Minggu, 23 Juni 2013

Makna Menegakkan "Dinding yang Hampir Roboh"




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 155


  Makna   Menegakkan  
“Dinding yang Hampir Roboh”  


 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai  kegagalan Nabi Musa a.s. berikutnya terhadap tindakan aneh  “hamba Allah” yang telah “meminta makan kepada penduduk kota” dan  mendirikan dinding yang hampir roboh” tanpa  minta upah, firman-Nya:
فَانۡطَلَقَا ٝ حَتّٰۤی اِذَاۤ  اَتَیَاۤ اَہۡلَ قَرۡیَۃِۣ   اسۡتَطۡعَمَاۤ اَہۡلَہَا فَاَبَوۡا اَنۡ یُّضَیِّفُوۡہُمَا فَوَجَدَا فِیۡہَا جِدَارًا یُّرِیۡدُ اَنۡ یَّنۡقَضَّ فَاَقَامَہٗ ؕ قَالَ لَوۡ شِئۡتَ  لَتَّخَذۡتَ  عَلَیۡہِ  اَجۡرًا ﴿﴾
Maka berangkatlah kedua­nya, hingga ketika mereka sampai kepada penduduk sebuah kota, mereka berdua meminta makanan kepada penduduknya tetapi mereka menolak untuk menerima kedua orang itu sebagai tamunya. Lalu  mereka berdua menjumpai di sana sebuah dinding yang hampir runtuh maka ia, hamba Allah,  memperbaikinya. Ia, Musa,  berkata: "Seandainya engkau menghendaki, niscaya engkau dapat mengambil upah untuk itu." (Al-Kahf [18]:78).
 Ayat ini nampaknya mengandung arti. bahwa Nabi Musa a.s.  dan  Nabi Besar Muhammad saw.  akan mengajak orang-orang Yahudi dan Kristen untuk bekerja sama di jalan Allah, tetapi mereka akan menolak ajakan kedua-dua beliau itu. Itulah salah satu makna kalimat اسۡتَطۡعَمَاۤ اَہۡلَہَا فَاَبَوۡا اَنۡ یُّضَیِّفُوۡہُمَا -- “mereka berdua meminta makanan kepada penduduknya tetapi mereka menolak untuk menerima kedua orang itu sebagai tamunya.
Sehubungan ajakan Nabi Besar Muhammad saw. kepada orang-orang Yahudi dan Kristen untuk melakukan “kerjasama di jalan Allah” tersebut Allah Swt. berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
قُلۡ یٰۤاَہۡلَ الۡکِتٰبِ تَعَالَوۡا اِلٰی کَلِمَۃٍ سَوَآءٍۢ  بَیۡنَنَا وَ بَیۡنَکُمۡ اَلَّا نَعۡبُدَ اِلَّا اللّٰہَ وَ لَا نُشۡرِکَ بِہٖ شَیۡئًا وَّ لَا یَتَّخِذَ بَعۡضُنَا بَعۡضًا اَرۡبَابًا مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ ؕ فَاِنۡ تَوَلَّوۡا فَقُوۡلُوا اشۡہَدُوۡا بِاَنَّا مُسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾
Katakanlah: “Hai Ahlul Kitab, marilah kepada satu kalimat yang sama di antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah kecuali kepada Allah, dan tidak pula kita mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, dan sebagian kita tidak menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan-tuhan selain Allah.” Tetapi jika mereka berpaling maka katakanlah: “Jadi saksilah bahwa sesungguhnya kami orang-orang yang berserah diri kepada Allah.” (Āli ‘Imran [3]:65). 
     Ayat ini dengan keliru dianggap oleh sementara orang seakan-akan memberikan dasar untuk mencapai suatu kompromi antara Islam di satu pihak, dan Kristen serta agama Yahudi di lain pihak. Dikemukakan sebagai alasan bahwa bila agama-agama tersebut pun mengajarkan dan menanamkan Keesaan Tuhan, maka ajaran Islam lainnya yang dianggap menduduki tempat kedua dalam kepentingannya sebaiknya ditinggalkan saja.
   Sulit dimengerti bahwa gagasan kompromi dalam urusan agama pernah dianjurkan dengan kaum Yahudi dan Kristen -- yang dalam ayat-ayat sebelum ayat ini dikutuk dengan sangat keras atas kepalsuan kepercayaan mereka dan ditantang begitu hebat untuk bermubahalah yakni bertanding doa meminta keputusan Allah Swt.   supaya diketahui pihak yang benar dan pihak yang palsu dalam kepercayaannya, firman-Nya:
اَلۡحَقُّ مِنۡ رَّبِّکَ فَلَا تَکُنۡ مِّنَ الۡمُمۡتَرِیۡنَ ﴿﴾   فَمَنۡ حَآجَّکَ فِیۡہِ مِنۡۢ بَعۡدِ مَا جَآءَکَ مِنَ الۡعِلۡمِ فَقُلۡ تَعَالَوۡا نَدۡعُ اَبۡنَآءَنَا وَ اَبۡنَآءَکُمۡ وَ نِسَآءَنَا وَ نِسَآءَکُمۡ وَ اَنۡفُسَنَا وَ اَنۡفُسَکُمۡ ۟ ثُمَّ نَبۡتَہِلۡ فَنَجۡعَلۡ لَّعۡنَتَ اللّٰہِ عَلَی الۡکٰذِبِیۡنَ ﴿﴾   اِنَّ ہٰذَا لَہُوَ الۡقَصَصُ الۡحَقُّ ۚ وَ مَا مِنۡ  اِلٰہٍ  اِلَّا اللّٰہُ ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ لَہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾   فَاِنۡ تَوَلَّوۡا فَاِنَّ اللّٰہَ عَلِیۡمٌۢ  بِالۡمُفۡسِدِیۡنَ ﴿﴾
Kebenaran (al-haqq) ini dari Rabb (Tuhan) engkau maka janganlah engkau termasuk orang-orang yang ragu. Tetapi barangsiapa membantah engkau mengenainya setelah datang kepada engkau ilmu maka katakanlah: “Marilah kita panggil anak-anak laki-laki kami dan anak-anak laki-laki kamu,  perempuan-perempuan kami dan perempuan-perempuan kamu, orang-orang kami dan orang-orang kamu, kemudian kita berdoa supaya laknat Allah menimpa orang-orang yang berdusta.”  Sesungguhnya ini benar-benar  kisah yang haq (benar), dan sekali-kali tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali  Allah, dan sesungguhnya Allah,  Dia benar-benar Maha Perkasa, Maha Bijaksana.    Lalu jika mereka berpaling  maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui orang-orang yang berbuat kerusakan.  (Āli ‘Imran [3]:61-64).
    Dalam surat dakwah Nabi Besar Muhammad saw.    kepada Heraclius  -- Kaisar Romawi  -- beliau saw. memakai ayat ini pula, malahan mendesak Heraclius supaya menerima Islam dan mengancamnya dengan ancaman azab Ilahi, bila ia menolak berbuat demikian (Bukhari). Hal itu tak ayal lagi menunjukkan bahwa kepercayaannya terhadap Keesaan Tuhan semata-mata, menurut Nabi Besar Muhammad saw. tidak dapat menyelamatkan Heraclius dari azab Ilahi, sebab menurut Allah Swt. agama yang benar  dalam pandangan-Nya adalah agama Islam (QS.3:20 & 86; QS.5:4).

Cara yang Mudah Untuk  Mengetahui Pihak  
yang Benar-benar Berpegang Teguh Pada Tauhid

    Memang ayat ini  (Āli ‘Imran [3]:65) dimaksudkan untuk menyarankan satu cara yang mudah dan sederhana yang dengan itu orang-orang Yahudi dan Kristen dapat sampai kepada keputusan yang tepat mengenai kebenaran Islam. Kaum Kristen, kendatipun mengaku beriman kepada Tauhid Ilahi, percaya pula kepada ketuhanan Isa, dan orang-orang Yahudi  — sungguhpun mengaku berpegang kuat kepada Tauhid — mereka mengikuti dengan membuta rahib-rahib dan ulama-ulama mereka, dan dengan demikian seolah-olah menempatkan mereka dalam kedudukan yang sama dengan Tuhan sendiri.
     Ayat ini menyuruh kedua golongan itu kembali kepada kepercayaan asal mereka, yakni Tauhid Ilahi, dan meninggalkan penyembahan tuhan-tuhan palsu yang menjadi perintang bagi mereka untuk masuk Islam. Jadi,  bukan   mencari kompromi dengan agama-agama itu, melainkan ayat ini sesungguhnya mengajak para pengikut agama itu untuk menerima Islam dengan menarik perhatian mereka kepada Tauhid yang sedikitnya dalam bentuk lahir, merupakan akidah pokok yang sama pada agama-agama tersebut, dapat berlaku sebagai satu dasar titik-temu untuk penyelidikan lebih lanjut.
     Secara sambil lalu baiklah di sini diperhatikan, bahwa surat yang disebut oleh Bukhari dan ahli-ahli hadist lainnya, dikirimkan oleh  Nabi Besar Muhammad saw. kepada Heraclius dan beberapa kepala pemerintahan lain — Muqauqis, raja muda Mesir itu satu dari antara mereka — disusun dengan kata-kata dari ayat ini dan mengajak mereka untuk menerima Islam, akhir-akhir ini telah ditemukan dan ternyata mengandung kata-kata yang persis dikutip oleh Bukhari (The Riview of Religions jilid V, no. 8). Hal itu mengandung bukti kuat mengenai keotentikan Bukhari dan pula kitab-kitab hadits lainnya yang telah diakui.
     Sehubungan dengan ketidak-murnian “Tauhid” yang dianut oleh  orang-orang Yahudi dan  Kristen tersebut Allah Swt. berfirman:
وَ قَالَتِ الۡیَہُوۡدُ عُزَیۡرُۨ  ابۡنُ اللّٰہِ وَ قَالَتِ النَّصٰرَی الۡمَسِیۡحُ  ابۡنُ  اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ قَوۡلُہُمۡ بِاَفۡوَاہِہِمۡ ۚ یُضَاہِـُٔوۡنَ  قَوۡلَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡ قَبۡلُ ؕ قٰتَلَہُمُ اللّٰہُ ۚ۫ اَنّٰی  یُؤۡفَکُوۡنَ ﴿﴾  اِتَّخَذُوۡۤا اَحۡبَارَہُمۡ وَ رُہۡبَانَہُمۡ اَرۡبَابًا مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ وَ الۡمَسِیۡحَ ابۡنَ مَرۡیَمَ ۚ وَ مَاۤ  اُمِرُوۡۤا  اِلَّا  لِیَعۡبُدُوۡۤا  اِلٰـہًا  وَّاحِدًا ۚ لَاۤ اِلٰہَ  اِلَّا ہُوَ ؕ سُبۡحٰنَہٗ عَمَّا یُشۡرِکُوۡنَ ﴿﴾  یُرِیۡدُوۡنَ  اَنۡ یُّطۡفِـُٔوۡا نُوۡرَ اللّٰہِ بِاَفۡوَاہِہِمۡ وَ یَاۡبَی اللّٰہُ  اِلَّاۤ  اَنۡ  یُّتِمَّ  نُوۡرَہٗ وَ لَوۡ  کَرِہَ  الۡکٰفِرُوۡنَ ﴿﴾   ہُوَ الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ ۙ وَ لَوۡ کَرِہَ  الۡمُشۡرِکُوۡنَ ﴿﴾
Dan  orang-orang Yahudi berkata: “Uzair adalah  anak Allah”, dan orang-orang Nasrani ber-kata: “Al-Masih adalah  anak  Allah.” Demikian itulah perkataan mereka dengan mulutnya, mereka  meniru-niru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah membinasakan mereka, bagaimana mereka sampai dipalingkan dari Tauhid?  Mereka telah menjadikan ulama-ulama mereka dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah, dan begitu juga Al-Masih ibnu Maryam padahal  mereka tidak diperintahkan melainkan supaya mereka menyembah Tuhan Yang Mahaesa. Tidak ada Tuhan kecuali Dia. Maha-suci Dia dari apa yang mereka sekutukan. Mereka berkehendak memadamkan cahaya Allah  dengan mulut mereka, tetapi Allah menolak bahkan menyempurnakan cahaya-Nya, walau pun orang-orang kafir tidak menyukai.   Dia-lah Yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan aga-ma yang haq (benar), supaya Dia mengunggulkannya atas semua agama walau pun orang-orang musyrik tidak menyukainya.  (At-Taubah [9]:30-33).

Makna “Memperbaiki Dinding yang Hampir Runtuh
Tanpa Minta Upah & Makna Aslim (Berserah Diri)

     Jadi itulah salah satu makna yang terkandung dalam kalimat “meminta makanan” dalam firman-Nya:
فَانۡطَلَقَا ٝ حَتّٰۤی اِذَاۤ  اَتَیَاۤ اَہۡلَ قَرۡیَۃِۣ   اسۡتَطۡعَمَاۤ اَہۡلَہَا فَاَبَوۡا اَنۡ یُّضَیِّفُوۡہُمَا فَوَجَدَا فِیۡہَا جِدَارًا یُّرِیۡدُ اَنۡ یَّنۡقَضَّ فَاَقَامَہٗ ؕ قَالَ لَوۡ شِئۡتَ  لَتَّخَذۡتَ  عَلَیۡہِ  اَجۡرًا ﴿﴾
Maka berangkatlah kedua­nya, hingga ketika mereka sampai kepada penduduk sebuah kota, mereka berdua meminta makanan kepada penduduknya tetapi mereka menolak untuk menerima kedua orang itu sebagai tamunya. Lalu mereka berdua menjumpai di sana sebuah dinding yang hampir runtuh maka ia, hamba Allah,  memperbaikinya. Ia, Musa,  berkata: "Seandainya engkau menghendaki, niscaya engkau dapat mengambil upah untuk itu." (Al-Kahf [18]:78).
  Ada pun makna ayat  فَوَجَدَا فِیۡہَا جِدَارًا یُّرِیۡدُ اَنۡ یَّنۡقَضَّ فَاَقَامَہٗ   -- “Lalu  mereka berdua menjumpai di sana sebuah dinding yang hampir runtuh maka ia, hamba Allah,  memperbaikinya (menegakkannya)“, salah satu makna “dinding yang hampir runtuh” adalah Tauhid serta ajaran-ajaran asli   Nabi Ibrahim a.s., Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.2:131-142) yang   oleh ulah buruk kaum-kaumnya  dibuat “hampir roboh” karena ke dalamnya banyak sekali dilakukan berbagai penyimpangan arti dan makna (QS.2:42-43 & 80, 175, QS.3:200; QS.5:45; QS.9-9), namun ditegakkan kembali  oleh “hamba Allah” yakni Nabi Besar Muhammad saw. dalam Al-Quran.
Berikut ini adalah beberapa firman Allah Swt. mengenai   Tauhid yang diwariskan Nabi Ibrahim a.s. kepada anak-keturunan beliau a.s.:
وَ مَنۡ یَّرۡغَبُ عَنۡ مِّلَّۃِ  اِبۡرٰہٖمَ  اِلَّا مَنۡ سَفِہَ نَفۡسَہٗ ؕ وَ لَقَدِ اصۡطَفَیۡنٰہُ فِی الدُّنۡیَا ۚ وَ اِنَّہٗ فِی الۡاٰخِرَۃِ  لَمِنَ الصّٰلِحِیۡنَ ﴿﴾ اِذۡ قَالَ لَہٗ رَبُّہٗۤ  اَسۡلِمۡ ۙ قَالَ اَسۡلَمۡتُ لِرَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾  وَ وَصّٰی بِہَاۤ اِبۡرٰہٖمُ  بَنِیۡہِ وَ یَعۡقُوۡبُ ؕ یٰبَنِیَّ  اِنَّ اللّٰہَ اصۡطَفٰی لَکُمُ الدِّیۡنَ فَلَا تَمُوۡتُنَّ  اِلَّا وَ اَنۡتُمۡ  مُّسۡلِمُوۡنَ﴿﴾ؕ
Dan siapakah yang berpaling dari  agama Ibrahim selain orang yang memperbodoh dirinya sendiri? Dan  sungguh  Kami  benar-benar telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya di akhirat pun dia termasuk orang-orang yang saleh.   Ingatlah ketika Rabb-nya (Tuhan-nya) berfirman kepadanya: “aslim -- berserah-dirilah”, ia berkata: ”Aku telah berserah diri kepada Tuhan seluruh  alam.” (Al-Baqarah [2]:131-132).
     Kata aslim (berserah-dirilah) mengandung makna,  bahwa karena tidak ada saat ditentukan untuk mati, maka orang hendaknya setiap saat menjalani kehidupannya dengan berserah diri (aslim) sepenuhnya kepada Allah Swt. (QS.3:103).  Ayat ini dapat pula berarti bahwa orang beriman sejati hendaknya begitu sepenuhnya berserah diri kepada kehendak Ilahi dan meraih keridhaan-Nya begitu sempurna sehingga Allah Swt.  dengan kemurahan-Nya yang tidak terbatas, akan mengatur demikian rupa sehingga kematian akan datang kepadanya pada saat ketika ia berserah  diri sepenuhnya kepada kehendak-Nya.
    Itulah makna dari kata aslim (berserah diri) dan  pelakunya disebut Muslim sedangkan nama agama yang dianutnya adalah  Islam. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
اَمۡ کُنۡتُمۡ  شُہَدَآءَ  اِذۡ حَضَرَ یَعۡقُوۡبَ الۡمَوۡتُ ۙ اِذۡ  قَالَ لِبَنِیۡہِ مَا تَعۡبُدُوۡنَ مِنۡۢ بَعۡدِیۡ ؕ قَالُوۡا نَعۡبُدُ اِلٰہَکَ وَ اِلٰـہَ اٰبَآئِکَ اِبۡرٰہٖمَ  وَ  اِسۡمٰعِیۡلَ وَ  اِسۡحٰقَ  اِلٰـہًا وَّاحِدًا ۚۖ وَّ نَحۡنُ لَہٗ مُسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾ تِلۡکَ اُمَّۃٌ قَدۡ خَلَتۡ ۚ لَہَا مَا کَسَبَتۡ وَ لَکُمۡ مَّا کَسَبۡتُمۡ ۚ وَ لَا تُسۡـَٔلُوۡنَ عَمَّا  کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Dan Ibrahim mewasiatkan yang demikian kepada anak-anaknya dan demikian pula Ya’qub  seraya  berkata: “Hai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu,  maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan berserah diri.  Ataukah  kamu hadir  saat kematian menjelang Ya’qub ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa-kah yang akan kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhan engkau dan Tuhan bapak-bapak engkau: Ibrahim, Isma’il, dan Ishaq, yaitu Tuhan Yang Esa, dan hanya  kepada-Nya kami berserah  diri.”  Itulah umat yang telah berlalu, baginya apa yang mereka usahakan dan bagimu apa yang kamu usahakan, dan kamu tidak akan dimintai tanggungjawab mengenai apa yang senantiasa mereka kerjakan. (Al-Baqarah [2]:133-135).

Agama yang Hakiki Sejak Awal adalah Islam  
dan  Pemeluknya disebut Muslim

    Pernyataan Allah Swt. dalam Al-Quran tersebut sesuai dengan kesaksian dalam Bible berikut ini:
“Pada waktu ayah kami Ya’qub meninggal dunia, beliau memanggil kepada duabelas putranya, dan berkata kepada mereka: Dengarlah akan perkataan bapakmu Israil” (Kejadian 49:2).
“Apakah kamu masih mempunyai suatu keraguan dalam hatimu mengenai Yang Suci? Mubaraklah Dia”. Mereka berkata: “Dengarlah hai Israil, ayah kami, sebagaimana tiada keraguan di dalam hati Anda, demikian pula tiada dalam hati kami. Sebab Junjungan itu Tuhan kami dan Dia Tunggal.” (Mider Rabbah on Gen. par. 98 & on Deut. par.2). Bandingkan pula Targ. Jer. on Deut. 6:4..
 Namun  seiring dengan perjalanan waktu, Tauhid dan ke-Muslim-an yang diwariskan Nabi Ibrahim a.s. kepada anak-keturunan beliau a.s. tersebut kemudian berubah menjadi ke-Yahudi-an dan ke-Nasrani-an, padahal menurut Allah Swt. sejak awal pun agama yang diturunkan Allah Swt. adalah Islam (QS.3:20 & 86) dan pemeluknya disebut Muslim (QS.22:70), firman-Nya:
وَ قَالُوۡا کُوۡنُوۡا ہُوۡدًا اَوۡ نَصٰرٰی تَہۡتَدُوۡا ؕ قُلۡ بَلۡ مِلَّۃَ  اِبۡرٰہٖمَ  حَنِیۡفًا ؕ وَ مَا کَانَ مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾ قُوۡلُوۡۤا اٰمَنَّا بِاللّٰہِ وَ مَاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡنَا وَ مَاۤ اُنۡزِلَ  اِلٰۤی  اِبۡرٰہٖمَ  وَ  اِسۡمٰعِیۡلَ وَ  اِسۡحٰقَ وَ یَعۡقُوۡبَ وَ الۡاَسۡبَاطِ وَ مَاۤ اُوۡتِیَ مُوۡسٰی وَ عِیۡسٰی وَ مَاۤ اُوۡتِیَ النَّبِیُّوۡنَ مِنۡ  رَّبِّہِمۡ ۚ  لَا نُفَرِّقُ بَیۡنَ اَحَدٍ مِّنۡہُمۡ ۫ۖ وَ نَحۡنُ لَہٗ مُسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾
Dan mereka berkata:  Jadilah kamu Yahudi atau Nasrani, baru-lah kamu akan mendapat petunjuk.” Katakanlah: “Tidak, bahkan turutilah agama Ibrahim  yang lurus,  dan  ia sekali-kali bukan dari golongan  orang-orang musyrik.”  Katakanlah olehmu: “Kami  beriman kepada Allah, dan kepada apa yang diturunkan kepada kami,   kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim,   Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan keturunannya, dan beriman kepada yang diberikan kepada Musa,  Isa, dan kepada apa yang diberikan kepada para nabiv dari Tuhan mereka,  kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, dan hanya kepada-Nya kami berserah diri.”  (Al-Baqarah [2]:136-137).
    Hanīf berarti: (1) orang yang berpaling dari kesesatan lalu memilih petunjuk (Mufradat); (2) orang yang dengan tetapnya mengikuti agama yang benar dan tidak pernah menyimpang darinya; (3) orang yang hatinya condong kepada Islam dengan sempurna dan tetap teguh di dalamnya (Lexicon Lane); (4) orang yang mengikuti agama Nabi Ibrahim a.s. (Aqrab-al-Mawarid); (5) orang yang beriman kepada semua nabi (Tafsir Ibnu Katsir).
     Kata anak-cucu di sini menunjuk kepada kedua belas suku Bani Israil yang masing-masing disebut menurut nama kedua belas putra Nabi Ya’qub a.s.. — Rubin, Simeon, Levi, Yehuda, Isakhar, Zebulon, Yusuf, Benyamin, Dan, Naftali, Gad dan Asyer (Kejadian 35:23-26, 49: 28).
     Kalimat “kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka“, hal itu sungguh menambah semarak keagungan Islam karena Islamlah satu-satunya agama yang mengakui nabi semua bangsa, sedangkan agama-agama lain membatasi kenabian hanya pada lingkungannya masing-masing.
   Sewajarnya Al-Quran hanya menyebut nama nabi-nabi yang dikenal oleh orang-orang Arab saja yang kepadanya pertama-tama ajaran Islam diberikan, tetapi Al-Quran membuat pernyataan umum yang maksudnya: “Tiada kaum yang kepadanya tidak pernah diutus seorang Pemberi peringatan”, berikut firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
اِنۡ  اَنۡتَ  اِلَّا  نَذِیۡرٌ ﴿﴾  اِنَّاۤ  اَرۡسَلۡنٰکَ بِالۡحَقِّ بَشِیۡرًا وَّ نَذِیۡرًا ؕ وَ اِنۡ  مِّنۡ  اُمَّۃٍ   اِلَّا خَلَا فِیۡہَا نَذِیۡرٌ﴿﴾  وَ اِنۡ یُّکَذِّبُوۡکَ فَقَدۡ کَذَّبَ الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ ۚ جَآءَتۡہُمۡ  رُسُلُہُمۡ بِالۡبَیِّنٰتِ وَ بِالزُّبُرِ وَ بِالۡکِتٰبِ الۡمُنِیۡرِ ﴿﴾  ثُمَّ  اَخَذۡتُ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا فَکَیۡفَ کَانَ نَکِیۡرِ ﴿﴾
Engkau tidak lain melainkan seorang pemberi peringatan.   Sesungguhnya Kami mengutus engkau dengan kebenaran  sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Dan tidak ada sesuatu kaum pun melainkan telah diutus kepada mereka seorang pemberi peringatan.  Dan jika mereka mendustakan engkau maka sungguh orang-orang sebelum mereka pun telah mendustakan, kepada mereka telah datang  rasul-rasul mereka dengan  Tanda-tanda yang jelas, dengan Kitab-kitab suci dan de-ngan Kitab yang menerangi.Kemudian Aku tangkap orang-orang yang kafir maka bagaimana mengerikannya penolakan terhadap-Ku! (Al-Fāthir [35]:24-27). Lihat pula QS.10:48; QS.13:8; QS.16:37.

Doa Nabi Ibrahim a.s. Ketika Mendirikan
Kembali Ka’bah Bersama Nabi Isma’il a.s.

     Kata-kata, “Kami tidak membedakan seorang di antara mereka” berarti bahwa seorang Muslim tidak membeda-bedakan berbagai nabi Allah dalam hal kenabian. Kata-kata itu hendaknya jangan dianggap mengandung arti bahwa semua nabi itu taraf keruhaniannya sama, paham demikian itu bertentangan dengan QS.2:254. Benarlah pernyataan Allah Swt. berikut  ini:
وَ جَاہِدُوۡا فِی اللّٰہِ حَقَّ جِہَادِہٖ ؕ ہُوَ اجۡتَبٰىکُمۡ وَ مَا جَعَلَ عَلَیۡکُمۡ فِی الدِّیۡنِ مِنۡ حَرَجٍ ؕ مِلَّۃَ  اَبِیۡکُمۡ اِبۡرٰہِیۡمَ ؕ ہُوَ سَمّٰىکُمُ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ۬ۙ مِنۡ قَبۡلُ وَ فِیۡ ہٰذَا  لِیَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ شَہِیۡدًا عَلَیۡکُمۡ وَ تَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ ۚۖ فَاَقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ  وَ اٰتُوا الزَّکٰوۃَ  وَ اعۡتَصِمُوۡا بِاللّٰہِ ؕ ہُوَ مَوۡلٰىکُمۡ ۚ فَنِعۡمَ الۡمَوۡلٰی وَ نِعۡمَ النَّصِیۡرُ ﴿﴾
Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad  yang sebenar-benarnya, Dia telah memilih kamu, dan Dia tidak menjadikan kesukaran padamu dalam urusan agama, Ikutilah agama bapakmu, Ibrahim, Dia telah memberi kamu nama Muslimin  dahulu dan dalam Kitab ini,  supaya Rasul itu menjadi saksi atas kamu  dan supaya kamu menjadi saksi atas umat manusia. Maka dirikanlah shalat, bayarlah zakat, dan berpegang teguhlah kepada Allah, Dia Pelindung kamu  maka Dia-lah sebaik-baik Pelindung  dan sebaik-baik Penolong. (Al-Hajj [22]:79).
     Kata-kata “Dia telah memberi kamu nama Muslimin, dahulu dan dalam Kitab ini,” menunjuk kepada nubuatan Yesaya: “maka engkau akan disebut dengan nama yang baharu, yang akan ditentukan oleh firman Tuhan .....” (Yesaya 62:2 dan 65:15). Sedangkan isyarat dalam kata-kata“dan dalam Kitab ini” ditujukan kepada doa  Nabi Ibrahim a.s. . yang dikutip dalam Al-Quran, yaitu:
رَبَّنَا وَ اجۡعَلۡنَا مُسۡلِمَیۡنِ لَکَ وَ مِنۡ ذُرِّیَّتِنَاۤ اُمَّۃً مُّسۡلِمَۃً  لَّکَ ۪ وَ اَرِنَا مَنَاسِکَنَا وَ تُبۡ عَلَیۡنَا ۚ اِنَّکَ اَنۡتَ التَّوَّابُ الرَّحِیۡمُ ﴿﴾
“Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua ini hamba yang menyerahkan diri kepada Engkau, dan juga dari anak-cucu kami jadikanlah satu umat yang tunduk kepada Engkau.  Sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat, Maha Penyayang”(Al-Baqarah [2]:129).
Selanjutnya Allah Swt. berfirman kepada umat Islam mengenai benarnya ke—Muslim-an yang mereka warisi dari Nabi Ibrahim a.s.:
فَاِنۡ اٰمَنُوۡا بِمِثۡلِ مَاۤ  اٰمَنۡتُمۡ  بِہٖ فَقَدِ اہۡتَدَوۡا ۚ وَ اِنۡ تَوَلَّوۡا فَاِنَّمَا ہُمۡ فِیۡشِقَاقٍ ۚ فَسَیَکۡفِیۡکَہُمُ اللّٰہُ ۚ وَ ہُوَ السَّمِیۡعُ  الۡعَلِیۡمُ ﴿﴾ؕ صِبۡغَۃَ اللّٰہِ ۚ وَ مَنۡ اَحۡسَنُ مِنَ اللّٰہِ صِبۡغَۃً  ۫ وَّ نَحۡنُ لَہٗ عٰبِدُوۡنَ ﴿﴾
Lalu jika mereka beriman sebagaimana kamu telah beriman kepadanya maka sungguh mereka telah mendapat petunjuk, dan  jika mereka berpaling  maka sesungguhnya mereka dalam permusuhan terhadap kamu, tetapi Allah segera mencukupi engkau untuk menghadapi mereka, dan Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.   Katakanlah: “Kami menganut agama  Allah, dan siapakah yang lebih baik daripada Allah dalam mengajarkan agama, dan kepada-Nya kami beribadah.” (Al-Baqarah [2]:138-139).
    Orang-orang Islam diperingatkan dalam ayat 138, jika orang-orang Yahudi dan Kristen sepakat dengan orang-orang Islam dalam anggapan bahwa agama itu bukan turunan, melainkan sebagai penerimaan atas semua petunjuk wahyu, maka tidak ada perbedaan yang pokok antara mereka, jika tidak demikian maka cara berfikir mereka jauh berbeda dan jurang lebar memisahkan mereka, dan tanggung jawab atas perpecahan serta permusuhan yang terjadi sebagai akibatnya terletak pada kaum Yahudi dan Kristen dan tidak pada kaum Muslim.

Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar,  5 Juni  2013  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar