Sabtu, 01 Juni 2013

Tindak Kekerasan dan Pemaksaan Merupakan Bukti Pihak Penentang Tidak Memiliki "Hujjah" (Dalil/Argumentasi) yang Kuat dan Akirat




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 134


Tindak Kekerasan dan Pemaksaan Merupakan Bukti  Pihak Penentang Tidak Memiliki Hujjah (Dalil/Argumentasi) yang Kuat dan Akurat 


 Oleh

 Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam    Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai cara khas Nabi Ibrahim a.s. membungkam mulut orang-orang musyrik mengenai berbagai kelemahan “sembahan-sembahan” mereka, termasuk membungkam mulut raja Namrud yang takabur ketika Nabi Ibrahim a.s. dihadapkan para pemuka kaumnya  kepada raja yang mendakwakan diri “berkuasa menghidupkan dan mematikan” (QS.2:259) yakni dengan warna “sindiran” (menyindir), firman-Nya:
وَ تِلۡکَ حُجَّتُنَاۤ  اٰتَیۡنٰہَاۤ  اِبۡرٰہِیۡمَ عَلٰی قَوۡمِہٖ ؕ نَرۡفَعُ دَرَجٰتٍ مَّنۡ نَّشَآءُ ؕ اِنَّ رَبَّکَ حَکِیۡمٌ  عَلِیۡمٌ ﴿ ﴾
Dan  itulah hujjah (dalil) Kami,  Kami memberikannya kepada Ibrahim terhadap kaumnya.  Kami meninggikan derajat orang yang Kami kehendaki. Sesungguhnya Tuhan engkau Maha Bijaksana, Maha Mengetahui. (Al-An’ām [6]:84).
Ayat itu menunjukkan bahwa keimanan Nabi Ibrahim a.s.  semenjak dini telah jelas dan teguh kepada Tauhid Ilahi dan bahwa apa yang dikatakan beliau berkenaan dengan bintang, bulan, matahari, bulan, dan sebagainya (QS.6:75-83) merupakan sebagian dari hujjah yang telah diajarkan Tuhan kepada beliau – rusydahū– petunjuknya” -- firman-Nya:
وَ لَقَدۡ اٰتَیۡنَاۤ  اِبۡرٰہِیۡمَ  رُشۡدَہٗ  مِنۡ  قَبۡلُ وَ کُنَّا  بِہٖ  عٰلِمِیۡنَ  ﴿ۚ﴾  اِذۡ قَالَ لِاَبِیۡہِ وَ قَوۡمِہٖ مَا ہٰذِہِ التَّمَاثِیۡلُ  الَّتِیۡۤ  اَنۡتُمۡ  لَہَا  عٰکِفُوۡنَ ﴿﴾  قَالُوۡا  وَجَدۡنَاۤ  اٰبَآءَنَا لَہَا عٰبِدِیۡنَ ﴿﴾   قَالَ لَقَدۡ کُنۡتُمۡ  اَنۡتُمۡ  وَ اٰبَآؤُکُمۡ  فِیۡ  ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ﴿﴾ 
Dan  sungguh sebelumnya  Kami  benar-benar telah memberikan kepada Ibrahim rusydahū (petunjuknya)  dan Kami mengetahui benar tentang dia Ketika ia berkata kepada ayahnya dan kaumnya: “Patung-patung apakah ini  yang kamu duduk tekun menyembah  kepadanya?”  Mereka berkata:  Kami  dapati bapak-bapak kami menyembahnya.”  Ia, Ibrahim,  berkata: “Sungguh kamu dan bapak-bapakmu  benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Al-Anbiyā [21]:53-55).

Taqlid  Buta yang Diwariskan dari Zaman ke Zaman

      Huruf  (apa)  dalam kalimat “Patung-patung apakah ini  yang kamu duduk tekun menyembah  kepadanya?   menunjukkan celaan dan bukan suatu pertanyaan. Ketika berbicara dengan penyembah-penyembah berhala, biasanya Nabi Ibrahim a.s. mempergunakan sindiran, lihat QS.6:77, 78, 79. Beliau agaknya mengatakan kepada kaumnya “Betapa tidak bergunanya dan sia-sianya patung-patung yang kamu puja ini.” Jika Nabi Ibrahim a.s.   biasa berbicara dengan memakai bahasa sindiran, maka Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  berbicara dengan bahasa kiasan.
   Atas sindiran  Nabi Ibrahim a.s. tersebut selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai jawaban mereka: “Kami  dapati bapak-bapak kami menyembahnya”,  yakni mereka sama sekali tidak memiliki pengetahuan mengenai kemusyrikan yang mereka warisi dari para pendahulu mereka, yakni mereka hanya ikut-ikutan saja secara taqlid buta.  
    Atas jawaban mereka itu Nabi Ibrahim a.s. bersabda: “ Sungguh kamu dan bapak-bapakmu  benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” Jadi, Nabi Ibrahim a.s. benar-benar mengetahui kebatilan dari kemusyrikan yang digeluti kaum beliau, bukan hanya sekedar mencela tanpa dilandasi pengetahuan  tentang Ketuhanan (Tauhid) yang beliau kuasai sepenuhnya (QS.6:76).
      Atas celaan Nabi Ibrahim a.s.  terhadap kemusyrikan yang mereka lakukan itu mereka mempertanyakan keabsahan celaan tersebut, firman-Nya:
قَالُوۡۤا  اَجِئۡتَنَا بِالۡحَقِّ اَمۡ  اَنۡتَ مِنَ اللّٰعِبِیۡنَ ﴿﴾  قَالَ بَلۡ رَّبُّکُمۡ رَبُّ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ الَّذِیۡ فَطَرَہُنَّ ۫ۖ وَ اَنَا عَلٰی ذٰلِکُمۡ  مِّنَ  الشّٰہِدِیۡنَ ﴿﴾  وَ تَاللّٰہِ لَاَکِیۡدَنَّ  اَصۡنَامَکُمۡ بَعۡدَ اَنۡ تُوَلُّوۡا مُدۡبِرِیۡنَ ﴿﴾
Mereka berkata: “Apakah  yang engkau datangkan kepada kami itu adalah haq, ataukah engkau termasuk orang-orang yang bermain-main?”  Ia (Ibrahim) berkata: “Tidak, bahkan Tuhan kamu adalah Rabb (Tuhan) seluruh langit dan bumi, Dia-lah Yang telah menciptakannya, dan atas hal itu aku termasuk orang-orang yang menjadi saksi.   Dan demi Allah, niscaya  aku akan membuat rencana melawan berhala-berhala kamu, setelah kamu berlalu membalikkan punggungmu.” (Al-Anbiyā [21]:56-58).
      Perkataan Nabi Ibrahim a.s. “atas hal itu aku termasuk orang-orang yang menjadi saksi “ sesuai dengan firman-Nya sebelum ini:
وَ کَذٰلِکَ نُرِیۡۤ  اِبۡرٰہِیۡمَ مَلَکُوۡتَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ لِیَکُوۡنَ مِنَ الۡمُوۡقِنِیۡنَ ﴿﴾
Dan demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kerajaan seluruh langit dan bumi  dan supaya ia menjadi  di antara orang-orang yang berkeyakinan.(Al-An’ām [6]:76).
     Ayat ini mengisyaratkan kepada kebenaran agung bahwa bila utusan-utusan Ilahi menuturkan sesuatu mengenai  Tuhan, mereka berbicara atas pengalamannya sendiri. Mereka tidak memanggil manusia kepada Allah Swt.  hanya semata-mata karena akal manusia menuntut kepercayaan kepada adanya Tuhan, tetapi mereka berbuat demikian dengan keyakinan yang patuh dan keimanan yang kokoh-kuat (QS.12:109) karena mereka benar-benar datang dari Allah Swt. sebagai para Rasul-Nya (Utusan-Nya).

Nabi Ibrahim a.s. Berkata-kata kepada Berhala-berhala
Sebelum Menghancurkannya

     Dalam firman Allah Swt. selanjutnya dikemukakan “hujjah” (dalil/argumentasi) akurat selanjutnya yang dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim a.s.:
فَجَعَلَہُمۡ جُذٰذًا  اِلَّا کَبِیۡرًا  لَّہُمۡ  لَعَلَّہُمۡ اِلَیۡہِ  یَرۡجِعُوۡنَ ﴿﴾   قَالُوۡا مَنۡ فَعَلَ ہٰذَا بِاٰلِہَتِنَاۤ  اِنَّہٗ  لَمِنَ  الظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾   قَالُوۡا سَمِعۡنَا فَتًی یَّذۡکُرُہُمۡ یُقَالُ لَہٗۤ اِبۡرٰہِیۡمُ ﴿ؕ﴾   قَالُوۡا فَاۡتُوۡا بِہٖ عَلٰۤی اَعۡیُنِ النَّاسِ لَعَلَّہُمۡ  یَشۡہَدُوۡنَ ﴿﴾
Maka ia membuat berhala-hala itu pecah berkeping-keping, kecuali yang terbesar dari berhala mereka, supaya mereka kembali lagi kepadanya. Mereka berkata: “Siapakah yang telah berbuat demikian terhadap tuhan-tuhan kami? Sesungguhnya ia benar-benar  orang yang zalim!” Mereka berkata: “Kami mendengar seorang pemuda yang mencela mereka, ia disebut Ibrahim.   Mereka berkata: “Maka bawalah dia ke hadapan mata manusia supaya mereka dapat menjadi saksi.” (Al-Anbiyā [21]:59-62).
  Kata pengganti hi dalam ungkapan ilaihi yakni  لَعَلَّہُمۡ اِلَیۡہِ  یَرۡجِعُوۡنَ -- “supaya mereka kembali lagi kepadanya”   dapat mengisyarakatkan kepada Tuhan atau kepada berhala yang paling besar atau kepada Nabi Ibrahim a.s.  sendiri.   Dzakara-hu berarti: ia membicarakan hal-hal yang baik atau tidak baik mengenai dia; ia menyebutkan kesalahan-kesalahannya (Lexicon Lane).
     Kalimat     سَمِعۡنَا فَتًی یَّذۡکُرُہُمۡ Kami mendengar seorang pemuda yang mencela merekamembuktikan bahwa Nabi Ibrahim a.s. melakukan semua itu tidak dengan sembunyi-sembunyi melainkan di depan beberapa orang yang telah melakukan pemujaan terhadap berhala-berhala tersebut dan mempersembahkan sesaji, itulah sebabnya dalam Surah Ash-Shaffat ayat 91-92 Nabi Ibrahim a.s. berkata kepada berhala-berhala tersebut  فَرَاغَ  اِلٰۤی  اٰلِہَتِہِمۡ  فَقَالَ  اَلَا  تَاۡکُلُوۡنَ ﴿ۚ﴾ مَا  لَکُمۡ  لَا تَنۡطِقُوۡنَ ﴿﴾  -- “Maka ia pergi dengan diam-diam kepada berhala-berhala mereka lalu ia berkata: “Mengapakah kamu tidak makan?   Apa yang terjadi atas kamu hingga kamu tidak bicara?”  
   Alasan mengapa Nabi Ibrahim a.s.   dipanggil untuk menghadap orang-orang banyak, ialah supaya mereka yang telah mendengar beliau memburuk-burukkan berhala-berhala harus memberi penyaksian terhadap beliau, atau, bahwa sesudah mendengar kesaksian yang memberatkan beliau dapat diputuskan hukuman apa yang harus dijatuhkan terhadap beliau dan supaya mereka dapat menyaksikan hukuman yang akan dilaksanakan itu  --  لَعَلَّہُمۡ  یَشۡہَدُوۡنَ    “supaya mereka dapat menjadi saksi.

Yang Bermaksud Mempermalukan Nabi Ibrahim a.s
Berubah Menjadi Pihak yang Dipermalukan

     Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai mereka yang bermaksud menghina dan mempermalukan Nabi Ibrahim a.s. di hadapan masyarakat luas, yang juga dihadiri raja Namrud – firman-Nya:
قَالُوۡۤا ءَاَنۡتَ فَعَلۡتَ ہٰذَا بِاٰلِہَتِنَا یٰۤـاِبۡرٰہِیۡمُ ﴿ؕ﴾   قَالَ بَلۡ  فَعَلَہٗ ٭ۖ   کَبِیۡرُہُمۡ ہٰذَا فَسۡـَٔلُوۡہُمۡ  اِنۡ  کَانُوۡا یَنۡطِقُوۡنَ ﴿﴾  فَرَجَعُوۡۤا اِلٰۤی اَنۡفُسِہِمۡ فَقَالُوۡۤا اِنَّکُمۡ اَنۡتُمُ  الظّٰلِمُوۡنَ ﴿ۙ﴾  ثُمَّ  نُکِسُوۡا عَلٰی  رُءُوۡسِہِمۡ ۚ لَقَدۡ  عَلِمۡتَ مَا ہٰۤؤُلَآءِ  یَنۡطِقُوۡنَ ﴿﴾  قَالَ اَفَتَعۡبُدُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ مَا لَا یَنۡفَعُکُمۡ  شَیۡئًا وَّ لَا  یَضُرُّکُمۡ ﴿ؕ﴾  اُفٍّ لَّکُمۡ وَ لِمَا تَعۡبُدُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ ؕ اَفَلَا  تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Mereka berkata: “Apakah engkau yang telah berbuat seperti  ini terhadap tuhan-tuhan kami, ya Ibrahim?”  Ia menjawab: “Bahkan, seseorang telah berbuat itu. Di antara mereka yang besar ini  maka tanyakanlah kepada mereka jika mereka dapat berkata-kata.” Maka mereka kembali kepada pemimpin mereka lalu berkata: “Sesungguhnya kamu sendiri orang-orang  yang zalim.” Kemudian mereka sambil menundukkan kepala mereka berkata: “Sesungguhnya engkau telah mengetahui bahwa mereka itu tidak dapat berkata-kata.” Ia, Ibrahim,  berkata: ”Apakah kamu menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak memberikan manfaat kepadamu sedikit pun dan tidak memudaratkanmu?    Ah celakalah atas kamu dan atas apa yang kamu sembah selain Allah! Apakah kamu tidak mengerti?” (Al-Anbiyā [21]:63-68).
      Selain arti yang diberikan dalam teks, ungkapan dalam bahasa Arab itu boleh jadi telah diucapkan oleh Nabi Ibrahim a.s. secara sindiran seperti telah menjadi kebiasaan beliau bila berbicara dengan kaum beliau, penyembah berhala-berhala. Dalam hal demikian kata-kata itu kira-kira akan berarti sebagai berikut: “Mengapa aku harus melakukan itu, barangkali berhala yang paling besar telah melakukan itu”; maksudnya bahwa kenyataan itu jelas sekali sehingga tidak perlu dipertanyakan lagi atau diperjelas lagi bahwa beliaulah yang melakukan itu. Sekiranya bukan beliau yang mengerjakannya, dapatkah sebongkah batu yang tidak bernyawa mengerjakannya?
      Nabi Ibrahim a.s. nampaknya mencela kaumnya dan menjelaskan kepada mereka kesia-siaan perbuatan-perbuatan syirik mereka; pertama-tama dengan memecahkan berhala-berhala itu dan kemudian dengan menantang penyembah-penyembahnya supaya bertanya kepada berhala-berhala itu, sekiranya berhala-berhala itu dapat berbicara untuk memberitahukan kepada mereka siapa yang telah memecahkan berhala-berhala itu.
    Ungkapan bahasa Arab itu فَرَجَعُوۡۤا اِلٰۤی اَنۡفُسِہِمۡ  -- dapat berarti: (a) mereka kembali kepada keadaan kekafiran seperti semula, atau tingkah-laku yang buruk; (b) mereka kembali kepada perbantahan sesudah mereka mengikuti jalan yang benar; (c) mereka menundukkan kepala karena malu dan menjadi bungkam sama sekali (Lexicon Lane & Ruhul Ma’ani).

Tindak Kekerasan Sebagai Bukti
Tidak Memiliki Hujjah (Dalil) yang Akurat

     Sudah menjadi kebiasaan orang-orang yang kalah dalam berdebat, untuk menutupi rasa malu  maka mereka mengambil jalan kekerasan, demikan pula halnya dengan para pemuka kaum Nabi Ibrahim a.s., firman-Nya:
قَالُوۡا حَرِّقُوۡہُ وَ انۡصُرُوۡۤا اٰلِہَتَکُمۡ  اِنۡ کُنۡتُمۡ  فٰعِلِیۡنَ ﴿﴾  قُلۡنَا یٰنَارُ کُوۡنِیۡ بَرۡدًا وَّ سَلٰمًا عَلٰۤی اِبۡرٰہِیۡمَ﴿ۙ﴾  وَ اَرَادُوۡا بِہٖ کَیۡدًا فَجَعَلۡنٰہُمُ الۡاَخۡسَرِیۡنَ ﴿ۚ﴾
Mereka berkata: “Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu mau melakukan sesuatu.” Kami berfirman: “Hai api, jadilah kamu dingin dan keselamatan  atas Ibrahim!”  Dan mereka bermaksud akan melakukan tipu-daya terhadap dia, tetapi Kami menjadikan mereka orang-orang yang paling rugi. (Al-Anbiyā [21]:69-71).
     Perkataan mereka “Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu mau melakukan sesuatu, secara  tidak langsung merupakan pengakuan mereka akan benarnya perkataan Nabi Ibrahim a.s. mengenai  ketidak-berdayaan berhala-berhala sembahan mereka dimana dalam Surah Ash-Shaffat ayat 91-92 Allah Swt. berfirman mengenai Nabi Ibrahim a.s.:   فَرَاغَ  اِلٰۤی  اٰلِہَتِہِمۡ  فَقَالَ  اَلَا  تَاۡکُلُوۡنَ ﴿ۚ﴾ مَا  لَکُمۡ  لَا تَنۡطِقُوۡنَ ﴿﴾  -- “Maka ia pergi dengan diam-diam kepada berhala-berhala mereka lalu ia berkata: “Mengapakah kamu tidak makan?   Apa yang terjadi atas kamu hingga kamu tidak bicara?  
     Bagaimana caranya api itu menjadi dingin kepada kita tidak diterangkan. Boleh jadi hujan yang turun tepat pada waktu itu atau angin badai telah memadamkan api itu. Bagaimana pun Allah Swt.  memang menimbulkan keadaan khusus yang membawa kepada lolosnya Nabi Ibrahim a.s. dari bahaya. Dalam mukjizat-mukjizat Ilahi selamanya terdapat unsur gaib, dan cara Nabi Ibrahim a.s. diselamatkan dari api itu sungguh merupakan mukjizat besar.
     Bahwa Nabi Ibrahim a.s.  telah dilemparkan ke dalam api diakui bukan saja orang-orang Yahudi, tetapi oleh orang-orang Kristen juga dari Timur, buktinya ialah bahwa tanggal 25 bulan Kanun ke-II atau Januari dikhususkan dalam penanggalan bangsa Siria untuk memperingati peristiwa tersebut (Hyde, De Rel. Vet Pers. p. 73). Lihat pula Mdr. Rabbah on Gen. Per. 17; Schalacheleth Hakabala, 2; Maimon de Idol, Ch. I; dan Jad Hachazakah Vet, 6).
    Selanjutnya Alah Swt. berfirman mengenai hijrah Nabi Ibrahim a.s. bersama keponakan beliau, Nabi Luth a.s. ke Kanaan, “negeri yang dijanjikan”:
وَ نَجَّیۡنٰہُ  وَ لُوۡطًا  اِلَی الۡاَرۡضِ الَّتِیۡ بٰرَکۡنَا  فِیۡہَا  لِلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾   وَ وَہَبۡنَا لَہٗۤ  اِسۡحٰقَ ؕ وَ یَعۡقُوۡبَ  نَافِلَۃً ؕ وَ کُلًّا  جَعَلۡنَا صٰلِحِیۡنَ ﴿﴾  وَ جَعَلۡنٰہُمۡ اَئِمَّۃً یَّہۡدُوۡنَ بِاَمۡرِنَا وَ اَوۡحَیۡنَاۤ  اِلَیۡہِمۡ فِعۡلَ الۡخَیۡرٰتِ وَ اِقَامَ الصَّلٰوۃِ  وَ اِیۡتَآءَ الزَّکٰوۃِ ۚ وَ کَانُوۡا لَنَا عٰبِدِیۡنَ﴿ۚۙ﴾
Dan Kami telah menyelamatkan dia dan Luth ke negeri yang telah Kami berkati  di dalamnya untuk seluruh umat manusia.   Dan Kami menganugerahkan kepadanya Ishaq, dan seorang cucu, Ya’qub, dan masing-masing Kami jadikan orang-orang yang saleh.   Dan Kami menjadikan mereka imam-imam yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, dan Kami wahyukan kepada mereka untuk berbuat kebaikan-kebaikan, dan mendirikan shalat serta membayar zakat, dan hanya kepada Kami mereka menyembah. (Al-Anbiyā [21]:72-74).
    Nabi Ibrahim a.s.  bepergian dari Ur (Mesopotamia) ke Harran dan dari sana atas perintah Ilahi   ke Kanaan  -- “negeri yang dijanjikan” yang Allah Swt.  telah tetapkan akan diberikan kepada keturunan beliau  (QS.21:106-107). Perjalanan  Nabi Ibrahim a.s. itu mempunyai tujuan dan maksud yang tepat. Semua nabi Allah yang besar atau para pengikut mereka  - sesuai dengan maksud dan rencana Ilahi  - pada suatu waktu harus   hijrah, meninggalkan kampung halaman mereka.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 18 Mei  2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar