بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 145
Keabsahan Nabi Besar Muhammad Saw.
sebagai “Nabi yang Seperti Musa”
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam akhir Bab
sebelumnya telah dikemukakan
mengenai kebiasaan buruk yang biasa di lakungan di kalangan Bani Israil atau
Ahli Kitab, yaitu biasa
melakukan pengubahan terhadap
ayat-ayat Kitab suci mereka, sehingga akibatnya banyak nubuatan yang sangat jelas mengenai para nabi Allah yang kedatangannya dijanjikan Allah Swt. kepada mereka – khususnya Nabi Besar Muhammad saw. – mereka mendustakannya, firman-Nya:
یٰبَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَتِیَ الَّتِیۡۤ
اَنۡعَمۡتُ عَلَیۡکُمۡ وَ اَوۡفُوۡا بِعَہۡدِیۡۤ اُوۡفِ بِعَہۡدِکُمۡ ۚ وَ
اِیَّایَ فَارۡہَبُوۡنِ ﴿﴾ وَ اٰمِنُوۡا بِمَاۤ اَنۡزَلۡتُ مُصَدِّقًا لِّمَا
مَعَکُمۡ وَ لَا تَکُوۡنُوۡۤا اَوَّلَ کَافِرٍۭ بِہٖ ۪ وَ لَا تَشۡتَرُوۡا
بِاٰیٰتِیۡ ثَمَنًا قَلِیۡلًا ۫ وَّ اِیَّایَ فَاتَّقُوۡنِ ﴿﴾
وَ لَا تَلۡبِسُوا الۡحَقَّ بِالۡبَاطِلِ وَ تَکۡتُمُوا الۡحَقَّ وَ
اَنۡتُمۡ تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Hai Bani Israil, ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepada
kamu dan penuhilah janji kamu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi
pula janji-Ku kepadamu dan hanya Aku-lah
yang harus kamu takuti. Dan berimanlah
kamu kepada apa yang telah Aku
turunkan menggenapi apa yang ada
padamu, dan janganlah kamu menjadi
orang-orang yang pertama-tama
kafir terhadapnya, janganlah kamu menjual
Ayat-ayat-Ku dengan harga murah dan hanya kepada
Aku-lah kamu bertak-wa. Dan janganlah kamu mencampuradukkan
yang haq dengan yang batil, dan jangan pula kamu menyembunyikan yang haq itu padahal kamu mengetahui. (Al-Baqarah [2]:41-43).
Mushadiq Berarti Menggenapi
Sesudah
Nabi Ibrahim a.s., “janji” dengan Allah Swt. tersebut itu telah diperbaharui
kaum Bani Israil. “Janji” kedua ini
disebut di berbagai tempat dalam Bible (Keluaran
bab 20; Ulangan bab-bab 5,
18, 26). Ketika “janji” itu sedang dibuat dan keagungan Allah Swt. sedang menjelma di Gunung Sinai,
orang-orang Bani Israil begitu ketakutan melihat “peter (petir) dan kilat dan
bunyi nafiri dan bukit yang berasap” (Keluaran
20:18) yang menyertai penjelmaan itu
sehingga mereka berseru kepada Nabi Musa a.s. katanya: “Hendaklah engkau sahaja
berkata-kata dengan kami maka kami akan dengar, tetapi jangan Allah berfirman
kepada kami, asal jangan kami mati kelak!” (Keluaran 20:19).
Kata-kata yang sangat melanggar
kesopanan itu menentukan nasib mereka, sebab atas kata-kata itu Allah Swt. berfirman kepada Nabi Musa a.s. bahwa kelak tidak ada Nabi Pembawa Syariat seperti beliau
sendiri akan muncul di antara mereka. Nabi
demikian akan datang kelak dari antara saudara-saudara Bani Israil yaitu Bani
Isma’il.
Jadi dalam ayat 41 Allah
Swt. memperingatkan kaum Bani Israil bahwa Dia telah membuat perjanjian dengan Nabi Ishaq a.s. dan
anak cucunya yang isinya adalah bahwa
jika mereka berpegang dan menyempurnakan
janjinya dengan Allah Swt. serta
patuh kepada segala perintah-Nya,
maka Dia akan terus menganugerahkan rahmat
dan nikmat-Nya kepada mereka: وَ اَوۡفُوۡا
بِعَہۡدِیۡۤ اُوۡفِ بِعَہۡدِکُمۡ -- “dan penuhilah janji kamu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi
pula janji-Ku kepadamu.”
Tetapi bila mereka tidak menyempurnakan janji mereka, mereka akan terasing dari nikmat-nikmat-Nya. Maka setelah Bani
Israil nyata-nyata lalai dalam menepati “janji” lalu Allah Swt. membangkitkan Nabi yang dijanjikan itu dari antara kaum Bani Isma’il, sesuai dengan janji
Dia sebelumnya, dan kemudian
“perjanjian” itu dipindahkan kepada para pengikut Nabi baru itu.
Ayat وَ اٰمِنُوۡا بِمَاۤ اَنۡزَلۡتُ مُصَدِّقًا لِّمَا مَعَکُمۡ وَ لَا
تَکُوۡنُوۡۤا اَوَّلَ کَافِرٍۭ بِہٖ -- “Dan berimanlah kamu kepada
apa yang telah Aku turunkan menggenapi apa yang ada
padamu, dan janganlah kamu menjadi
orang-orang yang pertama-tama kafir
terhadapnya.” Mushaddiq diserap dari shaddaqa, yang
berarti: ia menganggap atau menyatakan dia atau sesuatu itu benar (Lexicon Lane).
Jika kata itu dipakai dalam arti “menganggap hal itu benar” maka kata itu
tidak diikuti oleh kata perangkai, atau hanya diikuti oleh kata perangkai ba’.
Tetapi jika dipakai arti “menggenapi”
seperti pada ayat ini, kata itu diikuti oleh kata perangkai lam (QS.2:92
dan QS.35:32).
Dengan demikian di sini kata itu
berarti “menggenapi” dan bukan “mengukuhkan” atau “menyatakan benar.” Al-Quran menggenapi
nubuatan-nubuatan yang termaktub
dalam Kitab-kitab Suci terdahulu,
mengenai kedatangan seorang Nabi Pembawa
Syariat dan Kitab Suci untuk
seluruh dunia. (QS.7:158).
Kapan saja Al-Quran menyatakan
dirinya sebagai mushaddiq Kitab-kitab Suci sebelumnya, Al-Quran tidak membenarkan
ajaran Kitab-kitab Suci itu, melainkan Al-Quran menyebutkan datang sebagai menggenapi nubuatan-nubuatan Kitab-kitab Suci itu. Meskipun demikian Al-Quran
mengakui semua Kitab Wahyu yang
sebelumnya berasal dari Allah Swt., tetapi Al-Quran tidak menganggap
bahwa semua ajaran itu sekarang benar dalam keseluruhannya, sebab
bagian-bagiannya telah diubah dan
banyak yang dimaksudkan hanya untuk masa tertentu, sekarang telah menjadi kuno.
Atas dasar kenyataan itulah
ketika salah seorang Sahabah bertanya kepada Nabi Besar Muhammad saw. mengenai
bagaimana sikap terhadap Kitab-kitab yang diturunkan sebelum Al-Quran – terutama
Taurat dan Injil – beliau saw. menjawab: “Jangan membenarkan seluruhnya dan jangan pula mendustakan seluruhnya”. Itulah sebabnya arti mushadiq sehubungan kedudukan Al-Quran terhadap Kitab-kitab
suci sebelumnya bukanlah membenarkan
melainkan menggenapi, karena
pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. mau pun Al-Quran adalah menggenai nubuatan-nubuatan yang tercantum dalam Kitab-kitab sebelumnya.
Dalam ayat 43 orang-orang Yahudi dilarang: (1)
mencampuradukkan haq dan batil dengan menukil ayat-ayat Kitab Suci mereka lalu
memberi kepadanya penafsiran-penafsiran yang salah; dan (2) menghilangkan atau
menyembunyikan haq, yaitu menghapus nubuatan-nubuatan dalam Kitab-kitab Suci mereka yang mengisyaratkan
kepada Nabi Besar Muhammad saw. وَ لَا تَلۡبِسُوا الۡحَقَّ بِالۡبَاطِلِ
وَ تَکۡتُمُوا الۡحَقَّ وَ اَنۡتُمۡ تَعۡلَمُوۡنَ – “Dan janganlah kamu mencampuradukkan yang haq dengan yang batil,
dan jangan pula kamu menyembunyikan yang haq itu
padahal kamu mengetahui.”
Nabi Besar Muhammad Saw. adalah “Nabi yang Seperti Musa”
Berikut adalah beberapa firman Allah Swt. dalam Al-Quran
sehubungan dengan nubuatan dalam Bible mengenai Nabi Besar Muhammad saw.
yang disebut sebagai “nabi yang seperti Musa”:
Seorang nabi dari tengah-tengahmu, dari antara saudara-saudaramu, sama seperti aku, akan dibangkitkan bagimu oleh Tuhan Allahmu; dialah
yang harus kamu dengarkan. Tepat seperti yang kamu minta dahulu kepada Tuhan
Allahmu, di gunung Horeb, pada hari perkumpulan, dengan berkata: Tidak mau aku
mendengar lagi suara Tuhan Allahku, dan api yang besar ini tidak mau aku
melihatnya lagi, supaya jangan aku mati. Lalu berkatalah Tuhan kepadaku: Apa
yang dikatakan mereka itu baik; seorang
nabi akan Kubangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau
ini; Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada
mereka segala yang Kuperintahkan kepadanya. Orang yang tidak mendengarkan segala firman-Ku yang akan diucapkan nabi
itu demi nama-Ku, dari padanya akan
Kutuntut pertanggungjawaban. Tetapi seorang nabi, yang terlalu berani
untuk mengucapkan demi nama-Ku perkataan yang tidak Kuperintahkan untuk
dikatakan olehnya, atau yang berkata
demi nama Allah lain, nabi itu harus mati. (Ulangan 18:15-20).
Bahwa
yang dimaksud dengan “nabi yang
seperti Musa” atau “Nabi itu”
adalah Nabi Besar Muhammad saw. –
bukan Yesus Kristus atau Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. -- berikut adalah beberapa pernyataan Allah Swt.
kepada Nabi Besar Muhammad saw. dalam Al-Quran:
وَ لَقَدۡ
اٰتَیۡنَا مُوۡسَی الۡکِتٰبَ مِنۡۢ بَعۡدِ مَاۤ اَہۡلَکۡنَا الۡقُرُوۡنَ
الۡاُوۡلٰی بَصَآئِرَ لِلنَّاسِ وَ ہُدًی وَّ رَحۡمَۃً لَّعَلَّہُمۡ
یَتَذَکَّرُوۡنَ ﴿﴾ وَ مَا کُنۡتَ بِجَانِبِ
الۡغَرۡبِیِّ اِذۡ قَضَیۡنَاۤ اِلٰی مُوۡسَی الۡاَمۡرَ وَ مَا کُنۡتَ
مِنَ الشّٰہِدِیۡنَ ﴿ۙ﴾
Dan sungguh
Kami benar-benar telah memberikan
kitab Taurat itu kepada Musa setelah Kami membinasakan generasi
terdahulu, sebagai bukti-bukti yang terang bagi
manusia dan petunjuk serta rahmat supaya mereka mendapat pelajaran. Dan engkau
sekali-kali tidak ada di sebelah barat gunung itu, ketika Kami menetapkan hukum risalat kepada
Musa, dan engkau sekali-kali tidak
termasuk orang-orang yang menyaksikan. (Al-Qashash [28]:44-45).
Ayat ini bermaksud mengatakan
bahwa nubuatan Nabi Musa a.s. tentang
Nabi Besar Muhammad saw. sebagai “nabi yang seperti Musa” (Ulangan 18:18) telah genap
begitu jelas dan demikian rincinya, seakan-akan beliau saw. secara pribadi hadir bersama Nabi Musa a.s. ketika Nabi Musa a.s. mengatakan nubuatan itu. Selanjutnya Allah Swt.
berfirman:
وَ
لٰکِنَّاۤ اَنۡشَاۡنَا قُرُوۡنًا
فَتَطَاوَلَ عَلَیۡہِمُ الۡعُمُرُ ۚ وَ مَا کُنۡتَ ثَاوِیًا فِیۡۤ اَہۡلِ مَدۡیَنَ تَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ
اٰیٰتِنَا ۙ وَ لٰکِنَّا کُنَّا
مُرۡسِلِیۡنَ﴿﴾
Tetapi Kami telah
menjadikan generasi-generasi [setelah
Musa] maka berlalulah atas mereka masa yang panjang, dan engkau sekali-kali tidak tinggal bersama
penduduk Midian, yang membacakan
Tanda-tanda Kami kepada mereka, tetapi Kami-lah
yang mengutus rasul-rasul. (Al-Qashash [28]:46).
Abad demi abad berlalu dan suatu
silsilah (untaian) para nabi Allah muncul sesudah Nabi Musa a.s. dan
mereka itu menablighkan amanat
masing-masing, namun tidak ada di antara nabi-nabi
itu pernah mengaku sebagai seorang nabi yang seperti Nabi Musa a.s. yang mengenainya Nabi Musa
a.s. telah membuat nubuatan seperti tercantum dalam Ulangan 18:15-20, hingga Al-Quran diturunkan kepada Nabi Besar
Muhammad saw..
Al-Quran mengumumkan bahwa nubuatan
agung Nabi Musa a.s. itu
telah genap dalam wujud Nabi
Besar Muhammad saw. (QS.73:16). Jelaslah
bahwa nubuatan Nabi Musa a.s. itu dari Allah Swt. dan
mustahil diletakkan dalam mulut beliau oleh Nabi
Besar Muhammad saw. yang
datang sekitar 20 abad kemudian sesudah
beliau. Kaum Nabi Musa a.s. hampir telah melupakan nubuatan itu dan nubuatan-nubuatan lain mengenai Nabi Besar Muhammad saw. akibat
berlalunya masa.
Nabi Musa a.s. dan Nabi Besar
Muhammad Saw.
Pernah Hijrah Selama 10 Tahun
Kata-kata وَ مَا
کُنۡتَ ثَاوِیًا فِیۡۤ اَہۡلِ مَدۡیَنَ
تَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِنَا -- “dan engkau sekali-kali tidak tinggal bersama
penduduk Midian, yang membacakan
Tanda-tanda Kami kepada mereka,” ini menunjuk kepada persesuaian besar antara Nabi Besar Muhammad saw. dengan Nabi Musa a.s., yakni seperti
Nabi Musa a.s. yang tinggal
di Midian untuk 10 tahun lamanya di tengah-tengah suatu bangsa yang asing dan
kemudian kembali ke Mesir untuk melepaskan kaum beliau yang tertindas dari
perbudakan Fir’aun, demikian juga Nabi Besar Muhammad saw. pun tinggal di Medinah selama 10 tahun dan kemudian datang ke Mekkah untuk menaklukkannya.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman kepada Nabi Besar
Muhammad saw. mengenaI saat ketika Nabi Musa a.s. menerima risalah dari Allah Swt. di gunung Thur:
وَ مَا
کُنۡتَ بِجَانِبِ الطُّوۡرِ اِذۡ
نَادَیۡنَا وَ لٰکِنۡ رَّحۡمَۃً مِّنۡ رَّبِّکَ لِتُنۡذِرَ قَوۡمًا مَّاۤ اَتٰىہُمۡ مِّنۡ نَّذِیۡرٍ مِّنۡ قَبۡلِکَ لَعَلَّہُمۡ
یَتَذَکَّرُوۡنَ﴿﴾
Dan engkau sekali-kali tidak berada di lereng gunung Thur ketika Kami berseru kepada
Musa, tetapi ini adalah rahmat
dari Tuhan engkau, supaya
engkau memberi peringatan kepada kaum yang tidak pernah datang kepada mereka seorang pemberi peringatan
sebelum engkau supaya mereka mendapat
nasihat. (Al-Qashash [28]:47). Lihat pula QS.20:12-13; QS.79:17-27.
Ayat ini mengandung arti bahwa
tidak mungkin Nabi Besar Muhammad saw. yang
mula-mula telah menyebabkan Nabi Musa a.s. membuat nubuatan mengenai beliau saw. (Ulangan
18:15-20) dan kemudian menda'wakan diri
diutus sebagai penggenap nubuatan sebagai “nabi
yang seperti Musa” atau sebagai “Nabi itu.”
Pendek kata, nubuatan-nubuatan tentang
kedatangan Nabi Besar Muhammad saw.
sebagai “nabi yang seperti Musa”
dalam Ulangan 18:15-20 tersebut demikian jelasnya, dan pada umumnya para ulama Bani Israil pun
sangat mengetahui hal tersebut, firman-Nya:
وَ اِنَّہٗ
لَتَنۡزِیۡلُ رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ؕ نَزَلَ بِہِ
الرُّوۡحُ الۡاَمِیۡنُ ﴿﴾ۙ عَلٰی قَلۡبِکَ
لِتَکُوۡنَ مِنَ الۡمُنۡذِرِیۡنَ ﴿﴾ بِلِسَانٍ عَرَبِیٍّ مُّبِیۡنٍ ﴿﴾ؕ وَ
اِنَّہٗ لَفِیۡ زُبُرِ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿ ﴾ اَوَ لَمۡ
یَکُنۡ لَّہُمۡ اٰیَۃً اَنۡ
یَّعۡلَمَہٗ عُلَمٰٓؤُا بَنِیۡۤ
اِسۡرَآءِیۡلَ ﴿﴾ؕ
Dan sesungguhnya Al-Quran ini diturunkan
oleh Rabb (Tuhan) seluruh alam. Telah turun dengannya Ruh
yang terpercaya atas kalbu
engkau, supaya engkau
termasuk di antara para pemberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas. Dan sesungguhnya Al-Quran benar-benar tercantum di dalam kitab-kitab terdahulu. Dan tidakkah
ini merupakan satu Tanda bagi mereka bahwa ulama-ulama Bani Israil pun mengetahuinya? (Asy-Syu’arā [26]:193-198).
“Rūhul Amīn” Turun Kepada “Al-Amīn”
Ayat 193
ini bermaksud mengatakan bahwa wahyu
Al-Quran bukanlah suatu gejala baru. Seperti amanat-amanat para nabi Allah tersebut di atas, amanat Al-Quran juga telah diwahyukan oleh Allah Swt., tetapi
dengan perbedaan bahwa nabi-nabi
terdahulu dikirim kepada kaum masing-masing,
sedang Al-Quran diturunkan untuk seluruh bangsa di dunia, sebab Al-Quran
“diturunkan oleh Rabb (Tuhan) seluruh alam.”
Dalam
ayat 194, malaikat yang membawa wahyu Al-Quran
disebut rūhul-amīn, yaitu Ruh yang
terpercaya. Di tempat lain disebut Ruhul-qudus (QS.16:103), yakni ruh suci. Nama kehormatan terakhir
dipergunakan dalam Al-Quran untuk
menunjuk kepada kebebasan yang kekal-abadi dan mutlak dari setiap kekeliruan
atau noda; dan penggunaan nama
kehormatan yang pertama (Rūhul-Amīn) mengandung arti, bahwa Al-Quran akan terus-menerus mendapat
perlindungan Ilahi terhadap segala usaha yang merusak keutuhan teksnya
(QS.15:10).
Nama kehormatan ini secara khusus telah dipergunakan berkenaan dengan wahyu Al-Quran, sebab janji pemeliharaan Ilahi yang kekal-abadi
tidak diberikan kepada kitab-kitab suci
lainnya, sehingga kata-kata dalam
kitab suci itu, oleh karena berlalunya masa telah menderita campur tangan manusia dan perubahan.
Sungguh menakjubkan, bahwa di Mekkah Nabi
Besar Muhammad saw. sebelum diutus sebagai Rasul Allah pun dikenal sebagai Al-Amīn (si benar;
terpercaya). Betapa besar penghormatan
Ilahi dan betapa besar kesaksian mengenai keterpercayaan Al-Quran, karena wahyu Al-Quran dibawa oleh Rūhul-amīn
(Ruh yang terpercaya) -- yakni Malaikat Jibrail a.s.
(QS.2:98-99) -- kepada seorang amin!
Kata-kata “atas kalbu engkau” telah
dibubuhkan untuk mengatakan bahwa wahyu-wahyu Al-Quran bukan hanya gagasan
yang dicetuskan Nabi Besar Muhammad saw.
dengan perkataan beliau
sendiri (QS.53:1-12), melainkan benar-benar Kalam
(Firman) Allah Swt.. Sendiri,
yang turun kepada hati Nabi Besar
Muhammad saw. dengan perantaraan Malaikat Jibrail a.s. (QS.2:98-99).
Hal diutusnya Nabi Besar Muhammad saw. dan hal turunnya (diwahyukan-Nya) Al-Quran,
kedua-duanya telah dinubuatkan dalam kitab-kitab suci terdahulu. Kabar-kabar
gaib (nubuatan-nubuatan) tentang itu kita dapati dalam Kitab-kitab hampir setiap agama,
akan tetapi Bible —yang merupakan kitab
suci yang paling dikenal dan paling luas dibaca di antara seluruh kitab wahyu sebelum Al-Quran, dan juga
karena merupakan pendahulunya dan dalam kemurniannya konon merupakan rekan sejawat, kitab syariat —
mengandung paling banyak jumlah nubuatan
demikian. Lihat Ulangan 18:18 dan 33:2; Yesaya 21:13-17; Amtsal
Solaiman 1:5-6; Habakuk 3:7; Matius 21:42-45 dan Yahya
16:12-14. Itulah makna firman-Nya:
وَ اِنَّہٗ لَفِیۡ
زُبُرِ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿ ﴾ اَوَ
لَمۡ یَکُنۡ لَّہُمۡ اٰیَۃً اَنۡ یَّعۡلَمَہٗ عُلَمٰٓؤُا بَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ ﴿﴾ؕ
Dan
sesungguhnya Al-Quran benar-benar
tercantum di dalam kitab-kitab terdahulu. Dan tidakkah ini merupakan satu Tanda bagi
mereka bahwa ulama-ulama Bani Israil
pun mengetahuinya? (Asy-Syu’arā
[26]:197-198).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 27 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar