Jumat, 07 Juni 2013

Kisah Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. & Peringatan Allah Swt. kepada Umat Islam







بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 141


Kisah Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s.  & Peringatan Allah Swt. kepada Umat Islam


 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan perumpamaan   orang-orang yang beriman kepada Nabi Besar Muhammad saw. – yang merupakan “Nur di atas nur” dan yang mendustakan serta menentang beliau saw. yang keadaannya  bagaikan “kegelapan di atas kegelapan” (QS.24:36-41),  firman-Nya:
اَوَ مَنۡ کَانَ مَیۡتًا فَاَحۡیَیۡنٰہُ وَ جَعَلۡنَا لَہٗ نُوۡرًا یَّمۡشِیۡ بِہٖ فِی النَّاسِ کَمَنۡ مَّثَلُہٗ فِی الظُّلُمٰتِ لَیۡسَ بِخَارِجٍ مِّنۡہَا ؕ کَذٰلِکَ زُیِّنَ لِلۡکٰفِرِیۡنَ مَا کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾  وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا فِیۡ کُلِّ قَرۡیَۃٍ اَکٰبِرَ مُجۡرِمِیۡہَا لِیَمۡکُرُوۡا فِیۡہَا ؕ وَ مَا یَمۡکُرُوۡنَ  اِلَّا بِاَنۡفُسِہِمۡ وَ مَا یَشۡعُرُوۡنَ ﴿﴾  وَ اِذَا جَآءَتۡہُمۡ اٰیَۃٌ  قَالُوۡا لَنۡ نُّؤۡمِنَ حَتّٰی نُؤۡتٰی مِثۡلَ مَاۤ اُوۡتِیَ رُسُلُ اللّٰہِ ؕۘؔ اَللّٰہُ اَعۡلَمُ حَیۡثُ یَجۡعَلُ رِسَالَتَہٗ ؕ سَیُصِیۡبُ الَّذِیۡنَ اَجۡرَمُوۡا صَغَارٌ عِنۡدَ اللّٰہِ وَ عَذَابٌ شَدِیۡدٌۢ بِمَا کَانُوۡا یَمۡکُرُوۡنَ﴿﴾  فَمَنۡ یُّرِدِ اللّٰہُ اَنۡ یَّہۡدِیَہٗ یَشۡرَحۡ صَدۡرَہٗ لِلۡاِسۡلَامِ ۚ وَ مَنۡ یُّرِدۡ  اَنۡ یُّضِلَّہٗ یَجۡعَلۡ صَدۡرَہٗ ضَیِّقًا حَرَجًا کَاَنَّمَا یَصَّعَّدُ فِی السَّمَآءِ ؕ کَذٰلِکَ یَجۡعَلُ اللّٰہُ الرِّجۡسَ عَلَی الَّذِیۡنَ لَا  یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾  وَ ہٰذَا صِرَاطُ رَبِّکَ مُسۡتَقِیۡمًا ؕ قَدۡ فَصَّلۡنَا الۡاٰیٰتِ  لِقَوۡمٍ  یَّذَّکَّرُوۡنَ ﴿﴾   لَہُمۡ دَارُ السَّلٰمِ عِنۡدَ رَبِّہِمۡ وَ ہُوَ وَلِیُّہُمۡ  بِمَا  کَانُوۡا  یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Dan apakah orang yang telah mati lalu Kami menghidupkannya dan Kami menjadikan baginya cahaya dan ia berjalan dengan cahaya itu  di tengah-tengah manusia, sama  seperti keadaan  orang yang berada di dalam berbagai macam kegelapan  dan ia  sekali-kali tidak  dapat keluar darinya?  Demikianlah telah ditam-pakkan indah bagi orang-orang kafir apa yang senantiasa mereka kerjakan. Dan demikianlah Kami  menjadikan di dalam tiap negeri pendosa-pendosa besarnya, supaya mereka melakukan makar di dalam negeri itu, tetapi sekali-kali tidak ada yang terkena makar mereka kecuali dirinya sendiri tetapi mereka tidak menya-darinya.   Dan apabila datang kepada mereka suatu Tanda, mereka berkata:  Kami   tidak akan pernah beriman hingga kami diberi seperti apa yang telah diberikan kepada rasul-rasul Allah.” Allah Maha Mengetahui di mana Dia akan menempatkan risalah-Nya. yakni tugas kerasulan, kehinaan di sisi Allah dan azab yang keras segera akan ditimpakan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan karena mereka senantiasa melakukan makar. Maka barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberi petunjuk kepadanya, Dia akan melapangkan dadanya untuk Islam, sedangkan barangsiapa yang Dia hendak menyesatkannya, Dia menjadikan dadanya  sesak lagi sempit seakan-akan ia sedang naik ke langit. Seperti itulah  Allah menimpakan siksaan kepada orang-orang yang tidak beriman.   Dan  inilah jalan Tuhan engkau yang lurus, sesungguhnya Kami telah menjelaskan Ayat-ayat (Tanda-tanda)  bagi kaum yang suka mengambil pelajaran.   Bagi mereka  rumah keselamatan di sisi Tuhan mereka dan Dia Pelindung mereka disebabkan apa yang senantiasa mereka kerjakan. (Al-An’ām [6]:123-127).

Hikmah Perbedaan Urutan Tugas Nabi Besar Muhammad Saw.

    Jadi, kembali kepada  masalah 4 tugas utama Nabi Besar Muhammad saw. yang dikemukakan  Allah Swt. dan Nabi Ibrahim a.s. yang berbeda urutannya, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡ  بَعَثَ فِی  الۡاُمِّیّٖنَ  رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ  یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  اٰیٰتِہٖ  وَ  یُزَکِّیۡہِمۡ وَ  یُعَلِّمُہُمُ  الۡکِتٰبَ وَ  الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾    
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya,  mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata, (Al-Jumu’ah [62]:3).
   Tugas suci Nabi Besar Muhammad saw.  meliputi penunaian keempat macam kewajiban mulia yang disebut dalam ayat ini. Tugas agung dan mulia itulah yang dipercayakan kepada beliau saw, sebab untuk kedatangan beliau saw. di tengah-tengah orang-orang Arab buta huruf itu,  leluhur beliau saw., Nabi Ibrahim a.s., telah memanjatkan doa beberapa ribu tahun yang lampau ketika dengan disertai putranya, Nabi Isma’il a.s.,  beliau mendirikan dasar (pondasi) Ka’bah (QS.2:130).
Pada hakikatnya tidak ada Pembaharu dapat benar-benar berhasil dalam misinya bila ia tidak menyiapkan dengan contoh mulia dan quat-qudsiahnya (daya pensuciannya), suatu jemaat yang pengikut-pengikutnya terdiri dari orang-orang mukhlis, patuh, dan bertakwa, yang kepada mereka itu mula-mula mengajarkan cita-cita dan asas-asas ajarannya serta mengajarkan falsafat, arti, dan kepentingan cita-cita dan asas-asas ajarannya itu,  kemudian mengirimkan pengikut-pengikutnya ke luar negeri untuk mendakwahkan ajaran itu kepada bangsa lain.
Didikan (ta’lim dan tarbiyat) yang  Nabi Besar Muhammad saw. berikan kepada para pengikut beliau saw. telah memperluas dan mempertajam kecerdasan mereka, dan filsafat ajaran beliau saw. menimbulkan dalam diri mereka keyakinan iman, dan contoh mulia beliau  saw. menciptakan di dalam diri mereka kesucian hati. Kenyataan-dasar agama itulah yang diisyaratkan oleh ayat ini.
    Bandingkan urutan tugas Nabi Besar Muhammad saw. yang dikemukakan Allah Swt. dalam Surah Al-Jumu’ah ayat 3 tersebut dengan urutan tugas beliau saw. yang dikemukakan oleh Nabi Ibrahim a.s. dalam doa yang dipanjatkan beliau bersama Nabi Ismail a.s. sekitar  3000 tahun sebelumnya, firman-Nya:
رَبَّنَا وَ ابۡعَثۡ فِیۡہِمۡ رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِکَ وَ یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ وَ یُزَکِّیۡہِمۡ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾٪
Ya Tuhan kami, bangkitkanlah  seorang rasul di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang akan membacakan Ayat-ayat (Tanda-tanda) Engkau kepada mereka, yang mengajarkan Kitab  dan hikmah  kepada mereka serta akan mensucikan mereka, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (Al-Baqarah [2]:128-130).

Keluarbiasan Quat Qudsiyah (Daya Pensucian Ruhani)
Nabi Besar Muhammad Saw.

    Urutan tugas Nabi Besar Muhammad saw. dalam doa Nabi Ibrahim a.s. adalah (1) membacakan Tanda-tanda-Nya, (2) mengajarkan Kitab, (3) mengajarkan   hikmah   (4) mensucikan mereka. Sedangkan urutan yang dikemukakan Allah Swt. adalah: (1) membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya,  (2) mensucikan mereka,   (3) mengajarkan Kitab, (4)   Hikmah.
   Tugas  Nabi Besar Muhammad saw. yaitu  mensucikan mereka yang merupakan urutan yang terakhir (nomor 4) dalam doa Nabi Ibrahim a.s., diletakkan sebagai urutan nomor 2  dalam Surah Al-Jumu’ah ayat 3 tersebut. Hal ini akan menimbulkan pertanyaan: Mengapa kedua urutan tugas Nabi Besar Muhammad saw. tersebut tidak sama?
    Jawabannya adalah: Urutan tugas yang dikemukakan oleh Nabi Ibrahim a.s. adalah merupakan urutan tugas yang  sesuai dengan logika, yakni “mensucikan mereka” merupakan hasil dari tiga tugas Nabi Besar Muhammad saw. sebelumnya yaitu (1) membacakan Tanda-tanda-Nya, (2) mengajarkan Kitab, (3) mengajarkan   hikmah. 
    Sedangkan urutan tugas yang dikemukakan Allah Swt. dalam Surah Al-Jumu’ah ayat 3 lebih mengedepankan keluarbiasaan  pengaruh quat qudsiyah  (daya pensucian ruhani) yang dimiliki oleh Nabi Besar Muhammad saw., sehingga walau pun hukum-hukum syariat Islam (Al-Quran) serta hikmahnya belum seluruhnya diwahyukan Allah Swt. dan diajarkan oleh Nabi Besar Muhammad saw., tetapi “pembacaan Tanda-tanda  Allah Swt.“ yang dikemukakan oleh Nabi Besar Muhammad saw. telah mampu menimbulkan  kesucian pada akhlak dan ruhani para sahabat  (pengikut sejati) beliau saw. (QS.3:32; QS.33:22).
     Kesempurnaan quad qudsiyah (daya pensucian ruhani) Nabi Besar Muhammad saw. itulah yang tidak dimiliki oleh Nabi Musa a.s., sehingga  Nabi Musa a.s. sendiri banyak mengalami kesedihan oleh ulah-ulah tidak terpuji dan kedurhakaan kaumnya (Bani Israil).
   Berikut firman-Nya  mengenai kesedihan Nabi Musa a.s. terhadap kedurhakaan kaum beliau (Bani Israil) firman-Nya:
وَ اِذۡ  قَالَ مُوۡسٰی لِقَوۡمِہٖ یٰقَوۡمِ لِمَ تُؤۡذُوۡنَنِیۡ  وَ قَدۡ تَّعۡلَمُوۡنَ  اَنِّیۡ  رَسُوۡلُ اللّٰہِ  اِلَیۡکُمۡ ؕ فَلَمَّا  زَاغُوۡۤا اَزَاغَ  اللّٰہُ قُلُوۡبَہُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ  لَا یَہۡدِی الۡقَوۡمَ الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿﴾  
Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, mengapa kamu menyakitiku,  padahal kamu sungguh mengetahui bahwa aku Rasul Allah yang diutus kepada kamu?” Maka tatkala mereka menyimpang dari jalan benar Allah pun menyimpangkan hati mereka, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik (durhaka).  (Ash-Shaf [61]:6).

Peringatan Allah Swt. Kepada Umat Islam

Mungkin tidak ada nabi Alah yang begitu banyak menderita kepedihan hati karena perbuatan para pengikutnya selain Nabi Musa a.s. Kaum Nabi Musa s.s.  telah menyaksikan lasykar Firaun tenggelam di hadapan mata kepala mereka sendiri, namun demikian baru saja mereka melintasi lautan mereka telah mencoba lagi kembali kepada kemusyrikan, dan karena mereka melihat suatu kaum penyembah berhala, mereka meminta kepada Nabi Musa a.s. membuatkan bagi mereka berhala semacam itu juga (QS.7:139).
 Ketika mereka disuruh bergerak memasuki Kanaan – negeri yang telah dijanjikan Allah Swt. akan diberikan kepada mereka, tetapi  mereka sambil mencemoohkan dan dengan bersitebal-kulit-muka mereka mengatakan kepada Nabi Musa a.s.  agar beliau sendiri pergi berperang bersama Tuhan beliau yang amat dipercayai beliau, mereka tidak mau bergerak barang satu tapak pun dari tempat mereka bermukim (QS.5:25).
 Jadi,  Nabi Musa a.s.  – dalam usaha beliau memanggil mereka kembali dari kemusyrikan berkali-kali dihina dan dikecewakan oleh kaum yang justru telah diselamatkan beliau dari penindasan perbudakan Fir’aun itu. Mereka malahan mengumpat dan memfitnah Nabi Musa a.s..
 Sehubungan dengan berbagai macam kedurhakaan yang  telah dilakukan oleh kaum Nabi Musa a.s. tersebut Allah Swt. telah memperingatkan umat Islam agar tidak melakukan keburukan yang sama terhadap Nabi Besar Muhammad saw., yang adalah misal Nabi Musa a.s.  (QS.46:11):
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اٰذَوۡا مُوۡسٰی فَبَرَّاَہُ  اللّٰہُ مِمَّا قَالُوۡا ؕ وَ کَانَ عِنۡدَ اللّٰہِ  وَجِیۡہًا ﴿ؕ﴾ یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰہَ وَ قُوۡلُوۡا  قَوۡلًا  سَدِیۡدًا  ﴿ۙ﴾  یُّصۡلِحۡ  لَکُمۡ  اَعۡمَالَکُمۡ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ذُنُوۡبَکُمۡ ؕ وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ  وَ رَسُوۡلَہٗ  فَقَدۡ  فَازَ  فَوۡزًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu seperti   orang-orang yang telah menyusahkan Musa, tetapi Allah membersihkannya dari apa yang mereka katakan. Dan ia di sisi Allah adalah orang yang terhormat. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang jujur. Dia akan memperbaiki  bagi kamu amal-amalmu dan akan mengampuni bagi kamu dosa-dosamu.  Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia akan meraih kemenangan besar. (Al-Ahzāb [33]:70-72).

Kisah Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s.

      Kembali kepada Surah Ash-Shāffāt ayat  84-114 setelah mengemukakan kisah Nabi Ibrahim a.s., Nabi Isma’il a.s. dan Nabi Ishaq a.s., selanjutnya  Allah Swt. mengemukakan kisah Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s., firman-Nya:
وَ لَقَدۡ مَنَنَّا عَلٰی مُوۡسٰی وَ ہٰرُوۡنَ ﴿﴾ۚ   وَ نَجَّیۡنٰہُمَا وَ قَوۡمَہُمَا مِنَ الۡکَرۡبِ الۡعَظِیۡمِ  ﴿﴾ۚ  وَ نَصَرۡنٰہُمۡ فَکَانُوۡا ہُمُ الۡغٰلِبِیۡنَ ﴿﴾ۚ   وَ اٰتَیۡنٰہُمَا الۡکِتٰبَ الۡمُسۡتَبِیۡنَ ﴿﴾ۚ   وَ ہَدَیۡنٰہُمَا الصِّرَاطَ الۡمُسۡتَقِیۡمَ ﴿﴾ۚ   وَ تَرَکۡنَا عَلَیۡہِمَا فِی الۡاٰخِرِیۡنَ ﴿﴾ۙ  سَلٰمٌ  عَلٰی مُوۡسٰی وَ ہٰرُوۡنَ ﴿﴾ اِنَّا کَذٰلِکَ نَجۡزِی الۡمُحۡسِنِیۡنَ ﴿﴾  اِنَّہُمَا مِنۡ عِبَادِنَا الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾
Dan  sungguh  Kami benar-benar telah memberikan nikmat (anugerah) kepada Musa dan Harun.   Dan Kami menyelamatkan mereka berdua dan kaumnya dari kesusahan yang besar.   Dan Kami menolong mereka maka mereka itulah yang menang.   Dan Kami memberikan kepada mereka berdua Kitab yang menjadikan segala sesuatu jelas, dan Kami memberi mereka berdua petunjuk ke  jalan lurus. Dan Kami meninggalkan nama baik bagi mereka berdua di antara umat-umat yang akan datang. Selamat sejahteralah atas Musa dan Harun! Sesungguhnya demikianlah Kami mengganjar orang-orang yang berbuat ihsan. Sesungguhnya keduanya ter-masuk hamba-hamba Kami yang beriman. (Ash-Shāffāt [37]:115-123).
      Sebenarnya kesusahan yang diderita oleh Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. bukan hanya dari kezaliman Fir’aun dan para pembesarnya saja, tetapi juga  oleh berbagai perbuatan durhaka Bani Israil, baik ketika masih berada di Mesir mau pun setelah keluar dari Mesir. Mengenai hal tersebut Allah Swt. berfirman:
وَ اِذۡ  قَالَ مُوۡسٰی لِقَوۡمِہٖ یٰقَوۡمِ لِمَ تُؤۡذُوۡنَنِیۡ  وَ قَدۡ تَّعۡلَمُوۡنَ  اَنِّیۡ  رَسُوۡلُ اللّٰہِ  اِلَیۡکُمۡ ؕ فَلَمَّا  زَاغُوۡۤا اَزَاغَ  اللّٰہُ قُلُوۡبَہُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ  لَا یَہۡدِی الۡقَوۡمَ الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, mengapa kamu menyakitiku,  padahal kamu sungguh mengetahui bahwa aku Rasul Allah yang diutus kepada kamu?” Maka tatkala mereka menyimpang dari jalan benar Allah pun menyimpangkan hati mereka, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik (durhaka). (Ash-Shaf [61]:6).
 Mungkin tidak ada nabi Allah yang begitu banyak menderita kepedihan hati karena perbuatan para pengikutnya selain Nabi Musa a.s..  Kaum Nabi Musa a.s. telah menyaksikan lasykar Fira’un tenggelam di hadapan mata kepala mereka sendiri, namun demikian baru saja mereka melintasi lautan mereka telah mencoba lagi kembali kepada kemusyrikan, dan karena mereka melihat suatu kaum penyembah berhala, mereka meminta kepada Nabi Musa a.s. membuatkan bagi mereka berhala semacam itu juga (QS.7:139).
Ketika mereka disuruh bergerak memasuki Kanaan yang telah dijanjikan Allah akan diberikan kepada mereka, sambil mencemoohkan dan dengan bersitebal-kulit-muka mereka mengatakan kepada Nabi Musa a.s. agar beliau sendiri pergi berperang bersama Tuhan beliau yang amat dipercayai beliau, mereka tidak mau bergerak barang satu tapak pun dari tempat mereka bermukim (QS.5:25).
Jadi  Nabi Musa a.s.  – dalam usaha beliau memanggil mereka kembali dari kemusyrikan berkali-kali dihina dan dikecewakan oleh kaum yang justru telah diselamatkan beliau dari penindasan perbudakan Fir’aun itu. Mereka malahan mengumpat dan memfitnah beliau.

Menolak Memasuki “Negeri yang Dijanjikan
  
   Mengenai kepengecutan Bani Israil ketika diajak oleh Nabi Musa a.s. untuk memasuki Kanaan – “negeri yang dijanjikan” --  Allah Swt. berfirman:
وَ  اِذۡ قَالَ مُوۡسٰی لِقَوۡمِہٖ یٰقَوۡمِ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَۃَ اللّٰہِ عَلَیۡکُمۡ اِذۡ جَعَلَ فِیۡکُمۡ اَنۡۢبِیَآءَ وَ جَعَلَکُمۡ مُّلُوۡکًا ٭ۖ وَّ اٰتٰىکُمۡ مَّا لَمۡ یُؤۡتِ اَحَدًا مِّنَ الۡعٰلَمِیۡنَ  ﴿﴾ یٰقَوۡمِ ادۡخُلُوا الۡاَرۡضَ الۡمُقَدَّسَۃَ الَّتِیۡ  کَتَبَ اللّٰہُ لَکُمۡ وَ لَا تَرۡتَدُّوۡا عَلٰۤی  اَدۡبَارِکُمۡ فَتَنۡقَلِبُوۡا خٰسِرِیۡنَ ﴿﴾   قَالُوۡا یٰمُوۡسٰۤی اِنَّ فِیۡہَا قَوۡمًا جَبَّارِیۡنَ ٭ۖ وَ اِنَّا لَنۡ نَّدۡخُلَہَا حَتّٰی یَخۡرُجُوۡا مِنۡہَا ۚ فَاِنۡ  یَّخۡرُجُوۡا مِنۡہَا فَاِنَّا دٰخِلُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika  Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, ingatlah  nikmat Allah atas kamu, ketika Dia menjadikan nabi-nabi di antaramu, menjadikan kamu raja-raja, dan Dia memberikan kepada kamu apa yang tidak diberikan kepada kaum lain di antara bangsa-bangsa. Hai kaumku, masukilah Tanah yang disucikan, yang telah ditetapkan Allah bagi kamu, dan janganlah kamu berbalik ke belakangmu lalu kamu kembali menjadi orang-orang yang rugi.” Mereka berkata: “Ya Musa, se-sungguhnya di dalam negeri itu ada suatu kaum  yang kuat lagi kejam, dan sesungguhnya kami tidak akan pernah memasukinya  hingga mereka keluar sendiri darinya, lalu  jika mereka keluar darinya maka kami akan memasukinya.” (Al-Maidah [5]:21-23).
    Penggantian kata kum (kamu) alih-alih kata fīkum mengandung isyarat bahwa jikalau tiap-tiap dan semua anggota suatu bangsa yang hidup di bawah kekuasaan seorang raja seakan-akan mempunyai kekuasaan dan kedaulatan, maka pengikut-pengikut seorang nabi tidak mempunyai bagian dalam kenabiannya.
   Ungkapan telah ditetapkan Allah bagimu, mengandung janji yang tersirat bahwa Allah Swt.  akan menolong dan memberi mereka kemenangan, seandainya orang-orang Bani Israil mempunyai keberanian memasuki Tanah suci  yang dijanjikan  itu.
    Ucapan mereka “Ya Musa, sesungguhnya di dalam negeri itu ada suatu kaum  yang kuat lagi kejam  berarti bahwa riwayat kaum itu dikenal oleh bangsa Bani Israil. Bangsa Amaliki (Amalek) dan suku-suku bangsa Arab liar menghuni Tanah suci pada zaman itu, dan orang-orang Bani Israil sangat takut kepada mereka. Dalam QS.2:247-253 kaum-kaum penghuni “negeri yang dijanjikan”   itu disebut “Jalut” dan “bala tentaranya” yang dikalahkan oleh Nabi Daud a.s..
    Bandingkanlah sikap pengikut-pengikut Nabi Musa a.s.  yang tidak punya rasa malu lagi pengecut itu dengan pengurbanan tulus-ikhlas dan hampir-hampir tak masuk akal dari para sahabat Nabi Besar Muhammad saw.  yang senantiasa mendambakan melompat ke dalam rahang kematian  bila ada sedikit saja isyarat aba-aba dari Junjungan mereka.
    Ketika Nabi Besar Muhammad saw.  bersama sejumlah kecil para sahabat  -- dengan perlengkapan perang yang sangat darurat -- hendak bergerak ke Badar menghadapi balatentara Mekkah yang bilangannya jauh lebih besar serta persenjataannya lebih lengkap, beliau saw. meminta saran mereka mengenai situasi berbahaya yang harus dihadapi mereka saat itu.

Kesetiaan Para Sahabah Nabi Besar Muhammad Saw.

Atas permintaan beliau saw. salah seorang dari para sahabat bangkit lalu menjawab Nabi Besar Muhammad saw.  dengan kata-kata yang akan selamanya terkenang:
“Kami tidak akan berkata kepada Anda seperti dikatakan oleh pengikut-pengikut Nabi Musa a.s.:  “Pergilah engkau bersama Tuhan engkau kemudian berperanglah engkau berdua, sesungguhnya kami hendak duduk-duduk saja di sini.’ Kebalikannya, wahai Rasulullah, kami senantiasa beserta engkau dan kami akan ber-tempur dengan musuh di sebelah kanan dan di sebelah kiri engkau dan di hadapan engkau dan di belakang engkau, dan kami mengharap dari Allah agar engkau akan menyaksikan kami apa yang akan menyejukkan mata engkau.”
  Menanggapi keengganan Bani Israil untuk memasuki Kanaan – “negeri yang dijanjikan” – tersebut  karena mereka takut kepada kaum-kaum yang berada di wilayah tersebut, selanjutnya Allah Swt. berfirman: 
قَالَ رَجُلٰنِ مِنَ الَّذِیۡنَ یَخَافُوۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ  عَلَیۡہِمَا ادۡخُلُوۡا عَلَیۡہِمُ  الۡبَابَ ۚ فَاِذَا دَخَلۡتُمُوۡہُ  فَاِنَّکُمۡ غٰلِبُوۡنَ ۬ۚ وَ عَلَی اللّٰہِ  فَتَوَکَّلُوۡۤا اِنۡ کُنۡتُمۡ  مُّؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾  قَالُوۡا یٰمُوۡسٰۤی اِنَّا لَنۡ  نَّدۡخُلَہَاۤ  اَبَدًا مَّا دَامُوۡا فِیۡہَا فَاذۡہَبۡ اَنۡتَ وَ رَبُّکَ فَقَاتِلَاۤ  اِنَّا ہٰہُنَا قٰعِدُوۡنَ ﴿﴾   قَالَ رَبِّ اِنِّیۡ  لَاۤ  اَمۡلِکُ اِلَّا نَفۡسِیۡ وَ اَخِیۡ فَافۡرُقۡ بَیۡنَنَا وَ بَیۡنَ الۡقَوۡمِ الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿﴾  قَالَ فَاِنَّہَا مُحَرَّمَۃٌ عَلَیۡہِمۡ اَرۡبَعِیۡنَ سَنَۃً ۚ یَتِیۡہُوۡنَ فِی الۡاَرۡضِ ؕ فَلَا تَاۡسَ عَلَی الۡقَوۡمِ الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿٪﴾
Dua orang laki-laki dari antara mereka yang takut kepada Allah dan Allah telah memberi nikmat kepada keduanya berkata: “Masuklah melalui pintu gerbang mereka,  lalu apabila kamu memasuki negeri itu maka sesungguhnya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah-lah hendak-nya kamu  bertawakkal jika kamu benar-benar orang-orang yang beriman.” Mereka berkata: “Hai Musa, sesungguhnya kami  tidak akan pernah memasuki negeri itu, selama mereka masih ada di dalamnya, karena itu pergilah engkau bersama Tuhan engkau, lalu berperanglah engkau berdua, sesungguhnya kami hendak duduk-duduk saja di sini!”  Musa berkata: “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya aku tidak berkuasa kecuali terhadap diriku dan saudara laki-lakiku, maka bedakanlah antara kami dengan kaum yang fasik (durhaka) itu.”   Dia berfirman: “Maka  sesungguhnya negeri itu diharamkan bagi mereka selama empat puluh tahun, mereka akan bertualang kebingungan di muka bumi maka janganlah engkau bersedih atas kaum yang fasik itu.” (Al-Māidah [5]:24-27).

Peringatan Allah Swt. kepada Umat Islam

    Nabi Besar Muhammad saw. telah bersabda bahwa antara umat Islam (Bani Isma’il) dengan Bani Israil akan banyak memiliki persamaan sehingga seperti “persamaan sepasang sepatu”. Contohnya:
(1)   Di Kalangan  Bani Israil  terdapat Nabi Musa a.s., Rasul Allah yang membawa syariat, demikian juga di kalangan Bani Isma’il pun ada “nabi yang seperti Musa” – yakni Nabi Besar Muhammad saw. (Ulangan 18:15-19; QS.46:11),
(2)    Di kalangan Bani Israil  setelah Nabi Musa a.s.  dan Bai Harun a.s. Allah Swt. telah mengutus rangkaian para Rasul (Nabi) Allah yang tidak membawa syariat (QS.2:89; QS.5:21), demikian juga di kalangan Bani Isma’il (umat Islam), setelah Khulafatur- Rasyidin Allah Swt. setiap abad membangkitkan para wali Allah sebagai mujaddid , yang  mengenai ketinggian martabat pengetahuan dan ruhani  para ‘ulama hakiki tersebut  (QS.35:29) Nabi Besar Muhammad saw. telah bersabda bahwa “Para ‘ulama umatku seperti  nabi-nabi Bani Israil”.
(3)   Di kalangan Bani Israil silsilah kenabian diakhiri dengan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. yang datang 14 abad setelah Nabi Musa a.s.,  demikian pula menurut Allah Swt. di kalangan Bani Isma’il (umat Islam) pun 14 abad setelah Nabi Besar Muhammad saw. akan diutus Al-Masih Mau’ud a.s. atau misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58), yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s..
(4)   Di kalangan Bani Israil Allah Swt. telah 2 kali menghukum mereka (QS.17:5-9) melalui serbuan dahsyat raja Nebukadnezar dari Babilonia (QS.2:260) dan Titus dari kerajaan Rumawi – akibat kedurhakaan mereka kepada Allah Swt. dan para Rasul Allah, khususnya Nabi Daud a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., sehingga keduanya mengutuk orang-orang kafir dari kalangan Bani Israil (QS.5:79-80) – demikian pula Bani Ismail (umat Islam) pun mengalami dua kali hukuman dari Allah Swt. melalui serbuan dahsyat balatentara Mongol dan Tartar pimpinan Khulaku Khan, cucu  Jenghis Khan dan melalui bangsa-bangsa Kristen dari Barat yang diosebut  Ya’juj   dan Ma’juj (Magog  dan Magog – Wahyu 20:7-10; QS.21:96-97).
     Oleh karena itu betapa benarnya peringatan Allah Swt. kepada umat Islam berikut ini:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اٰذَوۡا مُوۡسٰی فَبَرَّاَہُ  اللّٰہُ مِمَّا قَالُوۡا ؕ وَ کَانَ عِنۡدَ اللّٰہِ  وَجِیۡہًا  ﴿ؕ﴾یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰہَ وَ قُوۡلُوۡا  قَوۡلًا  سَدِیۡدًا  ﴿ۙ﴾  یُّصۡلِحۡ  لَکُمۡ  اَعۡمَالَکُمۡ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ذُنُوۡبَکُمۡ ؕ وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ  وَ رَسُوۡلَہٗ  فَقَدۡ  فَازَ  فَوۡزًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu seperti orang-orang yang telah menyusahkan  Musa,  tetapi Allah membersihkannya dari apa yang mereka katakana, dan ia di sisi Allah adalah orang yang terhormat.  Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang jujur.   Dia akan memperbaiki bagi kamu amal-amalmu dan akan mengampuni bagi kamu dosa-dosamu. Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia akan meraih kemenangan besar. (Al-Ahzab [33]:70-72).
   Ādzahu berarti, ia melakukan atau mengatakan apa yang tidak disenanginya atau yang dibencinya, mengganggu atau menjengkelkan atau melukai perasaan dia.  Nabi Musa a.s.  telah dijadikan sasaran fitnahan-fitnahan berat, antara lain:
    (1) Qarun (Qorah) menghasut seorang perempuan mengada-adakan tuduhan terhadap beliau bahwa beliau pernah mengadakan hubungan gelap dengan dirinya.
      (2) Karena timbul iri hati melihat semakin meningkatnya pengaruh Nabi Harun di tengah kaum beliau, Nabi Musa a.s. berusaha membunuh Nabi Harun a.s.
       (3) Beliau mengidap penyakit lepra dan rajasinga atau syphilis.
       (4) Samiri menuduh beliau berbuat syirik.
     (5) Adik perempuan beliau sendiri melemparkan tuduhan palsu terhadap beliau (Bilangan 12:1).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 23 Mei  2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar