بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 152
Ketidak-sabaran
Nabi Musa a.s. Terhadap Tindakan Aneh
“Hamba Allah Melubangi Perahu”
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam akhir Bab
sebelumnya telah dikemukakan
mengenai “isra” (perjalanan ruhani)
Nabi Musa a.s., firman-Nya:
وَ اِذۡ قَالَ
مُوۡسٰی لِفَتٰىہُ لَاۤ اَبۡرَحُ حَتّٰۤی اَبۡلُغَ مَجۡمَعَ الۡبَحۡرَیۡنِ اَوۡ اَمۡضِیَ حُقُبًا ﴿﴾
Dan
ingatlah ketika Musa berkata kepada teman mudanya: "Aku tidak akan
berhenti menempuh perjalanan ini
sebelum aku sampai ke tempat pertemuan
dua lautan atau aku akan berjalan bertahun-tahun lamanya.
(Al-Kahf [18]:61).
Keterangan terinci mengenai ayat tersebut telah
dikemukakan pada Bab sebelumnya. Semua kenyataan tersebut, bila diperhatikan
keseluruhannya akan menampakkan bukti-bukti yang sangat kuat, bahwa perjalanan Nabi Musa a.s. tidak lain hanyalah suatu kasyaf
(Pengalaman ruhani) yang perlu ditakwilkan
dan ditafsirkan untuk mengerti hakikat dan maknanya yang sebenarnya. Sebab semua “tindakanm aneh” yang
dilakukan “hamba Allah” tersebut berada di luar akal serta norma-norma kepatutan yang berlaku secara umum.
Kata-kata
"teman mudanya" (ayat 61) dapat menunjuk kepada Yusak
bin Nun, tetapi lebih tepat lagi bila dikenakan kepada Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. karena
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. itu
teman muda Nabi Musa a.s. yang datangnya bukan hendak
merombak hukum Taurat atau kitab nabi-nabi melainkan hendak menggenapkannya (Matius
5:17).
Ucapan Nabi Musa a.s.,
“Aku tidak akan berhenti menempuh perjalanan ini sebelum aku sampai
ke tempat pertemuan dua lautan” menunjukkan, bahwa teman muda Nabi Musa a.s. menemani beliau menjelang akhir perjalanan beliau. Nabi Musa a.s. tidak nampak membawa "teman muda" itu untuk bersama
beliau dari waktu permulaan perjalanan
beliau. Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. datang 1400 tahun sesudah beliau.
Lenyapnya Ketakwaan dari Kalangan Kaum Yahudi dan Nasrani
Kata-kata “meskipun aku harus terus berjalan
bertahun-tahun lamanya” menunjukkan bahwa syariat Nabi Musa a.s. masih akan tetap berlaku beberapa abad
lamanya. Jangka waktu mulai dari zaman Nabi Musa a.s. sampai kepada
kebangkitan Nabi Besar Muhammad saw.
ketika zaman Nabi Musa a.s. berakhir meliputi 2000 tahun lebih. Selanjutnya
Allah Swt. berfirman:
فَلَمَّا بَلَغَا مَجۡمَعَ بَیۡنِہِمَا نَسِیَا حُوۡتَہُمَا
فَاتَّخَذَ سَبِیۡلَہٗ فِی الۡبَحۡرِ
سَرَبًا ﴿﴾
Maka tatkala mereka
berdua sampai ke tempat di mana kedua
lautan itu bertemu, mereka berdua lupa
ikannya, lalu ikan itu dengan cepat mengambil jalannya ke
laut. (Al-Kahf [18]:62).
Hut (ikan) bila dilihat dalam kasyaf berarti “rumah-rumah peribadatan
orang-orang bertakwa” (Ta'thirul-Anam).
Menurut arti kata dari ungkapan “maka
tatkala mereka berdua sampai ke tempat di mana kedua lautan itu bertemu, mereka
berdua lupa ikan mereka”, mengandung arti bahwa pada ketika agama Musawi dan agama Islam akan bertemu
-- yaitu bila syariat Musawi tidak akan berlaku lagi dan syariat Islam akan mulai berlaku -- maka ketakwaan yang sejati akan lenyap dari pengikut-pengikut Nabi Musa.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., dan
selanjutnya ketakwaan sejati itu akan merupakan ciri khas pengikut-pengikut syariat
baru itu.
Mengenai
ketakwaan yang dimiliki oleh para Sahabah Nabi Besar Muhammad saw. – baik di
masa beliau saw. sebagai “misal Nabi Musa a.s.” mau pun di Akhir Zaman di masa “misal
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.62:3-4; QS.43:58) -- tersebut Allah Swt. berfirman:
مُحَمَّدٌ رَّسُوۡلُ اللّٰہِ ؕ وَ الَّذِیۡنَ مَعَہٗۤ
اَشِدَّآءُ عَلَی الۡکُفَّارِ رُحَمَآءُ
بَیۡنَہُمۡ تَرٰىہُمۡ رُکَّعًا
سُجَّدًا یَّبۡتَغُوۡنَ فَضۡلًا مِّنَ
اللّٰہِ وَ رِضۡوَانًا ۫
سِیۡمَاہُمۡ فِیۡ وُجُوۡہِہِمۡ مِّنۡ
اَثَرِ السُّجُوۡدِ ؕ ذٰلِکَ مَثَلُہُمۡ
فِی التَّوۡرٰىۃِ ۚۖۛ وَ مَثَلُہُمۡ
فِی الۡاِنۡجِیۡلِ ۚ۟ۛ کَزَرۡعٍ
اَخۡرَجَ شَطۡـَٔہٗ فَاٰزَرَہٗ
فَاسۡتَغۡلَظَ فَاسۡتَوٰی عَلٰی سُوۡقِہٖ یُعۡجِبُ الزُّرَّاعَ لِیَغِیۡظَ بِہِمُ الۡکُفَّارَ ؕ وَعَدَ اللّٰہُ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ
مِنۡہُمۡ مَّغۡفِرَۃً وَّ اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿٪﴾
Muhammad itu
adalah Rasul Allah, dan orang-orang besertanya sangat keras
terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih-sayang di antara mereka, engkau melihat mereka rukuk serta sujud
mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya,
ciri-ciri pengenal mereka terdapat pada wajah mereka dari bekas-bekas sujud.
Demikianlah perumpamaan mereka dalam
Taurat, dan perumpamaan mereka dalam
Injil adalah laksana tanaman yang
mengeluarkan tunasnya, kemu-dian menjadi kuat, kemudian menjadi kokoh, dan
berdiri mantap pada batangnya, menyenangkan penanam-penanamnya supaya Dia
membangkit-kan amarah orang-orang kafir dengan perantaraan itu. Allah telah
menjanjikan kepada orang-orang yang
beriman dan berbuat amal saleh
di antara mereka ampunan dan ganjaran yang besar. (Al-Fath
[48]:30).
Inilah dua macam ciri khas penting bagi suatu bangsa maju dan jaya yang berusaha meninggalkan jejak
mereka di atas jalur peristiwa sejarah
dunia. Di lain tempat dalam Al-Quran (QS.5:55) orang-orang Muslim sejati dan baik telah dilukiskan sebagai yang baik hati dan rendah hati
terhadap sesama orang-orang mukmin
dan keras serta tegas terhadap orang-orang
kafir.
Sebagaimana telah dikemukakan
bahwa ungkapan وَ الَّذِیۡنَ مَعَہٗۤ
اَشِدَّآءُ عَلَی الۡکُفَّارِ -- “dan orang-orang besertanya sangat keras terhadap orang-orang kafir” bukan dalam makna melakukan paksaan dan kekerasan melainkan berpegang-teguh pada ajaran-ajaran Islam
(Al-Quran) sebagaimana yang difahami
dan dilaksanakan oleh Nabi Besar
Muhammad saw. (QS.3:32; QS.33:22).
Kata-kata, “Demikianlah perumpamaan
mereka dalam Taurat,” dapat juga ditujukan kepada pelukisan yang diberikan
oleh Bible, yakni:
“Kelihatanlah ia dengan gemerlapan cahayanya dari gunung Paran, lalu
datang hampir dari bukit Kades” (Terjemahan ini dikutip dari “Alkitab”
dalam bahasa Indonesia, terbitan “Lembaga Alkitab
Indonesia” tahun 1958).
Dalam bahasa Inggrisnya berbunyi:
“He shined forth from mount Paran
and he came with ten thousands of saints,” yang artinya: “Ia nampak dengan gemerlapan cahayanya dari gunung Paran dan ia datang
dengan sepuluh ribu orang kudus” (Deut.
33:2), Peny).
Dan ungkapan “Dan perumpamaan mereka
dalam Injil adalah laksana tanaman,“ dapat ditujukan kepada perumpamaan lain dalam Bible, yaitu:
“Adalah
seorang penabur keluar hendak menabur benih; maka sedang ia menabur,
ada separuh jatuh di tepi jalan, lalu datanglah burung-burung makan, sehinga
habis benih itu. Ada separuh jatuh di tempat yang berbatu-batu, yang tidak
banyak tanahnya, maka dengan segera benih itu tumbuh, sebab tanahnya tidak
dalam. Akan tetapi ketika matahari naik, layulah ia, dan sebab ia tiada
berakar, keringlah ia. Ada juga separuh jatuh di tanah semak dari mana duri itu
pun tumbuh serta membantutkan benih itu. Dan ada pula se-paruh jatuh di tanah
yang baik, sehingga mengeluarkan buah, ada yang seratus, ada yang enam puluh,
ada yang tiga puluh kali ganda banyaknya” (Matius
13:3-8).
Perumpamaan
yang pertama nampaknya dikenakan kepada para sahabat Nabi Besar
Muhammad saw. dan perumpamaan yang
kedua dikenakan kepada para pengikut rekan sejawat dan misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., Al-Masih Mau’ud a.s.n (QS.43:58), yang
berangkat dari suatu permulaan yang sangat kecil dan tidak berarti telah ditakdirkan berkembang menjadi suatu organisasi perkasa, dan berangsur-angsur
tetapi tetap maju menyampaikan tabligh Islam ke seluruh pelosok dunia,
sehingga Islam akan mengungguli dan
menang atas semua agama (QS.61:10),
dan lawan-lawannya akan merasa heran
dan iri hati terhadap kekuatan dan pamornya, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ
بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ
لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ
لَوۡ کَرِہَ الۡمُشۡرِکُوۡنَ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama,
walaupun orang musyrik tidak
menyukai. (Ash-Shaf [61]:10).
Demikianlah beberapa makna dan hikmah serta nubuatan yang terkandung dalam firman-Nya:
فَلَمَّا بَلَغَا مَجۡمَعَ بَیۡنِہِمَا نَسِیَا حُوۡتَہُمَا
فَاتَّخَذَ سَبِیۡلَہٗ فِی الۡبَحۡرِ
سَرَبًا ﴿﴾
Maka tatkala mereka
berdua sampai ke tempat di mana
kedua lautan itu bertemu, mereka
berdua lupa ikannya, lalu ikan
itu dengan cepat mengambil jalannya ke laut. (Al-Kahf [18]:62).
Hubungan Mengerasnya Hati dengan Kedurhakaan
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai isra (perjalanan ruhani) Nabi Musa a.s. tersebut:
فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتٰىہُ اٰتِنَا غَدَآءَنَا ۫ لَقَدۡ
لَقِیۡنَا مِنۡ سَفَرِنَا
ہٰذَا نَصَبًا ﴿﴾
Dan
tatkala mereka berdua telah melewati tempat itu ia, Musa, berkata kepada teman mudanya: "Bawalah makanan pagi kita, sungguh
kita benar-benar telah merasa
letih karena perjalanan kita. (Al-Kahf [18]:63).
Meminta makan
pagi atau sarapan dalam kasyaf (mimpi) menunjukkan keletihan (Ta'thirul-Anam); dan ayat ini bermaksud menyatakan bahwa sesudah
melewat "tempat pertemuan dua lautan" dan terus melanjutkan perjalanan mereka secara terpisah untuk
satu masa yang panjang, dan karena sudah letih oleh sebab menanti-nantikan yang
dijanjikan itu dengan sia-sia (Ulangan
19:18), Nabi Musa a.s dan teman mudanya
(Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.) akan mulai keheran-heranan bahwa jangan-jangan nabi itu telah muncul
tetapi mereka sendiri tidak dapat
mengenalnya.
Dalam ayat itu sebutan Nabi Musa a.s. dan
teman muda beliau (Nabi Isa Ibnu
Maryam a.s.) dapat dianggap masing masing dipakai untuk menyebut orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristen. Selanjutnya Allah
Swt. berfirman:
قَالَ اَرَءَیۡتَ اِذۡ اَوَیۡنَاۤ اِلَی الصَّخۡرَۃِ فَاِنِّیۡ نَسِیۡتُ الۡحُوۡتَ ۫ وَ مَاۤ اَنۡسٰنِیۡہُ اِلَّا الشَّیۡطٰنُ اَنۡ اَذۡکُرَہٗ ۚ وَ اتَّخَذَ سَبِیۡلَہٗ فِی الۡبَحۡرِ ٭ۖ عَجَبًا ﴿﴾ قَالَ ذٰلِکَ مَا کُنَّا
نَبۡغِ ٭ۖ
فَارۡتَدَّا عَلٰۤی اٰثَارِہِمَا قَصَصًا﴿ۙ﴾
la,
teman mudanya, berkata:
"Apakah engkau melihat ketika kita
berlindung di batu keras tadi lalu
sesungguhnya aku lupa akan ikan
itu, dan sama sekali tidak ada yang membuat aku melupakannya untuk mengingatnya kecuali syaitan, dan ia mengambil jalannya ke laut secara
menakjubkan." la, Musa, berkata: "Itulah apa yang kita cari." Maka mereka berdua kembali sambil mengikuti lagi jejak kaki mereka
berdua. (Al-Kahf [18]:64-65).
"Shakhrah" (batu keras) dalam bahasa
mimpi dan kasyaf menunjukkan “kehidupan
penuh bergelimang keburukan dan dosa." Maka ungkapan "Ketika kita
berhenti berlindung di batu padas tadi" mengandung arti, bahwa bila dua lautan kelak bertemu yaitu manakala syariat
Nabi Musa a.s. akan berakhir
dan seorang nabi baru dan syariat baru akan muncul, ketika itu orang-orang Yahudi dan Kristen akan tenggelam dalam kehidupan
bergelimang dosa dan keburukan.
Sehubungan dengan makna “shakhrah” (batu keras) tersebut, Allah Swt. memperingatkan umat Islam di masa kemunduran mereka, mengenai
peristiwa yang terjadi di kalangan Ahli
Kitab tersebut, firman-Nya:
اَلَمۡ
یَاۡنِ لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَنۡ
تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ لِذِکۡرِ
اللّٰہِ وَ مَا نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ ۙ وَ
لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ
عَلَیۡہِمُ الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ
ؕ وَ کَثِیۡرٌ مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾ اِعۡلَمُوۡۤا
اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ
الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Apakah
belum sampai waktu bagi orang-orang yang beriman, bahwa hati mereka tunduk untuk mengingat Allah
dan mengingat kebenaran yang telah turun kepada mereka,
dan mereka tidak menjadi seperti
orang-orang yang diberi kitab sebelumnya, maka zaman
kesejahteraan menjadi panjang
atas mereka lalu hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan dari mereka menjadi durhaka?
Ketahuilah, bahwasanya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya.
Sungguh Kami telah menjelaskan
Tanda-tanda kepadamu supaya kamu
mengerti. (Al-Hadīd [57]:17-18).
Sehubungan dengan firman Allah Swt.
tersebut, mengenai telah semakin kerasnya hati orang-orang Yahudi
di zaman Nabi Besar Muhammad saw., Allah
Swt. berfirman:
ثُمَّ
قَسَتۡ قُلُوۡبُکُمۡ مِّنۡۢ بَعۡدِ ذٰلِکَ فَہِیَ
کَالۡحِجَارَۃِ اَوۡ
اَشَدُّ قَسۡوَۃً ؕ وَ اِنَّ مِنَ الۡحِجَارَۃِ لَمَا یَتَفَجَّرُ مِنۡہُ الۡاَنۡہٰرُ ؕ وَ اِنَّ مِنۡہَا لَمَا یَشَّقَّقُ
فَیَخۡرُجُ
مِنۡہُ الۡمَآءُ ؕ وَ اِنَّ مِنۡہَا لَمَا یَہۡبِطُ مِنۡ
خَشۡیَۃِ اللّٰہِ ؕوَ مَا اللّٰہُ بِغَافِلٍ عَمَّا
تَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Lalu hati
kamu menjadi keras sesudah itu hingga
seperti batu-batu atau lebih keras lagi, dan sesungguhnya di antara batu-batu pun benar-benar ada yang darinya
memancar sungai-sungai, dan sesungguhnya di antaranya benar-benar ada yang ter-belah lalu keluar air darinya.
Dan sesungguhnya di antaranya
benar-benar ada yang jatuh menyungkur karena takut kepada Allah, dan Allah
sekali-kali tidak lalai terhadap apa yang kamu kerjakan. (Al-Baqarah
[2]:75).
Pembunuhan terhadap orang Islam
tak berdosa yang disebut dalam ayat-ayat sebelumnya (QS.2:73-74) mencap nasib orang-orang Yahudi yang kemudian kian keras hati mereka seolah-olah menjadi batu, bahkan lebih keras lagi. Ayat ini selanjutnya mengatakan bahwa sekali pun
benda-benda mati seperti batu ada
suatu kegunaannya, tetapi orang-orang
Yahudi telah menjadi demikian rusak
sehingga mereka jauh dari berbuat suatu kebajikan
karena niat menjadi orang baik, sehingga jauh daripada berbuat suatu kebajikan karena niat menjadi orang baik, bahkan mereka tidak mau berbuat sesuatu yang
dapat disebut suatu kebajikan sekali
pun tanpa disengaja. Mereka telah menjadi lebih
buruk daripada batu, sebab batu
pun ada kalanya keluar air
yang orang dapat meraih faedah darinya.
Namun pernyataan Allah Swt. dalam ayat itu tidak mengena
kepada seluruh bangsa Yahudi, sebab tidak syak lagi ada beberapa orang Yahudi
yang hatinya dicekam oleh rasa takut kepada Allah Swt.. Mengenai
orang-orang itu Al-Quran mengatakan: di antaranya (yaitu di antara hati) ada
yang jatuh menyungkur karena takut kepada Allah, kata ganti ha
di sini pengganti qulub (hati) dan bukan sebagai ganti hajar
(batu). Al-Quran mengandung beberapa contoh dari apa yang disebut intisyar
al-dama’ir, yaitu kata-kata ganti serupa yang terdapat dalam ayat itu
menggantikan berbagai kata benda (QS.48:10).
“Hamba Allah” yang Dicari Nabi Musa a.s.
Kata-kata, وَ اتَّخَذَ سَبِیۡلَہٗ فِی الۡبَحۡرِ ٭ۖ عَجَبًا -- "dan (ikan) itu mengambil jalannya ke laut dengan
cara yang menakjubkan" dalam QS.18:64-65 sebelumnya, menyatakan bahwa ketakwaan dan ibadah sejati kepada Allah Swt. akan lenyap dari orang-orang Yahudi dan Kristen. Selanjutnya Allah Swt.
berfirman:
فَوَجَدَا عَبۡدًا مِّنۡ عِبَادِنَاۤ اٰتَیۡنٰہُ رَحۡمَۃً مِّنۡ عِنۡدِنَا وَ
عَلَّمۡنٰہُ مِنۡ لَّدُنَّا
عِلۡمًا ﴿﴾
Maka
mereka bertemu dengan seorang hamba
dari hamba-hamba Kami, yang Kami
telah menganugerahi rahmat dari Kami, dan Kami telah mengajarkan kepadanya ilmu dari hadirat Kami. (Al-Kahf [18]:66).
Siapakah
"hamba Allah" ('abd) Yang telah dikaruniai rahmat Allah dan yang telah diajar pula ilmu oleh-Nya dan yang untuk mencarinya Nabi Musa a.s. dalam menaati perintah Ilahi telah menempuh perjalanan yang begitu panjang dan sukar, dan yang merupakan pusat perhatian dan pemegang peranan utama dalam seluruh kisah itu?
Orang itu tidak ada lain adalah Muhammad Rasulullah saw., yang ruhnya
telah mendapat perwujudan dalam kasyaf Nabi Musa a.s. — alasan-alasan untuk itu adalah
sebagai berikut:
(a) Nabi Besar Muhammad saw. telah disebut 'abd
(hamba) Allah dalam Al-Quran (QS.2:24;
QS.8:42; QS.17:2; QS.18:2; QS.25:2. QS.39:37; QS. 53:11; QS.72:20).
Sesungguhnya beliau adalah 'abd Allah (hamba Allāh) yang paling utama.
(b) Beliau saw. disebut rahmatul lil 'ālamīn, pembawa rahmat untuk seluruh alam
(QS.21:108), nama julukan itu dalam Al-Quran tidak dikemukakan kepada siapa pun
yang lain kecuali kepada beliau saw..
(c) Beliau saw. dikaruniai ma'rifat Ilahi yang berlimpah-limpah (QS.4:115; QS.27:7).
(d) "Hamba Allāh" ini telah memberitahukan
kepada Nabi Musa a.s. bahwa
beliau itu tidak akan berdiam diri
(ayat 68), dan Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan telah bersabda:
"Alangkah
baiknya jika Nabi Musa a.s. tetap
berdiam diri, apabila beliau berbuat demikian tentu kita akan dianugerahi lebih
banyak ilmu mengenai hal-hal yang gaib" (Bukhari, Kitab al-Tafsir).
Hakikatnya ialah Nabi Musa a.s. pernah menyaksikan tajali
Ilahi (penampakan kegagahan Tuhan) dalam perjalanan dari Madyan ke Mesir
(QS.28:30). Tetapi di masa kemudian beliau diberitahu. bahwa seorang nabi akan muncul di antara saudara-saudara Bani lsrail yang dalam mulutnya Allah akan mernberikan segala firman-Nya (Ulangan 18: 18-22).
Kata-kata nubuatan
ini mengandung arti bahwa nabi yang dijanjikan itu akan menjadi tempat penampakan Tuhan yang lebih besar
daripada penampakan pada diri Nabi Mus a.s., karena itu dengan sendirinya Nabi
Musa a.s. ingin melihat gerangan siapakah "nabi itu". Untuk memenuhi keinginan itu Allah Swt. membuat Nabi Musa a.s. melihat dalam kasyaf bahwa "nabi itu" memiliki kemampuan-kemampuan
ruhani yang jauh lebih tinggi.
"Hamba Allah" berilmu yang nampak dalam
kasyaf kepada Nabi Musa a.s., yang oleh umum dikenal dengan nama Khidir tidak lain ialah ruh Penghulu para nabi yang mulia, Muhammad Rasulullah Saw., yang seolah-olah telah memperoleh jasad lahir. Lihat QS.7:144.
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 3 Juni 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar