بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah
Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 134
Tindak Kekerasan
dan Pemaksaan Merupakan Bukti Pihak Penentang Tidak Memiliki Hujjah
(Dalil/Argumentasi) yang Kuat dan Akurat
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam Bab sebelumnya
telah dikemukakan mengenai cara khas
Nabi Ibrahim a.s. membungkam mulut
orang-orang musyrik mengenai berbagai
kelemahan “sembahan-sembahan” mereka, termasuk membungkam mulut raja Namrud yang takabur ketika Nabi
Ibrahim a.s. dihadapkan para pemuka
kaumnya kepada raja yang mendakwakan diri “berkuasa
menghidupkan dan mematikan” (QS.2:259) yakni dengan warna “sindiran”
(menyindir), firman-Nya:
وَ تِلۡکَ
حُجَّتُنَاۤ اٰتَیۡنٰہَاۤ اِبۡرٰہِیۡمَ عَلٰی قَوۡمِہٖ ؕ نَرۡفَعُ
دَرَجٰتٍ مَّنۡ نَّشَآءُ ؕ اِنَّ رَبَّکَ حَکِیۡمٌ عَلِیۡمٌ ﴿ ﴾
Dan itulah
hujjah (dalil) Kami, Kami memberikannya kepada Ibrahim terhadap
kaumnya. Kami meninggikan derajat orang yang Kami
kehendaki. Sesungguhnya Tuhan engkau
Maha Bijaksana, Maha Mengetahui.
(Al-An’ām
[6]:84).
Ayat itu menunjukkan bahwa keimanan Nabi Ibrahim a.s. semenjak dini telah jelas dan teguh
kepada Tauhid Ilahi dan bahwa apa
yang dikatakan beliau berkenaan dengan bintang,
bulan, matahari, bulan, dan sebagainya (QS.6:75-83) merupakan sebagian
dari hujjah yang telah diajarkan Tuhan kepada beliau – rusydahū– petunjuknya” -- firman-Nya:
وَ لَقَدۡ
اٰتَیۡنَاۤ اِبۡرٰہِیۡمَ رُشۡدَہٗ
مِنۡ قَبۡلُ وَ کُنَّا بِہٖ
عٰلِمِیۡنَ ﴿ۚ﴾
اِذۡ قَالَ لِاَبِیۡہِ وَ قَوۡمِہٖ مَا ہٰذِہِ التَّمَاثِیۡلُ الَّتِیۡۤ
اَنۡتُمۡ لَہَا عٰکِفُوۡنَ ﴿﴾ قَالُوۡا
وَجَدۡنَاۤ اٰبَآءَنَا لَہَا
عٰبِدِیۡنَ ﴿﴾ قَالَ لَقَدۡ کُنۡتُمۡ اَنۡتُمۡ
وَ اٰبَآؤُکُمۡ فِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ﴿﴾
Dan sungguh sebelumnya Kami benar-benar telah memberikan kepada Ibrahim rusydahū
(petunjuknya) dan Kami mengetahui benar tentang dia. Ketika ia berkata kepada ayahnya dan kaumnya: “Patung-patung
apakah ini yang kamu duduk
tekun menyembah kepadanya?” Mereka berkata: “Kami dapati bapak-bapak kami menyembahnya.” Ia, Ibrahim, berkata: “Sungguh kamu dan bapak-bapakmu
benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Al-Anbiyā [21]:53-55).
Taqlid Buta yang Diwariskan dari Zaman ke Zaman
Huruf mā (apa)
dalam kalimat “Patung-patung apakah ini yang kamu duduk tekun menyembah kepadanya?“
menunjukkan celaan dan bukan suatu pertanyaan.
Ketika berbicara dengan penyembah-penyembah
berhala, biasanya Nabi Ibrahim a.s. mempergunakan sindiran, lihat QS.6:77, 78, 79. Beliau agaknya mengatakan kepada
kaumnya “Betapa tidak bergunanya dan
sia-sianya patung-patung yang kamu puja ini.” Jika Nabi Ibrahim a.s. biasa berbicara dengan memakai bahasa sindiran, maka Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
berbicara dengan bahasa kiasan.
Atas sindiran Nabi Ibrahim a.s. tersebut selanjutnya Allah
Swt. berfirman mengenai jawaban mereka: “Kami dapati bapak-bapak
kami menyembahnya”, yakni mereka sama sekali tidak memiliki
pengetahuan mengenai kemusyrikan yang
mereka warisi dari para pendahulu
mereka, yakni mereka hanya ikut-ikutan
saja secara taqlid buta.
Atas jawaban mereka itu Nabi Ibrahim a.s.
bersabda: “ Sungguh kamu dan bapak-bapakmu benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” Jadi, Nabi Ibrahim a.s. benar-benar mengetahui
kebatilan dari kemusyrikan yang digeluti kaum beliau, bukan hanya sekedar mencela tanpa dilandasi pengetahuan tentang Ketuhanan
(Tauhid) yang beliau kuasai sepenuhnya (QS.6:76).
Atas celaan
Nabi Ibrahim a.s. terhadap kemusyrikan yang mereka lakukan itu
mereka mempertanyakan keabsahan celaan tersebut, firman-Nya:
قَالُوۡۤا اَجِئۡتَنَا بِالۡحَقِّ اَمۡ اَنۡتَ مِنَ اللّٰعِبِیۡنَ ﴿﴾ قَالَ بَلۡ رَّبُّکُمۡ رَبُّ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ
الَّذِیۡ فَطَرَہُنَّ ۫ۖ وَ اَنَا عَلٰی ذٰلِکُمۡ
مِّنَ الشّٰہِدِیۡنَ ﴿﴾ وَ تَاللّٰہِ لَاَکِیۡدَنَّ اَصۡنَامَکُمۡ بَعۡدَ اَنۡ تُوَلُّوۡا
مُدۡبِرِیۡنَ ﴿﴾
Mereka
berkata: “Apakah yang engkau datangkan kepada kami itu adalah haq, ataukah engkau termasuk orang-orang
yang bermain-main?” Ia (Ibrahim) berkata:
“Tidak, bahkan Tuhan kamu adalah Rabb
(Tuhan) seluruh langit dan bumi,
Dia-lah Yang telah menciptakannya,
dan atas hal itu aku termasuk
orang-orang yang menjadi saksi. Dan demi Allah, niscaya aku
akan membuat rencana melawan berhala-berhala
kamu, setelah kamu berlalu membalikkan punggungmu.” (Al-Anbiyā [21]:56-58).
Perkataan Nabi Ibrahim a.s. “atas hal itu aku termasuk orang-orang yang menjadi saksi “
sesuai dengan firman-Nya sebelum ini:
وَ کَذٰلِکَ نُرِیۡۤ اِبۡرٰہِیۡمَ
مَلَکُوۡتَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ لِیَکُوۡنَ مِنَ الۡمُوۡقِنِیۡنَ ﴿﴾
Dan
demikianlah Kami memperlihatkan kepada
Ibrahim kerajaan seluruh langit dan bumi dan supaya ia menjadi di antara orang-orang
yang berkeyakinan.(Al-An’ām
[6]:76).
Ayat
ini mengisyaratkan kepada kebenaran agung
bahwa bila utusan-utusan Ilahi
menuturkan sesuatu mengenai Tuhan, mereka berbicara atas pengalamannya sendiri. Mereka tidak memanggil manusia kepada Allah Swt. hanya semata-mata karena akal manusia menuntut kepercayaan kepada adanya Tuhan, tetapi mereka berbuat demikian dengan keyakinan yang patuh dan keimanan yang kokoh-kuat (QS.12:109)
karena mereka benar-benar datang dari Allah Swt. sebagai para Rasul-Nya (Utusan-Nya).
Nabi Ibrahim a.s. Berkata-kata kepada Berhala-berhala
Sebelum Menghancurkannya
Dalam firman Allah Swt. selanjutnya
dikemukakan “hujjah” (dalil/argumentasi) akurat selanjutnya yang dilaksanakan
oleh Nabi Ibrahim a.s.:
فَجَعَلَہُمۡ
جُذٰذًا اِلَّا کَبِیۡرًا لَّہُمۡ
لَعَلَّہُمۡ اِلَیۡہِ یَرۡجِعُوۡنَ
﴿﴾ قَالُوۡا مَنۡ فَعَلَ ہٰذَا
بِاٰلِہَتِنَاۤ اِنَّہٗ لَمِنَ
الظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾ قَالُوۡا سَمِعۡنَا
فَتًی یَّذۡکُرُہُمۡ یُقَالُ لَہٗۤ اِبۡرٰہِیۡمُ ﴿ؕ﴾ قَالُوۡا فَاۡتُوۡا بِہٖ عَلٰۤی اَعۡیُنِ
النَّاسِ لَعَلَّہُمۡ یَشۡہَدُوۡنَ ﴿﴾
Maka ia membuat berhala-hala itu pecah berkeping-keping, kecuali yang terbesar dari berhala
mereka, supaya mereka kembali lagi
kepadanya. Mereka berkata: “Siapakah
yang telah berbuat demikian terhadap tuhan-tuhan
kami? Sesungguhnya ia
benar-benar orang yang zalim!” Mereka
berkata: “Kami mendengar seorang pemuda
yang mencela mereka, ia disebut Ibrahim. Mereka berkata: “Maka bawalah dia ke hadapan mata manusia supaya mereka dapat menjadi saksi.” (Al-Anbiyā
[21]:59-62).
Kata
pengganti hi dalam ungkapan ilaihi yakni لَعَلَّہُمۡ اِلَیۡہِ یَرۡجِعُوۡنَ -- “supaya mereka kembali lagi
kepadanya” dapat mengisyarakatkan kepada Tuhan atau kepada berhala yang paling besar atau kepada Nabi Ibrahim a.s. sendiri. Dzakara-hu
berarti: ia membicarakan hal-hal yang baik atau tidak baik mengenai dia; ia
menyebutkan kesalahan-kesalahannya (Lexicon
Lane).
Kalimat سَمِعۡنَا فَتًی یَّذۡکُرُہُمۡ “Kami mendengar seorang pemuda yang mencela
mereka” membuktikan bahwa
Nabi Ibrahim a.s. melakukan semua itu tidak dengan sembunyi-sembunyi melainkan
di depan beberapa orang yang telah melakukan pemujaan terhadap berhala-berhala
tersebut dan mempersembahkan sesaji,
itulah sebabnya dalam Surah Ash-Shaffat
ayat 91-92 Nabi Ibrahim a.s. berkata kepada berhala-berhala
tersebut فَرَاغَ اِلٰۤی اٰلِہَتِہِمۡ
فَقَالَ اَلَا تَاۡکُلُوۡنَ ﴿ۚ﴾ مَا لَکُمۡ
لَا تَنۡطِقُوۡنَ ﴿﴾ -- “Maka ia pergi dengan diam-diam kepada berhala-berhala mereka lalu ia berkata:
“Mengapakah kamu tidak makan? Apa yang terjadi atas kamu hingga kamu tidak bicara?”
Alasan mengapa Nabi Ibrahim a.s. dipanggil untuk menghadap orang-orang
banyak, ialah supaya mereka yang telah mendengar beliau memburuk-burukkan berhala-berhala harus memberi penyaksian terhadap beliau, atau, bahwa
sesudah mendengar kesaksian yang
memberatkan beliau dapat diputuskan hukuman
apa yang harus dijatuhkan terhadap beliau dan supaya mereka dapat menyaksikan hukuman yang akan
dilaksanakan itu -- لَعَلَّہُمۡ یَشۡہَدُوۡنَ “supaya mereka
dapat menjadi saksi. “
Yang Bermaksud Mempermalukan
Nabi Ibrahim a.s
Berubah Menjadi Pihak yang Dipermalukan
Selanjutnya Allah Swt. berfirman
mengenai mereka yang bermaksud menghina
dan mempermalukan Nabi Ibrahim a.s.
di hadapan masyarakat luas, yang juga dihadiri raja Namrud – firman-Nya:
قَالُوۡۤا
ءَاَنۡتَ فَعَلۡتَ ہٰذَا بِاٰلِہَتِنَا یٰۤـاِبۡرٰہِیۡمُ ﴿ؕ﴾ قَالَ بَلۡ فَعَلَہٗ ٭ۖ
کَبِیۡرُہُمۡ ہٰذَا فَسۡـَٔلُوۡہُمۡ
اِنۡ کَانُوۡا یَنۡطِقُوۡنَ ﴿﴾ فَرَجَعُوۡۤا اِلٰۤی اَنۡفُسِہِمۡ فَقَالُوۡۤا
اِنَّکُمۡ اَنۡتُمُ الظّٰلِمُوۡنَ ﴿ۙ﴾ ثُمَّ
نُکِسُوۡا عَلٰی رُءُوۡسِہِمۡ ۚ
لَقَدۡ عَلِمۡتَ مَا ہٰۤؤُلَآءِ یَنۡطِقُوۡنَ ﴿﴾ قَالَ اَفَتَعۡبُدُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ مَا لَا
یَنۡفَعُکُمۡ شَیۡئًا وَّ لَا یَضُرُّکُمۡ ﴿ؕ﴾ اُفٍّ لَّکُمۡ وَ لِمَا تَعۡبُدُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِ
اللّٰہِ ؕ اَفَلَا تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Mereka
berkata: “Apakah engkau yang telah berbuat seperti ini terhadap tuhan-tuhan kami, ya Ibrahim?” Ia menjawab: “Bahkan, seseorang telah
berbuat itu. Di antara mereka yang besar
ini maka tanyakanlah kepada mereka jika mereka dapat berkata-kata.” Maka
mereka kembali kepada pemimpin mereka lalu berkata: “Sesungguhnya kamu sendiri
orang-orang yang zalim.” Kemudian mereka sambil menundukkan kepala mereka berkata:
“Sesungguhnya engkau telah mengetahui
bahwa mereka itu tidak dapat
berkata-kata.” Ia, Ibrahim,
berkata: ”Apakah kamu menyembah
selain Allah, sesuatu yang tidak
memberikan manfaat kepadamu sedikit pun dan tidak memudaratkanmu? Ah celakalah
atas kamu dan atas apa yang kamu sembah
selain Allah! Apakah kamu tidak
mengerti?” (Al-Anbiyā [21]:63-68).
Selain arti yang diberikan dalam
teks, ungkapan dalam bahasa Arab itu boleh jadi telah diucapkan oleh Nabi
Ibrahim a.s. secara sindiran seperti
telah menjadi kebiasaan beliau bila berbicara dengan kaum beliau, penyembah
berhala-berhala. Dalam hal demikian kata-kata itu kira-kira akan berarti
sebagai berikut: “Mengapa aku harus
melakukan itu, barangkali berhala yang paling besar telah melakukan itu”;
maksudnya bahwa kenyataan itu jelas sekali sehingga tidak perlu dipertanyakan
lagi atau diperjelas lagi bahwa beliaulah yang melakukan itu. Sekiranya bukan
beliau yang mengerjakannya, dapatkah sebongkah
batu yang tidak bernyawa
mengerjakannya?
Nabi Ibrahim a.s. nampaknya
mencela kaumnya dan menjelaskan
kepada mereka kesia-siaan perbuatan-perbuatan
syirik mereka; pertama-tama dengan memecahkan berhala-berhala itu dan
kemudian dengan menantang
penyembah-penyembahnya supaya bertanya kepada berhala-berhala itu, sekiranya berhala-berhala
itu dapat berbicara untuk
memberitahukan kepada mereka siapa yang telah memecahkan berhala-berhala itu.
Ungkapan bahasa Arab itu فَرَجَعُوۡۤا اِلٰۤی اَنۡفُسِہِمۡ -- dapat berarti: (a) mereka kembali kepada keadaan kekafiran seperti semula, atau
tingkah-laku yang buruk; (b) mereka kembali
kepada perbantahan sesudah mereka
mengikuti jalan yang benar; (c) mereka menundukkan kepala karena malu
dan menjadi bungkam sama sekali (Lexicon
Lane & Ruhul Ma’ani).
Tindak Kekerasan Sebagai
Bukti
Tidak Memiliki Hujjah
(Dalil) yang Akurat
Sudah menjadi kebiasaan
orang-orang yang kalah dalam berdebat, untuk menutupi rasa malu maka mereka mengambil jalan kekerasan, demikan pula halnya dengan
para pemuka kaum Nabi Ibrahim a.s., firman-Nya:
قَالُوۡا
حَرِّقُوۡہُ وَ انۡصُرُوۡۤا اٰلِہَتَکُمۡ
اِنۡ کُنۡتُمۡ فٰعِلِیۡنَ ﴿﴾ قُلۡنَا یٰنَارُ کُوۡنِیۡ بَرۡدًا وَّ سَلٰمًا عَلٰۤی
اِبۡرٰہِیۡمَ﴿ۙ﴾ وَ اَرَادُوۡا بِہٖ کَیۡدًا فَجَعَلۡنٰہُمُ
الۡاَخۡسَرِیۡنَ ﴿ۚ﴾
Mereka
berkata: “Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu
mau melakukan sesuatu.” Kami berfirman: “Hai
api, jadilah kamu dingin dan keselamatan atas Ibrahim!” Dan mereka
bermaksud akan melakukan tipu-daya terhadap dia, tetapi Kami menjadikan mereka orang-orang yang
paling rugi. (Al-Anbiyā [21]:69-71).
Perkataan mereka “Bakarlah dia dan bantulah
tuhan-tuhan kamu, jika kamu mau melakukan sesuatu”, secara tidak langsung
merupakan pengakuan mereka akan benarnya perkataan Nabi Ibrahim a.s.
mengenai ketidak-berdayaan berhala-berhala sembahan mereka dimana dalam Surah Ash-Shaffat ayat 91-92 Allah Swt. berfirman mengenai Nabi Ibrahim
a.s.: فَرَاغَ اِلٰۤی
اٰلِہَتِہِمۡ فَقَالَ اَلَا
تَاۡکُلُوۡنَ ﴿ۚ﴾ مَا لَکُمۡ لَا تَنۡطِقُوۡنَ ﴿﴾ -- “Maka
ia pergi dengan diam-diam kepada berhala-berhala
mereka lalu ia berkata: “Mengapakah
kamu tidak makan? Apa yang terjadi
atas kamu hingga kamu tidak bicara?”
Bagaimana caranya api itu menjadi dingin kepada kita tidak
diterangkan. Boleh jadi hujan yang
turun tepat pada waktu itu atau angin
badai telah memadamkan api itu. Bagaimana pun Allah Swt. memang menimbulkan keadaan khusus yang membawa kepada lolosnya Nabi Ibrahim a.s. dari
bahaya. Dalam mukjizat-mukjizat Ilahi
selamanya terdapat unsur gaib, dan
cara Nabi Ibrahim a.s. diselamatkan dari
api itu sungguh merupakan mukjizat
besar.
Bahwa Nabi Ibrahim a.s. telah dilemparkan ke dalam api diakui bukan saja orang-orang Yahudi,
tetapi oleh orang-orang Kristen juga dari Timur, buktinya ialah bahwa tanggal
25 bulan Kanun ke-II atau Januari dikhususkan dalam penanggalan bangsa Siria
untuk memperingati peristiwa tersebut (Hyde,
De Rel. Vet Pers. p. 73). Lihat pula Mdr. Rabbah on Gen. Per. 17; Schalacheleth Hakabala, 2; Maimon de Idol, Ch. I; dan Jad Hachazakah Vet, 6).
Selanjutnya Alah Swt. berfirman mengenai hijrah Nabi Ibrahim a.s. bersama
keponakan beliau, Nabi Luth a.s. ke Kanaan, “negeri yang dijanjikan”:
وَ
نَجَّیۡنٰہُ وَ لُوۡطًا اِلَی الۡاَرۡضِ الَّتِیۡ بٰرَکۡنَا فِیۡہَا
لِلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ وَ وَہَبۡنَا
لَہٗۤ اِسۡحٰقَ ؕ وَ یَعۡقُوۡبَ نَافِلَۃً ؕ وَ کُلًّا جَعَلۡنَا صٰلِحِیۡنَ ﴿﴾ وَ جَعَلۡنٰہُمۡ اَئِمَّۃً یَّہۡدُوۡنَ بِاَمۡرِنَا وَ
اَوۡحَیۡنَاۤ اِلَیۡہِمۡ فِعۡلَ
الۡخَیۡرٰتِ وَ اِقَامَ الصَّلٰوۃِ وَ
اِیۡتَآءَ الزَّکٰوۃِ ۚ وَ کَانُوۡا لَنَا عٰبِدِیۡنَ﴿ۚۙ﴾
Dan Kami telah menyelamatkan dia dan Luth ke negeri yang telah Kami berkati di dalamnya untuk seluruh umat manusia. Dan Kami menganugerahkan kepadanya Ishaq, dan seorang cucu, Ya’qub, dan masing-masing Kami jadikan orang-orang yang saleh. Dan Kami menjadikan mereka imam-imam yang memberi petunjuk dengan perintah
Kami, dan Kami wahyukan kepada
mereka untuk berbuat kebaikan-kebaikan,
dan mendirikan shalat serta membayar zakat, dan hanya kepada Kami mereka menyembah. (Al-Anbiyā
[21]:72-74).
Nabi Ibrahim a.s. bepergian dari Ur (Mesopotamia) ke
Harran dan dari sana atas perintah Ilahi
ke Kanaan -- “negeri yang
dijanjikan” yang Allah Swt. telah
tetapkan akan diberikan kepada keturunan
beliau (QS.21:106-107). Perjalanan Nabi Ibrahim a.s. itu mempunyai tujuan dan
maksud yang tepat. Semua nabi Allah yang besar atau para pengikut mereka - sesuai dengan maksud dan rencana Ilahi - pada suatu waktu harus hijrah, meninggalkan
kampung halaman mereka.
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 18 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar