Minggu, 24 Maret 2013

Hikmah-hikmah "Misal" Istri-istri Durhaka Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s.




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 



Bab 77


Hikmah-hikmah Misal “Istri-istri Durhaka” Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s.

 Oleh

 Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam akhir Bab  sebelumnya  telah dikemukakan  firman Allah Swt. mengenai misal-misal  orang-orang kafir, orang-orang beriman, dan misal orang bertakwa, yakni Allah Swt. telah mengumpamakan orang-orang kafir yang mendustakan dan menentang para rasul Allah yang dibangkitkan (diutus) di kalangan mereka (QS.7:135-137) sebagai istri-istri durhaka Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s., sedangkan orang-orang beriman dimisalkan istri Fir’aun yang shalihah, dan orang-orang bertakwa dimisalkan  Maryam binti ‘Imran  yang kemudian melahirkan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. walau pun tanpa melalui penikahan yang lazim,  firman-Nya:
ضَرَبَ اللّٰہُ  مَثَلًا  لِّلَّذِیۡنَ  کَفَرُوا امۡرَاَتَ  نُوۡحٍ وَّ امۡرَاَتَ  لُوۡطٍ ؕ کَانَتَا تَحۡتَ عَبۡدَیۡنِ مِنۡ عِبَادِنَا صَالِحَیۡنِ فَخَانَتٰہُمَا فَلَمۡ یُغۡنِیَا عَنۡہُمَا مِنَ اللّٰہِ شَیۡئًا وَّ قِیۡلَ ادۡخُلَا  النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِیۡنَ ﴿﴾  وَ ضَرَبَ اللّٰہُ  مَثَلًا  لِّلَّذِیۡنَ  اٰمَنُوا امۡرَاَتَ  فِرۡعَوۡنَ ۘ اِذۡ  قَالَتۡ رَبِّ ابۡنِ  لِیۡ عِنۡدَکَ  بَیۡتًا فِی الۡجَنَّۃِ  وَ نَجِّنِیۡ  مِنۡ فِرۡعَوۡنَ  وَ عَمَلِہٖ وَ نَجِّنِیۡ  مِنَ الۡقَوۡمِ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ مَرۡیَمَ  ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ  الَّتِیۡۤ  اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا  فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ  مِنۡ  رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ مِنَ  الۡقٰنِتِیۡنَ ﴿٪﴾
Allah mengemukakan istri Nuh  dan istri Luth sebagai misal bagi orang-orang kafir. Keduanya di bawah [asuhan] dua hamba dari hamba-hamba Kami yang saleh, tetapi keduanya berbuat khianat  kepada kedua suami mereka, maka mereka berdua sedikit pun tidak dapat membela kedua istri mereka itu di hadapan Allah, dan dikatakan kepada mereka: Masuklah kamu berdua ke dalam Api beserta orang-orang yang masuk.”   Dan Allah mengemukakan istri Fir’aun sebagai  misal bagi orang-orang beriman,  ketika ia berkata: “Hai Tuhan, buatkanlah bagiku di sisi Engkau sebuah rumah di surga, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim,  Dan juga Maryam putri ‘Imran,  yang telah memelihara kesuciannya, maka Kami meniupkan ke dalamnya Ruh Kami,  dan ia menggenapi firman Tuhan-nya dan Kitab-kitab-Nya, dan ia termasuk orang-orang yang patuh. (At-Tahrīm [66]:11-13).

Misal Orang-orang Kafir & Hikmah-hikmahnya

    Jadi, orang-orang kafir diumpamakan seperti istri Nabi Nuh a.s.  dan istri Nabi Luth a.s. untuk menunjukkan bahwa persahabatan dengan orang bertakwa --malahan dengan seorang nabi Allah sekalipun --  tidak berfaedah bagi orang yang mempunyai kecenderungan buruk menolak kebenaran.
Secara jasmani, kedua istri durhaka Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s. rahim jasmani  membuahkan keturunan jasmani kedua suami mereka yang suci, namun dari segi ruhani kedua istri durhaka Nabi Allah tersebut menolak rahim ruhaninya – yakni hatinya --  untuk dibuahi secara ruhani oleh kedua suaminya, karena keduanya memilih bergabung dengan kaum mereka yang  mendustakan dan menentang pendakwaan kedua suaminya sebagai Rasul Allah, maka akibatnya ketika azab Ilahi yang diperingatkan kedua suami mereka  itu terjadi maka kedua istri durhaka Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s. tersebut termasuk   orang-orang yang dibinasakan oleh azab Ilahi tersebut, inilah mana kalimat:
فَلَمۡ یُغۡنِیَا عَنۡہُمَا مِنَ اللّٰہِ شَیۡئًا وَّ قِیۡلَ ادۡخُلَا  النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِیۡنَ ﴿﴾
“…maka mereka berdua sedikit pun tidak dapat membela kedua istri mereka itu di hadapan Allah, dan dikatakan kepada mereka: Masuklah kamu berdua ke dalam Api beserta orang-orang yang masuk.” (At-Tahrīm [66]:11).
 Hikmah lain yang dapat diambil dari  nasib buruk yang menimpa kedua istri Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s. tersebut, dan kenapa keduanya oleh Allah Swt. dijadikan   sebagai misal (perumpamaan) orang-orang kafir, adalah:
 Hikmah pertama,   Allah Swt. telah menetapkan bagi rahim perempuan yang sudah mencapai aqil baligh  akan mengalami haid (menstruasi/datang bulan). Dan Allah Swt. menyatakan dalam Al-Quran bahwa darah haid   karena merupakan sebagai “darah kotor” sebagai  najis, itulah sebabnya Allah Swt. telah melarang perempuan yang sedang haid (mesntruasi)  mengerjakan shalat, memegang Al-Quran, masuk ke dalam mesjid, dan  Allah Swt. telah melarang para suami untuk berhubungan badan dengan istri-istri mereka yang sedang haid, sebagaimana firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ یَسۡـَٔلُوۡنَکَ عَنِ الۡمَحِیۡضِ ؕ قُلۡ ہُوَ اَذًی  ۙ فَاعۡتَزِلُوا النِّسَآءَ فِی الۡمَحِیۡضِ  ۙ وَ لَا تَقۡرَبُوۡہُنَّ حَتّٰی یَطۡہُرۡنَ ۚ فَاِذَا تَطَہَّرۡنَ  فَاۡتُوۡہُنَّ مِنۡ حَیۡثُ اَمَرَکُمُ اللّٰہُ  ؕ اِنَّ اللّٰہَ یُحِبُّ التَّوَّابِیۡنَ  وَ یُحِبُّ الۡمُتَطَہِّرِیۡنَ ﴿﴾
Dan mereka bertanya kepada engkau  mengenai haid. Katakanlah: “Itu menimbulkan bahaya, maka jauhilah perempuan-perempuan yang sedang haid, dan janganlah kamu menghampiri mereka hingga mereka suci. Dan apabila mereka telah bersuci diri  maka datangilah mereka sebagaimana Allāh telah memerintahkan kepada Kamu, sesungguhnya Allah mencintai mereka yang senantiasa bertaubat, dan Dia mencintai mereka yang mensucikan diri. (Al-Baqarah [2]:223).

Sunnatullah yang Senantiasa Berulang

     Hikmah kedua, pada hakikatnya darah haid   mau pun bayi yang dilahirkan seorang ibu (istri)  keduanya keluar dari rahim, ada pun perbedaannya adalah darah haid merupakan sesuatu yang najis dan haram dan dapat menimbulkan mudharat, sedangkan bayi yang keluar dari rahim merupakan suatu yang halal dan dapat tumbuh berkembang menjadi seorang manusia sempurna.
        Begitu juga halnya  kaum-kaum  yang mendustakan dan menentang para rasul Allah  maka  rahim hati mereka tidak akan pernah mengalami  perbuahan ruhani, lalu kehamilan ruhani serta kelahiran  ruhani  berupa akhlak dan ruhani terpuji sebagai akibat pergaulan suci dengan para rasul Allah – yang merupakan “suami ruhani” mereka --  bahkan yang terjadi adalah sebaliknya, yakni akhlak dan ruhani mereka akan semakin buruk bagaikan darah haid.
     Hikmah ketiga, merupakan Sunnatullah  bahwa semakin lanjut usia seorang perempuan maka keadaan rahimnya akan semakin tidak produktif  atau tidak subur, sehingga rahim  perempuan tersebut akan sulit untuk dapat dibuahi  dengan baik oleh suaminya.
      Keadaan rahim perempuan yang telah lanjut usia seperti itu sama dengan keadaan tanah di permukaan bumi, yakni apabila permukaan tanah tersebut semakin jarang diguyur   air hujan – terutama di musim kemarau – maka akibatnya tanah tersebut menjadi keras dan tidak mampu menumbuhkan benih-benih yang ada di dalamnya mau pun benih-benih yang ditaburkan di atas permukaannya.
       Demikian pula halnya dengan keadaan hati umat manusia atau umat beragama  apabila mereka telah semakin jauh dari masa kenabian yang penuh berkat maka keadaan hati mereka pun akan semakin keras sehingga sulit untuk dapat menumbuhkan “benih-benih kebaikan” yang terkandung  dalam jiwa manusia mau pun “benih-benih kebaikan” yang datang dari luar.
      Dengan demikian benarlah firman Allah Swt. berikut ini mengenai pentingnya  kesinambungan turunnya “hujan ruhani” berupa wahyu Ilahi yang turun bersama dengan diutusanya seorang rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada umat manusia (Bani Adam), sebab tanpa wahyu Ilahi tersebut   mustahil “bumi” (hati) yang telah mati akan dapat  dihidupkan (disuburkan) kembali, sehingga dapat menumbuhkan berbagai macam tanaman yang sangat dibutuhkan oleh manusia, “firman-Nya:
اَلَمۡ یَاۡنِ  لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا  اَنۡ  تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ  لِذِکۡرِ اللّٰہِ  وَ مَا  نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ  ۙ  وَ لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ عَلَیۡہِمُ  الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ  مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾  اِعۡلَمُوۡۤا  اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ  تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Apakah belum sampai waktu bagi orang-orang yang beriman, bahwa hati mereka tunduk untuk mengingat Allah dan mengingat  kebenaran yang telah turun kepada mereka, dan mereka tidak  menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab sebelumnya, maka  zaman kesejahteraan menjadi panjang atas mereka lalu   hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan dari mereka menjadi durhaka?  Ketahuilah, bahwasanya  Allah  menghidupkan bumi sesudah matinya. Sungguh Kami telah menjelaskan Tanda-tanda kepadamu supaya kamu mengerti. (Al-Hadīd [57]:17-18).

Masa Jeda (Terhentinya) Pengutusan Rasul Allah
Antara Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dan Nabi Besar Muhammad Saw.

      Ribuan tahun lamanya  di kalangan bangsa Arab -- sejak Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Isma’il a.s.  hingga dengan masa pengutusan Nabi Besar Muhammad saw.  – Allah Swt. tidak pernah mengutus seorang   rasul Allah pun, sehingga keadaan hati bangsa Arab benar-benar telah menjadi sangat keras bagaikan kerasnya gunung-gunung batu di padang pasir jazirah Arabia  (QS.17:46-53), demikian juga yang terjadi di kalangan umat beragama (QS.30:42-44; QS.2:73-75).
      Untuk tujuan “menghidupkan kembali  bumi  -- yakni hati manusia --  setelah kematiannya itulah maka Allah Swt. telah menjanjikan pengutusan para rasul Allah dari kalangan Bani Adam, agar tidak ada alasan (dalih/hujah) bagi manusia untuk menghujat Allah Swt. jika mereka dibinasakan dengan azab-azab Ilahi yang kedatangannya telah diperingatkan oleh  Rasul-rasul Allah sebelumnya, firman-Nya:
یٰۤاَہۡلَ الۡکِتٰبِ قَدۡ جَآءَکُمۡ  رَسُوۡلُنَا یُبَیِّنُ لَکُمۡ عَلٰی  فَتۡرَۃٍ  مِّنَ الرُّسُلِ اَنۡ تَقُوۡلُوۡا مَا جَآءَنَا مِنۡۢ بَشِیۡرٍ وَّ لَا نَذِیۡرٍ ۫ فَقَدۡ جَآءَکُمۡ بَشِیۡرٌ وَّ نَذِیۡرٌ ؕ وَ اللّٰہُ  عَلٰی  کُلِّ  شَیۡءٍ  قَدِیۡرٌ ﴿٪۱۹﴾

Hai Ahlul Kitab, sungguh telah datang kepada kamu Rasul Kami yang menjelaskan syariat kepadamu  pada masa jeda pengutusan rasul-rasul, supaya kamu tidak mengatakan: “Tidak pernah datang kepada kami  seorang pemberi kabar gembira dan tidak pula seorang pemberi peringatan.” Padahal sungguh  telah datang kepada kamu seorang pembawa kabar gembira  dan pemberi peringatan, dan Allah Maha kuasa atas segala sesuatu. (Al-Māidah [5]:20).
      Sejarah bungkam perihal apakah ada seorang nabi pernah datang di salah satu negeri di antara zaman Nabi Besar Muhammad saw.   dengan zaman Nabi Isa ibnu Maryam a.s.,   yang pasti ialah sekurang-kurangnya di antara para Ahlulkitab tiada seorang nabi pun datang dalam jangka waktu itu.
     Pada hakikatnya, dunia telah mengharap-harapkan dan bersiap-siap menerima kedatangan Juru Selamat terbesar bagi umat manusia (QS.7:159; QS.21:108; QS,25:2; QS.34:29).   Nabi Besar Muhammad saw.  menurut riwayat pernah bersabda bahwa antara beliau saw. dan Nabi Isa ibnu Maryam a.s. tidak ada nabi (Bukhari).
    Itulah sebabnya jika kaum-kaum para penentang Rasul Allah  -- yang dimisalkan sebagai  istri-istri durhaka Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s. – tersebut tidak juga mau bertaubat dari penentangan mereka kepada para rasul Allah maka akibatnya  mereka pasti akan dibinasakan oleh azab Ilahi yang dijanjikan kepada mereka sebelumnya.

Kesinambungan Pengutusan Rasul Allah di Kalangan Bani Adam

      Sunnatullah tersebut terus berlaku sejak Allah Swt. pertama kali mengutus para Rasul Allah kepada kaum-kaum terdahulu sampai dengan masa Akhir Zaman ini, firman-Nya:
وَ لِکُلِّ اُمَّۃٍ  اَجَلٌ ۚ فَاِذَا  جَآءَ  اَجَلُہُمۡ  لَا یَسۡتَاۡخِرُوۡنَ سَاعَۃً  وَّ لَا یَسۡتَقۡدِمُوۡنَ ﴿﴾  یٰبَنِیۡۤ  اٰدَمَ  اِمَّا یَاۡتِیَنَّکُمۡ رُسُلٌ مِّنۡکُمۡ یَقُصُّوۡنَ عَلَیۡکُمۡ اٰیٰتِیۡ ۙ فَمَنِ اتَّقٰی وَ اَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ اسۡتَکۡبَرُوۡا عَنۡہَاۤ  اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾   فَمَنۡ اَظۡلَمُ مِمَّنِ افۡتَرٰی عَلَی اللّٰہِ  کَذِبًا اَوۡ کَذَّبَ بِاٰیٰتِہٖ ؕ اُولٰٓئِکَ یَنَالُہُمۡ نَصِیۡبُہُمۡ مِّنَ الۡکِتٰبِ ؕ حَتّٰۤی  اِذَا جَآءَتۡہُمۡ  رُسُلُنَا یَتَوَفَّوۡنَہُمۡ ۙ قَالُوۡۤا اَیۡنَ مَا  کُنۡتُمۡ تَدۡعُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ ؕ قَالُوۡا ضَلُّوۡا عَنَّا وَ شَہِدُوۡا عَلٰۤی اَنۡفُسِہِمۡ  اَنَّہُمۡ  کَانُوۡا کٰفِرِیۡنَ ﴿﴾ قَالَ ادۡخُلُوۡا فِیۡۤ  اُمَمٍ قَدۡ خَلَتۡ مِنۡ قَبۡلِکُمۡ مِّنَ الۡجِنِّ وَ الۡاِنۡسِ فِی النَّارِ ؕ کُلَّمَا دَخَلَتۡ اُمَّۃٌ  لَّعَنَتۡ اُخۡتَہَا ؕ حَتّٰۤی اِذَا ادَّارَکُوۡا فِیۡہَا جَمِیۡعًا ۙ قَالَتۡ اُخۡرٰىہُمۡ  لِاُوۡلٰىہُمۡ رَبَّنَا ہٰۤؤُلَآءِ اَضَلُّوۡنَا فَاٰتِہِمۡ عَذَابًا ضِعۡفًا مِّنَ النَّارِ ۬ؕ قَالَ لِکُلٍّ ضِعۡفٌ وَّ لٰکِنۡ  لَّا  تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ وَ قَالَتۡ اُوۡلٰىہُمۡ لِاُخۡرٰىہُمۡ فَمَا کَانَ لَکُمۡ عَلَیۡنَا مِنۡ فَضۡلٍ فَذُوۡقُوا الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡسِبُوۡنَ ﴿﴾
Dan bagi  tiap-tiap umat ada batas waktu, maka apabila telah datang batas waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula dapat memajukannya.  Wahai Bani Adam,  jika datang kepada kamu rasul-rasul dari antaramu yang menceritakan  Ayat-ayat-Ku kepadamu, maka barangsiapa bertakwa dan memperbaiki diri, tidak akan ada ketakutan menimpa mereka dan tidak pula mereka akan bersedih hatiDan  orang-orang yang mendustakan Ayat-ayat Kami dan dengan takabur berpaling  darinya, mereka itu penghuni Api, mereka kekal di dalamnyaMaka   siapakah yang lebih zalim daripada  orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap  Allah atau mendustakan Ayat-ayat-Nya? Mereka  akan memperoleh bagian mereka sebagaimana telah ditetapkan, hingga apabila datang kepada mereka utusan-utusan Kami untuk mencabut nyawanya seraya berkata:  Di manakah apa yang biasa kamu seru selain Allah?” Mereka berkata: “Mereka telah lenyap dari kami.” Dan mereka   memberi kesaksian terhadap diri mereka sendiri bahwa sesungguhnya  mereka adalah  orang-orang kafir.   Dia berfirman: “Masuklah kamu ke dalam Api bersama umat-umat jin dan ins (manusia) yang telah berlalu sebelum kamu.” Setiap kali suatu umat masuk, umat itu akan mengutuk saudara-saudaranya dari umat lain, hingga apabila mereka semua telah tiba berturut-turut di dalamnya, maka  mereka yang terakhir berkata mengenai mereka yang terdahulu: “Ya Tuhan kami, mereka ini telah menyesatkan kami, karena itu berilah mereka  azab Api berlipat-ganda.” Dia berfirman: “Bagi masing-masing mendapat azab berlipat ganda, akan tetapi kamu tidak mengetahui.” Dan mereka yang terdahulu berkata kepada mereka yang terakhir: “Tidak ada bagi kamu suatu kelebihan  atas kami, maka rasakanlah azab itu disebabkan oleh apa yang senantiasa  kamu lakukan.” (Al-A’rāf [7]:35-40).
    Apabila umat manusia di Akhir Zaman ini pun termasuk  Bani Adam” – bukan “Bani Kera” sebagaimana teori evolusi Charles Darwin --  maka firman Allah Swt. dalam Al-Quran tersebut pasti berlaku, karena Kitab Suci Al-Quran  sebagai Kitab suci terakhir dan tersempurna (QS.5:4) berlaku sampai  Hari Kiamat nanti, ketika saat  itu  spesies manusia  Bani Adam (umat Manusia) sudah tidak ada lagi.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 24 Maret  2013

1 komentar: