanda Kiamat – QS.43:62) bagi Bani Israil, karena setelah pengutusan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. – sesuai janji
Allah Swt. kepada Nabi Musa a.s. (Ulangan 18:15-19) dan Nabi Isa Ibnu
Maryam (Matius 23:37-39; Yohanes 16L12-13) -- silsilah kenabian akan dipindahkan Allah
Swt. dari kalangan Bani Israil kepada
Bani
Isma’il atau umat Islam, firman-Nya:
وَ لَمَّا
ضُرِبَ ابۡنُ مَرۡیَمَ مَثَلًا اِذَا قَوۡمُکَ مِنۡہُ یَصِدُّوۡنَ ﴿﴾ وَ قَالُوۡۤاءَ اٰلِہَتُنَا خَیۡرٌ اَمۡ ہُوَ ؕ
مَا ضَرَبُوۡہُ لَکَ اِلَّا جَدَلًا ؕ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ خَصِمُوۡنَ
﴿﴾
Dan apabila
Ibnu Maryam dikemukakan sebagai
misal tiba-tiba kaum engkau
meneriakkan penentangan terhadapnya, dan
mereka berkata: "Apakah tuhan-tuhan
kami lebih baik ataukah dia?"
Mereka tidak menyebutkan hal itu kepada engkau melainkan perbantahan semata. Bahkan mereka adalah kaum yang biasa berbantah. (Az-Zukhruf [43]:58-59).
Shadda
(yashuddu) berarti: ia menghalangi dia dari sesuatu, dan shadda
(yashiddu) berarti: ia mengajukan sanggahan (protes) (Aqrab-ul-Mawarid). Kedatangan Al-Masih
a.s. yang dilahirkan tanpa ayah seorang laki-laki adalah tanda bahwa orang-orang Yahudi akan dihinakan dan direndahkan serta akan kehilangan
kenabian untuk selama-lamanya.
Karena matsal berarti
sesuatu yang semacam dengan atau sejenis dengan yang lain (QS.6:39), ayat
ini, di samping arti yang diberikan dalam ayat ini, dapat pula berarti bahwa
bila kaum Nabi Besar Muhammad saw. — yaitu kaum Muslimin — diberitahu bahwa orang lain yang seperti
dan merupakan sesama Nabi Isa Ibnu
Maryam a.s. – yakni misal Isa Ibnu Maryam a.s. -- akan dibangkitkan
di antara mereka untuk memperbaharui
mereka dan mengembalikan kejayaan ruhani
mereka yang telah hilang, maka daripada bergembira
atas kabar gembira itu malah mereka
berteriak mengajukan protes.
As-Sā’ah (Tanda Kiamat) Bagi Bani Israil &
Pengakuan
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
Jadi, QS.43:58 dapat dianggap mengisyaratkan kepada
kedatangan Nabi Isa ibnu Maryam a.s. untuk kedua kalinya sebagai misal dan juga sebagai as-Sā’ah (Tanda Kiamat). Selanjutnya
Allah Swt. berfirman mengenai Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.:
اِنۡ ہُوَ
اِلَّا عَبۡدٌ اَنۡعَمۡنَا عَلَیۡہِ وَ جَعَلۡنٰہُ مَثَلًا
لِّبَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ ﴿ؕ﴾ وَ لَوۡ
نَشَآءُ لَجَعَلۡنَا مِنۡکُمۡ
مَّلٰٓئِکَۃً فِی الۡاَرۡضِ یَخۡلُفُوۡنَ ﴿﴾ وَ اِنَّہٗ
لَعِلۡمٌ لِّلسَّاعَۃِ فَلَا تَمۡتَرُنَّ بِہَا وَ اتَّبِعُوۡنِ ؕ
ہٰذَا صِرَاطٌ مُّسۡتَقِیۡمٌ ﴿﴾ وَ لَا یَصُدَّنَّکُمُ الشَّیۡطٰنُ ۚ اِنَّہٗ لَکُمۡ عَدُوٌّ مُّبِیۡنٌ﴿﴾
Ia tidak
lain melainkan seorang hamba yang
telah Kami anugerahi nikmat kepadanya, dan Kami menjadikan dia suatu perumpamaan (misal)
bagi
Bani Israil. Dan seandainya Kami menghendaki niscaya Kami
menjadikan malaikat dari antara kamu
sebagai penerus di bumi. Tetapi sesungguhnya ia benar-benar pengetahuan mengenai Saat, maka janganlah kamu ragu-ragu mengenainya
dan ikutilah aku, inilah jalan lurus. Dan
janganlah syaitan menghalang-halangi
kamu, sesungguhnya ia bagi kamu
adalah musuh yang nyata. (Az-Zukhruf [43]:60-63).
Para malaikat tidak dapat
dijadikan contoh dan model bagi manusia; oleh karena itu, Allah
Swt. senantiasa mengutus para
rasul-Nya dari kalangan manusia
guna menyampaikan kehendak-Nya kepada
umat manusia dan untuk menjadi contoh
dan teladan bagi manusia.
Kata Saat (as-Sā’ah) dalam kalimat “Tetapi sesungguhnya ia
benar-benar pengetahuan mengenai Saat “ dapat menyatakan waktu berakhirnya syariat Nabi Musa a.s.,
dan kata pengganti hu
dalam innahu dapat mengisyaratkan kepada Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. atau kepada Al-Quran dan ayat ini dapat berarti
bahwa sesudah Nabi Isa Ibnu Maryam kaum Bani Israil akan kehilangan
karunia kenabian, atau bahwa syariat
lain —ialah syariat Al-Quran— akan
menggantikan syariat Nabi Musa a.s..
Demikianlah salah satu hikmah mengapa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
dilahirkan tanpa ayah seorang laki-laki dari kalangan Bani Israil,
karena ibu beliau – Maryam binti
‘Imran – merangkap sebagai ayah beliau,
itulah sebabnya Allah Swt. menamai
beliau Isa Ibnu (anak) Maryam, yakni:
(1)
dalam hubungannya sebagai tanda
Kiamat dan tanda kehinaan dari Allah
Swt. kepada kaum laki-laki Bani Israil,
bahwa di masa itu tidak ada seorang laki-laki
Bani Israil pun yang layak menjadi ayah
seorang rasul Allah di kalangan
mereka, sebab selama itu mereka senantiasa mendustakan
dan bahkan berusaha membunuh para rasul Allah
yang dibangkitkan di kalangan mereka (QS.2:88-89).
(2) untuk membantah kepercayaan sesat bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam
a.s. adalah “Anak Allah” – na’ūdzubillāhi
min dzālik -- sebagaimana yang sengaja disalah-artinya oleh Paulus
dalam semua surat-surat kirimannya,
sehingga munculnya ajaran baru yang
sama sekali bertolak belakang dengan ajaran asli (Injil asli) yang diwahyukan
Allah Swt. kepada Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., firman-Nya:
وَ اِذۡ قَالَ اللّٰہُ
یٰعِیۡسَی ابۡنَ مَرۡیَمَ ءَاَنۡتَ قُلۡتَ
لِلنَّاسِ اتَّخِذُوۡنِیۡ وَ اُمِّیَ اِلٰہَیۡنِ مِنۡ دُوۡنِ
اللّٰہِ ؕ قَالَ سُبۡحٰنَکَ مَا یَکُوۡنُ لِیۡۤ
اَنۡ اَقُوۡلَ مَا لَیۡسَ لِیۡ ٭ بِحَقٍّ ؕ اِنۡ
کُنۡتُ قُلۡتُہٗ فَقَدۡ عَلِمۡتَہٗ ؕ تَعۡلَمُ مَا فِیۡ نَفۡسِیۡ وَ لَاۤ اَعۡلَمُ مَا
فِیۡ نَفۡسِکَ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ عَلَّامُ الۡغُیُوۡبِ ﴿﴾ مَا قُلۡتُ لَہُمۡ اِلَّا مَاۤ اَمَرۡتَنِیۡ بِہٖۤ
اَنِ اعۡبُدُوا اللّٰہَ رَبِّیۡ وَ رَبَّکُمۡ ۚ وَ کُنۡتُ عَلَیۡہِمۡ شَہِیۡدًا مَّا دُمۡتُ فِیۡہِمۡ ۚ فَلَمَّا
تَوَفَّیۡتَنِیۡ کُنۡتَ اَنۡتَ الرَّقِیۡبَ عَلَیۡہِمۡ ؕ وَ اَنۡتَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ شَہِیۡدٌ ﴿﴾ اِنۡ تُعَذِّبۡہُمۡ فَاِنَّہُمۡ عِبَادُکَ ۚ وَ اِنۡ
تَغۡفِرۡ لَہُمۡ فَاِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika Allah berfirman: “Hai ‘Isa ibnu
Maryam, apakah engkau telah berkata
kepada manusia: Jadikanlah aku dan ibuku
sebagai dua tuhan selain Allah?" Ia berkata: “Maha Suci Engkau. Tidak patut bagiku mengatakan apa yang sekali-kali bukan hakku.
Jika aku telah mengatakannya maka sungguh Engkau mengetahuinya. Engkau mengetahui apa
yang ada dalam diriku, sedangkan aku tidak mengetahui apa yang ada dalam diri
Engkau, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Mengetahui segala yang gaib. Aku sekali-kali tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang telah Engkau perintahkan kepadaku, yaitu: ”Beribadahlah kepada Allah, Tuhan-ku
dan Tuhan kamu.” Dan aku menjadi
saksi atas mereka selama aku berada di antara mereka, tetapi
tatkala Engkau telah mewafatkanku maka
Engkau-lah Yang benar-benar menjadi
Pengawas atas mereka, dan Engkau
adalah Saksi atas segala sesuatu. Kalau Engkau mengazab mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan kalau Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (Al-Māidah
[5]:117-119)
Doa Istri ‘Imran untuk Anak
dan Cucunya
Jadi, kembali kepada firman-Nya sebelum ini mengenai kebingungan istri ‘Imran mengenai kelahiran bayi perempuan yang dikandungnya:
فَلَمَّا وَضَعَتۡہَا قَالَتۡ رَبِّ اِنِّیۡ
وَضَعۡتُہَاۤ اُنۡثٰی ؕ وَ اللّٰہُ
اَعۡلَمُ بِمَا وَضَعَتۡ ؕ وَ لَیۡسَ الذَّکَرُ
کَالۡاُنۡثٰی ۚ وَ اِنِّیۡ سَمَّیۡتُہَا مَرۡیَمَ وَ اِنِّیۡۤ اُعِیۡذُہَا بِکَ وَ ذُرِّیَّتَہَا مِنَ
الشَّیۡطٰنِ الرَّجِیۡمِ ﴿﴾
Maka tatkala
ia yakni istri ’Imran telah melahirkannya ia berkata: “Ya
Tuhan-ku, sesungguhnya bayi yang
kulahirkan ini seorang perempuan; dan Allah
lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu, sedangkan anak
lelaki yang diharapkannya itu
tidaklah sama baiknya seperti anak perempuan ini; dan bahwa aku menamainya Maryam, dan
sesungguhnya aku memohon perlindungan
Engkau untuknya dan keturunannya
dari syaitan yang terkutuk.”
(Āli ‘Imran [3]:37).
Anak kalimat aku menamainya
Maryam, mengandung doa kepada Allah
Swt. secara tidak langsung, untuk menjadikannya seorang anak perempuan yang mulia dan baik
serta shalih, seperti nampak dari
arti kata Maryam (yakni mulia
atau seorang ahli ibadah yang saleh).
Siti Maryam adalah
ibunda Nabi Isa ibnu Maryam, beliau mungkin diberi nama yang sama
dengan saudara perempuan Nabi Musa.s.
dan Nabi Harun a.s. -- yang dikenal dengan nama Miriam. Kata itu, yang adalah kata
majemuk dalam bahasa Ibrani, berarti: bintang laut; nyonya atau perempuan bangsawan; mulia; ahli ibadah yang saleh (Cruden’s Concordance; Kasysyaf; dan Encyclopaedia Biblica).
Kata-kata doa
ibu Siti Maryam – “sesungguhnya aku memohon perlindungan Engkau untuknya
dan keturunannya dari syaitan yang terkutuk" -- itu menimbulkan sedikit kesulitan.
Bila ibunda Siti Maryam berniat
mewakafkan anaknya untuk berbakti
kepada Tuhan, pasti beliau telah mengetahui bahwa anaknya tidak akan menikah seumur hidup. Jika
demikian, maka apakah artinya memanjatkan
doa untuk keturunan sang anak perempuannya itu?
Istri 'Imram Melihat Kasyaf
(Penglihatan Ruhani)
Penjelasan yang paling mungkin adalah bahwa Allah Swt. telah mengabarkan kepada ibunda Siti Maryam dalam sebuah kasyaf (penglihatan ruhani) bahwa anak perempuannya itu akan tumbuh hingga dewasa dan akan mendapat seorang anak, dan atas berita itu
beliau mendoa agar Siti Maryam dan anaknya dikaruniai perlindungan Ilahi.
Namun demikian beliau nampaknya
telah menyerahkan hari depan Siti
Maryam ke tangan Ilahi dan mewakafkannya, sebagaimana diniatkannya semula untuk mengabdi
kepada Allah Swt. (QS.3:36; Injil Kelahiran Siti Maryam). Hal itu tentu saja merupakan suatu kekecualian, sebab hanya laki-laki sajalah yang dapat dipilih untuk bakti demikian. Dugaan bahwa ibunda Siti Maryam menerima kasyaf mengenai anak perempuannya akan mendapat seorang
laki-laki, tercantum dalam Injil
Maryam (3:5), meskipun mungkin
dalam bentuk yang agak lain.
Tidak ada sesuatu yang luar biasa
mengenai doa Hanna (istri ‘Imran)
yang ingin agar Siti Maryam serta keturunannya terpelihara dari pengaruh syaitan. Semua orang tua mendambakan
hal seperti itu untuk anak-anak mereka dan mendoa
agar mereka itu dibesarkan untuk menempuh kehidupan
yang baik lagi lurus.
Baik juga dicatat, meskipun Islam (Al-Quran) menyatakan bahwa semua nabi Allah selamat dari pengaruh syaitan, namun Bible tidak menganggap perlindungan itu dinikmati Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.. (Markus 1:12, 13). Istri 'Imran pada akhir doanya berkata: "dan sesungguhnya aku memohon perlindungan Engkau untuknya dan keturunannya dari syaitan yang terkutuk.” (Āli ‘Imran [3]:37).
Baik juga dicatat, meskipun Islam (Al-Quran) menyatakan bahwa semua nabi Allah selamat dari pengaruh syaitan, namun Bible tidak menganggap perlindungan itu dinikmati Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.. (Markus 1:12, 13). Istri 'Imran pada akhir doanya berkata: "dan sesungguhnya aku memohon perlindungan Engkau untuknya dan keturunannya dari syaitan yang terkutuk.” (Āli ‘Imran [3]:37).
Rajim diserap dari kata rajama artinya: (1) orang yang diusir dari hadirat
Ilahi dan kasih-sayang-Nya, atau orang terkutuk; (2) ditinggalkan dan dibiarkan
seorang diri; (3) dilempari dengan batu; (4) mahrum (luput) dari segala kebaikan dan kebajikan (Lexicon Lane).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 31 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar