بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 69
Kasus-kasus Pernikahan
yang Kontroversial
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam akhir Bab sebelumnya
telah dijelaskan sampai
batas-batas tertentu adanya persamaan tujuan
pernikahan poligami dengan pernikahan
tunggal. Bila salah satu atau semua tujuan itu tidak tercapai dengan pernikahan tunggal maka pernikahan
poligami menjadi suatu keperluan. Berikut pentingnya lembaga pernikahan atau tujuan melakukan pernikahan menurut Islam.
Menurut Al-Quran tujuan pernikahan ada empat, yakni: (1)
pencegahan terhadap penyakit-penyakit jasmani, akhlak, dan ruhani (QS.2:188;
QS.4: 25); (2) mendapatkan ketenteraman hati dan untuk memperoleh seorang teman
hidup yang mau mencurahkan cinta kasihnya (QS.30:22); (3) mendapatkan keturunan,
dan (4) memperluas lingkup kekeluargaan (QS.4:2).
Tujuan Utama Izin Melakukan Polygami
Namun ada beberapa alasan juga yang kadang-kadang dapat
menjadikan seseorang perlu mempunyai seorang lagi istri atau lebih, di samping seorang istri yang sangat mencintai dan cukup memenuhi tujuan-tujuan pernikahan. Alasan-alasan itu ialah: (a) untuk
melindungi anak-anak yatim; (b) untuk mempersuamikan janda-janda yang layak bersuami lagi, dan (c) untuk mengisi
kekosongan anggota keluarga laki-laki dalam suatu keluarga atau masyarakat,
misalnya akibat perang.
Sudah jelas dari ayat yang sedang
kita bahas ini bahwa poligami
diikhtiarkan pada khususnya dengan tujuan melindungi
anak-anak yang terlantar. Dari ayat ini dapat ditarik kesimpulan, bahwa ibu
anak-anak yatim yang bernaung di bawah perwalian
seseorang lebih baik dinikahi oleh wali
itu sendiri, agar ia menjadi langsung
terikat dalam tali kekeluargaan
dengan mereka dan lebih erat perhubungannya dengan mereka, sehingga dengan demikian lebih dapat mencurahkan perhatian demi kesejahteraan mereka daripada ia tidak
berbuat demikian.
Mempersuamikan janda-janda (QS.24:33) merupakan tujuan lain yang dicapai dengan adanya peraturan poligami. Orang-orang Islam di
zaman Nabi Besar Muhammad saw. senantiasa
repot menghadapi peperangan membela
agama. Banyak sekali yang gugur dalam medan perang dan meninggalkan janda-janda dan anak-anak yatim, tanpa mempunyai keluarga dekat yang mengurus mereka.
Kelebihan jumlah kaum
perempuan dari kaum laki-laki dan luar
biasa banyaknya bilangan anak-anak yatim tanpa seorang pun yang mengurus mereka
— sebagai akibat tak terelakkan dari peperangan — menghendaki agar pernikahan-pernikahan poligami dianjurkan, guna menyelamatkan Islam dari keruntuhan akhlak.
Kedua Perang Dunia telah membenarkan peraturan Islam yang amat berfaedah
ini. Peperangan ini telah meninggalkan perempuan-perempuan muda usia tanpa suami dalam jumlah yang
luar biasa besarnya. Sungguh, bilangan kaum perempuan yang lebih besar
jumlahnya darilaki-laki di dunia Barat — disebabkan oleh kehilangan banyak
sekali kaum laki-laki, akibat kedua perang dunia itu — menjadi penyebab kemunduran akhlak dewasa ini,
sehingga menggerogoti kehidupan masyarakat Barat.
Mencegah Bahaya Kehancuran Total Bangsa
Di samping kemungkinan memenuhi keperluan akan suami bagi janda-janda muda itu, peraturan poligami juga dimaksudkan untuk
mengatasi keadaan yang timbul sebagai akibat peperangan bila -- di samping
segi-segi kemunduran lainnya -- tenaga
laki-laki suatu bangsa menjadi demikian langkanya, sehingga timbul bahaya kehancuran total bangsa itu.
Menurunnya angka kelahiran yang merupakan penyebab penting dari keruntuhan suatu bangsa, dapat diobati
secara jitu hanya dengan mempergunakan peraturan poligami. Jadi, poligami bukanlah untuk penyaluran keperluan nafsu syahwat, seperti disalahartikan orang, melainkan merupakan
pengorbanan yang meminta supaya perasaan pribadi dan sepintas lalu diberikan untuk kepentingan umum atau kepentingan nasional yang lebih luas.
Dengan demikian terjawablah semua
celaan dan kritikan yang dilontarkan
oleh pihak non-Muslim mengenai masalah
polygami, sebagai akibat dari kekeliruan segelintir dari kalangan umat Islam sendiri yang telah menyalahgunakan izin melakukan poligami serta kekeliruan memaknai kata muth’ah,
sehingga muncul praktek-praktek penikahan
haram seperti contohnya nikah sirri
atau “kawin kontrak” dan lain-lainnya yang sangat menodai kesempurnaan ajaran
Islam mengenai lembaga pernikahan,
termasuk masalah menyalahgunakan izin melakukan poligami.
Kasus-kasus pernikahan yang telah
menimbulkan masalah – sampai-sampai
seorang Kepala Daerah baru-baru ini terpaksa harus turun (dilengserkan) dari
jabatannya karena kasusnya telah menjadi isu
nasional – adalah karena nikah sirri dan cerai sirri via SMS yang
telah dilakukannya telah menimbulkan
reaksi pro-kontra luar biasa, yang
nyaris menenggelamkan ingar-bingar berita-berita mengenai gonjang-ganjing politik, yang diekspose oleh hampir semua mass media di NKRI.
Salah satu di antaranya yang
paling menarik perhatian adalah “ajang perdebatan” mengenai kasus pernikahan sirri tersebut dalam acara “Indonesia Lawyer Club”, di antara
pihak-pihak yang pro dan kontra terhadap
kasus yang dialami oleh sang kepala
daerah tersebut, yang kebetulan berasal dari kalangan ‘ulama.
Ketika pemandu acara menanyakan
kepada berbagai nara sumber dari
kalangan ‘ulama – salah satu di
antaranya adalah Imam Besar Mesjid
Istiqlal – mengenai sah-tidaknya pelaksanaan nikah sirri yang dilakukan sang pejabat daerah tersebut, umumnya
mereka mengatakan bahwa pernikahan sirri
tersebut sah menurut ajaran Islam.
Tidak Cukup Hanya Memperdebatkan “Sah atau Tidak Sah”
Kalau hanya sampai batas sah atau tidak sahnya melakukan nikah
sirri yang dilakukan oleh siapa pun – yakni selama memenuhi ketentuan syariat, yaitu keberadaan: (1) orang
tua laki-laki pengantin perempuan
atau wali, (2) dua orang saksi, (3) sepasang calon pengantin -- maka pernikahan
yang dilakukan adalah sah menurut agama Islam.
Namun masalahnya adalah tidak
cukup hanya sekedar masalah sah atau
tidak sahnya pernikahan sirri tersebut -- yang telah
menimbulkan perdebatan yang sengit
dan lama – tetapi yang harus
diperhatikan oleh pihak-pihak yang memperdebatkan
masalah nikah sirri di mass
media tersebut adalah adalah tujuan-tujuan
luhur yang telah ditetapkan Allah Swt. berkenaan ditetapkannya lembaga pernikahan dalam Islam, sebagaimana yang telah dijelaskan
dalam beberapa Bab sebelum ini.
Contohnya, Allah Swt. telah
menetapkan dalam Al-Quran bahwa tujuan
utama diciptakannya umat manusia
(jins dan ins) adalah untuk beribadah kepada Allah Swt. (QS.51:57).
Menurut ajaran Islam ada dua perangkat (sarana) utama yang apabila kedua hal tersebut difahami dan diamalkan dengan benar
maka manusia akan dapat melaksanakan
ibadah kepada Allah Swt. dengan benar
serta peribadahan yang dilakukannya akan
membuahkan hal-hal baik dan bermanfaat
bagi pribadinya mau pun bagi masyarakat
luas, yaitu antara lain berupa tumbuhnya akhlak
dan ruhani yang terpuji.
Ada pun kedua sarana
yang harus difahami dan diamalkan secara benar sesuai dengan sunnah dan pemahaman Nabi Bebar Muhammad saw. tersebut adalah Rukun
Iman dan Rukun Islam, sebab keduanya ibarat pasangan ruh dengan jasad sehingga dengan memahami dan dengan mengamalkannya secara benar sebagaimana yang difahami dan diamalkan oleh Nabi Besar Muhammad saw. maka akhlak dan ruhani umat Islam yang mengamalkannya akan hidup dan berkembang sebagaimana tujuan utama dari melakukan ibadah kepada Allah Swt. (QS.51:57), yakni takhalaqu bi-akhlaqilLah yakni "berakhlaklah kalian dengan akhlak Allah", demikian sabda Nabi Besar Muhammad saw..
Oleh karena itu pihak-pihak yang hanya memperdebatkan masalah sah
atau tidak sahnya nikah sirri,
sama saja dengan pihak-pihak yang memperdebatkan
masalah sah atau tidak sahnya ke-Muslim-an
seorang non-Muslim yang ingin
menjadi seorang Muslim dengan mengucapkan Dua
Kalimah Syahadat -- yaitu Rukun Islam yang pertama -- di hadapan
para ‘ulama.
Jawabannya adalah orang tersebut sah untuk disebut Muslim, walau pun ia sebagai
seorang mua’laf belum memahami
dan belum mengamalkan
semua Rukun Iman dan Rukun
Islam secara utuh. Namun pertanyaannya
adalah: Apakah hanya cukup sampai batas
menjadi “Muslim” seperti itulah tujuan Allah Swt. menurunkan agama Islam (Al-Quran) sebagai agama
terakhir dan tersempurna dan Nabi
Besar Muhammad saw. sebagai Khātaman
Nabiyyīn (QS.33:41)?
Jawabannya yang pasti adalah: Tidak. Begitu pula hanya dengan kasus-kasus pernikahan,
masalahnya tidak cukup hanya sampai memperdebatkan sah atau tidak sahnya pernikahan yang dilakukan. Mereka yang hanya memperdebatkan masalah sah atau tidak sahnya pernikahan atau perceraian
yang dilakukan orang-orang yang “jahil” seperti itu pada hakikatnya adalah orang-orang yang tidak memahami mengenai kesakralan lembaga pernikahan dalam Islam, siapa pun mereka itu.
“Umat Terbaik” & Jawaban Allah Swt. atas Pernyataan
Orang-orang Arab Gurun: “Kami
telah Beriman”
Kenapa demikian? Sebab Allah
Swt. telah mengutus Nabi Besar Muhammad saw. sebagai suri teladan terbaik -- termasuk dalam masalah pernikahan
(rumahtangga) -- (QS.33:22), dengan membawa agama
Islam (Al-Quran) sebagai agama
terakhir dan tersempurna (QS.5:4),
adalah untuk menciptakan “khayra ummah” (umat terbaik), yang
diciptakan untuk kepentingan
seluruh umat manusia, firman-Nya:
وَ کَذٰلِکَ
جَعَلۡنٰکُمۡ اُمَّۃً وَّسَطًا لِّتَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ وَ
یَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ عَلَیۡکُمۡ شَہِیۡدًا ؕ وَ مَا جَعَلۡنَا الۡقِبۡلَۃَ
الَّتِیۡ کُنۡتَ عَلَیۡہَاۤ اِلَّا
لِنَعۡلَمَ مَنۡ یَّتَّبِعُ الرَّسُوۡلَ مِمَّنۡ یَّنۡقَلِبُ عَلٰی عَقِبَیۡہِ ؕ
وَ اِنۡ کَانَتۡ لَکَبِیۡرَۃً اِلَّا
عَلَی الَّذِیۡنَ ہَدَی اللّٰہُ ؕ وَ مَا کَانَ
اللّٰہُ لِیُضِیۡعَ اِیۡمَانَکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ بِالنَّاسِ لَرَءُوۡفٌ
رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Dan
demikianlah Kami menjadikan kamu satu umat yang mulia
supaya kamu senantiasa menjadi
penjaga manusia dan supaya Rasul itu
senantiasa menjadi penjaga kamu. Dan Kami sekali-kali tidak menjadikan kiblat yang kepadanya
dahulu engkau berkiblat melainkan supaya Kami mengetahui orang yang mengikuti Rasul dari orang yang berpaling di
atas kedua tumitnya. Dan sesungguhnya hal ini benar-benar sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah sekali-kali tidak akan pernah
menyia-nyiakan iman kamu, sesungguhnya Allah
benar-benar Maha Pengasih, Maha Penyayang terhadap manusia. (Al-Baqarah [2]:144).
Firman-Nya
lagi:
کُنۡتُمۡ خَیۡرَ اُمَّۃٍ اُخۡرِجَتۡ
لِلنَّاسِ تَاۡمُرُوۡنَ
بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ تَنۡہَوۡنَ عَنِ
الۡمُنۡکَرِ وَ
تُؤۡمِنُوۡنَ
بِاللّٰہِ ؕ وَ لَوۡ اٰمَنَ اَہۡلُ الۡکِتٰبِ لَکَانَ خَیۡرًا لَّہُمۡ ؕ مِنۡہُمُ
الۡمُؤۡمِنُوۡنَ وَ
اَکۡثَرُہُمُ الۡفٰسِقُوۡنَ ﴿﴾
Kamu adalah umat terbaik, yang dibangkitkan demi kebaikan umat
manusia, kamu menyuruh berbuat makruf, melarang dari berbuat munkar, dan
beriman kepada Allah. Dan seandainya Ahlul Kitab beriman, niscaya akan
lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman tetapi kebanyakan
mereka orang-orang fasik. (Ali ‘Imran [111).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 17 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar