بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 147
Setiap Umat Beragama Bertahan Pada “Kiblatnya” dan “Pemahaman Agamanya” Masing-masing
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam akhir Bab
sebelumnya telah dikemukakan
mengenai genapnya nubuatan Bible tentang
perpindahan kiblat dari Baitul-Muqadas
di Yersusalem ke Baitullah (Ka’bah)
di Mekkah, sesuatu nubuatan dalam Bible, firman-Nya:
قَدۡ نَرٰی
تَقَلُّبَ وَجۡہِکَ فِی السَّمَآءِ ۚ فَلَنُوَلِّیَنَّکَ قِبۡلَۃً تَرۡضٰہَا
۪ فَوَلِّ وَجۡہَکَ شَطۡرَ
الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ ؕ وَ حَیۡثُ مَا
کُنۡتُمۡ فَوَلُّوۡا وُجُوۡہَکُمۡ شَطۡرَہٗ ؕ وَ اِنَّ الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ
لَیَعۡلَمُوۡنَ اَنَّہُ الۡحَقُّ مِنۡ
رَّبِّہِمۡ ؕ وَ مَا اللّٰہُ بِغَافِلٍ عَمَّا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Sungguh Kami melihat engkau sering menengadahkan wajah engkau ke
langit, karena itu Kami niscaya akan memalingkan engkau ke arah Kiblat yang engkau
menyukainya, maka palingkanlah wajah
engkau ke arah Masjidilharam, dan di
mana pun kamu berada hadapkanlah wajahmu
ke arahnya. Dan
sesungguhnya orang-orang yang telah diberi kitab, mereka itu benar-benar mengetahui
bahwa sesungguhnya pemindahan kiblat ini adalah haq (kebenaran)
dari Tuhan mereka, dan Allah sekali-kali tidak lengah terhadap apa yang mereka
kerjakan (Al-Baqarah [2]:145).
Ketika berada di Mekkah, Nabi Besar Muhammad
Saw. atas perintah Ilahi menghadapkan wajah beliau saw. di waktu shalat ke
arah Baitulmuqadas di Yerusalem.
Tetapi oleh karena dalam hati sanubari beliau saw. menginginkan Ka’bah menjadi kiblat beliau -- dan beliau saw. pun mempunyai semacam firasat bahwa pada akhirnya keinginan
beliau saw. akan terkabul -- maka beliau saw. senantiasa mengambil tempat shalat yang sekaligus beliau saw.
dapat menghadap ke Baitulmuqadas di Yerusalem dan ke Ka’bah di Mekkah.
Tetapi ketika Nabi Besar Muhammad saw. hijrah
ke Medinah, mengingat letak kota, beliau saw. hanya dapat menghadap ke Baitulmuqadas saja. Dengan perubahan kiblat itu keinginan hati beliau saw. yang mendalam
itu menjadi lebih mendalam lagi dan meskipun karena menghargai perintah Allah Swt. beliausaw. tidak
mendoa bagi perubahan itu tetapi
beliau saw. dengan penuh harapan dan keinginan menengadah ke langit menanti perintah
mengenai perubahan itu. Itulah makna --
“Sungguh Kami melihat engkau sering menengadahkan wajah engkau ke
langit”
Nuwalliyannaka
berarti juga: “Kami akan menjadikan
engkau penguasa dan penjaga.” Ungkapan ini merupakan nubuatan berganda, yaitu bahwa akhirnya Ka’bah akan menjadi kiblat
semua orang dan bahwa pemilikan Ka’bah
pun akan jatuh ke tangan Nabi Besar Muhammad saw..
Kata-kata وَ حَیۡثُ
مَا کُنۡتُمۡ فَوَلُّوۡا وُجُوۡہَکُمۡ شَطۡرَہٗ -- “dan
di mana pun kamu berada hadapkanlah wajahmu ke arahnya”, itu berarti bahwa meskipun dalam keadaan biasa
kaum Muslimin diperintahkan menghadap ke Ka’bah
pada waktu shalat, tetapi kepentingan soal arah
itu sesungguhnya menempati urutan kedua. Perubahan kiblat ke Ka’bah itu dimaksudkan untuk mengadakan
dan memelihara persatuan dan keseragaman dalam persaudaraan umat Islam.
Setiap Umat Beragama Bertahan Pada “Kiblat” dan
“Pemahaman Agamanya” Masing-masing
Kalimat selanjutnya وَ اِنَّ الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ
لَیَعۡلَمُوۡنَ اَنَّہُ الۡحَقُّ مِنۡ
رَّبِّہِمۡ – “mereka itu benar-benar mengetahui bahwa sesungguhnya pemindahan kiblat ini adalah haq (kebenaran) dari Tuhan mereka,” menegaskan bahwa pada
hakikatnya golongan Ahli Kitab mengetahui dari nubuatan-nubuatan dalam Kitab-kitab suci mereka bahwa
dipindahkannya kiblat dari Baitul
Muqadas di Yerusalem ke Ka’bah
(Baitullah) di Mekkah adalah haq
(kebenaran). Lihat Kejadian
21:21; Yahya 4:21;
Yesaya 45:13; dan Ulangan
32:2.
Namun walau pun demikian pada kenyataannya
dan pada pelaksanaan genapnya nubuatan
tersebut mereka menolak melakukan perpindahan kiblat tersebut dengan berbagai alasan
yang batil (tidak benar), firman-Nya:
وَ لَئِنۡ
اَتَیۡتَ الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ بِکُلِّ اٰیَۃٍ مَّا تَبِعُوۡا
قِبۡلَتَکَ ۚ وَ مَاۤ اَنۡتَ بِتَابِعٍ قِبۡلَتَہُمۡ ۚ وَ مَا بَعۡضُہُمۡ بِتَابِعٍ قِبۡلَۃَ بَعۡضٍ ؕ وَ لَئِنِ
اتَّبَعۡتَ اَہۡوَآءَہُمۡ مِّنۡۢ بَعۡدِ مَا جَآءَکَ مِنَ الۡعِلۡمِ ۙ اِنَّکَ اِذًا لَّمِنَ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾ۘ
Dan jika
sekali pun engkau mendatangkan segala
macam Tanda kepada orang-orang yang diberi Kitab, mereka sekali-kali tidak akan mengikuti kiblat engkau dan engkau pun tidak akan menjadi pengikut
kiblat mereka, dan sebagian mereka
tidak akan menjadi pengikut kiblat
sebagian yang lain. Dan
jika engkau benar-benar mengikuti
keinginan mereka sesudah ilmu datang kepada engkau, sesungguhnya
jika demikian engkau benar-benar akan
termasuk orang-orang yang zalim. (Al-Baqarah [2]:146).
Ayat ini menunjuk kepada permusuhan orang-orang
Yahudi dan Kristen bukan saja
terhadap Islam, tetapi pula yang satu
terhadap yang lain. Orang-orang Yahudi
mempunyai Yerusalem sebagai kiblat mereka (Raja-raja 8:22-30;
Daniel 6:10; Zabur 5:7 dan Yunus 2:4); sedangkan kaum Samaria, cabang kaum Yahudi yang dipencilkan dan juga
menganut hukum syariat Nabi Musa a.s. mereka telah menetapkan bukit tertentu di Palestina yang disebut
Gerizim sebagai kiblat mereka (Commentary
on the New Testament by W. Walsham How D.D).
Orang-orang Kristen zaman permulaan mengikuti kiblat kaum Yahudi (Encyclopaedia Britanica, 14 th. edition, V. 676 dan Jewish Encyclpopaedia, VI,
53). Kaum Kristen dari Najran
melakukan kebaktian dalam masjid Nabi
Besar Muhammad saw. di Medinah dengan wajah menghadap ke Timur (Zurqani, IV, 41).
Jadi kaum Yahudi, kaum Samaria,
dan Kristen mengikuti kiblat yang berlainan disebabkan oleh iri hati dan permusuhan satu sama lain وَ مَا
بَعۡضُہُمۡ بِتَابِعٍ قِبۡلَۃَ بَعۡضٍ - “dan sebagian mereka tidak akan menjadi pengikut kiblat sebagian yang lain”
Dalam keadaan demikian sia-sialah mengharapkan mereka akan mengikuti kiblat
orang-orang Islam.
Kembali kepada nubuatan tentang “nabi yang seperti Musa” yang dibangkitkan dari antara “saudara Bani Israil” (Ulangan 18:15-20) – yakni Nabi Besar
Muhammad saw. yang berasal dari
keturunan Nabi Isma’il a.s. (Bani
Isma’il) -- sebenarnya golongan
Ahli Kitab tersebut sangat mengetahuinya bagaikan mengenal anak-anak mereka
sendiri, namun mereka karena alasan
kedengkian telah menyembunyikannya atau mengubah
maknanya atau berusaha menghilangkannya
dari Kitab-kitab suci mereka, firman-Nya:
اَلَّذِیۡنَ
اٰتَیۡنٰہُمُ الۡکِتٰبَ یَعۡرِفُوۡنَہٗ کَمَا یَعۡرِفُوۡنَ اَبۡنَآءَہُمۡ ؕ وَ
اِنَّ فَرِیۡقًا مِّنۡہُمۡ لَیَکۡتُمُوۡنَ الۡحَقَّ وَ ہُمۡ یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ؔ اَلۡحَقُّ
مِنۡ رَّبِّکَ فَلَا تَکُوۡنَنَّ مِنَ الۡمُمۡتَرِیۡنَ ﴿﴾٪
Orang-orang yang telah Kami beri
kitab, mereka mengenalnya sebagaimana mereka mengenal anak-anaknya, dan sesungguhnya segolongan dari mereka benar-benar menyembunyikan
kebenaran padahal mereka mengetahui. Al-haqq (Kebenaran)
ini dari Rabb (Tuhan) engkau, maka janganlah engkau termasuk orang-orang yang
ragu. (Al-Baqarah [2]:147-148).
Nabi Besar Muhammad Saw. Tidak
Pernah Merasa Ragu
atas Kenabiannya sebagai “Nabi
yang Seperti Musa”.
Kata ganti “nya” (atau dia) dalam
kalimat یَعۡرِفُوۡنَہٗ - “mereka mengenalnya” dapat
dianggap menunjuk kepada perubahan kiblat
atau kepada Nabi Besar Muhammad saw..
Anak kalimat itu berarti bahwa para Ahlul
Kitab mengetahui atas dasar nubuatan-nubuatan
yang terdapat dalam Kitab-kitab suci
mereka bahwa seorang nabi akan muncul
di tengah-tengah orang Arab yang akan
mempunyai hubungan istimewa dengan Ka’bah.
Dengan demikian benarlah firman Allah Swt. di awal Bab ini:
وَ اِنَّہٗ
لَتَنۡزِیۡلُ رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ؕ نَزَلَ
بِہِ الرُّوۡحُ الۡاَمِیۡنُ ﴿﴾ۙ عَلٰی قَلۡبِکَ لِتَکُوۡنَ مِنَ الۡمُنۡذِرِیۡنَ ﴿﴾ بِلِسَانٍ عَرَبِیٍّ مُّبِیۡنٍ ﴿﴾ؕ وَ
اِنَّہٗ لَفِیۡ زُبُرِ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿ ﴾ اَوَ لَمۡ
یَکُنۡ لَّہُمۡ اٰیَۃً اَنۡ
یَّعۡلَمَہٗ عُلَمٰٓؤُا بَنِیۡۤ
اِسۡرَآءِیۡلَ ﴿﴾ؕ
Dan sesungguhnya Al-Quran ini diturunkan
oleh Rabb (Tuhan) seluruh alam. Telah turun dengannya Ruh
yang terpercaya atas kalbu
engkau, supaya engkau
termasuk di antara para pemberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas. Dan sesungguhnya Al-Quran benar-benar tercantum di dalam kitab-kitab terdahulu. Dan tidakkah
ini merupakan satu Tanda bagi mereka bahwa ulama-ulama Bani Israil pun mengetahuinya? (Asy-Syu’arā [26]:193-198).
Kalimat terakhir dari firman Allah sebelumnya
“maka janganlah engkau termasuk orang-orang yang ragu”, firman-Nya:
اَلَّذِیۡنَ
اٰتَیۡنٰہُمُ الۡکِتٰبَ یَعۡرِفُوۡنَہٗ کَمَا یَعۡرِفُوۡنَ اَبۡنَآءَہُمۡ ؕ وَ
اِنَّ فَرِیۡقًا مِّنۡہُمۡ لَیَکۡتُمُوۡنَ الۡحَقَّ وَ ہُمۡ یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ؔ اَلۡحَقُّ
مِنۡ رَّبِّکَ فَلَا تَکُوۡنَنَّ مِنَ الۡمُمۡتَرِیۡنَ ﴿﴾٪
Orang-orang
yang telah Kami beri kitab, mereka
mengenalnya sebagaimana
mereka mengenal anak-anaknya,
dan sesungguhnya segolongan dari mereka
benar-benar menyembunyikan kebenaran padahal mereka mengetahui. Al-haqq (kebenaran)
ini dari Rabb (Tuhan) engkau, maka janganlah engkau termasuk orang-orang yang
ragu. (Al-Baqarah [2]:147-148).
Pernyataan Allah Swt. tersebut tidak
dapat diartikan bahwa Nabi Besar Muhammad saw. – na’ūdzubilLāh min dzālik --
merasa ragu berkenaan dengan kenabian beliau saw. sebagai “nabi
yang seperti Musa” (Ulangan 18:18; QS.46:11) mau pun
berkenaan dengan “perpindahan kiblat”
tersebut, sebab arti demikian bertentangan dengan firman Allah Swt.
sebelumnya mengenai hasrat keras beliau saw. mengenai Ka’bah (Baitullah) di Mekkah
sebagai kiblat bagi umat Islam, firman-Nya:
قَدۡ نَرٰی
تَقَلُّبَ وَجۡہِکَ فِی السَّمَآءِ ۚ فَلَنُوَلِّیَنَّکَ قِبۡلَۃً تَرۡضٰہَا
۪ فَوَلِّ وَجۡہَکَ شَطۡرَ
الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ ؕ وَ حَیۡثُ مَا
کُنۡتُمۡ فَوَلُّوۡا وُجُوۡہَکُمۡ شَطۡرَہٗ ؕ وَ اِنَّ الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ
لَیَعۡلَمُوۡنَ اَنَّہُ الۡحَقُّ مِنۡ
رَّبِّہِمۡ ؕ وَ مَا اللّٰہُ بِغَافِلٍ عَمَّا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Sungguh Kami melihat engkau sering menengadahkan wajah engkau ke
langit, karena itu Kami niscaya akan memalingkan engkau ke arah Kiblat yang engkau
menyukainya, maka palingkanlah wajah
engkau ke arah Masjidilharam, dan di
mana pun kamu berada hadapkanlah wajahmu
ke arahnya. Dan
sesungguhnya orang-orang yang telah diberi kitab, mereka itu benar-benar mengetahui
bahwa sesungguhnya pemindahan kiblat ini adalah haq (kebenaran)
dari Tuhan mereka, dan Allah sekali-kali tidak lengah terhadap apa yang mereka
kerjakan (Al-Baqarah [2]:145).
Tantangan Melakukan Mubahalah (Tanding Doa)
Menafikan Faham Tindakan Kekerasan
Berikut ini beberapa ayat Al-Quran
lainnya yang menggunakan kata “mumtarīna” (orang yang ragu) berkenaan dengan haq
(kebenaran) yang turun kepada Nabi Besar Muhammad saw., padahal yang dimaksud oleh kalimat tersebut bukanlah Nabi Besar Muhammad saw. melainkan para penentang beliau saw. yang selalu meragukan
hujjah mau pun tanda-tanda
kebenaran Nabi Besar Muhammad saw. yang sangat
jelas sekali pun (QS.6:112-114), berikut adalah firman Allah Swt. mengenai tantangan melakukan mubahalah (bertanding doa) yang diajukan oleh Nabi Besar Muhammad saw. sebagai cara terakhir yang paling aman dalam meminta keputusan Allah Swt. untuk menentukan pihak yang benar dan pihak yang batil (palsu)::
اَلۡحَقُّ
مِنۡ رَّبِّکَ فَلَا تَکُنۡ مِّنَ الۡمُمۡتَرِیۡنَ ﴿﴾ فَمَنۡ حَآجَّکَ فِیۡہِ مِنۡۢ بَعۡدِ مَا
جَآءَکَ مِنَ الۡعِلۡمِ فَقُلۡ تَعَالَوۡا نَدۡعُ اَبۡنَآءَنَا وَ
اَبۡنَآءَکُمۡ وَ نِسَآءَنَا وَ نِسَآءَکُمۡ وَ اَنۡفُسَنَا وَ اَنۡفُسَکُمۡ ۟
ثُمَّ نَبۡتَہِلۡ فَنَجۡعَلۡ لَّعۡنَتَ اللّٰہِ عَلَی الۡکٰذِبِیۡنَ ﴿﴾ اِنَّ ہٰذَا لَہُوَ الۡقَصَصُ الۡحَقُّ ۚ
وَ مَا مِنۡ اِلٰہٍ اِلَّا اللّٰہُ ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ لَہُوَ
الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ فَاِنۡ تَوَلَّوۡا
فَاِنَّ اللّٰہَ عَلِیۡمٌۢ
بِالۡمُفۡسِدِیۡنَ ﴿٪﴾
Kebenaran (al-haqq) ini dari Tuhan engkau maka janganlah engkau termasuk orang-orang yang
ragu. Tetapi barangsiapa
membantah engkau mengenainya setelah datang
kepada engkau ilmu maka katakanlah: “Marilah
kita panggil anak-anak laki-laki kami dan anak-anak laki-laki kamu, perempuan-perempuan kami dan
perempuan-perempuan kamu, orang-orang kami dan orang-orang kamu, kemudian kita
berdoa supaya laknat Allah menimpa
orang-orang yang berdusta.” Sesungguhnya ini benar-benar kisah yang haq
(benar), dan sekali-kali tidak ada Tuhan
yang patut disembah kecuali Allah, dan sesungguhnya Allah,
Dia benar-benar Maha Perkasa,
Maha Bijaksana. Lalu jika mereka berpaling maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui orang-orang yang
berbuat kerusakan. (Āli
‘Imran [3]:61-64).
Pembahasan ajaran Kristen
yang digarap oleh Surah Āli ‘Imran ini
telah berakhir dalam ayat 62 ini. Rujukan
itu, seperti telah disebut di atas, tertuju kepada suatu utusan orang-orang
Kristen dari Najran, terdiri atas 40 orang dipimpin oleh kepala kabilah
mereka ‘Abd-al-Masih, yang terkenal
dengan nama Al-’Āqib. Mereka
menjumpai Nabi Besar Muhammad saw. di masjid
beliau, dan pertukaran pikiran tentang akidah yang dinamakan mereka ketuhanan Isa berlangsung beberapa lama.
Ketika masalahnya telah dibahas
secukupnya dan para anggota delegasi ternyata masih tetap berpegang pada ajaran mereka, maka Nabi Besar Muhammad saw. mematuhi perintah Ilahi yang tercantum dalam ayat ini, sebagai langkah penghabisan mengajak mereka
untuk ikut serta dengan beliau saw. dalam semacam adu kekuatan doa dan yang secara teknis disebut mubahalah, yakni menyeru agar kutukan Allah Swt. menimpa penganut kepercayaan palsu.
Tetapi karena orang-orang Kristen
itu tidak
merasa yakin mengenai dasar kepercayaan
mereka maka mereka menolak
menerima tantangan itu, dengan
demikian secara tidak langsung mengakhiri kepalsuan
akidah mereka (Zurqani).
Cara Islami yang diperintahkan Allah
Swt. kepada Nabi Besar Muhammad saw.
untuk memutuskan yang haq (benar) dan yang batil (palsu) tersebut sama sekali menggugurkan faham sesat melakukan tindak kekerasan dalam menyikapi perbedaan faham yang marak di Akhir Zaman ini.
Secara sambil lalu baiklah
disebutkan bahwa sewaktu berlangsung tukar pikiran dengan delegasi Kristen dari
Najran itu, Nabi Besar Muhammad saw. mengizinkan
mereka melakukan sembahyang di masjid
beliau dengan cara mereka sendiri,
dan mereka melakukan dengan menghadap ke timur, suatu sikap toleransi keagamaan yang tiada taranya,
dalam sejarah agama (Zurqani).
Makna ‘Ilm (Ilmu
Pengetahuan)
Yang Diperselisihkan Golongan Ahli Kitab
Selanjutnya Allah Swt. berfirman
mengenai kata “mumtarīna” (orang yang
ragu) sehubungan dengan penolakan
terhadap Nabi Besar Muhammad saw. dan
Al-Quran:
اَفَغَیۡرَ اللّٰہِ
اَبۡتَغِیۡ حَکَمًا وَّ ہُوَ الَّذِیۡۤ اَنۡزَلَ اِلَیۡکُمُ الۡکِتٰبَ
مُفَصَّلًا ؕ وَ الَّذِیۡنَ اٰتَیۡنٰہُمُ الۡکِتٰبَ یَعۡلَمُوۡنَ اَنَّہٗ مُنَزَّلٌ
مِّنۡ رَّبِّکَ
بِالۡحَقِّ فَلَا تَکُوۡنَنَّ مِنَ الۡمُمۡتَرِیۡنَ ﴿﴾
Katakanlah: “Apakah aku harus mencari hakim
yang bukan-Allah, padahal Dia-lah Yang telah menurunkan kepada
kamu Kitab dengan penjelasan terinci?
Dan orang-orang yang telah Kami beri Kitab, mereka itu mengetahui sesungguhnya Kitab itu diturunkan dari Tuhan eng-kau
dengan sebenarnya, maka janganlah
engkau termasuk orang-orang yang ragu.
(Al-An’ām [6]:115).
“Kitab” dalam ayat tersebut dapat juga mengacu kepada Al-Quran sebab tidak hanya Kitab-kitab Suci terdahulu saja, tetapi
juga Al-Quran sendiri memberikan kesaksian terhadap kebenaran Nabi Besar
Muhammad saw.. Al-Quran
mengandung ajaran-ajaran yang
sungguhpun berlawanan dengan pendapat-pendapat dan kepercayaan-kepercayaan yang populer
saat itu, namun orang-orang yang sehat
akalnya – yang terhadap mereka ajaran-ajaran
ini dibacakan dan diterangkan -- terpaksa mengakui bahwa ajaran-ajaran itu memang masuk akal.
Kemudian Allah Swt.
berfirman lagi mengenai kedengkian Bani Israil kepada Nabi Besar Muhammad saw. yang muncul di kalangan "saudara mereka" yaitu Bani Isma'il :
وَ لَقَدۡ
بَوَّاۡنَا بَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ
مُبَوَّاَ صِدۡقٍ وَّ رَزَقۡنٰہُمۡ مِّنَ الطَّیِّبٰتِ ۚ فَمَا اخۡتَلَفُوۡا
حَتّٰی جَآءَہُمُ الۡعِلۡمُ ؕ اِنَّ رَبَّکَ یَقۡضِیۡ بَیۡنَہُمۡ یَوۡمَ
الۡقِیٰمَۃِ فِیۡمَا کَانُوۡا فِیۡہِ
یَخۡتَلِفُوۡنَ ﴿﴾ فَاِنۡ کُنۡتَ
فِیۡ شَکٍّ مِّمَّاۤ اَنۡزَلۡنَاۤ اِلَیۡکَ فَسۡـَٔلِ الَّذِیۡنَ یَقۡرَءُوۡنَ
الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلِکَ ۚ لَقَدۡ جَآءَکَ الۡحَقُّ مِنۡ رَّبِّکَ فَلَا
تَکُوۡنَنَّ مِنَ الۡمُمۡتَرِیۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ لَا تَکُوۡنَنَّ مِنَ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِ اللّٰہِ فَتَکُوۡنَ
مِنَ الۡخٰسِرِیۡنَ ﴿﴾ اِنَّ الَّذِیۡنَ حَقَّتۡ عَلَیۡہِمۡ کَلِمَتُ رَبِّکَ
لَا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿ۙ﴾
Dan sungguh
Kami benar-benar telah
menempatkan Bani Israil di tempat
yang baik dan Kami merezekikan kepada mereka
barang-barang yang baik, maka mereka
tidak berselisih hingga datang
kepada mereka pengetahuan, sesungguhnya Tuhan engkau akan
memberi keputusan di antara mereka pada Hari Kiamat dalam hal apa yang
senantiasa mereka perselisihkan. Maka jika engkau ada dalam keraguan mengenai apa yang telah Kami turunkan kepada
engkau maka tanyalah orang-orang yang membaca Kitab sebelum engkau. Sungguh haq (kebenaran) benar-benar telah datang kepada engkau dari
Rabb (Tuhan) engkau, karena itu janganlah engkau termasuk orang-orang yang
ragu. Dan janganlah
engkau termasuk di antara orang-orang yang telah mendustakan Tanda-tanda Allah,
maka engkau akan termasuk di antara
orang-orang yang rugi. (Yunus [10]:94-96).
Yang
dimaksud dengan ‘ilm (ilmu
pengetahuan) dapat merujuk kepada Nabi
Besar Muhammad saw. dan dapat juga kepada Al-Quran, sebab kedua hal itulah yang menjadi “obyek perselisihan”
di kalangan Bani Israil. Dan
kalimat “Maka jika engkau ada dalam
keraguan mengenai apa yang telah Kami turunkan kepada engkau maka tanyalah
orang-orang yang membaca Kitab sebelum engkau” sesuai dengan firman
Allah Swt. dalam Surah Asy-Syu’arā
yang telah dikemukakan sebelumnya:
وَ اِنَّہٗ
لَتَنۡزِیۡلُ رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ؕ نَزَلَ
بِہِ الرُّوۡحُ الۡاَمِیۡنُ ﴿﴾ۙ عَلٰی قَلۡبِکَ لِتَکُوۡنَ مِنَ الۡمُنۡذِرِیۡنَ ﴿﴾ بِلِسَانٍ عَرَبِیٍّ مُّبِیۡنٍ ﴿﴾ؕ وَ
اِنَّہٗ لَفِیۡ زُبُرِ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿ ﴾ اَوَ لَمۡ
یَکُنۡ لَّہُمۡ اٰیَۃً اَنۡ
یَّعۡلَمَہٗ عُلَمٰٓؤُا بَنِیۡۤ
اِسۡرَآءِیۡلَ ﴿﴾ؕ
Dan sesungguhnya Al-Quran ini diturunkan
oleh Rabb (Tuhan) seluruh alam. Telah turun dengannya Ruh
yang terpercaya atas kalbu
engkau, supaya engkau
termasuk di antara para pemberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas. Dansesungguhnya Al-Quran benar-benar tercantum di dalam kitab-kitab terdahulu. Dan tidakkah
ini merupakan satu Tanda bagi mereka bahwa ulama-ulama Bani Israil pun mengetahuinya? (Asy-Syu’arā [26]:193-198).
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai sangat dikenalnya nubuatan-nubuatan dalam Bible tentang Nabi Besar Muhammad saw. sebagai "nabi yang seperti Musa":
اَلَّذِیۡنَ
اٰتَیۡنٰہُمُ الۡکِتٰبَ یَعۡرِفُوۡنَہٗ کَمَا یَعۡرِفُوۡنَ اَبۡنَآءَہُمۡ ؕ وَ
اِنَّ فَرِیۡقًا مِّنۡہُمۡ لَیَکۡتُمُوۡنَ الۡحَقَّ وَ ہُمۡ یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ؔ اَلۡحَقُّ
مِنۡ رَّبِّکَ فَلَا تَکُوۡنَنَّ مِنَ الۡمُمۡتَرِیۡنَ ﴿﴾٪
Orang-orang yang telah Kami beri
kitab, mereka mengenalnya sebagaimana mereka mengenal anak-anaknya, dan sesungguhnya segolongan dari mereka benar-benar menyembunyikan
kebenaran padahal mereka mengetahui. Al-haq (kebenaran)
ini dari Tuhan engkau, maka janganlah engkau termasuk orang-orang yang
ragu. (Al-Baqarah [2]:147-148).
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa seruan “karena itu janganlah engkau termasuk orang-orang yang ragu” bukan ditujukan
kepada Nabi Besar Muhammad saw., tetapi kepada setiap pembaca Al-Quran – terutama
para penentang Nabi Besar Muhammad saw. dan Al-Quran -- tidak pula kata-kata “telah Kami turunkan
kepada engkau” menunjukkan bahwa seruan itu tertuju kepada beliau saw.,
sebab di berbagai tempat dalam Al-Quran disebutkan bahwa Al-Quran diturunkan kepada semua orang (QS.2:137; QS.21:11). Ayat
yang langsung menyusul berikutnya pun mendukung pandangan ini, sebab tidak
mungkin Nabi Besar Muhammad saw. termasuk golongan orang-orang “yang
menolak Tanda-tanda dari Allah”.
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 29 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar