Senin, 03 Juni 2013

Pengurbanan Besar Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Isma'il a.s. & Pengutusan Nabi Besar Muhammad saw.




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 136


Pengurbanan Besar 
Nabi Ibrahim a.s. dan 
Nabi Isma’il a.s.  &  Pengutusan 
Nabi Besar Muhammad Saw.


 Oleh

 Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai  dialog Nabi Ibrahim a.s. dengan Azar -- ayah mertuanya – dan dengan kaumnya,  dan berakhir dengan upaya pembunuhan Nabi Ibrahim a.s. yang dilemparkan ke dalam kobaran api, namun Allah Swt. dengan cara yang khusus menyelamatkan beliau a.s.,  firman-Nya:
وَ نَجَّیۡنٰہُ  وَ لُوۡطًا  اِلَی الۡاَرۡضِ الَّتِیۡ بٰرَکۡنَا  فِیۡہَا  لِلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾   وَ وَہَبۡنَا لَہٗۤ  اِسۡحٰقَ ؕ وَ یَعۡقُوۡبَ  نَافِلَۃً ؕ وَ کُلًّا  جَعَلۡنَا صٰلِحِیۡنَ ﴿﴾  وَ جَعَلۡنٰہُمۡ اَئِمَّۃً یَّہۡدُوۡنَ بِاَمۡرِنَا وَ اَوۡحَیۡنَاۤ  اِلَیۡہِمۡ فِعۡلَ الۡخَیۡرٰتِ وَ اِقَامَ الصَّلٰوۃِ  وَ اِیۡتَآءَ الزَّکٰوۃِ ۚ وَ کَانُوۡا لَنَا عٰبِدِیۡنَ﴿ۚۙ﴾
Dan Kami telah menyelamatkan dia (Ibrahim) dan Luth ke negeri yang telah Kami berkati  di dalamnya untuk seluruh umat manusia.   Dan Kami menganugerahkan kepadanya Ishaq, dan seorang cucu, Ya’qub, dan masing-masing Kami jadikan orang-orang yang saleh.  Dan Kami menjadikan mereka imam-imam yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, dan Kami wahyukan kepada mereka untuk berbuat kebaikan-kebaikan, dan mendirikan shalat serta membayar zakat, dan hanya kepada Kami mereka menyembah. (Al-Anbiyā [21]:72-74).
    Nabi Ibrahim a.s.  bepergian dari Ur (Mesopotamia) ke Harran dan dari sana atas perintah Ilahi   ke Kanaan  -- “negeri yang dijanjikan” yang Allah Swt.  telah tetapkan akan diberikan kepada keturunan beliau  (QS.21:106-107). Perjalanan  Nabi Ibrahim a.s. itu mempunyai tujuan dan maksud yang tepat. Semua nabi Allah yang besar atau para pengikut mereka  - sesuai dengan maksud dan rencana Ilahi  - pada suatu waktu harus   hijrah, meninggalkan kampung halaman mereka.
     Kembali  kepada Surah Ash-Shāffāt, dimana   peristiwa perdebatan  sampai dengan peristiwa upaya pembunuhan Nabi Ibrahim a.s. tersebut dijelaskan  -- dengan rincian yang agak berbeda  -- sebagai berikut, firman-Nya:
فَتَوَلَّوۡا عَنۡہُ  مُدۡبِرِیۡنَ ﴿﴾  فَرَاغَ  اِلٰۤی  اٰلِہَتِہِمۡ  فَقَالَ  اَلَا  تَاۡکُلُوۡنَ ﴿ۚ﴾ مَا  لَکُمۡ  لَا تَنۡطِقُوۡنَ ﴿﴾  فَرَاغَ  عَلَیۡہِمۡ  ضَرۡبًۢا بِالۡیَمِیۡنِ ﴿﴾ فَاَقۡبَلُوۡۤا  اِلَیۡہِ  یَزِفُّوۡنَ ﴿۹﴾   قَالَ  اَتَعۡبُدُوۡنَ  مَا تَنۡحِتُوۡنَ ﴿ۙ﴾   وَ اللّٰہُ خَلَقَکُمۡ  وَ مَا تَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾   قَالُوا ابۡنُوۡا لَہٗ  بُنۡیَانًا فَاَلۡقُوۡہُ  فِی الۡجَحِیۡمِ ﴿﴾  فَاَرَادُوۡا بِہٖ کَیۡدًا فَجَعَلۡنٰہُمُ  الۡاَسۡفَلِیۡنَ ﴿﴾ 
Maka mereka berpaling darinya meninggalkannya.   Maka ia pergi dengan diam-diam kepada berhala-berhala mereka lalu ia berkata: “Mengapakah kamu tidak makanApa yang terjadi atas kamu hingga kamu tidak bicara?”  Lalu secara diam-diam ia memukul mereka dengan tangan kanan.  Setelah itu mereka bergegas datang kepadanya.  Ia, Ibrahim, berkata:  Apakah kamu menyembah apa yang telah kamu pahat?  Padahal Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.”   Mereka berkata: “Buatlah untuknya suatu bangunan  lalu  lemparkanlah dia ke dalam api yang menyala-nyala.”   Maka mereka hendak merencanakan tipu daya terhadapnya, lalu Kami menjadikan mereka orang-orang yang paling hina.  (Ash-Shāffāt  [37]:91-99).
     Perkataan Nabi Ibrahim a.s. kepada kaumnya  -- Ia, Ibrahim, berkata:  Apakah kamu menyembah apa yang telah kamu pahat?  Padahal Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.    -- benar-benar sangat telak, sehingga mereka hanya bisa berkata seperti umumnya orang-orang yang kalah dalam berdebatMereka berkata: “Buatlah untuknya suatu bangunan  lalu  lemparkanlah dia ke dalam api yang menyala-nyala!”  
  Sifat paling menonjol  Tuhan Yang Hidup adalah Dia bercakap-cakap dengan abdi-Nya yang terpilih dan mendengar doa-doanya serta mengabulkannya. Hanya tuhan yang mati dan tidak hidup sajalah yang tidak memiliki kemampuan berbicara atau mendengar dan mengabulkan doa-doa para penyembahnya.
    Karena tangan kanan itu perlambang kekuatan dan kekuasaan, maka ayat ini mengandung arti bahwa Nabi Ibrahim a.s.   memukul berhala-berhala itu dengan kekuatan penuh sampai pecah berkeping-keping. Yamīn berarti pula sumpah,  maka ayat ini dapat pula berarti bahwa Nabi Ibrahim a.s.  memecahkan berhala-berhala itu dalam memenuhi sumpahnya (QS.21:58).
Makna ayat  فَاَرَادُوۡا بِہٖ کَیۡدًا فَجَعَلۡنٰہُمُ  الۡاَسۡفَلِیۡنَ   maka  mereka hendak merencanakan tipu daya terhadapnya, lalu Kami menjadikan mereka orang-orang yang paling hina,”  karena musuh-musuh Nabi Ibrahim a.s.   digagalkan dalam rencana-rencana buruk mereka melawan  Nabi Ibrahim a.s. lalu mereka dihinggapi perasaan hina yang mendalam.

Kelahiran  dan Pengurbanan Besar Nabi Isma’il  a.s.

 Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai  hijrah  Nabi Ibrahim a.s., sebagai petunjuk Allah Swt. yang diperoleh Nabi Ibrahim a.s. dari tawajjuh  (menghadap Allah Swt.)  yang beliau a.s. lakukan, firman-Nya:
وَ قَالَ  اِنِّیۡ ذَاہِبٌ  اِلٰی رَبِّیۡ سَیَہۡدِیۡنِ ﴿﴾  رَبِّ ہَبۡ  لِیۡ  مِنَ  الصّٰلِحِیۡنَ ﴿﴾  فَبَشَّرۡنٰہُ  بِغُلٰمٍ  حَلِیۡمٍ ﴿﴾  فَلَمَّا بَلَغَ مَعَہُ  السَّعۡیَ قَالَ یٰبُنَیَّ  اِنِّیۡۤ اَرٰی فِی الۡمَنَامِ اَنِّیۡۤ  اَذۡبَحُکَ فَانۡظُرۡ مَاذَا تَرٰی ؕ قَالَ یٰۤاَبَتِ افۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُ ۫ سَتَجِدُنِیۡۤ  اِنۡ شَآءَ اللّٰہُ مِنَ الصّٰبِرِیۡنَ ﴿﴾     
Dan ia (Ibrahim) berkata: “Sesungguhnya aku hendak pergi menghadap kepada Tuhan-ku, Dia segera akan memberiku petunjuk.” Ia berdoa: “Hai Tuhan-ku, anugerahkanlah kepadaku anak-anak yang saleh.”   Maka Kami memberikan kabar gembira kepadanya mengenai se-orang anak laki-laki yang berhati lembut. Lalu tatkala anak itu telah berusia cukup untuk dapat berlari-lari bersamanya ia, Ibrahim, berkata: “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyem-belih engkau,  maka pikirkanlah apa pendapat engkau? Ia, Isma’il, berkata: “Hai bapakku, lakukanlah apa yang telah diperintahkan kepada engkau, engkau pasti akan mendapatiku, insya Allah, termasuk orang-orang yang sabar.” (Ash-Shāffāt  [37]:100-103).
  Al-Quran dan Bible berbeda mengenai siapa dari kedua putra  Nabi Ibrahim a.s. apakah Nabi Isma’il a.s. ataukah Nabi Ishaq a.s.   — yang sesuai dengan perintah Ilahi dikurbankan oleh Nabi Ibrahim a.s. Menurut Bible, putra itu ialah Nabi Ishaq a.s. (Kejadian 22:2). Pada pihak lain Al-Quran menyatakan dengan jelas dan gamblang bahwa putra yang dikorban itu ialah Nabi Isma’il a.s..  
Bible sendiri bertentangan dalam uraian ini. Menurut Bible, Nabi Ibrahim a.s. diperintah mengurbankan putra tunggalnya, tetapi Ishaq a.s. bukanlah satu-satunya putra beliau, sebab  Nabi Isma’il a.s.. lebih tua kira-kira 13 tahun daripada Nabi Ishaq a.s. dan selama itu Nabi Isma’il a.s. putra tunggal Nabi Ibrahim a.s.,  dan karena beliau putra pertama, maka lebih-lebih lagi menjadi kesayangan sang ayah. Oleh karena itu masuk akal   jika Nabi Ibrahim a.s. telah diminta oleh Allah Swt. mengorbankan sesuatu yang paling dicintainya, ialah satu-satunya putra yang bernama Isma’il.
Sebagian penganjur Kristen telah gagal dan sia-sia berusaha menunjukkan, bahwa “karena Ismail diperanakkan oleh seorang sahaya perempuan, ia lahir atas perihal manusia secara wajar, sedang Ishak diperanakkan oleh perempuan  merdeka, ia lahir oleh sebab perjanjian (Galatia 4:22-23). Di samping kenyataan bahwa Siti Hajar, ibunda Isma’il a.s., termasuk keluarga raja Mesir dan bukan seorang sahaya perempuan, Isma’il a.s. berulang-ulang disebut dalam Bible putra Nabi Ibrahim a.s., sama benar seperti halnya Ishaq a.s. isebut putra pula (Kejadian 16:16; 17:23-25). Tambahan pula, janji-janji serupa itu diberikan kepada Nabi Ibrahim a.s. mengenai kebesaran Nabi Isma’il a.s.  pada kelak kemudian hari seperti juga mengenai Nabi Ishaq a.s.  (Kejadian 16:10-1; 17:20).
Kecuali penggantian nama Isma’il menjadi Ishaq, yang nampaknya disengaja, dan Marwah, sebuah bukit di sekitar Mekkah, menjadi Moriah, tempat Nabi Ibrahim a.s. telah meninggalkan Nabi Isma’il a.s. bersama ibunya, Siti Hajar, ketika Nabi Isma’il a.s. masih kanak-kanak, tidak ada satu tempat pun dalam Bible yang dapat memberikan dukungan sedikit pun kepada anggapan, bahwa Nabi Ibrahim a.s.  menyerahkan Nabi Ishaq a.s.  sebagai kurban dan bukan Nabi Isma’il  a.s..
 Namun demikian tidak ada jejak didapati dalam upacara-upacara keagamaan orang-orang Yahudi dan Kristen mengenai pengurbanan Nabi Ishaq a.s. oleh Nabi Ibrahim a.s. menurut anggapan mereka, sedangkan kaum Muslimin yang merupakan keturunan ruhani Nabi Ismail a.s. dengan semangat menyala-nyala memperingati pengurbanan yang diniatkan beliau, dengan menyembelih domba-domba dan kambing-kambing setiap tahun di seluruh dunia pada hari kesepuluh Dzul Hijjah. Pengurbanan domba dan kambing oleh kaum Muslimin itu membuktikan tanpa dapat dibantah atau diragukan, bahwa Nabi Isma’il a.s.  itulah yang dibaktikan Nabi Ibrahim a.s.  sebagai kurban, dan bukan Nabi Ishaq a.s..   

Makna “Pengurbanan yang Besar 

Pada hakikatnya Nabi Ibrahim a.s.  tidak disuruh menyempurnakan kasyaf (mimpi) beliau dalam kenyataan yang sungguh-sungguh. Hal itu hanya merupakan peragaan secara praktis mengenai niat dan kerelaan mengurbankan putranya, yang dikehendaki dari diri beliau. Kasyaf itu telah menjadi sempurna secara simbolis pada diri Siti Hajar dan Nabi Isma’il  a.s. , yang telah ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim a.s. di lembah Mekkah, yang pada saat itu merupakan padang belantara tandus dan kering gersang (QS.14:36-42).
Perbuatan berani itu, sesungguhnya melambangkan pengurbanan Nabi Isma’il a.s.. Perintah Ilahi kepada Nabi Ibrahim a.s.  pertama-tama supaya mengurbankan putra beliau dan kemudian mencegah melaksanakannya ke dalam amal nyata, menunjukkan pula bahwa perintah itu dimaksudkan menghapuskan pengurbanan manusia, suatu kebiasaan sangat tidak manusiawi, yang lazim pada masa itu di antara kebanyakan bangsa.
   Nabi Ibrahim a.s. pasti mengetahui bahwa yang namanya mimpi pada umumnya memerlukan ta’wil, namun demikian demi menjaga kemurnian Tauhid Ilahi  Nabi Ibrahim a.s. tidak mau mena’wilkan karena khawatir ada unsur  hawa-nafsu  yang menyertai pena’wilan yang dilakukan. Mengenai pengorbanan Nabi Isma’il a.s. tersebut selanjutnya  Allah Swt. berfirman:
 فَلَمَّاۤ   اَسۡلَمَا وَ  تَلَّہٗ   لِلۡجَبِیۡنِ ﴿﴾ۚ  وَ  نَادَیۡنٰہُ  اَنۡ  یّٰۤاِبۡرٰہِیۡمُ ﴿﴾ۙ قَدۡ صَدَّقۡتَ الرُّءۡیَا ۚ اِنَّا کَذٰلِکَ نَجۡزِی الۡمُحۡسِنِیۡنَ ﴿﴾  اِنَّ ہٰذَا لَہُوَ  الۡبَلٰٓـؤُا الۡمُبِیۡنُ ﴿﴾  وَ فَدَیۡنٰہُ  بِذِبۡحٍ عَظِیۡمٍ ﴿﴾  وَ تَرَکۡنَا عَلَیۡہِ فِی الۡاٰخِرِیۡنَ ﴿﴾ۖ  سَلٰمٌ  عَلٰۤی  اِبۡرٰہِیۡمَ ﴿﴾   کَذٰلِکَ نَجۡزِی الۡمُحۡسِنِیۡنَ ﴿﴾ اِنَّہٗ مِنۡ عِبَادِنَا الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾
Maka tatkala  keduanya telah rela berserah diri dan ia, Ibrahim, telah menelungkupkan anaknya pada dahinya. Maka Kami berseru kepadanya: “Hai Ibrahim,  sungguh engkau telah menggenapi mimpi itu.” Sesungguhnya demikianlah Kami memberi ganjaran orang-orang yang berbuat ihsan.   Sesungguhnya ini adalah suatu ujian yang nyata.   Dan Kami telah menebus dia, Isma’il, dengan pengurbanan yang besar. Dan Kami meninggalkan nama baik baginya, Ibrahim, di antara umat-umat yang akan datang.  Selamat sejahtera  atas Ibrahim.   Demikianlah Kami mengganjar orang-orang yang berbuat ihsan.   Sesungguhnya ia termasuk  hamba-hamba Kami yang beriman. (Ash-Shāffāt  [37]:104-112).
  Kesediaan Nabi Ibrahim a.s.  mengurbankan Nabi Isma’il  a.s. telah dilembagakan dalam peraturan Islam mengenai “qurban” yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari acara ibadah  haji. Makna yang tersimpul dalam ayat ini dapat pula tentang penghapusan kebiasaan kurban manusia, yang agaknya lazim di zaman Nabi Ibrahim a.s.  dan mengenai penggantinya dengan pengurbanan binatang.

Kelahiran Nabi Besar Muhammad Saw. &
Makna Zalum dan Jahul  

 Namun perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan “pengorbanan yang besar” bukan hanya terbatas kesediaan Nabi Isma’il a.s. untuk “disembelih”  oleh Nabi Ibrahim a.s., melainkan berupa kesediaan beliau  -- bersama ibunya, Siti Hajar – atas perintah Allah Swt. ditempatkan di lembah Bakkah (Makkah) yang kering dan gersang, dan sebagai buah “pengorbanan besar” Nabi Isma’il a.s. tersebut lahir Nabi Besar Muhammad saw. yang membawa syariat terakhir dan tersempurna (QS.2:125-130; QS.14:36-38; QS.5:4). Bahkan pada hakikatnya Nabi Besar Muhammad saw. inilah yang dimaksud dengan  pengorbanan besar  itu  وَ فَدَیۡنٰہُ  بِذِبۡحٍ عَظِیۡمٍ – “Dan Kami telah menebus dia, Isma’il, dengan pengurbanan yang besar.
  Kesediaan Nabi Besar Muhammad saw.   mengemban amanat syariat terakhir dan tersempurna benar-benar merupakan  suatu “pengorbanan besar”, sebab diturunkannya agama Islam (Al-Quran) sebagai agama dan kitab suci terakhir dan tersempurna (QS.5:4)  seakan-akan merupakan kedatangan Allah Swt.  Sendiri, sehingga Nabi Musa a.s. pun tidak sanggup melihat “Tajjali-Nya” (penampakkan keagungan-Nya)  ke atas sebuah “gunung  (QS.7:144-146), sebab hanya Nabi Besar Muhammad saw.  – yakni insan kamil  (manusia sempurna) -- sajalah yang bersedia mengemban amanat terakhir dan tersempurna yang sangat berat serta memerlukan pengorbanan besar tersebut, firman-Nya:
اِنَّا عَرَضۡنَا الۡاَمَانَۃَ عَلَی السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ الۡجِبَالِ فَاَبَیۡنَ اَنۡ یَّحۡمِلۡنَہَا وَ اَشۡفَقۡنَ مِنۡہَا وَ حَمَلَہَا الۡاِنۡسَانُ ؕ اِنَّہٗ کَانَ ظَلُوۡمًا جَہُوۡلًا ﴿ۙ﴾
Sesungguhnya Kami telah  menawarkan amanat syariat kepada seluruh langit, bumi dan gunung-gunung, tetapi semuanya enggan memikulnya dan mereka takut terhadapnya, akan sedangkan insan  (manusia) memikulnya, sesungguhnya ia sanggup berbuat zalim dan  abai  terhadap di-rinya.  (Al-Ahzāb [33]:73).
    Hamala al-amānata berarti: ia membebankan atas dirinya atau menerima amanat; ia mengkhianati amanat itu. Zhalum adalah bentuk kesangatan dari zhalim yang adalah fa’il atau pelaku dari zhalama, yang berarti ia meletakkan benda itu di tempat yang salah; zhalamahu berarti: ia membebani diri sendiri dengan suatu beban yang melewati batas kekuatan atau kemampuan pikulnya. Jahul adalah bentuk kesangatan dari kata jahil, yang berarti  lalai, dungu, dan alpa (Lexicon Lane).
    (1) Manusia dianugerahi kemampuan-kemampuan dan kekuatan fitri besar sekali untuk meresapkan dan menjelmakan di dalam dirinya sifat-sifat Ilahi untuk menayang citra (bayangan) Khāliq-nya (QS.2:31) yakni takhallaqu bi-akhlaqillāh. Sungguh inilah amanat agung yang hanya insan  (manusia)  sendiri dari seluruh isi jagat raya ini yang ternyata sanggup melaksanakannya, sedangkan  makhluk-makhluk dan benda-benda lainnya — para malaikat, seluruh langit (planit-planit), bumi, gunung-gunung sama sekali tidak dapat menandinginya. Mereka seakan-akan menolak mengemban amanat itu.
   Manusia menerima tanggungjawab ini sebab hanya dialah yang dapat melaksanakannya. Ia mampu menjadi zhalum (aniaya terhadap dirinya sendiri) dan jahul (mengabaikan diri sendiri) dalam pengertian bahwa ia dapat aniaya terhadap dirinya sendiri dalam arti bahwa ia dapat menanggung kesulitan apa pun dan menjalani pengorbanan apa pun demi Khāliq-nya, dan ia mampu mengabaikan diri atau alpa dalam arti bahwa dalam mengkhidmati amanat-Nya yang agung lagi suci itu, ia dapat mengabaikan kepentingan pribadinya dan hasratnya untuk memperoleh kesenangan dan kenikmatan hidup.
    (2) Jika kata al-amānat diambil dalam arti sebagai hukum Al-Quran dan kata al-insan sebagai manusia sempurna, yakni, Nabi Besar Muhammad saw., maka ayat ini akan berarti bahwa dari semua penghuni seluruh langit dan bumi, hanyalah  Nabi Besar Muhammad saw.  sendiri saja yang mampu diamanati wahyu yang mengandung syariat yang paling sempurna dan penutup, ialah syariat Al-Quran, sebab tidak ada orang atau wujud lain yang pernah dianugerahi sifat-sifat agung yang mutlak diperlukan untuk melaksanakan tanggungjawab besar ini sepenuhnya dan sebaik-baiknya.
     (3) Kalau kata hamala diambil dalam arti mengkhianati atau tidak jujur terhadap suatu amanat, maka ayat ini akan berarti bahwa amanat syariat Ilahi telah dibebankan atas manusia dan makhluk-makhluk lainnya yang ada di bumi maupun di langit. Mereka itu semua — kecuali manusia — menolak mengkhianati amanat ini, yakni mereka itu sepenuhnya dan dengan setia menjalankan segala hukum yang kepada hukum-hukum itu mereka harus tunduk.
   Seluruh alam setia kepada hukum-hukumnya dan para malaikat juga melaksanakan tugas mereka dengan setia dan patuh yakni bertasbih dengan pujian-Nya (QS.2:31-35; Qs’13:16; 16:50-51; QS.22:19; QS.41:10-13; QS.57:2; QS.61:2; QS.62:2), hanya manusia saja yang disebabkan telah dikaruniai kebebasan bertindak dan berkemauan mau juga mengingkari dan melanggar perintah Allah Swt., sebab ia aniaya dan mengabaikan serta tidak mempedulikan tugas dan kewajibannya. Arti demikian mengenai ayat ini didukung oleh QS.41:12.

Abul Anbiyā (Bapak Para Nabi) &
Imam Umat Manusia

  Jadi, kembali kepada  Nabi Ibrahim a.s., adakah bukti yang lebih besar bagi Nabi Ibrahim a.s. yang telah meninggalkan nama baik, dari kenyataan bahwa pengikut tiga agama besar — Islam, Kristen, dan Yahudi — merasa bangga mengaitkan garis keturunan mereka kepada Sang Datuk yang sangat mulia itu, Abul Anbiya (bapak para nabi) yaitu Nabi Ibrahim a.s.?
 Setelah kabar gembira mengenai  peristiwa kelahiran  dan pengorbanan Nabi Isma’il a.s.  tersebut selanjutnya Allah Swt. mengemukakan kabar gembira mengenai kelahiran Nabi Ishaq a.s., yang membuktikan bahwa peristiwa “penyembelihan” Nabi Isma’il a.s. terjadi sebelum Nabi Ishaq a.s. lahir, dengan demikian yang dimaksud dengan “putra tunggal” Nabi Ibrahim a.s. yang dikorbankan adalah Nabi Isma’il a.s., bukan Nabi Ishaq a.s., firman-Nya:
وَ بَشَّرۡنٰہُ بِاِسۡحٰقَ نَبِیًّا مِّنَ الصّٰلِحِیۡنَ ﴿﴾  وَ بٰرَکۡنَا عَلَیۡہِ وَ عَلٰۤی  اِسۡحٰقَ ؕ وَ مِنۡ ذُرِّیَّتِہِمَا مُحۡسِنٌ وَّ ظَالِمٌ لِّنَفۡسِہٖ مُبِیۡنٌ ﴿﴾٪
Dan Kami pun telah memberi kabar gembira kepadanya mengenai Ishaq, seorang nabi dari golongan  orang-orang shalih.  Dan Kami melimpahkan berkat kepadanya, Isma’il, dan juga kepada Ishaq. Dan di antara keturunan keduanya ada yang berbuat ihsan dan ada pula yang berbuat zalim yang nyata terhadap dirinya sendiri. (Ash-Shāffāt  [37]:113-114).
    Kata-kata, “Kami melimpahkan berkat atasnya,” menunjuk kepada karunia Allah Swt. yang dianugerahkan kepada keturunan Nabi Ibrahim a.s. dengan perantaraan Nabi Isma’il a.s.,  karena Nabi Ishaq a.s. telah disebut secara terpisah dengan menyebut nama beliau, firman-Nya:
وَ اِذِ ابۡتَلٰۤی  اِبۡرٰہٖمَ  رَبُّہٗ بِکَلِمٰتٍ فَاَتَمَّہُنَّ ؕ قَالَ اِنِّیۡ جَاعِلُکَ لِلنَّاسِ  اِمَامًا ؕ قَالَ وَ مِنۡ ذُرِّیَّتِیۡ ؕ قَالَ لَا یَنَالُ عَہۡدِی الظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾  وَ اِذۡ جَعَلۡنَا الۡبَیۡتَ مَثَابَۃً لِّلنَّاسِ وَ اَمۡنًا ؕ وَ اتَّخِذُوۡا مِنۡ مَّقَامِ اِبۡرٰہٖمَ مُصَلًّی ؕ وَ عَہِدۡنَاۤ اِلٰۤی اِبۡرٰہٖمَ  وَ اِسۡمٰعِیۡلَ اَنۡ طَہِّرَا بَیۡتِیَ  لِلطَّآئِفِیۡنَ وَ الۡعٰکِفِیۡنَ وَ الرُّکَّعِ  السُّجُوۡدِ ﴿﴾  وَ اِذۡ قَالَ  اِبۡرٰہٖمُ  رَبِّ اجۡعَلۡ ہٰذَا بَلَدًا اٰمِنًا وَّ ارۡزُقۡ اَہۡلَہٗ مِنَ الثَّمَرٰتِ مَنۡ اٰمَنَ مِنۡہُمۡ بِاللّٰہِ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ ؕ قَالَ وَ مَنۡ کَفَرَ فَاُمَتِّعُہٗ قَلِیۡلًا ثُمَّ  اَضۡطَرُّہٗۤ اِلٰی عَذَابِ النَّارِ ؕ وَ بِئۡسَ الۡمَصِیۡرُ ﴿﴾
 Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji oleh Tuhan-nya dengan beberapa perintah maka dilaksana-kannya sepenuhnya. Dia berfirman: “Sesungguhnya  Aku akan menjadikan engkau imam  bagi manusia.” Ia, Ibrahim,  berkata: “Dan jadikanlah juga imam dari  keturunanku. Dia berfirman: “Janji-Ku tidak mencapai yakni tidak berlaku bagi orang-orang zalim.”  Dan ingatlah ketika Kami jadikan Rumah (Ka’bah) itu tempat berkumpul  bagi manusia dan tempat yang aman,  dan  jadikanlah maqam  Ibrahim sebagai tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Isma'il: “Sucikanlah rumah-Ku itu untuk orang-orang yang tawaf, yang ‘itikaf, yang rukuk dan yang sujud.”   Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhan-ku, jadikanlah tempat ini kota yang aman dan berikanlah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya dari antara mereka yang beriman  kepada  Allah dan Hari Kemudian.” Dia berfirman: “Dan orang yang kafir pun  maka Aku akan memberi sedikit kesenangan kepadanya kemudian  akan Aku paksa ia ma-suk ke dalam azab Api, dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (Al-Baqarah [2]:125-127).


(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 20 Mei  2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar