Selasa, 25 Juni 2013

Hubungan "Dua Anak yatim" dengan "Khazanah di Bawah Dinding" dan Makna Dijadikan "Kera dan Babi"





بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 157


Hubungan  Dua Anak Yatim” dengan “Khazanah di Bawah Dinding” dan Makna Dijadikan “Kera” dan “Babi  


 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai  hubungan “pembunuhan pemuda” perubahan keadaan nafs (jiwa) manusia dari  nafs Ammarah  menjadi nafs Lawwamah, lalu meraih keadaan nafs Muthmainnah (jiwa yang tentram), firman-Nya:
وَ اَمَّا الۡغُلٰمُ فَکَانَ اَبَوٰہُ  مُؤۡمِنَیۡنِ  فَخَشِیۡنَاۤ  اَنۡ یُّرۡہِقَہُمَا طُغۡیَانًا وَّ کُفۡرًا ﴿ۚ﴾  فَاَرَدۡنَاۤ  اَنۡ یُّبۡدِلَہُمَا رَبُّہُمَا خَیۡرًا مِّنۡہُ  زَکٰوۃً  وَّ  اَقۡرَبَ  رُحۡمًا ﴿﴾
"Dan adapun anak muda itu  kedua orang tuanya adalah orang-orang yang beriman maka kami khawatir bahwa dia akan me­libatkan kedua orangtuanya ke dalam pelanggaran dan kekafiran. Maka kami menginginkan supaya  Tuhan mereka akan mengganti  kepada mereka berdua anak yang lebih baik daripada dia dalam kesucian dan lebih dekat dalam kasih-sayang. (Al-Kahf [18]:81-82).
    Selanjutnya “hamba Allah” tersebut menjelaskan makna “dinding”   milik dua anak yatim yang berada dalam kota, firman-Nya:
وَ اَمَّا الۡجِدَارُ فَکَانَ لِغُلٰمَیۡنِ یَتِیۡمَیۡنِ فِی الۡمَدِیۡنَۃِ  وَ کَانَ تَحۡتَہٗ کَنۡزٌ لَّہُمَا وَ کَانَ اَبُوۡہُمَا صَالِحًا ۚ فَاَرَادَ  رَبُّکَ اَنۡ یَّبۡلُغَاۤ  اَشُدَّہُمَا وَ یَسۡتَخۡرِجَا کَنۡزَہُمَا ٭ۖ رَحۡمَۃً مِّنۡ رَّبِّکَ ۚ وَ مَا فَعَلۡتُہٗ عَنۡ اَمۡرِیۡ ؕ ذٰلِکَ تَاۡوِیۡلُ  مَا  لَمۡ تَسۡطِعۡ  عَّلَیۡہِ صَبۡرًا ﴿ؕ٪﴾
"Dan ada pun dinding itu  maka ia adalah milik dua orang anak laki-laki yatim di kota itu, dan di bawah dinding itu terpendam harta milik mereka berdua, sedangkan  ayah keduanya adalah seorang yang saleh, maka Tuhan engkau meng­hendaki  supaya kedua anak itu sampai kepada kedewasaannya dan keduanya akan mengeluarkan harta mereka, sebagai suatu rahmat dari Tuhan engkau, dan aku sama sekali tidak berbuat atas  kemauanku sendiri.  Demikianlah ta'wil dari apa yang engkau tidak sanggup bersabar mengenainya. (Al-Kahf [18]:83).
Maksud ۚ وَ مَا فَعَلۡتُہٗ عَنۡ اَمۡرِیۡ  -- “dan aku sama sekali tidak berbuat atas  kemauanku sendiri”, hal itu dikerjakan atas perintah Allah Swt., hal tersebut sesuai dengan firman Allah Swt. mengenai perkataan dan perbuatan Nabi Besar Muhammad saw. berkenaan dengan peristiwa mi'raj:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿۱﴾  وَ النَّجۡمِ   اِذَا ہَوٰی  ۙ﴿﴾  مَا ضَلَّ صَاحِبُکُمۡ  وَ مَا غَوٰی ۚ﴿﴾   وَ مَا یَنۡطِقُ عَنِ  الۡہَوٰی  ؕ﴿﴾  اِنۡ  ہُوَ   اِلَّا  وَحۡیٌ   یُّوۡحٰی  ۙ﴿﴾  عَلَّمَہٗ  شَدِیۡدُ الۡقُوٰی  ۙ﴿﴾  ذُوۡ مِرَّۃٍ ؕ  فَاسۡتَوٰی ۙ﴿﴾  وَ ہُوَ  بِالۡاُفُقِ الۡاَعۡلٰی ؕ﴿﴾   ثُمَّ  دَنَا فَتَدَلّٰی ۙ﴿﴾   فَکَانَ قَابَ قَوۡسَیۡنِ  اَوۡ اَدۡنٰی  ۚ﴿۹﴾ فَاَوۡحٰۤی  اِلٰی عَبۡدِہٖ  مَاۤ  اَوۡحٰی  ﴿ؕ﴾  مَا کَذَبَ الۡفُؤَادُ  مَا  رَاٰی  ﴿﴾  اَفَتُمٰرُوۡنَہٗ  عَلٰی مَا یَرٰی  ﴿﴾ وَ لَقَدۡ رَاٰہُ  نَزۡلَۃً   اُخۡرٰی  ﴿ۙ﴾ عِنۡدَ سِدۡرَۃِ  الۡمُنۡتَہٰی ﴿﴾  عِنۡدَہَا جَنَّۃُ  الۡمَاۡوٰی  ﴿ؕ﴾ اِذۡ  یَغۡشَی السِّدۡرَۃَ  مَا یَغۡشٰی  ﴿ۙ﴾ مَا زَاغَ الۡبَصَرُ  وَ مَا طَغٰی ﴿﴾  لَقَدۡ رَاٰی مِنۡ اٰیٰتِ رَبِّہِ  الۡکُبۡرٰی ﴿﴾
Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.  Demi bintang apabila  jatuh.  Tidaklah sesat sahabat kamu dan tidak pula keliru.  Dan ia sekali-kali tidak berkata-kata menuruti keinginannya.   Perkataannya itu tidak lain melainkan wahyu yang diwahyukan.  Tuhan Yang Mahakuat Perkasa mengajarinya, Pemilik Kekuatan,  lalu  Dia bersemayam di atas ‘Arasy,  Dan Dia mewahyukan Kalam-Nya ketika ia, Rasulullah, berada di   ufuk tertinggi. Kemudian ia, Rasulullah, men-dekati Allah, lalu Dia kian dekat kepadanya,  maka jadilah ia seakan-akan seutas tali dari dua buah busur,  atau lebih dekat lagi.   Lalu Dia mewahyukan kepada hamba-Nya apa yang telah Dia wahyukan. Hati Rasulullah sekali-kali tidak berdusta apa yang dia lihat.  Maka apakah kamu membantahnya mengenai apa yang telah dia lihat? Dan  sungguh  dia benar-benar melihat-Nya kedua kali,  dekat pohon Sidrah tertinggi,  yang di dekatnya ada surga, tempat tinggal.  Ketika pohon Sidrah diselu-bungi oleh sesuatu yang menyelubungi, Penglihatannya sekali-kali tidak menyimpang dan tidak pula melantur. Sungguh  ia benar-benar melihat Tanda paling besar dari Tanda-tanda Tuhan-Nya. (An-Najm [53]:1-19).
       Kasyaf  mengenai isra Nabi Musa a.s.  mengisyaratkan kepada kenyataan bahwa karena ajaran-ajaran Islam berlandaskan pada peraturan-peraturan dan asas­-asas yang pada dasarnya berbeda dari beberapa asas hukum Musawi  maka kerjasama yang hakiki dan sejati karena itu tidak mungkin terjalin kerjasama di antara orang-orang Yahudi dan orang-orang Islam.  
   
Para Pewaris Taurat dan Injil &
Makna Kalimat “Jadilah Kera yang Hina

  Anak-anak yatim adalah Nabi Musa.s.  dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  sedangkan ayah mereka yang shalih adalah Nabi Ibrahim a.s.. Ada pun khazanah mereka ialah ajaran­-ajaran  sejati yang diwariskan oleh mereka kepada kaumnya – kaum Yahudi dan Nasrani --  dan khazanah itu ada dalam bahaya akan hilang lenyap disebabkan mental tidak beragama dari kaum­-kaum itu. Khazanah itu telah dipelihara dalam Al-Quran dengan tujuan agar bila mereka tergugah untuk menyadari kebenaran ajaran Al-Quran, mereka dapat menerimanya.
Namun dalam kenyataannya ketika Nabi Besar Muhammad saw. diutus menggenapi berbagai nubuatan dalam Bible, maka sebagaimana halnya Nabi Musa a.s. tidak mampu bersabar melihat berbagai “tindakan aneh” yang dilakukan oleh “hamba Allah” tersebut, demikian pula  orang-orang Yahudi dan Kristen ­­ yang mendakwakan diri sebagai para pengikut Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (Yesus Kritus) mereka mendustakan dan menentang Nabi Besar Muhammad saw.  dan  agama Islam (Al-Quran) --   sebagaimana yang dilakukan oleh “hamba Allah” ajaran pokoknya ada 3 macam, yaitu (1) “melubangi perahu”, (2) “membunuh pemuda”, (3) “mendirikan dinding yang hampir roboh“ tanpa  “minta upah”.
Berikut firman Allah Swt. mengenai para pewaris Taurat dan Injil yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.:
فَلَمَّا عَتَوۡا عَنۡ مَّا نُہُوۡا عَنۡہُ قُلۡنَا لَہُمۡ   کُوۡنُوۡا  قِرَدَۃً  خٰسِئِیۡنَ ﴿﴾
Maka tatkala mereka  melanggar apa yang dilarang untuk mengerjakannya, Kami berfirman kepada mereka: ”Jadilah kamu kera-kera yang hina!”(Al-A’rāf [7]:167).
  Dalam Surah  lain   lain Allah Swt. berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw. mengenai  mereka:
قُلۡ یٰۤاَہۡلَ الۡکِتٰبِ ہَلۡ تَنۡقِمُوۡنَ مِنَّاۤ اِلَّاۤ اَنۡ اٰمَنَّا بِاللّٰہِ وَ مَاۤ  اُنۡزِلَ اِلَیۡنَا وَ مَاۤ  اُنۡزِلَ مِنۡ قَبۡلُ ۙ وَ اَنَّ  اَکۡثَرَکُمۡ  فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾ قُلۡ ہَلۡ اُنَبِّئُکُمۡ بِشَرٍّ مِّنۡ ذٰلِکَ مَثُوۡبَۃً عِنۡدَ اللّٰہِ ؕ مَنۡ لَّعَنَہُ اللّٰہُ وَ غَضِبَ عَلَیۡہِ وَ جَعَلَ مِنۡہُمُ الۡقِرَدَۃَ  وَ الۡخَنَازِیۡرَ وَ عَبَدَ الطَّاغُوۡتَ ؕ اُولٰٓئِکَ شَرٌّ مَّکَانًا وَّ  اَضَلُّ  عَنۡ  سَوَآءِ السَّبِیۡلِ﴿﴾
Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, mengapa kamu  membenci serta mencela kami  hanya karena kami telah beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami dan kepada apa yang diturunkan sebelum ini,  padahal sesungguhnya kebanyakan kamu orang-orang durhaka?”    Katakanlah: “Maukah  aku beritahukan kepada kamu yang lebih buruk daripada itu mengenai pembalasan dari sisi Allah? Yaitu orang-orang yang dilaknati Allah, kepadanya Dia  murka dan menjadikan sebagian dari mereka kera-kera, babi-babi  dan yang menyembah  syaitan.  Mereka itu berada di tempat yang buruk dan   tersesat jauh dari jalan lurus.   (Al-Māidah [5]:60-61).

Makna Kiasan “kera”, “Babi” dan “Penyembah Syaitan”

  Kata-kata “kera” dan “babi” telah dipergunakan di sini dalam artian kiasan. Kebiasaan tertentu merupakan ciri khas binatang-binatang tertentu pula. Ciri-ciri khas itu tidak dapat digambarkan sepenuhnya kalau binatang yang  mempunyai kebiasaan itu tidak disebut namanya dengan jelas. Kera terkenal karena sifat penirunya dan babi ditandai oleh kebiasaan-kebiasaan kotor dan tidak bermalu dan juga oleh kebodohannya. Ungkapan, “yang menyembah kepada syaitan,” menunjukkan bahwa kata-kata “kera” dan “babi” telah dipergunakan di sini secara kiasan.
     Sungguh sangat logis, jika umat beragama telah meninggalkan ajaran agamanya yang bersumber dari Allah Swt. -- terutama agama Islam (Al-Quran) -- maka mereka akan menjadi "umat peniru" kehidupan orang-orang duniawi, dari dari segi watak secra kebiasaan   seakan-akan mereka   menjadi "kera" dan  "babi"  serta penyembah syaitan hawa nafsu kebinatangan.
       Sehubungan dengan hal tersebut Nabi Besar Muhammad saw. bersabda bahwa jika suatu kaum meniru-niru kebiasaan kaum-kaum lain maka kaum tersebut akan menjadi kaum-kaum yang ditirunya, seperti halnya kera yang bisa meniru-niru gerakan-gerakan yang dilakukan manusia, kecuali berbicara, seperti  kera-kera pelaku "topeng monyet"
    Jadi,  Allah Swt. dalam Al-Quran telah menggunakan kata “kera”   secara kiasan, artinya bahwa orang-orang Bani Israil yang durhaka menjadi nista dan hina seperti kera, perubahannya tidak dalam wujud dan bentuk melainkan  dalam watak dan jiwa. “Mereka tidak sungguh-sungguh diubah menjadi kera, hanya hatinya yang diubah” (Mujahid). “Allah Swt. telah memakai ungkapan itu secara kiasan” (Tafsir Ibnu Katsir).
      Bila Al-Quran memaksudkan perubahan wujudnya menjadi kera maka kata yang biasa dipergunakan adalah khashi'ah, bukan khasi’in, yang dipakai untuk wujud-wujud berakal. Penggunaan kata khasi’in itu dimaksudkan untuk menegaskan bahwa sebagaimana kera itu binatang hina, begitu pula orang-orang durhaka di kalangan Bani Israil senantiasa akan dihinakan di dunia ini, dan sungguh pun mereka mempunyai sumber-sumber daya besar dalam harta dan pendidikan, mereka tidak akan memiliki suatu kubu pertahanan di bumi secara permanen, arti akar kata menunjukkan kenistaan dan kehinaan dan pula kerendahan martabat.  
    Selama 2000 tahun orang-orang Yahudi menjadi bangsa yang berserakan di beragai pelosok dunia  karena bangsa tersebut tidak memiliki negara   sejak tahun 70 sM sampai tahun 1948 ketika mereka kembali lagi ke Palestina dan mendirikan neraga Isrel (QS.21:105) -- akibat upaya pembunuhan terhadap Nabi Isa Ibnu Maryam melalui penyaliban (QS.4:158-159; QS.17:5-8)  --  merupakan kenyataan sejarah yang membuktikan benarnya firman Allah Swt. dalam Al-Quran.
      Mengenai kenyataan tersebut selanjutnya Allah Swt. berfirman   tentang berbagai bentuk kehinaan yang  ditimpakan Allah Swt. kepada Bani Israil melalui bangsa-bangsa asing   yang memiliki kebencian terhadap mereka adalah raja Nebukadnezar  dari Babilonia dan panglima Titus dari kerajaan Romawi, dan contohnya yang paling akhir  peristiwa holocaust yang dilakukan  Adolf Hitler, pemimpin Nazi Jerman terhadap orang-orang Yahudi pada Perang Dunia II, firman-Nya:
وَ اِذۡ تَاَذَّنَ رَبُّکَ لَیَبۡعَثَنَّ عَلَیۡہِمۡ اِلٰی یَوۡمِ الۡقِیٰمَۃِ مَنۡ یَّسُوۡمُہُمۡ سُوۡٓءَ الۡعَذَابِ ؕ اِنَّ  رَبَّکَ  لَسَرِیۡعُ  الۡعِقَابِ ۚۖ وَ  اِنَّہٗ  لَغَفُوۡرٌ  رَّحِیۡمٌ ﴿﴾  وَ قَطَّعۡنٰہُمۡ فِی الۡاَرۡضِ اُمَمًا ۚ مِنۡہُمُ الصّٰلِحُوۡنَ وَ مِنۡہُمۡ دُوۡنَ ذٰلِکَ ۫ وَ بَلَوۡنٰہُمۡ بِالۡحَسَنٰتِ وَ السَّیِّاٰتِ لَعَلَّہُمۡ یَرۡجِعُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Tuhan engkau mengumumkan bahwa niscaya  Dia akan mengutus  kepada mereka  orang-orang yang akan menimpakan kepada mereka  azab yang sangat buruk hingga Hari Kiamat. Sesungguhnya Tuhan engkau benar-benar sangat cepat dalam menghukum  dan sesungguhnya Dia benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang. Dan Kami membagi mereka menjadi berbagai bangsa yang terpsah-pisah  di bumi. Di antara mereka ada orang-orang yang saleh, dan di antara mereka ada yang tidak demikian. Dan Kami menguji mereka dengan berbagai kebaikan dan keburukan supaya mereka kembali kepada yang haq. (Al-A’rāf [7]:168-169).
    Ayat ini dan juga beberapa ayat berikutnya menunjukkan bahwa kaum yang dikatakan sebagai “kera-kera yang hina” dalam ayat sebelumnya itu tidak sungguh-sungguh berubah menjadi kera, melainkan mereka itu tetap makhluk manusia walaupun mereka menjalani peri kehidupan yang hina dan dipandang rendah oleh orang-orang (bangsa-bangsa) lain juga.
  Jelas dari beberapa ayat Al-Quran bahwa Allah Swt. sangat lambat dalam menghukum orang-orang durhaka. Dia berkali-kali memberi tenggang waktu kepada mereka. Kata-kata itu dimaksudkan bahwa bila pada akhirnya hukuman ditetapkan menimpa satu kaum, hukuman itu datangnya cepat dan tak ada sesuatu yang dapat memperlambat kedatangannya serta sangat mengerikan.

Dua  Kali Hukuman Allah Swt. &
Kutukan Nabi Daud a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.

     Mengenai hal tersebut berikut  adalah firman Allah Swt. tentang 2 kali hukuman Allah Swt. kepada Bani Israil (QS.17:5-8), sebagai penggenapan kutukan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.5:79-82), dan sesuai dengan ayat  وَ اِذۡ تَاَذَّنَ رَبُّکَ لَیَبۡعَثَنَّ عَلَیۡہِمۡ اِلٰی یَوۡمِ الۡقِیٰمَۃِ مَنۡ یَّسُوۡمُہُمۡ سُوۡٓءَ الۡعَذَابِ -- “Dan ingatlah ketika Tuhan engkau mengumumkan bahwa niscaya  Dia akan mengutus  kepada mereka  orang-orang yang akan menimpakan kepada mereka  azab yang sangat buruk hingga Hari Kiamat“ (QS.7:168):
وَ قَضَیۡنَاۤ  اِلٰی بَنِیۡۤ  اِسۡرَآءِیۡلَ فِی الۡکِتٰبِ لَتُفۡسِدُنَّ فِی الۡاَرۡضِ مَرَّتَیۡنِ  وَ لَتَعۡلُنَّ  عُلُوًّا کَبِیۡرًا ﴿﴾  فَاِذَا جَآءَ وَعۡدُ اُوۡلٰىہُمَا بَعَثۡنَا عَلَیۡکُمۡ  عِبَادًا  لَّنَاۤ   اُولِیۡ  بَاۡسٍ  شَدِیۡدٍ فَجَاسُوۡا خِلٰلَ الدِّیَارِ ؕ وَ کَانَ وَعۡدًا  مَّفۡعُوۡلًا ﴿﴾  ثُمَّ رَدَدۡنَا لَکُمُ الۡکَرَّۃَ عَلَیۡہِمۡ وَ اَمۡدَدۡنٰکُمۡ بِاَمۡوَالٍ وَّ بَنِیۡنَ وَ جَعَلۡنٰکُمۡ  اَکۡثَرَ  نَفِیۡرًا ﴿۶﴾  اِنۡ اَحۡسَنۡتُمۡ اَحۡسَنۡتُمۡ لِاَنۡفُسِکُمۡ ۟ وَ اِنۡ اَسَاۡتُمۡ فَلَہَا ؕ فَاِذَا جَآءَ وَعۡدُ الۡاٰخِرَۃِ  لِیَسُوۡٓءٗا  وُجُوۡہَکُمۡ وَ لِیَدۡخُلُوا الۡمَسۡجِدَ کَمَا دَخَلُوۡہُ  اَوَّلَ مَرَّۃٍ  وَّ  لِیُتَبِّرُوۡا مَا عَلَوۡا تَتۡبِیۡرًا ﴿﴾
Dan   telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam kitab itu: “Niscaya  kamu akan melakukan kerusakan di muka bumi ini dua kali, dan niscaya kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang sangat besar.  Apabila datang saat sempurnanya janji yang pertama dari kedua janji itu,  Kami membangkitkan untuk menghadapimu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan tempur yang dahsyat, dan mereka menerobos jauh ke dalam rumah-rumah, dan itu merupakan suatu janji yang pasti terlaksana.  Kemudian Kami mengembalikan lagi kepada kamu kekuatan untuk melawan mereka, dan Kami membantu kamu dengan harta dan anak-anak, dan  Kami menjadikan kelompok kamu lebih besar  dari sebelumnya.  Jika kamu berbuat ihsan, kamu berbuat ihsan  bagi dirimu sendiri, dan jika kamu berbuat buruk  maka itu untuk dirimu sendiri. Lalu bila datang saat sempurnanya janji yang kedua itu Kami membangkitkan lagi hamba-hamba Kami yang lain supaya mereka mendatangkan kesusahan kepada pemimpin-pemimpin kamu  dan supaya mereka memasuki masjid seperti pernah mereka memasukinya pada kali pertama, dan supaya mereka meng-hancurluluhkan segala yang telah mereka kuasai.   (Bani Israil [17]:5-8).
 Sehubungan dua kali kedurhakaan mereka tersebut, berikut firman Allah Swt.  mengenai kutukan Nabi Daud a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.:
لُعِنَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡۢ بَنِیۡۤ  اِسۡرَآءِیۡلَ عَلٰی لِسَانِ دَاوٗدَ  وَ عِیۡسَی ابۡنِ مَرۡیَمَ ؕ ذٰلِکَ بِمَا عَصَوۡا وَّ کَانُوۡا یَعۡتَدُوۡنَ ﴿﴾  کَانُوۡا لَا یَتَنَاہَوۡنَ عَنۡ مُّنۡکَرٍ فَعَلُوۡہُ ؕ لَبِئۡسَ مَا کَانُوۡا یَفۡعَلُوۡنَ ﴿﴾   تَرٰی کَثِیۡرًا مِّنۡہُمۡ یَتَوَلَّوۡنَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا ؕ لَبِئۡسَ مَا قَدَّمَتۡ لَہُمۡ اَنۡفُسُہُمۡ اَنۡ سَخِطَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ وَ فِی الۡعَذَابِ ہُمۡ خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾  
Orang-orang  yang kafir  dari kalangan Bani Israil telah   dilaknat oleh lidah Daud dan Isa ibnu Maryam, hal demikian itu karena mereka senantiasa durhaka dan melampaui batas.  Mereka tidak pernah  saling mencegah dari kemungkaran yang dikerjakannya,  benar-benar sangat  buruk apa yang senantiasa  mereka kerjakan.   Engkau melihat kebanyakan dari mereka menjadikan orang-orang kafir sebagai  pelindung, dan benar-benar sangat buruk apa yang telah  mereka dahulukan  bagi diri mereka   yaitu bahwa Allah  murka kepada mereka, dan di dalam azab inilah mereka akan kekal. (Al-Māidah [5]:79-81).

Pewaris Taurat yang Meninggalkan Taurat dan Injil

      Setelah menjelaskan  mengenai berbagai kedurhakaan kaum Yahudi kepada Allah Swt. dan para Rasul Allah yang dibangkitkan di kalangan mereka (QS.7:167-169; QS.2:88-90), selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai generasi berikutnya dari pewaris Taurat dan Injil:
فَخَلَفَ مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ خَلۡفٌ وَّرِثُوا الۡکِتٰبَ یَاۡخُذُوۡنَ عَرَضَ ہٰذَا الۡاَدۡنٰی وَ یَقُوۡلُوۡنَ سَیُغۡفَرُ لَنَا ۚ وَ اِنۡ یَّاۡتِہِمۡ عَرَضٌ مِّثۡلُہٗ یَاۡخُذُوۡہُ ؕ اَلَمۡ یُؤۡخَذۡ عَلَیۡہِمۡ مِّیۡثَاقُ الۡکِتٰبِ اَنۡ لَّا یَقُوۡلُوۡا عَلَی اللّٰہِ  اِلَّا الۡحَقَّ وَ دَرَسُوۡا مَا فِیۡہِ  ؕ وَ الدَّارُ  الۡاٰخِرَۃُ  خَیۡرٌ لِّلَّذِیۡنَ  یَتَّقُوۡنَ ؕ اَفَلَا  تَعۡقِلُوۡنَ﴿﴾
Maka datang menggantikan sesudah mereka, suatu generasi  pengganti  yang mewarisi Kitab Taurat  itu, mereka mengambil harta dunia  yang rendah ini dan mereka mengatakan: “Pasti kami akan diampuni.” Dan jika datang kepada mereka harta semacam itu lagi mereka akan mengambilnya. Bukankah telah diambil perjanjian dari mereka dalam Kitab bahwa mereka tidak akan mengatakan sesuatu terhadap Allah kecuali yang haq, dan  mereka telah mempelajari apa yang tercantum di dalamnya? Padahal  kampung  akhirat itu   lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa, apakah kamu tidak mau mengerti? (Al-A’rāf [7]:170). 

Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar,  8 Juni  2013  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar