بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 141
Kisah Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. & Peringatan
Allah Swt. kepada Umat Islam
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam akhir Bab sebelumnya telah
dikemukakan perumpamaan orang-orang yang beriman kepada Nabi Besar
Muhammad saw. – yang merupakan “Nur
di atas nur” dan yang mendustakan
serta menentang beliau saw. yang keadaannya
bagaikan “kegelapan di atas
kegelapan” (QS.24:36-41),
firman-Nya:
اَوَ مَنۡ کَانَ مَیۡتًا فَاَحۡیَیۡنٰہُ وَ جَعَلۡنَا
لَہٗ نُوۡرًا یَّمۡشِیۡ بِہٖ فِی
النَّاسِ کَمَنۡ مَّثَلُہٗ فِی
الظُّلُمٰتِ لَیۡسَ
بِخَارِجٍ مِّنۡہَا ؕ کَذٰلِکَ زُیِّنَ لِلۡکٰفِرِیۡنَ مَا
کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾ وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا فِیۡ کُلِّ قَرۡیَۃٍ اَکٰبِرَ
مُجۡرِمِیۡہَا لِیَمۡکُرُوۡا فِیۡہَا ؕ وَ مَا یَمۡکُرُوۡنَ اِلَّا بِاَنۡفُسِہِمۡ وَ مَا یَشۡعُرُوۡنَ ﴿﴾ وَ اِذَا جَآءَتۡہُمۡ اٰیَۃٌ قَالُوۡا لَنۡ نُّؤۡمِنَ حَتّٰی نُؤۡتٰی مِثۡلَ
مَاۤ اُوۡتِیَ رُسُلُ
اللّٰہِ ؕۘؔ اَللّٰہُ اَعۡلَمُ حَیۡثُ یَجۡعَلُ
رِسَالَتَہٗ ؕ سَیُصِیۡبُ الَّذِیۡنَ اَجۡرَمُوۡا صَغَارٌ
عِنۡدَ اللّٰہِ
وَ عَذَابٌ
شَدِیۡدٌۢ بِمَا
کَانُوۡا یَمۡکُرُوۡنَ﴿﴾ فَمَنۡ یُّرِدِ
اللّٰہُ اَنۡ یَّہۡدِیَہٗ یَشۡرَحۡ
صَدۡرَہٗ لِلۡاِسۡلَامِ ۚ وَ مَنۡ یُّرِدۡ اَنۡ یُّضِلَّہٗ یَجۡعَلۡ
صَدۡرَہٗ ضَیِّقًا حَرَجًا
کَاَنَّمَا یَصَّعَّدُ
فِی السَّمَآءِ ؕ کَذٰلِکَ یَجۡعَلُ
اللّٰہُ الرِّجۡسَ عَلَی الَّذِیۡنَ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾ وَ ہٰذَا صِرَاطُ رَبِّکَ
مُسۡتَقِیۡمًا ؕ قَدۡ
فَصَّلۡنَا الۡاٰیٰتِ لِقَوۡمٍ
یَّذَّکَّرُوۡنَ ﴿﴾ لَہُمۡ دَارُ السَّلٰمِ عِنۡدَ رَبِّہِمۡ وَ ہُوَ وَلِیُّہُمۡ بِمَا
کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Dan
apakah orang yang telah mati
lalu Kami menghidupkannya dan Kami menjadikan baginya cahaya dan
ia berjalan dengan cahaya itu
di tengah-tengah manusia, sama seperti keadaan orang yang berada di dalam berbagai macam
kegelapan dan ia sekali-kali
tidak dapat keluar darinya?
Demikianlah telah ditam-pakkan indah bagi orang-orang
kafir apa yang senantiasa mereka kerjakan. Dan demikianlah Kami menjadikan di dalam tiap negeri
pendosa-pendosa besarnya, supaya mereka
melakukan makar di dalam negeri itu, tetapi sekali-kali tidak ada yang terkena makar mereka kecuali dirinya sendiri tetapi mereka tidak
menya-darinya. Dan apabila datang kepada mereka suatu Tanda,
mereka berkata: ”Kami
tidak akan pernah beriman hingga kami diberi seperti apa yang telah diberikan kepada rasul-rasul Allah.”
Allah Maha Mengetahui di mana Dia akan
menempatkan risalah-Nya. yakni tugas kerasulan,
kehinaan di sisi Allah
dan azab yang keras segera akan
ditimpakan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan karena mereka senantiasa melakukan makar. Maka
barangsiapa yang Allah menghendaki
akan memberi petunjuk kepadanya, Dia akan melapangkan dadanya untuk Islam,
sedangkan barangsiapa yang Dia hendak
menyesatkannya, Dia menjadikan
dadanya sesak lagi sempit seakan-akan ia
sedang naik ke langit. Seperti itulah Allah
menimpakan siksaan kepada orang-orang yang tidak beriman. Dan inilah
jalan Tuhan engkau yang lurus, sesungguhnya Kami telah menjelaskan Ayat-ayat (Tanda-tanda) bagi kaum yang suka mengambil
pelajaran. Bagi mereka
rumah keselamatan di
sisi Tuhan mereka dan Dia Pelindung
mereka disebabkan apa yang
senantiasa mereka kerjakan. (Al-An’ām [6]:123-127).
Hikmah Perbedaan Urutan Tugas Nabi Besar Muhammad Saw.
Jadi, kembali kepada masalah 4
tugas utama Nabi Besar Muhammad saw. yang dikemukakan Allah Swt. dan Nabi Ibrahim a.s. yang berbeda
urutannya, firman-Nya:
ہُوَ
الَّذِیۡ بَعَثَ فِی الۡاُمِّیّٖنَ
رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا
عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ وَ
یُزَکِّیۡہِمۡ وَ
یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa
yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya, mensucikan
mereka, dan mengajarkan kepada
mereka Kitab dan Hikmah walaupun
sebelumnya mereka berada dalam kesesatan
yang nyata, (Al-Jumu’ah [62]:3).
Tugas suci Nabi
Besar Muhammad saw. meliputi penunaian keempat macam kewajiban mulia yang
disebut dalam ayat ini. Tugas agung dan mulia itulah yang dipercayakan kepada
beliau saw, sebab untuk kedatangan beliau saw. di tengah-tengah orang-orang Arab buta huruf itu, leluhur beliau saw., Nabi Ibrahim a.s., telah
memanjatkan doa beberapa ribu tahun yang lampau ketika dengan disertai
putranya, Nabi Isma’il a.s., beliau
mendirikan dasar (pondasi) Ka’bah
(QS.2:130).
Pada hakikatnya tidak ada Pembaharu
dapat benar-benar berhasil dalam misinya
bila ia tidak menyiapkan dengan contoh
mulia dan quat-qudsiahnya (daya
pensuciannya), suatu jemaat yang pengikut-pengikutnya terdiri dari orang-orang mukhlis, patuh, dan bertakwa, yang kepada mereka itu
mula-mula mengajarkan cita-cita dan asas-asas ajarannya serta mengajarkan falsafat, arti, dan kepentingan cita-cita dan asas-asas ajarannya itu, kemudian mengirimkan
pengikut-pengikutnya ke luar negeri untuk mendakwahkan
ajaran itu kepada bangsa lain.
Didikan (ta’lim dan tarbiyat) yang Nabi Besar Muhammad saw. berikan kepada para
pengikut beliau saw. telah memperluas
dan mempertajam kecerdasan mereka,
dan filsafat ajaran beliau saw. menimbulkan
dalam diri mereka keyakinan iman, dan
contoh mulia beliau saw. menciptakan di dalam diri mereka kesucian hati. Kenyataan-dasar agama itulah yang diisyaratkan
oleh ayat ini.
Bandingkan urutan tugas Nabi Besar Muhammad saw. yang dikemukakan Allah Swt.
dalam Surah Al-Jumu’ah ayat 3
tersebut dengan urutan tugas beliau
saw. yang dikemukakan oleh Nabi Ibrahim a.s. dalam doa yang dipanjatkan beliau bersama Nabi Ismail a.s. sekitar 3000 tahun sebelumnya, firman-Nya:
رَبَّنَا وَ
ابۡعَثۡ فِیۡہِمۡ رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِکَ وَ یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ
الۡحِکۡمَۃَ وَ یُزَکِّیۡہِمۡ ؕ اِنَّکَ
اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾٪
Ya Tuhan
kami, bangkitkanlah seorang rasul di tengah-tengah
mereka dari kalangan mereka sendiri,
yang akan membacakan Ayat-ayat (Tanda-tanda) Engkau kepada mereka, yang mengajarkan Kitab dan hikmah
kepada mereka serta akan mensucikan mereka, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (Al-Baqarah [2]:128-130).
Keluarbiasan Quat Qudsiyah (Daya Pensucian Ruhani)
Nabi Besar Muhammad Saw.
Urutan tugas Nabi Besar Muhammad saw.
dalam doa Nabi Ibrahim a.s. adalah (1) membacakan Tanda-tanda-Nya, (2)
mengajarkan Kitab, (3) mengajarkan
hikmah (4) mensucikan
mereka. Sedangkan urutan yang dikemukakan Allah Swt. adalah: (1) membacakan
kepada mereka Tanda-tanda-Nya, (2) mensucikan
mereka, (3) mengajarkan Kitab, (4) Hikmah.
Tugas
Nabi Besar Muhammad saw. yaitu mensucikan mereka yang merupakan urutan
yang terakhir (nomor 4) dalam doa
Nabi Ibrahim a.s., diletakkan sebagai urutan nomor 2 dalam Surah Al-Jumu’ah ayat 3 tersebut. Hal ini akan menimbulkan pertanyaan:
Mengapa kedua urutan tugas Nabi Besar Muhammad saw. tersebut tidak sama?
Jawabannya adalah: Urutan tugas yang
dikemukakan oleh Nabi Ibrahim a.s. adalah merupakan urutan tugas yang sesuai dengan logika, yakni “mensucikan
mereka” merupakan hasil dari tiga
tugas Nabi Besar Muhammad saw. sebelumnya yaitu (1) membacakan Tanda-tanda-Nya, (2) mengajarkan Kitab, (3) mengajarkan hikmah.
Sedangkan urutan tugas yang dikemukakan
Allah Swt. dalam Surah Al-Jumu’ah
ayat 3 lebih mengedepankan keluarbiasaan pengaruh quat
qudsiyah (daya pensucian ruhani)
yang dimiliki oleh Nabi Besar Muhammad saw., sehingga walau pun hukum-hukum syariat Islam (Al-Quran)
serta hikmahnya belum seluruhnya diwahyukan Allah Swt. dan diajarkan oleh Nabi Besar Muhammad saw.,
tetapi “pembacaan Tanda-tanda Allah Swt.“ yang dikemukakan oleh Nabi
Besar Muhammad saw. telah mampu menimbulkan
kesucian pada akhlak dan ruhani para sahabat
(pengikut sejati) beliau saw. (QS.3:32; QS.33:22).
Kesempurnaan quad qudsiyah (daya pensucian ruhani) Nabi Besar Muhammad saw.
itulah yang tidak dimiliki oleh Nabi
Musa a.s., sehingga Nabi Musa a.s.
sendiri banyak mengalami kesedihan
oleh ulah-ulah tidak terpuji dan kedurhakaan kaumnya (Bani Israil).
Berikut firman-Nya mengenai kesedihan
Nabi Musa a.s. terhadap kedurhakaan
kaum beliau (Bani Israil) firman-Nya:
وَ
اِذۡ قَالَ مُوۡسٰی لِقَوۡمِہٖ یٰقَوۡمِ
لِمَ تُؤۡذُوۡنَنِیۡ وَ قَدۡ
تَّعۡلَمُوۡنَ اَنِّیۡ رَسُوۡلُ اللّٰہِ اِلَیۡکُمۡ ؕ فَلَمَّا زَاغُوۡۤا اَزَاغَ اللّٰہُ قُلُوۡبَہُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ لَا یَہۡدِی الۡقَوۡمَ الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, mengapa kamu menyakitiku, padahal kamu
sungguh mengetahui bahwa aku Rasul Allah yang diutus kepada kamu?” Maka tatkala mereka menyimpang dari jalan
benar Allah pun menyimpangkan hati
mereka, dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada kaum yang fasik (durhaka). (Ash-Shaf [61]:6).
Peringatan Allah Swt. Kepada Umat Islam
Mungkin tidak ada nabi Alah yang begitu banyak menderita
kepedihan hati karena perbuatan para pengikutnya selain Nabi Musa a.s. Kaum
Nabi Musa s.s. telah menyaksikan
lasykar Firaun tenggelam di hadapan
mata kepala mereka sendiri, namun demikian baru saja mereka melintasi lautan
mereka telah mencoba lagi kembali kepada
kemusyrikan, dan karena mereka melihat suatu kaum penyembah berhala, mereka meminta kepada Nabi Musa a.s. membuatkan
bagi mereka berhala semacam itu juga
(QS.7:139).
Ketika mereka disuruh
bergerak memasuki Kanaan – negeri yang
telah dijanjikan Allah Swt. akan
diberikan kepada mereka, tetapi mereka sambil
mencemoohkan dan dengan bersitebal-kulit-muka mereka mengatakan
kepada Nabi Musa a.s. agar
beliau sendiri pergi berperang bersama
Tuhan beliau yang amat dipercayai beliau, mereka tidak mau bergerak barang satu
tapak pun dari tempat mereka bermukim (QS.5:25).
Jadi, Nabi Musa a.s. – dalam usaha beliau memanggil mereka
kembali dari kemusyrikan berkali-kali
dihina dan dikecewakan oleh kaum yang justru telah diselamatkan beliau dari
penindasan perbudakan Fir’aun itu.
Mereka malahan mengumpat dan memfitnah Nabi Musa a.s..
Sehubungan dengan berbagai
macam kedurhakaan yang telah dilakukan oleh kaum Nabi Musa a.s.
tersebut Allah Swt. telah memperingatkan
umat Islam agar tidak melakukan keburukan yang sama terhadap Nabi Besar
Muhammad saw., yang adalah misal Nabi
Musa a.s. (QS.46:11):
یٰۤاَیُّہَا
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اٰذَوۡا مُوۡسٰی
فَبَرَّاَہُ اللّٰہُ مِمَّا قَالُوۡا ؕ وَ
کَانَ عِنۡدَ اللّٰہِ وَجِیۡہًا ﴿ؕ﴾
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰہَ وَ قُوۡلُوۡا قَوۡلًا
سَدِیۡدًا ﴿ۙ﴾
یُّصۡلِحۡ لَکُمۡ اَعۡمَالَکُمۡ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ذُنُوۡبَکُمۡ
ؕ وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ
رَسُوۡلَہٗ فَقَدۡ فَازَ
فَوۡزًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu
seperti orang-orang yang telah
menyusahkan Musa, tetapi Allah membersihkannya dari apa yang mereka katakan. Dan ia di sisi Allah adalah orang yang
terhormat. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah
perkataan yang jujur. Dia akan
memperbaiki bagi kamu amal-amalmu
dan akan mengampuni bagi kamu
dosa-dosamu. Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya
maka sesungguhnya ia akan meraih
kemenangan besar. (Al-Ahzāb [33]:70-72).
Kisah Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s.
Kembali kepada Surah Ash-Shāffāt ayat 84-114 setelah
mengemukakan kisah Nabi Ibrahim a.s., Nabi Isma’il a.s. dan Nabi Ishaq a.s.,
selanjutnya Allah Swt. mengemukakan
kisah Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s., firman-Nya:
وَ لَقَدۡ
مَنَنَّا عَلٰی مُوۡسٰی وَ ہٰرُوۡنَ ﴿﴾ۚ وَ نَجَّیۡنٰہُمَا وَ قَوۡمَہُمَا مِنَ
الۡکَرۡبِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾ۚ وَ
نَصَرۡنٰہُمۡ فَکَانُوۡا ہُمُ الۡغٰلِبِیۡنَ ﴿﴾ۚ وَ اٰتَیۡنٰہُمَا الۡکِتٰبَ
الۡمُسۡتَبِیۡنَ ﴿﴾ۚ وَ ہَدَیۡنٰہُمَا
الصِّرَاطَ الۡمُسۡتَقِیۡمَ ﴿﴾ۚ وَ تَرَکۡنَا
عَلَیۡہِمَا فِی الۡاٰخِرِیۡنَ ﴿﴾ۙ سَلٰمٌ عَلٰی
مُوۡسٰی وَ ہٰرُوۡنَ ﴿﴾ اِنَّا کَذٰلِکَ نَجۡزِی الۡمُحۡسِنِیۡنَ ﴿﴾ اِنَّہُمَا مِنۡ عِبَادِنَا الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾
Dan sungguh
Kami benar-benar telah memberikan
nikmat (anugerah) kepada Musa
dan Harun. Dan Kami menyelamatkan mereka berdua dan kaumnya dari kesusahan yang
besar. Dan Kami
menolong mereka maka mereka itulah
yang menang. Dan Kami
memberikan kepada mereka berdua Kitab yang menjadikan segala sesuatu jelas,
dan Kami memberi mereka berdua petunjuk
ke jalan lurus. Dan Kami
meninggalkan nama baik bagi mereka berdua di antara umat-umat yang
akan datang. Selamat sejahteralah atas
Musa dan Harun! Sesungguhnya demikianlah Kami mengganjar orang-orang yang berbuat ihsan. Sesungguhnya
keduanya ter-masuk hamba-hamba Kami yang
beriman. (Ash-Shāffāt [37]:115-123).
Sebenarnya kesusahan yang diderita oleh Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s.
bukan hanya dari kezaliman Fir’aun
dan para pembesarnya saja, tetapi juga
oleh berbagai perbuatan durhaka
Bani Israil, baik ketika masih berada di Mesir mau pun setelah keluar dari
Mesir. Mengenai hal tersebut Allah Swt. berfirman:
وَ
اِذۡ قَالَ مُوۡسٰی لِقَوۡمِہٖ یٰقَوۡمِ
لِمَ تُؤۡذُوۡنَنِیۡ وَ قَدۡ تَّعۡلَمُوۡنَ اَنِّیۡ
رَسُوۡلُ اللّٰہِ اِلَیۡکُمۡ ؕ
فَلَمَّا زَاغُوۡۤا اَزَاغَ اللّٰہُ قُلُوۡبَہُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ لَا یَہۡدِی الۡقَوۡمَ الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika
Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, mengapa
kamu menyakitiku, padahal
kamu sungguh mengetahui bahwa aku Rasul
Allah yang diutus kepada kamu?” Maka tatkala mereka menyimpang dari jalan benar Allah pun menyimpangkan hati mereka, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik (durhaka). (Ash-Shaf [61]:6).
Mungkin tidak ada nabi
Allah yang begitu banyak menderita kepedihan
hati karena perbuatan para
pengikutnya selain Nabi Musa a.s.. Kaum Nabi Musa a.s. telah menyaksikan lasykar
Fira’un tenggelam di hadapan mata kepala mereka sendiri, namun demikian baru
saja mereka melintasi lautan mereka telah mencoba lagi kembali kepada kemusyrikan, dan karena mereka melihat
suatu kaum penyembah berhala, mereka
meminta kepada Nabi Musa a.s. membuatkan bagi mereka berhala semacam itu juga (QS.7:139).
Ketika mereka disuruh bergerak memasuki Kanaan yang telah dijanjikan
Allah akan diberikan kepada mereka, sambil mencemoohkan dan dengan
bersitebal-kulit-muka mereka mengatakan kepada Nabi Musa a.s. agar
beliau sendiri pergi berperang bersama Tuhan beliau yang amat dipercayai
beliau, mereka tidak mau bergerak barang satu tapak pun dari tempat mereka
bermukim (QS.5:25).
Jadi Nabi Musa a.s. – dalam usaha beliau memanggil mereka
kembali dari kemusyrikan berkali-kali
dihina dan dikecewakan oleh kaum yang
justru telah diselamatkan beliau dari penindasan
perbudakan Fir’aun itu. Mereka malahan mengumpat
dan memfitnah beliau.
Menolak Memasuki “Negeri yang Dijanjikan”
Mengenai kepengecutan Bani Israil ketika diajak
oleh Nabi Musa a.s. untuk memasuki Kanaan
– “negeri yang dijanjikan” -- Allah Swt.
berfirman:
وَ اِذۡ قَالَ مُوۡسٰی لِقَوۡمِہٖ یٰقَوۡمِ
اذۡکُرُوۡا نِعۡمَۃَ اللّٰہِ عَلَیۡکُمۡ اِذۡ جَعَلَ فِیۡکُمۡ اَنۡۢبِیَآءَ وَ
جَعَلَکُمۡ مُّلُوۡکًا ٭ۖ وَّ اٰتٰىکُمۡ مَّا لَمۡ یُؤۡتِ اَحَدًا مِّنَ
الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ یٰقَوۡمِ ادۡخُلُوا
الۡاَرۡضَ الۡمُقَدَّسَۃَ الَّتِیۡ کَتَبَ
اللّٰہُ لَکُمۡ وَ لَا تَرۡتَدُّوۡا عَلٰۤی
اَدۡبَارِکُمۡ فَتَنۡقَلِبُوۡا خٰسِرِیۡنَ ﴿﴾ قَالُوۡا یٰمُوۡسٰۤی اِنَّ فِیۡہَا
قَوۡمًا جَبَّارِیۡنَ ٭ۖ وَ اِنَّا لَنۡ نَّدۡخُلَہَا حَتّٰی یَخۡرُجُوۡا مِنۡہَا
ۚ فَاِنۡ یَّخۡرُجُوۡا مِنۡہَا فَاِنَّا
دٰخِلُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai
kaumku, ingatlah nikmat
Allah atas kamu, ketika Dia
menjadikan nabi-nabi di antaramu, menjadikan kamu raja-raja, dan Dia
memberikan kepada kamu apa yang tidak diberikan kepada kaum lain di antara
bangsa-bangsa. Hai kaumku, masukilah
Tanah yang disucikan, yang telah ditetapkan Allah bagi kamu, dan
janganlah kamu berbalik ke belakangmu lalu kamu kembali menjadi orang-orang
yang rugi.” Mereka berkata: “Ya Musa, se-sungguhnya di dalam negeri itu
ada suatu kaum yang kuat lagi kejam,
dan sesungguhnya kami tidak akan
pernah memasukinya hingga mereka keluar sendiri darinya, lalu jika
mereka keluar darinya maka kami akan memasukinya.” (Al-Maidah [5]:21-23).
Penggantian kata kum (kamu) alih-alih
kata fīkum mengandung isyarat bahwa jikalau tiap-tiap dan semua anggota
suatu bangsa yang hidup di bawah kekuasaan seorang
raja seakan-akan mempunyai kekuasaan
dan kedaulatan, maka
pengikut-pengikut seorang nabi tidak
mempunyai bagian dalam kenabiannya.
Ungkapan telah ditetapkan Allah bagimu,
mengandung janji yang tersirat bahwa Allah Swt. akan menolong dan memberi mereka
kemenangan, seandainya orang-orang Bani Israil mempunyai keberanian memasuki Tanah suci yang dijanjikan itu.
Ucapan
mereka “Ya Musa, sesungguhnya di dalam negeri itu ada suatu kaum yang kuat lagi kejam“ berarti bahwa riwayat kaum itu dikenal oleh
bangsa Bani Israil. Bangsa Amaliki (Amalek) dan suku-suku bangsa Arab liar
menghuni Tanah suci pada zaman itu,
dan orang-orang Bani Israil sangat
takut kepada mereka. Dalam QS.2:247-253 kaum-kaum penghuni “negeri yang
dijanjikan” itu disebut “Jalut” dan “bala tentaranya” yang dikalahkan oleh Nabi Daud a.s..
Bandingkanlah sikap pengikut-pengikut Nabi
Musa a.s. yang tidak punya rasa malu lagi pengecut itu dengan pengurbanan
tulus-ikhlas dan hampir-hampir tak masuk akal dari para sahabat Nabi Besar Muhammad saw. yang senantiasa mendambakan melompat ke
dalam rahang kematian bila ada sedikit saja isyarat aba-aba dari Junjungan mereka.
Ketika Nabi Besar Muhammad saw. bersama sejumlah kecil para sahabat -- dengan perlengkapan perang yang sangat
darurat -- hendak bergerak ke Badar
menghadapi balatentara Mekkah yang bilangannya jauh lebih besar serta
persenjataannya lebih lengkap, beliau saw. meminta saran mereka mengenai situasi berbahaya yang harus dihadapi mereka
saat itu.
Kesetiaan Para Sahabah Nabi Besar Muhammad Saw.
Atas permintaan beliau saw. salah
seorang dari para sahabat bangkit lalu menjawab Nabi Besar Muhammad saw. dengan kata-kata yang akan selamanya
terkenang:
“Kami tidak
akan berkata kepada Anda seperti dikatakan oleh pengikut-pengikut Nabi Musa
a.s.: “Pergilah engkau bersama Tuhan
engkau kemudian berperanglah engkau berdua, sesungguhnya kami hendak duduk-duduk
saja di sini.’ Kebalikannya, wahai Rasulullah, kami senantiasa beserta engkau
dan kami akan ber-tempur dengan musuh di sebelah kanan dan di sebelah kiri
engkau dan di hadapan engkau dan di belakang engkau, dan kami mengharap dari
Allah agar engkau akan menyaksikan kami apa yang akan menyejukkan mata engkau.”
Menanggapi keengganan Bani Israil untuk
memasuki Kanaan – “negeri yang dijanjikan” – tersebut karena mereka takut kepada kaum-kaum yang
berada di wilayah tersebut, selanjutnya Allah Swt. berfirman:
قَالَ
رَجُلٰنِ مِنَ الَّذِیۡنَ یَخَافُوۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمَا ادۡخُلُوۡا عَلَیۡہِمُ الۡبَابَ ۚ فَاِذَا دَخَلۡتُمُوۡہُ فَاِنَّکُمۡ غٰلِبُوۡنَ ۬ۚ وَ عَلَی
اللّٰہِ فَتَوَکَّلُوۡۤا اِنۡ
کُنۡتُمۡ مُّؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾ قَالُوۡا یٰمُوۡسٰۤی اِنَّا لَنۡ نَّدۡخُلَہَاۤ
اَبَدًا مَّا دَامُوۡا فِیۡہَا فَاذۡہَبۡ اَنۡتَ وَ رَبُّکَ
فَقَاتِلَاۤ اِنَّا ہٰہُنَا قٰعِدُوۡنَ ﴿﴾ قَالَ رَبِّ اِنِّیۡ لَاۤ
اَمۡلِکُ اِلَّا نَفۡسِیۡ وَ اَخِیۡ فَافۡرُقۡ بَیۡنَنَا وَ بَیۡنَ
الۡقَوۡمِ الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿﴾ قَالَ
فَاِنَّہَا مُحَرَّمَۃٌ عَلَیۡہِمۡ اَرۡبَعِیۡنَ سَنَۃً ۚ یَتِیۡہُوۡنَ فِی
الۡاَرۡضِ ؕ فَلَا تَاۡسَ عَلَی الۡقَوۡمِ الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿٪﴾
Dua orang laki-laki dari antara mereka yang takut kepada Allah dan Allah telah memberi nikmat kepada keduanya
berkata: “Masuklah melalui pintu gerbang
mereka, lalu apabila kamu memasuki negeri
itu maka sesungguhnya kamu akan menang.
Dan hanya kepada Allah-lah hendak-nya
kamu bertawakkal
jika kamu benar-benar orang-orang yang
beriman.” Mereka berkata: “Hai Musa,
sesungguhnya kami tidak akan pernah memasuki negeri itu,
selama mereka masih ada di dalamnya, karena itu pergilah engkau bersama Tuhan engkau, lalu berperanglah engkau berdua,
sesungguhnya kami hendak duduk-duduk
saja di sini!” Musa berkata:
“Ya Tuhan-ku, sesungguhnya aku tidak
berkuasa kecuali terhadap diriku dan saudara laki-lakiku, maka bedakanlah antara kami dengan kaum yang fasik (durhaka) itu.” Dia
berfirman: “Maka sesungguhnya negeri itu diharamkan
bagi mereka selama empat puluh tahun, mereka akan bertualang kebingungan di muka bumi maka janganlah engkau bersedih atas kaum yang
fasik itu.” (Al-Māidah [5]:24-27).
Peringatan Allah Swt. kepada Umat
Islam
Nabi Besar Muhammad saw. telah bersabda
bahwa antara umat Islam (Bani
Isma’il) dengan Bani Israil akan banyak memiliki persamaan sehingga seperti “persamaan sepasang sepatu”. Contohnya:
(1)
Di Kalangan Bani Israil terdapat Nabi
Musa a.s., Rasul Allah yang membawa syariat, demikian juga di kalangan Bani Isma’il pun ada “nabi yang seperti Musa” – yakni Nabi
Besar Muhammad saw. (Ulangan
18:15-19; QS.46:11),
(2)
Di kalangan Bani Israil setelah Nabi Musa a.s. dan Bai Harun a.s. Allah Swt. telah mengutus
rangkaian para Rasul (Nabi) Allah yang tidak
membawa syariat (QS.2:89; QS.5:21), demikian juga di kalangan Bani Isma’il
(umat Islam), setelah Khulafatur-
Rasyidin Allah Swt. setiap abad membangkitkan para wali Allah sebagai mujaddid
, yang mengenai ketinggian martabat pengetahuan dan ruhani para ‘ulama hakiki tersebut (QS.35:29) Nabi Besar Muhammad saw. telah
bersabda bahwa “Para ‘ulama umatku
seperti nabi-nabi Bani Israil”.
(3)
Di kalangan Bani
Israil silsilah kenabian diakhiri
dengan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. yang datang 14 abad setelah Nabi Musa a.s., demikian pula menurut Allah Swt. di kalangan
Bani Isma’il (umat Islam) pun 14 abad setelah Nabi Besar Muhammad saw. akan
diutus Al-Masih Mau’ud a.s. atau misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58), yakni Mirza Ghulam Ahmad
a.s..
(4)
Di kalangan Bani
Israil Allah Swt. telah 2 kali menghukum mereka (QS.17:5-9) melalui serbuan
dahsyat raja Nebukadnezar dari
Babilonia (QS.2:260) dan Titus dari
kerajaan Rumawi – akibat kedurhakaan
mereka kepada Allah Swt. dan para Rasul
Allah, khususnya Nabi Daud a.s.
dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.,
sehingga keduanya mengutuk
orang-orang kafir dari kalangan Bani Israil (QS.5:79-80) – demikian pula Bani
Ismail (umat Islam) pun mengalami dua
kali hukuman dari Allah Swt. melalui serbuan dahsyat balatentara Mongol dan
Tartar pimpinan Khulaku Khan,
cucu Jenghis
Khan dan melalui bangsa-bangsa Kristen dari Barat yang diosebut Ya’juj dan Ma’juj
(Magog dan Magog – Wahyu 20:7-10; QS.21:96-97).
Oleh karena itu betapa benarnya peringatan Allah Swt. kepada umat Islam
berikut ini:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَکُوۡنُوۡا
کَالَّذِیۡنَ اٰذَوۡا مُوۡسٰی فَبَرَّاَہُ
اللّٰہُ مِمَّا قَالُوۡا ؕ وَ کَانَ عِنۡدَ اللّٰہِ وَجِیۡہًا ﴿ؕ﴾یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا
اللّٰہَ وَ قُوۡلُوۡا قَوۡلًا سَدِیۡدًا ﴿ۙ﴾ یُّصۡلِحۡ لَکُمۡ اَعۡمَالَکُمۡ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ذُنُوۡبَکُمۡ
ؕ وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ فَقَدۡ فَازَ فَوۡزًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu
seperti orang-orang yang telah menyusahkan Musa, tetapi Allah
membersihkannya dari apa yang mereka katakana, dan ia di sisi Allah adalah orang yang
terhormat. Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah
dan ucapkanlah perkataan yang jujur.
Dia akan memperbaiki bagi kamu amal-amalmu dan akan mengampuni bagi kamu dosa-dosamu. Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia akan meraih kemenangan besar. (Al-Ahzab
[33]:70-72).
Ādzahu berarti, ia melakukan atau
mengatakan apa yang tidak disenanginya atau yang dibencinya, mengganggu atau
menjengkelkan atau melukai perasaan dia. Nabi Musa a.s. telah dijadikan sasaran fitnahan-fitnahan berat, antara lain:
(1) Qarun (Qorah) menghasut
seorang perempuan mengada-adakan tuduhan terhadap beliau bahwa beliau pernah
mengadakan hubungan gelap dengan dirinya.
(2) Karena timbul iri hati
melihat semakin meningkatnya pengaruh Nabi Harun di tengah kaum beliau, Nabi
Musa a.s. berusaha membunuh Nabi Harun a.s.
(3) Beliau mengidap penyakit
lepra dan rajasinga atau syphilis.
(4) Samiri menuduh beliau berbuat
syirik.
(5) Adik perempuan beliau sendiri melemparkan
tuduhan palsu terhadap beliau (Bilangan
12:1).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 23 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar