Rabu, 20 Maret 2013

"Muhammad and Muhammadanism" karya Bosworth Smith




      بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 70


Muhammad and Muhammadanism
karya Bosworth Smith.


   Oleh

 Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam akhir Bab  sebelumnya  telah dijelaskan  mengenai  perdebatan sah atau tidak sahnya melakukan nikah sirri  bahwa kalau hanya sampai batas sah atau tidak sahnya melakukan nikah sirri yang dilakukan oleh siapa pun – yakni selama memenuhi ketentuan syariat, yaitu keberadaan:  (1) orang tua laki-laki pengantin perempuan atau wali, (2) dua orang saksi, (3) sepasang calon pengantin --  maka pernikahan yang dilakukan adalah sah menurut agama Islam.
      Namun masalahnya adalah tidak cukup hanya sekedar  masalah sah atau  tidak sahnya    pernikahan sirri tersebut  -- yang telah menimbulkan perdebatan yang  sengit dan lama – tetapi yang harus diperhatikan oleh pihak-pihak yang memperdebatkan masalah nikah sirri  di mass media tersebut adalah adalah tujuan-tujuan luhur yang telah ditetapkan Allah Swt. berkenaan ditetapkannya lembaga pernikahan dalam Islam, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam beberapa Bab sebelum ini.
     Contohnya, Allah Swt. telah menetapkan dalam Al-Quran bahwa tujuan utama diciptakannya umat manusia (jins dan ins)  adalah untuk beribadah kepada Allah Swt. (QS.51:57). Menurut ajaran Islam ada dua perangkat (sarana) utama yang apabila kedua hal tersebut difahami dan diamalkan dengan benar maka manusia akan dapat melaksanakan ibadah kepada Allah Swt. dengan benar serta peribadahan yang dilakukannya akan membuahkan  hal-hal baik dan bermanfaat bagi pribadinya mau pun bagi masyarakat luas, yaitu  antara lain berupa tumbuhnya  akhlak dan ruhani yang terpuji.  
       Ada pun kedua  sarana  yang harus difahami dan diamalkan secara benar sesuai dengan sunnah dan pemahaman Nabi Bebar Muhammad saw. tersebut adalah  Rukun Iman dan Rukun Islam, sebab keduanya  ibarat pasangan ruh dengan jasad sehingga  dengan memahami dan dengan mengamalkannya secara benar  sebagaimana yang difahami dan diamalkan oleh Nabi Besar Muhammad saw. maka  akhlak dan ruhani  umat Islam  yang mengamalkannya akan hidup dan  berkembang sebagaimana tujuan utama dari melakukan ibadah kepada Allah Swt. (QS.51:57), yakni takhalaqu bi-akhlaqilLah  yakni "berakhlaklah kalian dengan  akhlak Allah", demikian sabda Nabi Besar Muhammad saw..
      Pihak-pihak  yang hanya memperdebatkan masalah sah atau tidak sahnya  nikah sirri, sama dengan pihak-pihak yang memperdebatkan masalah sah atau tidak sahnya ke-Muslim-an seorang  non-Muslim yang ingin menjadi seorang Muslim dengan mengucapkan  Dua Kalimah Syahadat yaitu Rukun Islam yang pertama di hadapan para ‘ulama.
     Jawabannya adalah orang tersebut sah untuk disebut Muslim, walau pun  ia sebagai seorang mua’laf belum memahami  dan belum mengamalkan semua  Rukun Iman dan Rukun Islam secara utuh. Namun pertanyaannya adalah: Apakah hanya sampai batas menjadi “Muslim” seperti itulah tujuan Allah Swt. menurunkan agama Islam (Al-Quran) sebagai agama terakhir dan tersempurna dan Nabi Besar Muhammad saw. sebagai Khātaman Nabiyyīn (QS.33:41)? Jawabannya yang pasti adalah: Tidak.
      Begitu pula hanya dengan kasus-kasus  pernikahan, masalahnya tidak cukup hanya sampai memperdebatkan sah atau tidak sahnya  pernikahan yang dilakukan. Mereka yang  hanya memperdebatkan masalah sah atau tidak sahnya pernikahan atau perceraian  yang dilakukan orang-orang  yang “jahil” seperti itu  pada hakikatnya adalah orang-orang yang tidak memahami mengenai kesakralan lembaga pernikahan dalam Islam, siapa pun mereka itu.

Umat Terbaik  & Jawaban Allah Swt. atas Pernyataan
Orang-orang Arab Gurun: “Kami telah Beriman

      Kenapa demikian? Sebab   Allah Swt. telah   mengutus Nabi Besar Muhammad saw. sebagai suri teladan terbaik --termasuk dalam masalah pernikahan (rumahtangga) -- (QS.33:22), dengan membawa agama Islam (Al-Quran)   sebagai  agama terakhir dan tersempurna (QS.5:4),  adalah untuk menciptakan “khayra ummah” (umat terbaik), yang diciptakan untuk kepentingan seluruh  umat manusia, firman-Nya:
وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنٰکُمۡ اُمَّۃً وَّسَطًا لِّتَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ وَ یَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ عَلَیۡکُمۡ شَہِیۡدًا ؕ وَ مَا جَعَلۡنَا الۡقِبۡلَۃَ الَّتِیۡ کُنۡتَ عَلَیۡہَاۤ  اِلَّا لِنَعۡلَمَ مَنۡ یَّتَّبِعُ الرَّسُوۡلَ مِمَّنۡ یَّنۡقَلِبُ عَلٰی عَقِبَیۡہِ ؕ وَ اِنۡ کَانَتۡ لَکَبِیۡرَۃً  اِلَّا عَلَی الَّذِیۡنَ ہَدَی اللّٰہُ  ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُضِیۡعَ اِیۡمَانَکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ بِالنَّاسِ لَرَءُوۡفٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Dan demikianlah  Kami menjadikan kamu satu umat yang mulia supaya kamu senantiasa men-jadi penjaga manusia dan supaya Rasul itu senantiasa menjadi penjaga kamu. Dan Kami sekali-kali tidak menjadikan kiblat yang kepadanya dahulu engkau berkiblat melainkan supaya Kami mengetahui orang yang mengikuti Rasul dari orang yang berpaling di atas kedua tumitnya. Dan sesungguhnya hal ini benar-benar sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah sekali-kali tidak akan pernah menyia-nyiakan iman kamu, sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih, Maha Penyayang terhadap manusia. (Al-Baqarah [2]:144).
Firman-Nya lagi:
کُنۡتُمۡ خَیۡرَ اُمَّۃٍ اُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَاۡمُرُوۡنَ بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ تَنۡہَوۡنَ عَنِ الۡمُنۡکَرِ وَ تُؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰہِ ؕ وَ لَوۡ اٰمَنَ اَہۡلُ  الۡکِتٰبِ لَکَانَ خَیۡرًا لَّہُمۡ ؕ مِنۡہُمُ الۡمُؤۡمِنُوۡنَ وَ اَکۡثَرُہُمُ الۡفٰسِقُوۡنَ ﴿﴾
Kamu adalah umat terbaik, yang dibangkitkan demi kebaikan umat manusia,  kamu menyuruh berbuat makruf, melarang dari berbuat munkar, dan beriman kepada Allah. Dan seandainya Ahlul Kitab beriman, niscaya akan lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman tetapi kebanyakan mereka orang-orang fasik. (Ali ‘Imran [111).

Jangan Bangga Hanya Karena Telah “Muslim

    Mengisyaratkan kepada kenyataan itulah pernyataan Allah Swt. berikut ini berkenaan “orang-orang Arab gurun” ketika mereka berkata kepada Nabi Besar Muhammad saw.: “Kami telah beriman”, firman-Nya:

قَالَتِ الۡاَعۡرَابُ اٰمَنَّا ؕ قُلۡ لَّمۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ لٰکِنۡ  قُوۡلُوۡۤا  اَسۡلَمۡنَا وَ لَمَّا یَدۡخُلِ الۡاِیۡمَانُ فِیۡ  قُلُوۡبِکُمۡ ؕ وَ اِنۡ تُطِیۡعُوا اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ  لَا یَلِتۡکُمۡ مِّنۡ اَعۡمَالِکُمۡ شَیۡئًا ؕ اِنَّ اللّٰہَ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾  اِنَّمَا  الۡمُؤۡمِنُوۡنَ  الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رَسُوۡلِہٖ  ثُمَّ لَمۡ یَرۡتَابُوۡا وَ جٰہَدُوۡا بِاَمۡوَالِہِمۡ وَ اَنۡفُسِہِمۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ؕ اُولٰٓئِکَ  ہُمُ  الصّٰدِقُوۡنَ ﴿﴾  قُلۡ اَتُعَلِّمُوۡنَ اللّٰہَ بِدِیۡنِکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ یَعۡلَمُ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ؕ وَ اللّٰہُ  بِکُلِّ  شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ ﴿﴾   یَمُنُّوۡنَ عَلَیۡکَ اَنۡ  اَسۡلَمُوۡا ؕ قُلۡ  لَّا تَمُنُّوۡا عَلَیَّ  اِسۡلَامَکُمۡ ۚ بَلِ اللّٰہُ یَمُنُّ عَلَیۡکُمۡ  اَنۡ ہَدٰىکُمۡ  لِلۡاِیۡمَانِ  اِنۡ کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ ﴿﴾  اِنَّ  اللّٰہَ  یَعۡلَمُ غَیۡبَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ وَ اللّٰہُ  بَصِیۡرٌۢ  بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ﴿٪﴾
Orang-orang Arab gurun berkata: “Kami telah beriman.” Katakanlah: “Kamu belum beriman,   tetapi katakanlah:  “Kami telah muslim’, karena keimanan belum masuk ke dalam hati kamu.   Tetapi jika kamu menaati Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sesuatu dari amal-amal kamu, sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.   Sesungguhnya orang beriman adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian tidak ragu-ragu dan terus berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.”           Katakanlah, “Apakah kamu mengajarkan kepada Allah tentang agamamu? Padahal  Allah mengetahui apa yang ada di seluruh langit dan bumi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”   Mereka mengira telah memberi anugerah  kepada engkau karena mereka telah menjadi orang Islam. Katakanlah: “Janganlah kamu merasa memberi anugerah kepadaku karena ke-Islam-an kamu, bahkan  Allah-lah Yang memberi anugerah terhadap kamu karena Dia telah memberi kamu petunjuk kepada iman, jika kamu orang-orang yang benar.”  Sesungguhnya Allah menge-tahui yang gaib di seluruh langit dan bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Al-Hujurāt [49]:15-19). 
   Dalam ayat-ayat sebelumnya Allah Swt. menyatakan bahwa seluruh orang Islam (Muslim) merupakan bagian tidak terpisahkan dari persaudaraan dalam Islam. Islam memberikan hak sama kepada putra-putra padang pasir buta huruf dan biadab, seperti halnya kepada penduduk kota kecil maupun kota besar yang beradab dan berbudaya; hanya oleh Islam dianjurkan kepada mereka yang disebut pertama, agar mereka berusaha lebih keras untuk belajar dan meresapkan ke dalam dirinya ajaran Islam dan membuat ajaran-ajaran itu menjadi pedoman hidup mereka.

Suri Teladan Terbaik Nabi Besar Muhammad Saw.
Termasuk  Dalam Masalah Pernikahan (Rumahtangga)

 Pendek kata, hanya sekedar  memperdebatkan  sah atau tidak sahnya melakukan nikah sirri – seandainya pun hal itu sah dari segi syariat -- sama saja keadaannya dengan sikap lugu “orang-orang Arab gurun” yang menganggap dengan ke-Muslim-an seolah-olah telah berjasa kepada Nabi Besar Muhammad saw., karena telah membaca Dua Kalimah Syahadat, padahal ke-Muslim-an seperti itu tidak memiliki  nilai  apa pun dalam pandangan Allah Swt, jika tidak berupaya memahami dan mengamalkan secara benar Rukun Iman dan Rukun Islam seutuhnya.
   Kenapa demikian? Sebab pernikahan apa pun namanya – baik resmi atau tidak resmi; baik sah atau tidak sah; baik tercatat di KUA atau pun tidak tercatat di KUA --   apabila tidak memahami tujuan luhur dari lembaga pernikahan  -- yang merupakan bagian dari ibadah dalam ajaran Islam (Al-Quran) – maka hasilnya (akibatnya) sama buruknya, yakni akan menghinakan atau menodai  keluhuran lembaga pernikahan yang telah ditetapkan Allah Swt. dalam Al-Quran, sebagaimana yang difahami dan disunnahkan oleh Nabi Besar Muhammad saw., sebagai suri teladan terbaik, firman-Nya:
لَقَدۡ کَانَ لَکُمۡ  فِیۡ رَسُوۡلِ اللّٰہِ  اُسۡوَۃٌ حَسَنَۃٌ  لِّمَنۡ کَانَ یَرۡجُوا اللّٰہَ وَ الۡیَوۡمَ  الۡاٰخِرَ  وَ ذَکَرَ  اللّٰہَ  کَثِیۡرًا ﴿﴾
Sungguh dalam  diri Rasulullah benar-benar terdapat suri teladan yang sebaik-baiknya bagi kamu, yaitu bagi  orang yang mengharapkan Allah dan Hari Akhir,  dan bagi yang banyak mengingat Allah. (Al-Ahzāb [33]:22).
  Pertempuran Khandak mungkin merupakan percobaan paling pahit di dalam seluruh jenjang kehidupan Nabi Besar Muhammad saw., dan beliau saw. keluar dari ujian yang paling berat itu dengan keadaan akhlak dan wibawa yang lebih tinggi lagi. Sesungguhnyalah pada saat yang sangat berbahayalah, yakni ketika di sekitar gelap gelita, atau dalam waktu mengenyam sukses dan kemenangan, yakni ketika musuh bertekuk lutut di hadapannya, watak dan perangai yang sesungguhnya seseorang diuji; dan sejarah memberi kesaksian yang jelas kepada kenyataan bahwa  Nabi Besar Muhammad saw.  baik dalam keadaan dukacita karena dirundung kesengsaraan dan pada saat sukacita karena meraih kemenangan — tetap menunjukkan kepribadian agung lagi mulia.
  Pertempuran Khandak, Uhud, dan Hunain menjelaskan dengan seterang-seterangnya satu watak beliau saw. yang indah, dan Fatah Mekkah (Kemenangan atas Mekkah) memperlihatkan watak beliau saw. lainnya. Mara bahaya tidak mengurangi semangat beliau saw. atau mengecutkan hati beliau saw., begitu pula kemenangan dan sukses tidak merusak watak beliau saw..
  Ketika Nabi Besar Muhammad saw. ditinggalkan hampir seorang diri pada hari Pertempuran Hunain, sedang nasib Islam berada di antara hidup dan mati, beliau  saw. tanpa gentar sedikit pun dan seorang diri belaka maju ke tengah barisan musuh seraya berseru dengan kata-kata yang patut dikenang selama-lamanya: “Aku nabi Allah dan aku tidak berkata dusta. Aku anak Abdul Muthalib.” Dan tatkala Mekkah jatuh dan seluruh tanah Arab bertekuk lutut maka kekuasaan yang mutlak dan tak tersaingi itu tidak kuasa merusak Nabi Besar Muhammad saw.. Beliau saw. menunjukkan keluhuran budi yang tiada taranya terhadap musuh-musuh beliau saw.

Kesaksian Para Istri Nabi Besar Muhammad Saw.

 Kesaksian lebih besar mana lagi yang mungkin ada terhadap keagungan watak Nabi Besar Muhammad saw.  selain kenyataan bahwa pribadi-pribadi yang paling akrab dengan beliau saw.  dan yang paling mengenal beliau saw., mereka itulah yang paling mencintai beliau saw. dan merupakan yang pertama-tama percaya (beriman) akan misi beliau, yakni, istri beliau saw. yang tercinta, Sitti Khadijah r.a.; sahabat beliau sepanjang hayat, Abu Bakar r.a.; saudara sepupu yang juga menantu beliau saw., Ali bin Abu Thalib r.a.; dan bekas budak beliau  saw. yang telah dimerdekakan, Zaid bin Haristsah r.a.. Nabi Besar Muhammad saw.   merupakan contoh kemanusiaan yang paling mulia dan model yang paling sempurna dalam keindahan dan kebajikan.
Dalam segala segi kehidupan dan watak  Nabi Besar Muhammad saw.  yang beraneka ragam, tidak ada duanya dan merupakan contoh yang tiada bandingannya bagi umat manusia untuk ditiru dan diikuti. Seluruh kehidupan beliau saw. nampak dengan jelas dan nyata dalam cahaya lampu-sorot sejarah. Beliau saw.  mengawali kehidupan beliau saw. sebagai anak yatim dan mengakhirinya dengan berperan sebagai wasit yang menentukan nasib seluruh bangsa.
Sebagai kanak-kanak Nabi Besar Muhammad saw.   penyabar lagi gagah, dan di ambang pintu usia remaja, beliau tetap merupakan contoh yang sempurna dalam akhlak, ketakwaan, dan kesabaran. Pada usia setengah-baya beliau saw. mendapat julukan Al-Amin (si Jujur dan setia kepada amanat) dan selaku seorang niagawan beliau saw. terbukti paling jujur dan cermat.
Nabi Besar Muhammad saw. menikah dengan perempuan-perempuan yang di antaranya ada yang jauh lebih tua daripada beliau saw. sendiri dan ada juga yang jauh lebih muda, namun semua bersedia memberi kesaksian dengan mengangkat sumpah mengenai kesetiaan, kecintaan, dan kekudusan beliau saw..
 Sebagai ayah  Nabi Besar Muhammad saw.  penuh dengan kasih-sayang, dan sebagai sahabat beliau saw. sangat setia dan murah hati. Ketika beliau saw. diamanati tugas yang amat besar dan berat dalam usaha memperbaiki suatu masyarakat yang sudah rusak, beliau saw. menjadi sasaran derita aniaya dan pembuangan, namun beliau saw. memikul semua penderitaan itu dengan sikap agung dan budi luhur.      
 Nabi Besar Muhammad saw. bertempur sebagai prajurit gagah-berani dan memimpin pasukan-pasukan. Beliau saw. menghadapi kekalahan dan beliau memperoleh kemenangan-kemenangan. Beliau saw. menghakimi dan mengambil serta menjatuhkan keputusan dalam berbagai perkara. Beliau saw. adalah seorang negarawan, seorang pendidik, dan seorang pemimpin. 
   Kepala negara merangkap Penghulu Agama, beliau adalah Kaisar dan Paus sekaligus. Tetapi beliau adalah Paus yang tidak berlaga Paus, dan Kaisar tanpa pasukan-pasukan yang megah. Tanpa balatentara tetap, tanpa pengawal, tanpa istana yang megah, tanpa pungutan pajak tetap dan tertentu, sehingga jika ada orang berhak mengatakan bahwa ia memerintah dengan hak ketuhanan, maka orang itu hanyalah Muhammad, sebab beliau mempunyai kekuasaan tanpa alat-alat kekuasaan dan tanpa bantuan kekuasaan.
   Beliau biasa melakukan pekerjaan rumah tangga dengan tangan beliau sendiri, biasa tidur di atas sehelai tikar kulit, dan makanan beliau terdiri dari kurma dan air putih atau roti jawawut, dan setelah melakukan bermacam-macam tugas sehari penuh, beliau biasa melewatkan malam hari dengan mendirikan shalat dan doa-doa hingga kedua belah kaki beliau bengkak-bengkak. Tidak ada orang yang dalam keadaan dan suasana yang begitu banyak berubah telah berubah begitu sedikitnya” (Muhammad and Muhammadanism” karya Bosworth Smith).
Demikianlah suri teladan terbaik yang diperagakan oleh Nabi Besar Muhammad saw.  dan semua posisi kepemimpinan  dalam kehidupan, baik sebagai Pemimpin ruhani, sebagai Kepala Negara,   mau pun sebagai pemimpin di lingkungan keluarga.

(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 18 Maret  2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar