بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 157
Hubungan ”Dua
Anak Yatim” dengan “Khazanah di Bawah
Dinding” dan Makna Dijadikan “Kera”
dan “Babi”
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai hubungan “pembunuhan
pemuda” perubahan keadaan nafs (jiwa) manusia dari nafs
Ammarah menjadi nafs Lawwamah,
lalu meraih keadaan nafs Muthmainnah
(jiwa yang tentram), firman-Nya:
وَ اَمَّا الۡغُلٰمُ فَکَانَ
اَبَوٰہُ مُؤۡمِنَیۡنِ فَخَشِیۡنَاۤ اَنۡ یُّرۡہِقَہُمَا طُغۡیَانًا وَّ کُفۡرًا ﴿ۚ﴾ فَاَرَدۡنَاۤ اَنۡ یُّبۡدِلَہُمَا رَبُّہُمَا خَیۡرًا مِّنۡہُ زَکٰوۃً وَّ اَقۡرَبَ رُحۡمًا ﴿﴾
"Dan adapun anak muda itu kedua
orang tuanya adalah orang-orang yang
beriman maka kami khawatir bahwa
dia akan melibatkan kedua orangtuanya
ke dalam pelanggaran dan kekafiran. Maka
kami menginginkan supaya Tuhan mereka akan mengganti kepada mereka berdua anak yang lebih baik daripada dia dalam kesucian dan lebih dekat dalam kasih-sayang.
(Al-Kahf [18]:81-82).
Selanjutnya “hamba Allah” tersebut menjelaskan makna “dinding” milik dua anak yatim yang berada dalam kota, firman-Nya:
وَ اَمَّا
الۡجِدَارُ فَکَانَ لِغُلٰمَیۡنِ یَتِیۡمَیۡنِ فِی
الۡمَدِیۡنَۃِ وَ کَانَ تَحۡتَہٗ کَنۡزٌ لَّہُمَا وَ
کَانَ اَبُوۡہُمَا
صَالِحًا ۚ فَاَرَادَ رَبُّکَ اَنۡ یَّبۡلُغَاۤ اَشُدَّہُمَا وَ یَسۡتَخۡرِجَا
کَنۡزَہُمَا ٭ۖ رَحۡمَۃً مِّنۡ رَّبِّکَ ۚ وَ مَا
فَعَلۡتُہٗ عَنۡ اَمۡرِیۡ ؕ ذٰلِکَ تَاۡوِیۡلُ مَا
لَمۡ تَسۡطِعۡ عَّلَیۡہِ صَبۡرًا ﴿ؕ٪﴾
"Dan ada pun dinding itu maka ia adalah milik dua orang anak laki-laki yatim di kota itu, dan di bawah dinding itu terpendam harta milik mereka berdua,
sedangkan ayah keduanya adalah seorang
yang saleh, maka Tuhan engkau menghendaki
supaya kedua anak itu sampai
kepada kedewasaannya dan keduanya
akan mengeluarkan harta mereka,
sebagai suatu rahmat dari Tuhan engkau,
dan aku sama sekali tidak berbuat
atas kemauanku sendiri. Demikianlah ta'wil dari apa yang engkau
tidak sanggup bersabar mengenainya. (Al-Kahf [18]:83).
Maksud ۚ وَ مَا فَعَلۡتُہٗ عَنۡ اَمۡرِیۡ -- “dan
aku sama sekali tidak berbuat atas kemauanku sendiri”, hal itu
dikerjakan atas perintah Allah Swt.,
hal tersebut sesuai dengan firman Allah Swt. mengenai perkataan dan perbuatan Nabi
Besar Muhammad saw. berkenaan dengan peristiwa mi'raj:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿۱﴾ وَ النَّجۡمِ
اِذَا ہَوٰی ۙ﴿﴾ مَا ضَلَّ صَاحِبُکُمۡ وَ مَا غَوٰی ۚ﴿﴾
وَ مَا
یَنۡطِقُ عَنِ الۡہَوٰی ؕ﴿﴾ اِنۡ ہُوَ
اِلَّا وَحۡیٌ یُّوۡحٰی
ۙ﴿﴾ عَلَّمَہٗ
شَدِیۡدُ الۡقُوٰی ۙ﴿﴾ ذُوۡ مِرَّۃٍ ؕ
فَاسۡتَوٰی ۙ﴿﴾ وَ ہُوَ بِالۡاُفُقِ الۡاَعۡلٰی ؕ﴿﴾ ثُمَّ دَنَا فَتَدَلّٰی ۙ﴿﴾
فَکَانَ قَابَ
قَوۡسَیۡنِ اَوۡ اَدۡنٰی ۚ﴿۹﴾ فَاَوۡحٰۤی
اِلٰی عَبۡدِہٖ مَاۤ اَوۡحٰی
﴿ؕ﴾ مَا کَذَبَ الۡفُؤَادُ مَا
رَاٰی ﴿﴾ اَفَتُمٰرُوۡنَہٗ
عَلٰی مَا یَرٰی ﴿﴾ وَ لَقَدۡ
رَاٰہُ نَزۡلَۃً اُخۡرٰی
﴿ۙ﴾ عِنۡدَ سِدۡرَۃِ الۡمُنۡتَہٰی ﴿﴾
عِنۡدَہَا
جَنَّۃُ الۡمَاۡوٰی
﴿ؕ﴾ اِذۡ یَغۡشَی السِّدۡرَۃَ مَا یَغۡشٰی
﴿ۙ﴾ مَا زَاغَ
الۡبَصَرُ وَ مَا طَغٰی ﴿﴾ لَقَدۡ رَاٰی
مِنۡ اٰیٰتِ رَبِّہِ الۡکُبۡرٰی ﴿﴾
Aku
baca dengan nama Allah, Maha Pemurah,
Maha Penyayang. Demi bintang apabila
jatuh. Tidaklah sesat sahabat kamu dan tidak pula keliru.
Dan ia sekali-kali tidak berkata-kata menuruti keinginannya. Perkataannya
itu tidak lain melainkan wahyu yang
diwahyukan. Tuhan Yang Mahakuat Perkasa mengajarinya, Pemilik Kekuatan, lalu
Dia bersemayam di atas ‘Arasy, Dan Dia mewahyukan Kalam-Nya ketika ia,
Rasulullah, berada di ufuk tertinggi. Kemudian
ia, Rasulullah, men-dekati Allah,
lalu Dia kian dekat kepadanya,
maka jadilah ia seakan-akan seutas
tali dari dua buah busur, atau lebih
dekat lagi. Lalu Dia
mewahyukan kepada hamba-Nya apa yang telah Dia wahyukan. Hati Rasulullah sekali-kali tidak berdusta apa yang dia lihat.
Maka apakah kamu membantahnya mengenai apa yang telah dia lihat? Dan
sungguh dia benar-benar melihat-Nya kedua kali, dekat pohon
Sidrah tertinggi, yang di dekatnya ada surga, tempat tinggal. Ketika pohon
Sidrah diselu-bungi oleh sesuatu yang menyelubungi, Penglihatannya sekali-kali tidak menyimpang dan tidak pula melantur. Sungguh ia
benar-benar melihat Tanda paling besar dari Tanda-tanda Tuhan-Nya. (An-Najm [53]:1-19).
Kasyaf
mengenai isra Nabi Musa a.s. mengisyaratkan kepada kenyataan bahwa
karena ajaran-ajaran Islam
berlandaskan pada peraturan-peraturan
dan asas-asas yang pada dasarnya berbeda dari beberapa asas hukum Musawi maka kerjasama
yang hakiki dan sejati karena itu tidak mungkin terjalin kerjasama di antara orang-orang Yahudi dan
orang-orang Islam.
Para Pewaris Taurat dan Injil &
Makna Kalimat “Jadilah Kera yang Hina”
Anak-anak
yatim adalah Nabi Musa.s. dan
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. sedangkan ayah
mereka yang shalih adalah Nabi Ibrahim a.s.. Ada pun khazanah mereka ialah ajaran-ajaran sejati yang diwariskan oleh mereka kepada kaumnya – kaum Yahudi dan Nasrani -- dan khazanah
itu ada dalam bahaya akan hilang lenyap disebabkan mental tidak beragama dari kaum-kaum itu. Khazanah itu telah dipelihara
dalam Al-Quran dengan tujuan agar
bila mereka tergugah untuk menyadari kebenaran ajaran Al-Quran, mereka dapat
menerimanya.
Namun dalam kenyataannya ketika Nabi Besar Muhammad
saw. diutus menggenapi berbagai nubuatan
dalam Bible, maka sebagaimana halnya
Nabi Musa a.s. tidak mampu bersabar
melihat berbagai “tindakan aneh” yang
dilakukan oleh “hamba Allah”
tersebut, demikian pula orang-orang Yahudi dan Kristen yang mendakwakan diri sebagai
para pengikut Nabi Musa a.s. dan Nabi
Isa Ibnu Maryam a.s. (Yesus Kritus) mereka mendustakan
dan menentang Nabi Besar Muhammad
saw. dan
agama Islam (Al-Quran) -- sebagaimana yang dilakukan oleh “hamba Allah” ajaran pokoknya ada 3 macam, yaitu (1) “melubangi perahu”, (2) “membunuh pemuda”, (3) “mendirikan dinding yang hampir roboh“
tanpa “minta upah”.
Berikut firman Allah Swt. mengenai para pewaris Taurat dan Injil yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa Ibnu
Maryam a.s.:
فَلَمَّا عَتَوۡا عَنۡ مَّا نُہُوۡا عَنۡہُ قُلۡنَا لَہُمۡ کُوۡنُوۡا
قِرَدَۃً خٰسِئِیۡنَ ﴿﴾
Maka
tatkala mereka melanggar apa yang dilarang untuk mengerjakannya,
Kami berfirman kepada mereka: ”Jadilah
kamu kera-kera yang hina!”(Al-A’rāf [7]:167).
Dalam Surah lain
lain Allah Swt. berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw. mengenai mereka:
قُلۡ
یٰۤاَہۡلَ الۡکِتٰبِ ہَلۡ تَنۡقِمُوۡنَ مِنَّاۤ اِلَّاۤ اَنۡ اٰمَنَّا بِاللّٰہِ وَ
مَاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡنَا وَ مَاۤ اُنۡزِلَ مِنۡ قَبۡلُ ۙ وَ اَنَّ اَکۡثَرَکُمۡ
فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾ قُلۡ ہَلۡ اُنَبِّئُکُمۡ بِشَرٍّ مِّنۡ ذٰلِکَ
مَثُوۡبَۃً عِنۡدَ اللّٰہِ ؕ مَنۡ لَّعَنَہُ اللّٰہُ وَ غَضِبَ عَلَیۡہِ وَ جَعَلَ
مِنۡہُمُ الۡقِرَدَۃَ وَ الۡخَنَازِیۡرَ
وَ عَبَدَ الطَّاغُوۡتَ ؕ اُولٰٓئِکَ شَرٌّ مَّکَانًا وَّ اَضَلُّ
عَنۡ سَوَآءِ السَّبِیۡلِ﴿﴾
Katakanlah:
“Hai Ahli Kitab, mengapa kamu membenci serta mencela kami hanya karena kami telah beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami dan kepada apa yang diturunkan sebelum ini, padahal sesungguhnya kebanyakan kamu orang-orang durhaka?” Katakanlah: “Maukah aku beritahukan kepada kamu yang lebih buruk daripada itu mengenai
pembalasan dari sisi Allah? Yaitu
orang-orang yang dilaknati Allah,
kepadanya Dia murka dan menjadikan sebagian dari mereka kera-kera, babi-babi dan yang
menyembah syaitan.
Mereka itu berada di tempat yang buruk dan tersesat
jauh dari jalan lurus. (Al-Māidah
[5]:60-61).
Makna Kiasan “kera”, “Babi” dan “Penyembah Syaitan”
Kata-kata “kera” dan “babi”
telah dipergunakan di sini dalam artian kiasan.
Kebiasaan tertentu merupakan ciri khas
binatang-binatang tertentu pula.
Ciri-ciri khas itu tidak dapat digambarkan sepenuhnya kalau binatang yang mempunyai kebiasaan
itu tidak disebut namanya dengan jelas. Kera
terkenal karena sifat penirunya dan babi ditandai oleh kebiasaan-kebiasaan kotor dan tidak
bermalu dan juga oleh kebodohannya.
Ungkapan, “yang menyembah kepada syaitan,” menunjukkan bahwa kata-kata “kera” dan “babi” telah dipergunakan di sini secara kiasan.
Sungguh sangat logis, jika umat beragama telah meninggalkan ajaran agamanya yang bersumber dari Allah Swt. -- terutama agama Islam (Al-Quran) -- maka mereka akan menjadi "umat peniru" kehidupan orang-orang duniawi, dari dari segi watak secra kebiasaan seakan-akan mereka menjadi "kera" dan "babi" serta penyembah syaitan hawa nafsu kebinatangan.
Sehubungan dengan hal tersebut Nabi Besar Muhammad saw. bersabda bahwa jika suatu kaum meniru-niru kebiasaan kaum-kaum lain maka kaum tersebut akan menjadi kaum-kaum yang ditirunya, seperti halnya kera yang bisa meniru-niru gerakan-gerakan yang dilakukan manusia, kecuali berbicara, seperti kera-kera pelaku "topeng monyet"
Jadi,
Allah Swt. dalam Al-Quran telah menggunakan kata “kera” secara kiasan, artinya bahwa orang-orang Bani Israil yang durhaka menjadi nista dan
hina seperti kera, perubahannya tidak dalam wujud
dan bentuk melainkan dalam watak
dan jiwa. “Mereka tidak
sungguh-sungguh diubah menjadi kera, hanya hatinya yang diubah” (Mujahid). “Allah Swt. telah
memakai ungkapan itu secara kiasan” (Tafsir Ibnu Katsir).
Bila Al-Quran memaksudkan perubahan wujudnya menjadi kera maka kata yang biasa dipergunakan
adalah khashi'ah, bukan khasi’in, yang dipakai untuk wujud-wujud berakal. Penggunaan kata khasi’in itu dimaksudkan untuk
menegaskan bahwa sebagaimana kera itu
binatang hina, begitu pula
orang-orang durhaka di kalangan Bani Israil senantiasa akan dihinakan di dunia ini, dan sungguh pun
mereka mempunyai sumber-sumber daya besar
dalam harta dan pendidikan, mereka tidak akan memiliki
suatu kubu pertahanan di bumi secara
permanen, arti akar kata menunjukkan kenistaan
dan kehinaan dan pula kerendahan martabat.
Selama 2000 tahun orang-orang Yahudi menjadi bangsa yang
berserakan di beragai pelosok dunia
karena bangsa tersebut tidak memiliki negara sejak tahun 70 sM
sampai tahun 1948 ketika mereka kembali lagi ke Palestina dan mendirikan neraga
Isrel (QS.21:105) -- akibat upaya pembunuhan
terhadap Nabi Isa Ibnu Maryam melalui penyaliban
(QS.4:158-159; QS.17:5-8) -- merupakan kenyataan
sejarah yang membuktikan benarnya firman Allah Swt. dalam Al-Quran.
Mengenai kenyataan tersebut
selanjutnya Allah Swt. berfirman tentang berbagai bentuk kehinaan yang ditimpakan
Allah Swt. kepada Bani Israil melalui
bangsa-bangsa asing yang memiliki kebencian terhadap mereka adalah raja Nebukadnezar dari Babilonia
dan panglima Titus dari kerajaan
Romawi, dan contohnya yang paling akhir peristiwa holocaust
yang dilakukan Adolf Hitler, pemimpin Nazi
Jerman terhadap orang-orang Yahudi pada Perang Dunia II, firman-Nya:
وَ اِذۡ
تَاَذَّنَ رَبُّکَ لَیَبۡعَثَنَّ عَلَیۡہِمۡ اِلٰی یَوۡمِ الۡقِیٰمَۃِ مَنۡ
یَّسُوۡمُہُمۡ سُوۡٓءَ الۡعَذَابِ ؕ اِنَّ
رَبَّکَ لَسَرِیۡعُ الۡعِقَابِ ۚۖ وَ اِنَّہٗ
لَغَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾ وَ قَطَّعۡنٰہُمۡ فِی الۡاَرۡضِ اُمَمًا ۚ مِنۡہُمُ
الصّٰلِحُوۡنَ وَ مِنۡہُمۡ دُوۡنَ ذٰلِکَ ۫ وَ بَلَوۡنٰہُمۡ بِالۡحَسَنٰتِ وَ
السَّیِّاٰتِ لَعَلَّہُمۡ یَرۡجِعُوۡنَ ﴿﴾
Dan
ingatlah ketika Tuhan engkau
mengumumkan bahwa niscaya Dia akan mengutus kepada mereka
orang-orang yang akan menimpakan
kepada mereka azab yang sangat buruk
hingga Hari Kiamat. Sesungguhnya Tuhan engkau benar-benar sangat cepat dalam
menghukum dan
sesungguhnya Dia benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang. Dan Kami membagi mereka menjadi berbagai bangsa yang terpsah-pisah di bumi. Di antara mereka ada orang-orang yang saleh, dan di
antara mereka ada yang tidak demikian.
Dan Kami menguji mereka dengan berbagai
kebaikan dan keburukan supaya
mereka kembali kepada yang haq.
(Al-A’rāf
[7]:168-169).
Ayat ini dan juga beberapa
ayat berikutnya menunjukkan bahwa kaum yang dikatakan sebagai “kera-kera
yang hina” dalam ayat sebelumnya itu tidak sungguh-sungguh berubah menjadi kera, melainkan mereka itu tetap makhluk
manusia walaupun mereka menjalani
peri kehidupan yang hina dan
dipandang rendah oleh orang-orang (bangsa-bangsa)
lain juga.
Jelas
dari beberapa ayat Al-Quran bahwa Allah Swt. sangat lambat dalam menghukum
orang-orang durhaka. Dia berkali-kali
memberi tenggang waktu kepada mereka.
Kata-kata itu dimaksudkan bahwa bila pada akhirnya hukuman ditetapkan menimpa satu kaum, hukuman itu datangnya cepat
dan tak ada sesuatu yang dapat memperlambat kedatangannya serta sangat mengerikan.
Dua Kali Hukuman Allah Swt. &
Kutukan Nabi Daud a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
Mengenai hal tersebut berikut adalah firman Allah Swt. tentang 2 kali hukuman Allah Swt. kepada Bani Israil (QS.17:5-8), sebagai
penggenapan kutukan Nabi Isa Ibnu
Maryam a.s. (QS.5:79-82), dan sesuai dengan ayat وَ اِذۡ
تَاَذَّنَ رَبُّکَ لَیَبۡعَثَنَّ عَلَیۡہِمۡ اِلٰی یَوۡمِ الۡقِیٰمَۃِ مَنۡ
یَّسُوۡمُہُمۡ سُوۡٓءَ الۡعَذَابِ -- “Dan ingatlah
ketika Tuhan engkau mengumumkan
bahwa niscaya Dia akan mengutus kepada mereka
orang-orang yang akan menimpakan kepada
mereka azab yang sangat buruk hingga
Hari Kiamat“ (QS.7:168):
وَ قَضَیۡنَاۤ اِلٰی بَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ فِی
الۡکِتٰبِ
لَتُفۡسِدُنَّ فِی الۡاَرۡضِ
مَرَّتَیۡنِ وَ لَتَعۡلُنَّ عُلُوًّا کَبِیۡرًا ﴿﴾ فَاِذَا جَآءَ وَعۡدُ اُوۡلٰىہُمَا
بَعَثۡنَا عَلَیۡکُمۡ عِبَادًا
لَّنَاۤ اُولِیۡ بَاۡسٍ شَدِیۡدٍ فَجَاسُوۡا خِلٰلَ الدِّیَارِ ؕ وَ کَانَ
وَعۡدًا مَّفۡعُوۡلًا ﴿﴾ ثُمَّ رَدَدۡنَا لَکُمُ الۡکَرَّۃَ عَلَیۡہِمۡ وَ اَمۡدَدۡنٰکُمۡ بِاَمۡوَالٍ وَّ بَنِیۡنَ وَ
جَعَلۡنٰکُمۡ اَکۡثَرَ نَفِیۡرًا ﴿۶﴾ اِنۡ اَحۡسَنۡتُمۡ اَحۡسَنۡتُمۡ لِاَنۡفُسِکُمۡ ۟ وَ اِنۡ اَسَاۡتُمۡ فَلَہَا ؕ فَاِذَا جَآءَ وَعۡدُ الۡاٰخِرَۃِ لِیَسُوۡٓءٗا وُجُوۡہَکُمۡ وَ لِیَدۡخُلُوا
الۡمَسۡجِدَ کَمَا دَخَلُوۡہُ اَوَّلَ مَرَّۃٍ وَّ لِیُتَبِّرُوۡا مَا
عَلَوۡا تَتۡبِیۡرًا ﴿﴾
Dan telah Kami
tetapkan terhadap Bani Israil dalam kitab
itu: “Niscaya kamu akan melakukan kerusakan di muka bumi
ini dua kali, dan niscaya
kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang sangat besar.” Apabila
datang saat sempurnanya janji yang pertama dari kedua janji itu, Kami
membangkitkan untuk menghadapimu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan
tempur yang dahsyat, dan mereka menerobos jauh ke dalam rumah-rumah, dan
itu merupakan suatu janji yang pasti terlaksana. Kemudian Kami mengembalikan lagi kepada kamu
kekuatan untuk melawan mereka, dan Kami membantu kamu dengan harta dan
anak-anak, dan Kami menjadikan kelompok
kamu lebih besar dari
sebelumnya. Jika kamu berbuat ihsan,
kamu berbuat ihsan bagi dirimu sendiri,
dan jika kamu berbuat buruk maka itu
untuk dirimu sendiri. Lalu bila datang
saat sempurnanya janji yang
kedua itu Kami membangkitkan lagi hamba-hamba Kami yang lain supaya mereka mendatangkan kesusahan kepada
pemimpin-pemimpin kamu dan supaya mereka memasuki masjid seperti pernah mereka memasukinya pada kali
pertama, dan supaya mereka meng-hancurluluhkan
segala yang telah mereka kuasai. (Bani Israil [17]:5-8).
Sehubungan dua kali kedurhakaan mereka tersebut, berikut firman Allah Swt. mengenai kutukan
Nabi Daud a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.:
لُعِنَ
الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡۢ بَنِیۡۤ
اِسۡرَآءِیۡلَ عَلٰی لِسَانِ دَاوٗدَ
وَ عِیۡسَی ابۡنِ مَرۡیَمَ ؕ ذٰلِکَ بِمَا عَصَوۡا وَّ کَانُوۡا
یَعۡتَدُوۡنَ ﴿﴾ کَانُوۡا لَا یَتَنَاہَوۡنَ عَنۡ مُّنۡکَرٍ فَعَلُوۡہُ
ؕ لَبِئۡسَ مَا کَانُوۡا یَفۡعَلُوۡنَ ﴿﴾
تَرٰی کَثِیۡرًا مِّنۡہُمۡ یَتَوَلَّوۡنَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا ؕ لَبِئۡسَ
مَا قَدَّمَتۡ لَہُمۡ اَنۡفُسُہُمۡ اَنۡ سَخِطَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ وَ فِی
الۡعَذَابِ ہُمۡ خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Orang-orang yang kafir dari kalangan Bani Israil telah dilaknat
oleh lidah Daud dan Isa ibnu Maryam,
hal demikian itu karena mereka
senantiasa durhaka dan melampaui
batas. Mereka tidak pernah saling
mencegah dari kemungkaran yang
dikerjakannya, benar-benar sangat buruk apa yang
senantiasa mereka kerjakan. Engkau melihat kebanyakan dari mereka menjadikan orang-orang kafir sebagai
pelindung, dan benar-benar
sangat buruk apa yang telah mereka
dahulukan bagi diri mereka yaitu bahwa Allah murka
kepada mereka, dan di dalam azab
inilah mereka akan kekal. (Al-Māidah [5]:79-81).
Pewaris Taurat yang Meninggalkan Taurat dan Injil
Setelah menjelaskan mengenai berbagai kedurhakaan kaum Yahudi kepada Allah Swt. dan para Rasul Allah yang dibangkitkan di
kalangan mereka (QS.7:167-169; QS.2:88-90), selanjutnya Allah Swt. berfirman
mengenai generasi berikutnya dari pewaris
Taurat dan Injil:
فَخَلَفَ
مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ خَلۡفٌ وَّرِثُوا الۡکِتٰبَ یَاۡخُذُوۡنَ عَرَضَ ہٰذَا
الۡاَدۡنٰی وَ یَقُوۡلُوۡنَ سَیُغۡفَرُ لَنَا ۚ وَ اِنۡ یَّاۡتِہِمۡ عَرَضٌ
مِّثۡلُہٗ یَاۡخُذُوۡہُ ؕ اَلَمۡ یُؤۡخَذۡ عَلَیۡہِمۡ مِّیۡثَاقُ الۡکِتٰبِ اَنۡ
لَّا یَقُوۡلُوۡا عَلَی اللّٰہِ اِلَّا
الۡحَقَّ وَ دَرَسُوۡا مَا فِیۡہِ ؕ وَ
الدَّارُ الۡاٰخِرَۃُ خَیۡرٌ لِّلَّذِیۡنَ یَتَّقُوۡنَ ؕ اَفَلَا تَعۡقِلُوۡنَ﴿﴾
Maka
datang menggantikan sesudah mereka, suatu generasi pengganti
yang mewarisi Kitab Taurat itu,
mereka mengambil harta dunia yang rendah ini dan mereka mengatakan: “Pasti kami akan diampuni.” Dan jika
datang kepada mereka harta semacam itu lagi mereka akan mengambilnya. Bukankah
telah diambil perjanjian dari mereka
dalam Kitab bahwa mereka tidak
akan mengatakan sesuatu terhadap Allah kecuali yang haq, dan mereka
telah mempelajari apa yang tercantum di dalamnya? Padahal kampung akhirat itu
lebih baik bagi orang-orang
yang bertakwa, apakah kamu tidak mau mengerti? (Al-A’rāf [7]:170).
Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 8 Juni 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar