Rabu, 05 Juni 2013

"Revolusi Akhlak dan Ruhani" Bangsa Arab Jahiliyah Melalui Pengutusan Nabi Besar Muhammad Saw.






بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 139


Revolusi Akhlak dan Ruhani
 Bangsa Arab Jahiliyah Melalui Pengutusan
 Nabi Besar Muhammad Saw.   


 Oleh

 Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai bukti-bukti bahwa Nabi Besar Muhammad Saw.  adalah keturunan Nabi Ismail a.s. atau Bani Ismail,  dan untuk menegaskan bahwa Nabi  yang “seperti Musa” (Ulangan 18:15-19; QS.46:11), yang diharapkan dan dijanjikan itu harus seorang dari Bani Isma'il, Allah Swt. dalam Al-Quran dengan sangat tepat menuturkan pembangunan Ka’bah oleh Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Isma'il a.s. dan doa yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim a.s.  untuk keturunan putra sulungnya, firman-Nya:
وَ اِذۡ یَرۡفَعُ  اِبۡرٰہٖمُ  الۡقَوَاعِدَ مِنَ الۡبَیۡتِ وَ اِسۡمٰعِیۡلُ ؕ رَبَّنَا تَقَبَّلۡ مِنَّا ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ السَّمِیۡعُ الۡعَلِیۡمُ ﴿﴾رَبَّنَا وَ اجۡعَلۡنَا مُسۡلِمَیۡنِ لَکَ وَ مِنۡ ذُرِّیَّتِنَاۤ اُمَّۃً مُّسۡلِمَۃً  لَّکَ ۪ وَ اَرِنَا مَنَاسِکَنَا وَ تُبۡ عَلَیۡنَا ۚ اِنَّکَ اَنۡتَ التَّوَّابُ الرَّحِیۡمُ ﴿﴾رَبَّنَا وَ ابۡعَثۡ فِیۡہِمۡ رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِکَ وَ یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ وَ یُزَکِّیۡہِمۡ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾٪
Dan ingatlah ketika Ibrahim dan Isma’il meninggikan  dasar-dasar yakni pondasi Rumah itu sambil mendoa: “Ya Tuhan kami, terimalah amal ini dari kami, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Mendengar, Maha Mengetahui.  Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang berserah  diri kepada Engkau, dan juga  dari antara keturunan kami jadikanlah satu umat yang berserah diri kepada Engkau,  perlihatkanlah kepada kami cara-cara ibadah kami dan terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Penerima Taubat, Maha Penyayang. Ya Tuhan kami, bangkitkanlah  seorang rasul di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang akan membacakan Ayat-ayat Engkau kepada mereka, yang mengajarkan Kitab  dan hikmah  kepada mereka serta akan mensucikan mereka, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (Al-Baqarah [2]:128-130).

Kecaman dari Pihak Kristen

      Dalam akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan bahwa terhadap kesimpulan wajar ini para pengecam Kristen pada umumnya mengemukakan dua kecaman:
   (1) Bahwa Bible tidak menyebut janji  Allah apa pun kepada Nabi Ibrahim a.s.  mengenai  Nabi Isma'il a.s.  dan,
     (2) bahwa andaikata diakui bahwa Allah Swt.  sungguh-sungguh telah memberikan suatu janji demikian, maka tidak ada bukti terhadap kenyataan bahwa Rasul agama Islam adalah keturunan Nabi Isma'il a.s..  
      Adapun tentang keberatan pertama, andaikata pun diperhatikan bahwa Bible tak mengandung nubuatan-nubuatan apa pun mengenai Nabi Isma'il a.s.   maka hal itu tidaklah berarti bahwa nubuatan demikian tidak pernah ada. Tambahan pula bila kesaksian Bible dapat dianggap membenarkan adanya sesuatu janji mengenai Nabi Ishaq a.s.  dan putra-putranya, mengapa kesaksian Al-Quran berkenaan dengan anak cucu Nabi Isma'il  a.s. tidak dapat diterima sebagai bukti bahwa janji-janji telah diberikan pula oleh Allah Swt.   kepada Nabi Isma'il a.s. dan anak-anaknya? Tetapi Bible sendiri mengandung penunjukan mengenai kesejahteraan hari depan putra-putra Nabi Isma'il a.s. seperti dikandungnya mengenai kesejahteraan putra-putra Nabi Ishaq a.s.   (Kejadian 16:10-12; 17:6-10; 17:18-20).
      Sebagai jawaban kepada keberatan kedua bahwa seandainya pun perjanjian itu dianggap meliputi keturunan Isma'il a.s., masih harus pula dibuktikan bahwa Nabi Besar Muhammad saw.  termasuk Bani Isma'il.  Butir-butir berikut ini dapat diperhatikan:
     (1) Kaum Quraisy kabilah Nabi Besar  Muhammad saw.  berasal, senantiasa percaya dan menyatakan diri sebagai keturunan  Nabi Isma'il a.s.    dan pengakuan itu diakui oleh semua bangsa Arab.
     (2) Jika pengakuan kaum Quraisy dan juga pengakuan suku-suku Bani Isma'il lainnya dari tanah Arab sebagai keturunan  Nabi Isma'il a.s.    itu tidak benar, maka keturunan Nabi Isma'il a.s. yang sungguh-sungguh tentu akan membantah pengakuan palsu demikian itu, tetapi setahu orang, keberatan demikian tidak pernah diajukan.
      (3). Dalam Kejadian 17:20 Tuhan telah berjanji akan memberkati  Nabi Isma'il a.s. melipatgandakan keturunannya, menjadikannya bangsa besar dan ayah 12 pangeran. Jika bangsa Arab bukan keturunannya, lalu mana bangsa yang dijanjikan itu? Suku-suku Bani Isma'il di tanah Arab sungguh-sungguh merupakan satu-satunya yang mengaku berasal dari  Nabi Isma'il a.s..   
       (4) Menurut Kejadian 21:8-14, Siti Hajar terpaksa meninggalkan rumahnya untuk memuaskan rasa angkuh Sarah. Jika beliau tidak dibawa ke Hijaz, di manakah sekarang keturunannya dapat ditemukan dan di manakah tempat pembuangannya?
     (5) Ahli-ahli ilmu bumi bangsa Arab semuanya sepakat bahwa Faran itu adalah nama yang diberikan kepada bukit-bukit Hijaz (Mu’jam al-Buldan).
     (6). Menurut Bible, keturunan  Nabi Isma'il a.s.  menghuni wilayah “dari negeri Hawilah sampai ke Syur” (Kejadian 25:18), dan kata-kata “dari Hawilah sampai ke Syur” menunjukkan ujung-ujung bertentangan negeri Arab (Biblica Cyclopaedia  by J. Eadie, London 1862).
     (7). Bible menyebut Ismail “seorang bagai hutan lakunya” (Kejadian 16:12) dan kata A’rabi (“Penghuni padang pasir”) mengandung arti hampir sama pula.
     (8). Bahkan Paulus mengakui adanya hubungan antara Siti Hajar dengan tanah Arab (Galatia 4:25).
     (9). Kedar itu seorang putra Isma’il a.s. dan telah diakui bahwa keturunannya menduduki wilayah selatan tanah Arab (Biblica Cyclopaedia, London 1862).
      (10). Prof. C.C. Torrey mengatakan: “Orang-orang Arab itu Bani Isma’il menurut riwayat bangsa Ibrani ....   Dua belas orang raja" (Kejadian 17:20), yang kemudian disebut dalam Kejadian 25:13-15, menggambarkan suku-suku Arab atau daerah-daerah di negeri Arab, perhatikanlah terutama Kedar, Duma (Dumatul Jandal), Teima. Bangsa besar itu ialah penduduk Arab” (Jewish Foundation of Islam, halaman 83). “Orang-orang Arab menurut ciri-ciri jasmani, bahasa, adat kebiasaan asli .... dan dari persaksian Bible umumnya dan pada dasarnya adalah Bani Isma’il” (Cyclopaedia of Biblical Literature, New York, halaman 685).
     (11). “Marilah kita senantiasa mencela kecenderungan kotor anak-anak Hajar karena terutama kaum (suku) Quraisy, mereka itu serupa dengan binatang” (Leaves from Three Ancient Qur’an, edited by the Rev. Mingana, D.D. Intro. xiii).

Revolusi Akhlak dan Ruhani di Kalangan Bangsa Arab Jahiliyah
melalui Nabi Besar Muhammad Saw.

    Walau pun  pernyataan  yang dikemukakan  Mingana mengenai “kaum (suku) Quraisy” pada nomor 11 sangat pedas, tetapi hal tersebut sesuai dengan kenyataan keadaan bangsa Arab  pada saat pengutusan Nabi Besar Muhammad saw., yang Allah Swt. sendiri dalam Al-Quran menyebutnya sebagai “bangsa jahiliyah” (QS.5:51; QS.33:34; QS.48:27) dan mereka  berada dalam “kesesatan yang nyata” (QS.62:3).
     Dengan   terjadinya revolusi akhlak dan ruhani  di kalangan bangsa Arab jahiliyah melalui Nabi Besar Muhammad saw. hanya dalam waktu 23 tahun saja – yakni dari “kaum  jahiliyah” menjadi “umat terbaik” (QS.2:144; QS.3:111) -- maka betapa luar biasanya prestasi yang dibuat oleh Nabi Besar Muhammad saw. tersebut, padahal beliau saw. adalah seorang Nabi yang ummi (buta huruf – QS.7:158-159).
     Kenapa demikian? Sebab dalam kenyataannya  keadaan hati dan adat-istiadat bangsa Arab jahiliyah   bagaikan kerasnya gunung-gunung batu di gurun pasir Arabiya (QS.17:50-53), karena  selama ribuan tahun sejak Nabi Isma’il a.s. hingga Nabi Besar Muhammad saw., di kalangan bangsa Arab (Bani Isma’il) Allah Swt. tidak pernah mengutus seorang Rasul Allah pun --  firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡ  بَعَثَ فِی  الۡاُمِّیّٖنَ  رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ  یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  اٰیٰتِہٖ  وَ  یُزَکِّیۡہِمۡ وَ  یُعَلِّمُہُمُ  الۡکِتٰبَ وَ  الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾    
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya,  mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata, (Al-Jumu’ah [62]:3).
   Tugas suci Rasulullāh saw. meliputi penunaian keempat macam kewajiban mulia yang disebut dalam ayat ini. Tugas agung dan mulia itulah yang dipercayakan kepada beliau, sebab untuk kedatangan beliau di tengah-tengah orang-orang Arab buta huruf itu leluhur beliau, Nabi Ibrahim a.s., telah memanjatkan doa beberapa ribu tahun yang lampau ketika dengan disertai putranya, Nabi Isma’il a.s.,  beliau mendirikan dasar (pondasi) Ka’bah (QS.2:130).
 Pada hakikatnya tidak ada Pembaharu dapat benar-benar berhasil dalam misinya bila ia tidak menyiapkan dengan contoh mulia dan quat-qudsiahnya (daya pensuciannya), suatu jemaat yang pengikut-pengikutnya terdiri dari orang-orang mukhlis, patuh, dan bertakwa, yang kepada mereka itu mula-mula mengajarkan cita-cita dan asas-asas ajarannya serta mengajarkan falsafat, arti, dan kepentingan cita-cita dan asas-asas ajarannya itu,  kemudian mengirimkan pengikut-pengikutnya ke luar negeri untuk mendakwahkan ajaran itu kepada bangsa lain.
Didikan (ta’lim dan tarbiyat) yang  Nabi Besar Muhammad saw. berikan kepada para pengikut beliau saw. telah memperluas dan mempertajam kecerdasan mereka, dan filsafat ajaran beliau saw. menimbulkan dalam diri mereka keyakinan iman, dan contoh mulia beliau  saw. menciptakan di dalam diri mereka kesucian hati. Kenyataan-dasar agama itulah yang diisyaratkan oleh ayat ini.

Hikmah Perbedaan Urutan Tugas Nabi Besar Muhammad Saw.

    Bandingkan urutan tugas Nabi Besar Muhammad saw. yang dikemukakan Allah Swt. dalam Surah Al-Jumu’ah ayat 3 tersebut dengan urutan tugas beliau saw. yang dikemukakan oleh Nabi Ibrahim a.s. dalam doa yang dipanjatkan beliau bersama Nabi Ismail a.s. sekitar  3000 tahun sebelumnya, firman-Nya:
رَبَّنَا وَ ابۡعَثۡ فِیۡہِمۡ رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِکَ وَ یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ وَ یُزَکِّیۡہِمۡ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾٪
Ya Tuhan kami, bangkitkanlah  seorang rasul di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang akan membacakan Ayat-ayat (Tanda-tanda) Engkau kepada mereka, yang mengajarkan Kitab  dan hikmah  kepada mereka serta akan mensucikan mereka, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (Al-Baqarah [2]:128-130).
   Urutan tugas Nabi Besar Muhammad saw. dalam doa Nabi Ibrahim a.s. adalah (1) membacakan Tanda-tanda-Nya, (2) mengajarkan Kitab, (3) mengajarkan   hikmah   (4) mensucikan mereka. Sedangkan urutan yang dikemukakan Allah Swt. adalah: (1) membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya,  (2) mensucikan mereka,   (3) mengajarkan Kitab, (4)   Hikmah.
   Tugas  Nabi Besar Muhammad saw. yaitu  mensucikan mereka yang merupakan urutan yang terakhir (nomor 4) dalam doa Nabi Ibrahim a.s., diletakkan sebagai urutan nomor 2  dalam Surah Al-Jumu’ah ayat 3 tersebut. Hal ini akan menimbulkan pertanyaan: Mengapa kedua urutan tugas Nabi Besar Muhammad saw. tersebut tidak sama?
    Jawabannya adalah: Urutan tugas yang dikemukakan oleh Nabi Ibrahim a.s. adalah merupakan urutan tugas yang  sesuai dengan logika, yakni “mensucikan mereka” merupakan hasil dari tiga tugas Nabi Besar Muhammad saw. sebelumnya yaitu (1) membacakan Tanda-tanda-Nya, (2) mengajarkan Kitab, (3) mengajarkan   hikmah. 
    Sedangkan urutan tugas yang dikemukakan Allah Swt. dalam Surah Al-Jumu’ah ayat 3 lebih mengedepankan keluarbiasaan  pengaruh quat qudsiyah  (daya pensucian ruhani) yang dimiliki oleh Nabi Besar Muhammad saw., sehingga walau pun hukum-hukum syariat Islam (Al-Quran) serta hikmahnya belum seluruhnya diwahyukan Allah Swt. dan diajarkan oleh Nabi Besar Muhammad saw., tetapi “pembacaan Tanda-tanda  Allah Swt.“ yang dikemukakan oleh Nabi Besar Muhammad saw. telah mampu menimbulkan  kesucian pada akhlak dan ruhani para sahabat  (pengikut sejati) beliau saw. (QS.3:32; QS.33:22).

Bermacam-macam  Makna
Nur (Cahaya) di atas Nur (Cahaya)”

   Dengan demikian benarlah misal (perumpamaan) yang dikemukakan Allah Swt. dalam Surah An-Nur ayat 30 mengenai Nabi Besar Muhammad saw. yang digambarkan sebagai “pelita yang minyaknya nyaris bercahaya walau pun api belum menyentuhnya”, firman-Nya:
اَللّٰہُ  نُوۡرُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ مَثَلُ نُوۡرِہٖ کَمِشۡکٰوۃٍ  فِیۡہَا مِصۡبَاحٌ ؕ اَلۡمِصۡبَاحُ فِیۡ زُجَاجَۃٍ ؕ اَلزُّجَاجَۃُ کَاَنَّہَا کَوۡکَبٌ دُرِّیٌّ یُّوۡقَدُ مِنۡ شَجَرَۃٍ مُّبٰرَکَۃٍ  زَیۡتُوۡنَۃٍ  لَّا شَرۡقِیَّۃٍ  وَّ لَا غَرۡبِیَّۃٍ ۙ یَّکَادُ زَیۡتُہَا یُضِیۡٓءُ وَ لَوۡ لَمۡ تَمۡسَسۡہُ نَارٌ ؕ نُوۡرٌ عَلٰی نُوۡرٍ ؕ یَہۡدِی اللّٰہُ  لِنُوۡرِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ یَضۡرِبُ اللّٰہُ الۡاَمۡثَالَ لِلنَّاسِ ؕ وَ اللّٰہُ  بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ ﴿ۙ﴾
Allah adalah Nur seluruh langit dan bumi. Perumpamaan nur-Nya   seperti sebuah relung yang di dalamnya ada pelita. Pelita itu ada dalam kaca. Kaca itu seperti bintang yang gemerlapan. Pelita itu dinyalakan dengan minyak dari sebatang pohon kayu yang diberkati, yaitu  pohon zaitun yang bukan di timur dan bukan di barat, minyaknya hampir-hampir bercahaya walaupun api tidak menyentuhnya. Nur di atas nur. Allah memberi bimbingan menuju nur-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah mengemukakan tamsil-tamsil untuk manusia, dan Allah Maha  Mengetahui segala sesuatu.  (An-Nūr [24]:36).
    Nur berarti cahaya sebagai lawan dari kegelapan. Kata nur mempunyai pengertian lebih luas dan lebih menembus dan juga lebih bertahan (lama) daripada dhiya (Lexicon Lane).   Misykat berarti:  relung dalam sebuah tembok  yakni lobang atau lekuk dalam tembok yang tidak menembus dinding itu; lampu yang ditempatkan di sana memberi cahaya lebih banyak daripada di tempat lain; tiang yang dipuncaknya diletakkan lampu (Lexicon Lane).   Zujajah berarti: kaca; bola dari kaca (Lexicon Lane).
      Ayat ini merupakan tamsil (perumpamaan) yang indah. Ayat ini membicarakan tiga buah benda — pelita,  kaca, dan relung. Nur Ilahi disebutkan terkurung di dalam tiga benda tersebut yang bila digabung bersama membuat binar dan kilau cahayanya menjadi lengkap dan sempurna. Memang “pelita” itulah yang menjadi sumber cahaya;  “kaca” yang melindungi lampu itu menjaga supaya cahayanya jangan padam oleh tiupan angin serta menambah terangnya; dan “relung” menjaga cahaya itu.
    Tamsil ini dengan tepat dapat dikenakan kepada lampu senter yang bagian-bagiannya adalah kawat-kawat listrik yang memberikan cahaya, bola-lampu yang melindungi cahaya itu dan reflektor yang memancarkan dan menyebarkan cahaya serta memberi arah kepadanya.
    Dalam istilah ruhani,  tiga buah benda itu — “lampu”, “kaca” dan “relung” — masing-masing dapat melukiskan cahaya Ilahi, para nabi Allah yang melindungi cahaya itu dari menjadi padam serta menambah kilau dan terangnya, dan para khalifah Nabi  yang menyebarkan dan memancarkan cahaya Ilahi dan memberikan arah dan tujuan untuk menjadi petunjuk dan sinar penerang dunia.

“Minyak yang Nyaris Bercahaya”

     Ayat ini selanjutnya menyatakan bahwa minyak yang dipakai menyalakan lampu itu mempunyai kemurnian yang semurni-murninya dan dapat menyala sampai batas hingga membuat minyak itu berkobar menyala-nyala  sekalipun tidak dinyalakan api. Minyak itu diambil dari pohon yang bukan dari timur dan bukan juga dari barat, yaitu yang tidak bersifat pilih kasih terhadap sesuatu kaum tertentu.
      Ayat ini dapat pula mempunyai tafsiran lain lagi. Nur (cahaya) yang tersebut dalam ayat ini dapat dianggap menunjuk kepada  Nabi Besar Muhammad saw., sebab beliau saw. dalam Al-Quran disebut nur (QS.5:16), dalam keadaan demikian “relung” berarti “hati” Nabi Besar Muhammad saw.. , dan “lampu” berarti fitrat beliau saw. yang amat murni,  khalis dan dikaruniai sifat-sifat terpuji, serta mengandung arti bahwa nur Ilahi yang telah ditanamkan dalam fitrat beliau adalah sebersih dan secemerlang hablur (kristal). Bila nur wahyu Ilahi turun kepada nur fitrat Nabi Besar Muhammad saw.  maka  nur itu bersinar dengan kilauan berlipat ganda, yang oleh Al-Quran dilukiskan dengan kata-kata “nur di atas nur”.
    Nur Nabi Besar Muhammad saw. ini telah dibantu oleh minyak yang keluar dari pohon yang bukan hanya terang dan cemerlang tetapi juga berlimpah-limpah, mantap, dan kekal (seperti arti dan maksud kata mubarakah itu), dan dimaksudkan menyinari timur dan barat kedua-duanya. Lagi pula hati Nabi Besar Muhammad saw. begitu suci bersih, dan fitrat beliau dianugerahi kemampuan yang begitu mulia, sehingga beliau layak melaksanakan tugas-tugas misi agung beliau, bahkan sebelum wahyu Ilahi turun kepada beliau. Inilah maksud kata-kata “yang minyaknya hampir-hampir bercahaya walaupun api tidak menyentuhnya.”

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 22 Mei  2013



Tidak ada komentar:

Posting Komentar