Rabu, 19 Juni 2013

Ketidak-sabaran Nabi Musa a.s. Terhadap Tindakan Aneh "Hamba Allah Melubangi Perahu"



 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 152


       Ketidak-sabaran  Nabi Musa a.s. Terhadap  Tindakan Aneh 
“Hamba Allah  Melubangi Perahu”


 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam   akhir  Bab   sebelumnya telah dikemukakan mengenai    “isra” (perjalanan ruhani) Nabi Musa a.s.,  firman-Nya:
وَ اِذۡ قَالَ مُوۡسٰی لِفَتٰىہُ لَاۤ  اَبۡرَحُ حَتّٰۤی اَبۡلُغَ  مَجۡمَعَ الۡبَحۡرَیۡنِ اَوۡ اَمۡضِیَ حُقُبًا ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada teman muda­nya: "Aku tidak akan berhenti me­nempuh perjalanan ini sebelum aku sampai ke tempat pertemuan dua lautan atau aku akan berjalan bertahun-tahun lamanya.   (Al-Kahf [18]:61).
Keterangan terinci mengenai ayat tersebut telah dikemukakan pada Bab sebelumnya. Semua kenyataan tersebut, bila diperhatikan keseluruhannya akan menampakkan bukti­-bukti yang sangat kuat, bahwa perjalanan Nabi Musa a.s.   tidak lain hanyalah suatu kasyaf (Pengalaman ruhani) yang perlu ditakwilkan dan ditafsirkan untuk mengerti hakikat dan maknanya yang sebenarnya. Sebab semua “tindakanm aneh” yang dilakukan “hamba Allah” tersebut berada di luar akal serta norma-norma kepatutan yang berlaku secara umum.
 Kata-kata  "teman mudanya" (ayat 61) dapat menunjuk kepada Yusak bin Nun, tetapi lebih tepat lagi bila dikenakan kepada Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  karena  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  itu teman muda  Nabi Musa a.s. yang datangnya bukan hendak merombak hukum Taurat atau kitab nabi-nabi  melainkan hendak menggenapkannya (Matius 5:17).
Ucapan Nabi Musa a.s.,  Aku tidak akan berhenti menempuh perjalanan ini sebelum aku sampai ke tempat pertemuan dua lautan” menunjukkan, bahwa teman muda Nabi Musa a.s.  menemani beliau menjelang akhir perjalanan beliau. Nabi Musa a.s.  tidak nampak membawa "teman muda" itu untuk bersama beliau dari waktu permulaan perjalanan beliau. Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. datang 1400 tahun sesudah beliau.

Lenyapnya Ketakwaan dari Kalangan Kaum Yahudi dan Nasrani

Kata-kata “meskipun aku harus terus berjalan bertahun-tahun lamanya” menunjukkan bahwa syariat Nabi Musa a.s. masih akan tetap berlaku beberapa abad lamanya. Jangka waktu mulai dari zaman Nabi Musa a.s. sampai kepada kebangkitan Nabi Besar Muhammad saw. ketika zaman Nabi Musa a.s. berakhir meliputi 2000 tahun lebih. Selanjutnya Allah Swt. berfirman: 
فَلَمَّا بَلَغَا مَجۡمَعَ بَیۡنِہِمَا نَسِیَا حُوۡتَہُمَا فَاتَّخَذَ سَبِیۡلَہٗ  فِی الۡبَحۡرِ  سَرَبًا ﴿﴾
Maka  tatkala mereka ber­dua sampai ke tempat di mana ke­dua lautan itu bertemu, mereka berdua lupa ikannya,  lalu ikan itu dengan cepat mengambil jalannya ke laut. (Al-Kahf [18]:62).
 Hut (ikan) bila dilihat dalam kasyaf berarti “rumah-rumah peribadatan orang-orang bertakwa” (Ta'thirul-Anam). Menurut arti kata dari ungkapan  maka tatkala mereka berdua sampai ke tempat di mana kedua lautan itu bertemu, mereka berdua lupa ikan mereka”, mengandung arti bahwa pada ketika agama Musawi dan agama Islam akan bertemu --  yaitu bila syariat Musawi tidak akan berlaku lagi dan syariat Islam akan mulai berlaku -- maka  ketakwaan yang sejati akan lenyap dari pengikut-pengikut Nabi Musa.s.  dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., dan selanjutnya ketakwaan sejati itu akan merupakan ciri khas pengikut-pengikut syariat baru itu.
 Mengenai ketakwaan yang dimiliki oleh para Sahabah Nabi Besar Muhammad saw. – baik di masa beliau saw. sebagai “misal Nabi Musa a.s.” mau pun di Akhir Zaman  di masa “misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.62:3-4; QS.43:58) --  tersebut Allah Swt. berfirman:
مُحَمَّدٌ  رَّسُوۡلُ اللّٰہِ ؕ وَ الَّذِیۡنَ مَعَہٗۤ اَشِدَّآءُ  عَلَی الۡکُفَّارِ  رُحَمَآءُ  بَیۡنَہُمۡ تَرٰىہُمۡ  رُکَّعًا سُجَّدًا یَّبۡتَغُوۡنَ  فَضۡلًا مِّنَ  اللّٰہِ  وَ رِضۡوَانًا ۫ سِیۡمَاہُمۡ  فِیۡ وُجُوۡہِہِمۡ  مِّنۡ  اَثَرِ السُّجُوۡدِ ؕ ذٰلِکَ مَثَلُہُمۡ  فِی التَّوۡرٰىۃِ ۚۖۛ وَ مَثَلُہُمۡ  فِی الۡاِنۡجِیۡلِ ۚ۟ۛ کَزَرۡعٍ  اَخۡرَجَ  شَطۡـَٔہٗ  فَاٰزَرَہٗ  فَاسۡتَغۡلَظَ فَاسۡتَوٰی عَلٰی سُوۡقِہٖ یُعۡجِبُ الزُّرَّاعَ  لِیَغِیۡظَ بِہِمُ  الۡکُفَّارَ ؕ وَعَدَ اللّٰہُ  الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ مِنۡہُمۡ  مَّغۡفِرَۃً  وَّ اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿٪﴾
Muhammad itu adalah Rasul Allah, dan orang-orang besertanya sangat keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih-sayang di antara mereka, engkau melihat mereka rukuk serta sujud  mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya, ciri-ciri pengenal mereka terdapat pada wajah mereka dari bekas-bekas sujud. Demikianlah perumpamaan mereka dalam Taurat, dan perumpamaan mereka dalam Injil adalah laksana tanaman yang mengeluarkan tunasnya, kemu-dian menjadi kuat, kemudian menjadi kokoh, dan berdiri mantap pada batangnya, menyenangkan penanam-penanamnya supaya Dia membangkit-kan amarah orang-orang kafir dengan perantaraan itu. Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan berbuat amal saleh di antara mereka ampunan dan ganjaran yang besar. (Al-Fath [48]:30).
 Inilah dua macam ciri khas penting bagi suatu bangsa maju dan jaya yang berusaha meninggalkan jejak mereka di atas jalur peristiwa sejarah dunia. Di lain tempat dalam Al-Quran (QS.5:55) orang-orang Muslim sejati dan baik telah dilukiskan sebagai yang baik hati dan rendah hati terhadap sesama orang-orang mukmin dan keras serta tegas terhadap orang-orang kafir.
 Sebagaimana telah dikemukakan bahwa ungkapan وَ الَّذِیۡنَ مَعَہٗۤ اَشِدَّآءُ  عَلَی الۡکُفَّارِ   -- “dan orang-orang besertanya sangat keras terhadap orang-orang kafirbukan dalam makna melakukan paksaan dan kekerasan  melainkan berpegang-teguh pada ajaran-ajaran Islam (Al-Quran) sebagaimana yang difahami dan dilaksanakan oleh Nabi Besar Muhammad saw. (QS.3:32; QS.33:22).
Kata-kata, “Demikianlah perumpamaan mereka dalam Taurat,” dapat juga ditujukan kepada pelukisan yang diberikan oleh Bible, yakni:
Kelihatanlah ia dengan gemerlapan cahayanya dari gunung Paran, lalu datang hampir dari bukit Kades” (Terjemahan ini dikutip dari “Alkitab” dalam bahasa Indonesia, terbitan “Lembaga Alkitab Indonesia” tahun 1958).
Dalam bahasa Inggrisnya berbunyi:
“He shined forth from mount Paran and he came with ten thousands of saints,” yang artinya: “Ia nampak dengan gemerlapan cahayanya dari gunung Paran dan ia datang dengan sepuluh ribu orang kudus” (Deut. 33:2), Peny).
      Dan ungkapan “Dan perumpamaan mereka dalam Injil adalah laksana tanaman,“ dapat ditujukan kepada perumpamaan lain dalam Bible, yaitu:
“Adalah  seorang penabur keluar hendak menabur benih; maka sedang ia menabur, ada separuh jatuh di tepi jalan, lalu datanglah burung-burung makan, sehinga habis benih itu. Ada separuh jatuh di tempat yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, maka dengan segera benih itu tumbuh, sebab tanahnya tidak dalam. Akan tetapi ketika matahari naik, layulah ia, dan sebab ia tiada berakar, keringlah ia. Ada juga separuh jatuh di tanah semak dari mana duri itu pun tumbuh serta membantutkan benih itu. Dan ada pula se-paruh jatuh di tanah yang baik, sehingga mengeluarkan buah, ada yang seratus, ada yang enam puluh, ada yang tiga puluh kali ganda banyaknya” (Matius 13:3-8). 
       Perumpamaan yang pertama  nampaknya  dikenakan kepada para sahabat Nabi Besar Muhammad saw. dan perumpamaan yang kedua dikenakan kepada para pengikut rekan sejawat dan misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., Al-Masih Mau’ud a.s.n (QS.43:58),   yang berangkat dari suatu permulaan yang sangat kecil dan tidak berarti telah ditakdirkan berkembang menjadi suatu organisasi perkasa, dan berangsur-angsur tetapi tetap maju  menyampaikan tabligh Islam ke seluruh pelosok dunia, sehingga Islam akan mengungguli dan menang atas semua agama (QS.61:10), dan lawan-lawannya akan merasa heran dan iri hati terhadap kekuatan dan pamornya, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ  رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ  الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ  عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ لَوۡ  کَرِہَ  الۡمُشۡرِکُوۡنَ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama, walaupun orang musyrik tidak menyukai. (Ash-Shaf [61]:10).
       Demikianlah beberapa makna dan hikmah serta nubuatan yang terkandung dalam firman-Nya:
فَلَمَّا بَلَغَا مَجۡمَعَ بَیۡنِہِمَا نَسِیَا حُوۡتَہُمَا فَاتَّخَذَ سَبِیۡلَہٗ  فِی الۡبَحۡرِ  سَرَبًا ﴿﴾
Maka  tatkala mereka ber­dua sampai ke tempat di mana ke­dua lautan itu bertemu, mereka berdua lupa ikannya,  lalu ikan itu dengan cepat mengambil jalannya ke laut. (Al-Kahf [18]:62).

Hubungan  Mengerasnya Hati  dengan Kedurhakaan

     Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai isra (perjalanan ruhani) Nabi Musa a.s. tersebut:
فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتٰىہُ اٰتِنَا غَدَآءَنَا ۫ لَقَدۡ لَقِیۡنَا مِنۡ سَفَرِنَا ہٰذَا نَصَبًا ﴿﴾
Dan tatkala mereka berdua telah melewati tempat itu  ia, Musa, berkata­ kepada teman mudanya: "Bawalah makanan pagi kita,  sungguh  kita benar-benar telah merasa letih karena perjalanan  kita. (Al-Kahf [18]:63).
 Meminta makan pagi atau sarapan dalam kasyaf (mimpi) menunjukkan keletihan (Ta'thirul-Anam); dan ayat ini bermaksud menyatakan bahwa sesudah melewat "tempat pertemuan dua lautan" dan terus melanjutkan perjalanan mereka secara terpisah untuk satu masa yang panjang, dan karena sudah letih oleh sebab menanti-nantikan yang dijanjikan itu dengan sia-sia (Ulangan 19:18), Nabi Musa a.s dan teman mudanya (Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.) akan mulai keheran-heranan bahwa jangan-jangan nabi itu telah muncul  tetapi mereka sendiri tidak dapat mengenalnya.
Dalam ayat itu sebutan Nabi Musa a.s.  dan teman muda beliau (Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.) dapat dianggap masing masing dipakai untuk menyebut orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristen. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
قَالَ اَرَءَیۡتَ اِذۡ اَوَیۡنَاۤ  اِلَی الصَّخۡرَۃِ فَاِنِّیۡ نَسِیۡتُ الۡحُوۡتَ ۫ وَ مَاۤ  اَنۡسٰنِیۡہُ  اِلَّا الشَّیۡطٰنُ اَنۡ اَذۡکُرَہٗ ۚ  وَ اتَّخَذَ سَبِیۡلَہٗ  فِی الۡبَحۡرِ ٭ۖ عَجَبًا ﴿﴾  قَالَ ذٰلِکَ مَا کُنَّا نَبۡغِ ٭ۖ فَارۡتَدَّا عَلٰۤی اٰثَارِہِمَا قَصَصًا﴿ۙ﴾
la, teman mudanya,  berkata: "Apakah engkau melihat ketika kita berlindung  di batu keras tadi lalu sesungguhnya aku  lupa akan  ikan itu, dan  sama sekali tidak ada yang membuat aku melupakannya untuk mengingatnya kecuali syaitan, dan ia mengambil jalannya ke laut secara  menakjubkan." la, Musa, berkata: "Itulah apa yang kita cari." Maka mereka ber­dua kembali sambil mengikuti lagi jejak kaki mereka berdua. (Al-Kahf [18]:64-65).
 "Shakhrah" (batu keras) dalam bahasa mimpi dan kasyaf menunjukkan  “kehidupan penuh bergelimang keburukan dan dosa." Maka ungkapan "Ketika kita berhenti berlindung di batu padas tadi" mengandung arti, bahwa bila dua lautan kelak bertemu yaitu manakala syariat  Nabi Musa a.s.  akan berakhir dan seorang nabi baru dan syariat baru akan muncul, ketika itu orang-orang Yahudi dan Kristen akan tenggelam dalam kehidupan bergelimang dosa dan keburukan.
Sehubungan dengan makna “shakhrah” (batu keras) tersebut, Allah Swt. memperingatkan umat Islam di masa kemunduran mereka, mengenai  peristiwa yang terjadi di kalangan Ahli Kitab tersebut, firman-Nya:
اَلَمۡ یَاۡنِ  لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا  اَنۡ  تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ  لِذِکۡرِ اللّٰہِ  وَ مَا  نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ  ۙ  وَ لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ عَلَیۡہِمُ  الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ  مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾  اِعۡلَمُوۡۤا  اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ  تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Apakah belum sampai waktu bagi orang-orang yang beriman, bahwa hati mereka tunduk untuk mengingat Allah dan mengingat  kebenaran yang telah turun kepada mereka, dan mereka tidak menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab sebelumnya, maka  zaman kesejahteraan menjadi panjang atas mereka lalu  hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan dari mereka menjadi durhaka?  Ketahuilah, bahwasanya  Allah  menghidupkan bumi sesudah matinya. Sungguh Kami telah menjelaskan Tanda-tanda kepadamu supaya kamu mengerti. (Al-Hadīd [57]:17-18).
       Sehubungan dengan firman Allah Swt. tersebut,  mengenai telah semakin kerasnya hati orang-orang Yahudi di zaman Nabi Besar Muhammad saw.,  Allah Swt. berfirman:
ثُمَّ قَسَتۡ قُلُوۡبُکُمۡ مِّنۡۢ بَعۡدِ ذٰلِکَ فَہِیَ کَالۡحِجَارَۃِ اَوۡ اَشَدُّ قَسۡوَۃً ؕ وَ  اِنَّ مِنَ الۡحِجَارَۃِ لَمَا یَتَفَجَّرُ  مِنۡہُ الۡاَنۡہٰرُ ؕ وَ اِنَّ مِنۡہَا لَمَا یَشَّقَّقُ فَیَخۡرُجُ مِنۡہُ الۡمَآءُ ؕ وَ اِنَّ مِنۡہَا لَمَا یَہۡبِطُ مِنۡ خَشۡیَۃِ اللّٰہِ  ؕوَ مَا اللّٰہُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Lalu  hati kamu menjadi keras sesudah itu hingga seperti batu-batu atau lebih keras lagi, dan sesungguhnya di antara batu-batu  pun benar-benar ada yang darinya memancar sungai-sungai, dan sesungguhnya di antaranya benar-benar ada yang ter-belah lalu keluar air darinya. Dan sesungguhnya di antaranya benar-benar ada yang jatuh menyungkur karena takut kepada Allah, dan Allah sekali-kali tidak lalai terhadap apa yang kamu kerjakan.  (Al-Baqarah [2]:75).
    Pembunuhan terhadap orang Islam tak berdosa yang disebut dalam ayat-ayat sebelumnya (QS.2:73-74) mencap nasib orang-orang Yahudi yang kemudian kian keras hati mereka seolah-olah menjadi batu, bahkan lebih keras lagi. Ayat ini selanjutnya mengatakan bahwa sekali pun benda-benda mati seperti batu ada suatu kegunaannya, tetapi orang-orang Yahudi telah menjadi demikian rusak sehingga mereka jauh dari berbuat suatu kebajikan karena niat menjadi orang baik,  sehingga jauh daripada berbuat suatu kebajikan karena niat menjadi orang baik,  bahkan mereka tidak mau berbuat sesuatu yang dapat disebut suatu kebajikan sekali pun tanpa disengaja. Mereka telah menjadi lebih buruk daripada batu, sebab batu  pun ada kalanya keluar air yang orang dapat   meraih faedah darinya.
    Namun pernyataan  Allah Swt. dalam ayat itu tidak mengena kepada seluruh bangsa Yahudi, sebab tidak syak lagi ada beberapa orang Yahudi yang hatinya dicekam oleh rasa takut kepada Allah Swt.. Mengenai orang-orang itu Al-Quran mengatakan: di antaranya (yaitu di antara hati) ada yang  jatuh menyungkur  karena takut kepada Allah, kata ganti ha di sini pengganti qulub (hati) dan bukan sebagai ganti hajar (batu). Al-Quran mengandung beberapa contoh dari apa yang disebut intisyar al-dama’ir, yaitu kata-kata ganti serupa yang terdapat dalam ayat itu menggantikan berbagai kata benda (QS.48:10).

“Hamba Allah” yang Dicari Nabi Musa a.s.

Kata-kata, وَ اتَّخَذَ سَبِیۡلَہٗ  فِی الۡبَحۡرِ ٭ۖ عَجَبًا -- "dan (ikan) itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang menakjubkan" dalam QS.18:64-65 sebelumnya, menyatakan bahwa ketakwaan dan ibadah sejati kepada Allah Swt. akan lenyap dari orang-orang  Yahudi dan Kristen. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
فَوَجَدَا عَبۡدًا مِّنۡ عِبَادِنَاۤ اٰتَیۡنٰہُ رَحۡمَۃً  مِّنۡ عِنۡدِنَا وَ عَلَّمۡنٰہُ مِنۡ لَّدُنَّا عِلۡمًا ﴿﴾
Maka mereka bertemu dengan seorang hamba dari hamba-­hamba Kami,  yang Kami telah menganugerahi rahmat dari Kami, dan Kami telah mengajarkan kepadanya ilmu dari hadirat Kami. (Al-Kahf [18]:66).
 Siapakah "hamba Allah" ('abd) Yang telah dikaruniai rahmat Allah dan yang telah diajar pula ilmu oleh-Nya dan yang untuk mencarinya Nabi Musa a.s. dalam menaati perintah Ilahi  telah menempuh perjalanan yang begitu panjang dan sukar, dan yang merupakan pusat perhatian dan pemegang peranan utama dalam seluruh kisah itu? Orang itu tidak ada lain adalah Muhammad Rasulullah saw.,  yang ruhnya telah mendapat perwujudan dalam kasyaf Nabi Musa a.s.  — alasan­-alasan untuk itu adalah sebagai berikut:
(a) Nabi Besar Muhammad saw. telah disebut 'abd (hamba) Allah  dalam Al-Quran (QS.2:24; QS.8:42; QS.17:2; QS.18:2; QS.25:2. QS.39:37; QS. 53:11; QS.72:20). Sesungguhnya beliau adalah 'abd Allah (hamba Allāh) yang paling utama.
(b) Beliau saw. disebut rahmatul lil 'ālamīn,  pembawa rahmat untuk seluruh alam (QS.21:108), nama julukan itu dalam Al-Quran tidak dikemukakan kepada siapa pun yang lain kecuali kepada beliau saw..  
(c) Beliau saw. dikaruniai ma'rifat Ilahi yang berlimpah-limpah (QS.4:115; QS.27:7).
(d) "Hamba Allāh" ini telah memberitahukan kepada Nabi Musa a.s.  bahwa beliau itu tidak akan berdiam diri (ayat 68), dan  Nabi Besar Muhammad saw.  diriwayatkan telah bersabda:
"Alangkah baiknya jika  Nabi Musa a.s. tetap berdiam diri, apabila beliau berbuat demikian tentu kita akan dianugerahi lebih banyak ilmu mengenai hal-hal yang gaib" (Bukhari, Kitab al-Tafsir).
Hakikatnya ialah Nabi Musa a.s. pernah menyaksikan tajali Ilahi (penampakan kegagahan Tuhan) dalam perjalanan dari Madyan ke Mesir (QS.28:30). Tetapi di masa kemudian beliau diberitahu. bahwa seorang nabi akan muncul di antara saudara-saudara Bani lsrail yang dalam mulutnya Allah akan mernberikan segala firman-Nya (Ulangan 18: 18-22).
Kata-kata nubuatan ini mengandung arti bahwa nabi yang dijanjikan itu akan menjadi tempat penampakan Tuhan yang lebih besar daripada penampakan pada diri Nabi Mus a.s., karena itu dengan sendirinya Nabi Musa a.s. ingin melihat gerangan siapakah "nabi itu". Untuk memenuhi keinginan itu Allah Swt.  membuat Nabi Musa a.s. melihat dalam kasyaf bahwa "nabi itu" memiliki kemampuan-kemampuan ruhani yang jauh lebih tinggi.
"Hamba Allah" berilmu yang nampak dalam kasyaf kepada Nabi Musa a.s., yang oleh umum dikenal dengan nama Khidir tidak lain ialah ruh Penghulu para nabi yang mulia, Muhammad Rasulullah Saw.,  yang seolah-olah telah memperoleh jasad lahir. Lihat QS.7:144.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar,  3 Juni  2013  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar