بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 140
Sebelum Menjadi "Nur di atas Nur" Nabi
Besar Muhammad Saw. adalah
"Minyak Pelita yang Nyaris Bercahaya"
Oleh
Ki Langlang Buana
Kusuma
Dalam Bab sebelumnya telah
dikemukakan perumpamaan quat qudsiyah (daya pensucian ruhani)
Nabi Besar Muhammad saw. di kalangan bangsa
Arab Jahiliyah, yang hanya dalam waktu 23 tahun saja revolusi akhlak dan ruhani yang digerakkan oleh Nabi Besar Muhammad saw.
telah membuat “bangsa Arab jahiliyah”
yang berada “dalam kesesatan yang nyata” (QS.62:3) berubah menjadi “umat
terbaik” yang diciptakan untuk kepentingan seluruh umat manusia (QS.2:144;
QS.3:111).
Selanjutnya telah dikemukakan firman-Nya
mengenai misal (perumpamaan) yang dikemukakan Allah Swt. dalam Surah An-Nūr ayat 30 mengenai kesempurnaan akhlak dan ruhani serta makrifat Ilahi
Nabi Besar Muhammad saw., yang
digambarkan “Nur (cahaya) di atas nur (cahaya)”,
firman-Nya:
اَللّٰہُ نُوۡرُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ مَثَلُ
نُوۡرِہٖ کَمِشۡکٰوۃٍ فِیۡہَا مِصۡبَاحٌ ؕ
اَلۡمِصۡبَاحُ فِیۡ زُجَاجَۃٍ ؕ اَلزُّجَاجَۃُ کَاَنَّہَا کَوۡکَبٌ دُرِّیٌّ
یُّوۡقَدُ مِنۡ شَجَرَۃٍ مُّبٰرَکَۃٍ
زَیۡتُوۡنَۃٍ لَّا شَرۡقِیَّۃٍ وَّ لَا غَرۡبِیَّۃٍ ۙ یَّکَادُ زَیۡتُہَا
یُضِیۡٓءُ وَ لَوۡ لَمۡ تَمۡسَسۡہُ نَارٌ ؕ نُوۡرٌ عَلٰی نُوۡرٍ ؕ یَہۡدِی
اللّٰہُ لِنُوۡرِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ
یَضۡرِبُ اللّٰہُ الۡاَمۡثَالَ لِلنَّاسِ ؕ وَ اللّٰہُ بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ ﴿ۙ﴾
Allah adalah Nur seluruh langit dan bumi.
Perumpamaan nur-Nya seperti sebuah relung yang di dalamnya ada pelita. Pelita itu ada dalam
kaca. Kaca itu seperti bintang
yang gemerlapan. Pelita itu dinyalakan
dengan minyak dari sebatang pohon
kayu yang diberkati, yaitu pohon zaitun yang bukan di timur dan bukan di
barat, minyaknya hampir-hampir
bercahaya walaupun api tidak
menyentuhnya. Nur di atas nur.
Allah memberi bimbingan menuju nur-Nya
kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah mengemukakan tamsil-tamsil untuk manusia, dan Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu. (An-Nūr [24]:36).
Nur
berarti cahaya sebagai lawan dari kegelapan. Kata nur mempunyai
pengertian lebih luas dan lebih menembus dan juga lebih bertahan (lama)
daripada dhiya (Lexicon Lane). Misykat berarti: relung dalam sebuah tembok yakni lobang atau lekuk dalam tembok yang
tidak menembus dinding itu; lampu yang ditempatkan di sana memberi cahaya lebih banyak daripada di tempat
lain; tiang yang dipuncaknya diletakkan lampu (Lexicon Lane). Zujajah berarti: kaca; bola dari kaca (Lexicon Lane).
Ayat
ini merupakan tamsil (perumpamaan)
yang indah. Ayat ini membicarakan tiga buah benda — pelita, kaca, dan relung. Nur
Ilahi disebutkan terkurung di dalam tiga benda tersebut yang bila
digabung bersama membuat binar dan kilau cahayanya menjadi lengkap dan
sempurna. Memang “pelita” itulah yang menjadi sumber cahaya; “kaca” yang melindungi lampu itu menjaga
supaya cahayanya jangan padam oleh tiupan angin serta menambah terangnya; dan “relung”
menjaga cahaya itu.
Tamsil ini dengan tepat dapat
dikenakan kepada lampu senter yang
bagian-bagiannya adalah kawat-kawat
listrik yang memberikan cahaya, bola-lampu
yang melindungi cahaya itu dan reflektor yang memancarkan dan
menyebarkan cahaya serta memberi arah
kepadanya.
Dalam istilah ruhani,
tiga buah benda itu — “lampu”, “kaca” dan “relung” — masing-masing dapat
melukiskan cahaya Ilahi, para nabi Allah yang melindungi cahaya
itu dari menjadi padam serta menambah kilau dan terangnya, dan para khalifah
Nabi yang menyebarkan dan
memancarkan cahaya Ilahi dan memberikan arah dan tujuan untuk menjadi
petunjuk dan sinar penerang dunia.
“Minyak yang Nyaris Bercahaya” &
Makna-makna Lainnya dari
Tamsil “Nur di atas nur”
Ayat ini selanjutnya menyatakan
bahwa minyak yang dipakai menyalakan lampu itu mempunyai kemurnian yang semurni-murninya dan
dapat menyala sampai batas hingga
membuat minyak itu berkobar menyala-nyala sekalipun tidak dinyalakan api. Minyak itu diambil dari pohon yang bukan dari timur
dan bukan juga dari barat, yaitu yang tidak bersifat pilih kasih terhadap
sesuatu kaum tertentu.
Ayat ini dapat pula mempunyai
tafsiran lain lagi. Nur (cahaya) yang tersebut dalam ayat ini dapat
dianggap menunjuk kepada Nabi Besar
Muhammad saw., sebab beliau saw. dalam
Al-Quran disebut nur (QS.5:16), dalam keadaan demikian “relung” berarti
“hati” Nabi Besar Muhammad saw.. , dan “lampu” berarti fitrat beliau saw.
yang amat murni, khalis dan dikaruniai sifat-sifat terpuji, serta mengandung
arti bahwa nur Ilahi yang telah ditanamkan dalam fitrat beliau
adalah sebersih dan secemerlang hablur (kristal). Bila nur wahyu Ilahi turun kepada nur
fitrat Nabi Besar Muhammad saw. maka nur
itu bersinar dengan kilauan berlipat
ganda, yang oleh Al-Quran dilukiskan dengan kata-kata “nur di atas nur”.
Nur Nabi Besar
Muhammad saw. ini telah dibantu oleh minyak
yang keluar dari pohon yang bukan
hanya terang dan cemerlang tetapi juga berlimpah-limpah,
mantap, dan kekal (seperti arti dan maksud kata mubarakah itu), dan
dimaksudkan menyinari timur dan barat kedua-duanya. Lagi pula hati Nabi
Besar Muhammad saw. begitu
suci bersih, dan fitrat beliau dianugerahi kemampuan yang begitu mulia,
sehingga beliau layak melaksanakan tugas-tugas misi agung beliau, bahkan
sebelum wahyu Ilahi turun kepada beliau. Inilah maksud kata-kata “yang
minyaknya hampir-hampir bercahaya walaupun api tidak menyentuhnya.”
Tamsil (perumpamaan) ini dapat
pula diberi tafsiran lain lagi. Relung dalam ayat ini berarti jasad manusia. Jasad manusia berisi ruh serta mengantarkan cahaya, yang berarti badan
(tubuh) manusia itu berisikan misbah atau pelita ruh yang
menyinari akal manusia dan menghubungkannya dengan Tuhan.
Pelita itu terletak dalam zujajah
(kaca) yang menjaganya terhadap kemudaratan dan cacat serta menambah dan
memantulkan cahaya-nya, zujājah yang melambangkan otak manusia susunannya begitu sempurna, sehingga telah menjuruskan
beberapa ahli filsafat untuk mengira
bahwa akal manusia adalah sumber asli
cahaya Ilahi.
Cahaya itu dibantu oleh minyak yang berasal dari suatu pohon yang diberkati, yaitu dari kebenaran-kebenaran yang pokok lagi abadi, yang tidak merupakan milik khusus
orang-orang timur atau pun barat. Kebenaran-kebenaran kekal-abadi itu
telah tertanam dalam fitrat manusia dan hampir-hampir akan menampakkan
dirinya meskipun tanpa bantuan wahyu
Ilahi.
Rumah-rumah yang Dipenuhi Cahaya
Ilahi
Selanjutnya Allah Swt. berfirman
mengenai keberkatan yang diperoleh orang-orang yang menerima seruan Nabi Besar Muhammad saw.:
فِیۡ بُیُوۡتٍ اَذِنَ اللّٰہُ اَنۡ تُرۡفَعَ وَ یُذۡکَرَ فِیۡہَا اسۡمُہٗ ۙ
یُسَبِّحُ لَہٗ فِیۡہَا بِالۡغُدُوِّ وَ
الۡاٰصَالِ ﴿ۙ﴾
Di dalam rumah yang Allah telah mengizinkan
supaya ditinggikan dan nama-Nya diingat di dalamnya, bertasbih
kepada-Nya di dalamnya pada waktu pagi dan petang. (An-Nūr [24]:37-39).
Ayat
ini berisikan suatu bukti dan juga suatu nubuatan.
Ayat ini menubuatkan, bahwa rumah-rumah
yang disinari oleh cahaya yang
terdapat dalam Al-Quran akan
dimuliakan dan para penghuninya
senantiasa akan mengirim persembahan sanjung-puji
kepada Allah Swt. Ini akan merupakan bukti bahwa rumah-rumah itu disinari oleh nur Ilahi. Selanjutnya Allah
Swt. berfirman:
رِجَالٌ ۙ لَّا تُلۡہِیۡہِمۡ تِجَارَۃٌ وَّ لَا بَیۡعٌ عَنۡ ذِکۡرِ اللّٰہِ وَ اِقَامِ الصَّلٰوۃِ وَ اِیۡتَآءِ
الزَّکٰوۃِ ۪ۙ یَخَافُوۡنَ یَوۡمًا تَتَقَلَّبُ فِیۡہِ الۡقُلُوۡبُ وَ
الۡاَبۡصَارُ ﴿٭ۙ﴾ لِیَجۡزِیَہُمُ اللّٰہُ اَحۡسَنَ مَا عَمِلُوۡا وَ یَزِیۡدَہُمۡ مِّنۡ
فَضۡلِہٖ ؕ وَ اللّٰہُ یَرۡزُقُ مَنۡ یَّشَآءُ
بِغَیۡرِ حِسَابٍ ﴿﴾
Orang-orang
lelaki, tidak melalaikan mereka dari
mengingat Allah perniagaan dan tidak pula jual-beli, mendirikan shalat dan membayar
zakat, mereka takut akan
hari ketika di dalamnya hati dan mata berubah-ubah, supaya Allah memberi mereka ganjaran yang sebaik-baiknya atas apa
yang telah mereka kerjakan, dan Allah
akan menambah kepada mereka dari karunia-Nya.
Dan Allah memberi rezeki kepada
siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan.
(An-Nūr [24]:3839).
Ayat
ini merupakan pengakuan agung terhadap ketakwaan
dan kebaikan sahabat-sahabat Nabi Besar Muhammad saw. dan terhadap kecintaan mereka kepada Allah Swt.. Mereka itu orang-orang —
demikian kata ayat itu — yang berdaging dan bertulang. Mereka pun mempunyai
kemauan-kemauan dan keinginan-keinginan duniawi, pekerjaan-pekerjaan, dan
kesibukan-kesibukan.
Para Sahabah Nabi Besar Muhammad saw. bukan rahib-rahib atau pertapa-pertapa (para faqir) yang telah memutuskan
hubungan dengan dunia. Namun di tengah-tengah segala kesibukan dan perjuangan
dalam urusan dunianya, mereka tidak lalai
menjalankan kewajiban-kewajiban
mereka kepada Allah Swt. (haququlLāh)
dan manusia (haququl ‘ibād).
Kegelapan di atas Kegelapan
Lebih lanjut Allah Swt. berfirman mengenai orang-orang yang menolak seruan Nabi Besar Muhammad saw.
dan Al-Quran:
وَ
الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡۤا اَعۡمَالُہُمۡ
کَسَرَابٍۭ بِقِیۡعَۃٍ یَّحۡسَبُہُ الظَّمۡاٰنُ مَآءً ؕ حَتّٰۤی اِذَا جَآءَہٗ لَمۡ
یَجِدۡہُ شَیۡئًا وَّ وَجَدَ
اللّٰہَ عِنۡدَہٗ فَوَفّٰىہُ
حِسَابَہٗ ؕ وَ اللّٰہُ سَرِیۡعُ الۡحِسَابِ ﴿ۙ﴾ اَوۡ کَظُلُمٰتٍ فِیۡ بَحۡرٍ لُّجِّیٍّ یَّغۡشٰہُ
مَوۡجٌ مِّنۡ فَوۡقِہٖ مَوۡجٌ مِّنۡ فَوۡقِہٖ سَحَابٌ ؕ ظُلُمٰتٌۢ بَعۡضُہَا فَوۡقَ بَعۡضٍ ؕ اِذَاۤ اَخۡرَجَ
یَدَہٗ لَمۡ یَکَدۡ یَرٰىہَا ؕ وَ مَنۡ لَّمۡ یَجۡعَلِ اللّٰہُ لَہٗ
نُوۡرًا فَمَا لَہٗ
مِنۡ نُّوۡرٍ ﴿٪﴾
Dan orang-orang kafir amal-amal
mereka bagaikan fatamorgana di padang pasir, orang-orang yang haus menyangkanya air, hingga
apabila ia mendatanginya ia tidak mendapati sesuatu pun, dan ia mendapati Allah di sisinya lalu Dia
membayar penuh perhitungannya, dan Allah
sangat cepat dalam perhitungan. Atau
seperti kegelapan di lautan yang dalam,
di atasnya gelombang demi gelombang meliputinya, di atasnya lagi
ada awan hitam. Kegelapan sebagiannya di atas sebagian lain. Apabila ia mengulurkan tangannya ia
hampir-hampir tidak dapat melihatnya, dan barangsiapa
baginya Allah tidak menjadikan nur
maka baginya tidak ada nur. (An-Nūr [24]:40-41).
Dalam ayat-ayat 37-39 di atas telah
dikemukakan kata-kata penghargaan
yang ditujukan kepada suatu golongan manusia
yaitu para pencinta nur Ilahi dan hamba-hamba Allah yang bertakwa.
Ayat ini dan ayat sebelumnya membicarakan sesuatu golongan manusia lainnya yaitu anak-anak
kegelapan. Golongan pertama menerima
nur serta berjalan di dalamnya. Keadaan mereka yang sungguh
membangkitkan rasa iri itu telah
digambarkan dalam tamsil dengan kata-kata “nur di atas nur”.
Sedangkan golongan kedua menolak nur Ilahi dan memilih jalan kegelapan dalam rimba keragu-raguan. Segala usaha mereka
terbukti sia-sia serta menyesatkan, laksana suatu fatamorgana. Mereka suka kepada kegelapan,
mengikuti langkah kegelapan dan
tinggal dalam kegelapan, maka keadaan mereka yang tidak menarik itu
telah dilukiskan dengan tepat dan jelas lagi terperinci dengan kata-kata “atau seperti kegelapan di lautan yang
dalam, di atasnya gelombang demi gelombang meliputinya, di atasnya lagi ada
awan hitam. Kegelapan sebagiannya di atas sebagian lain.
Para
Penentang Rasul Allah Memilih “Kegelapan”
Sehubungan dengan dua macam tamsil
(perumpamaan) tersebut, Allah Swt. berfirman mengenai mereka:
اَوَ مَنۡ کَانَ مَیۡتًا فَاَحۡیَیۡنٰہُ وَ جَعَلۡنَا
لَہٗ نُوۡرًا یَّمۡشِیۡ بِہٖ فِی
النَّاسِ کَمَنۡ مَّثَلُہٗ فِی
الظُّلُمٰتِ لَیۡسَ
بِخَارِجٍ مِّنۡہَا ؕ کَذٰلِکَ زُیِّنَ لِلۡکٰفِرِیۡنَ مَا
کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾ وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا فِیۡ کُلِّ قَرۡیَۃٍ اَکٰبِرَ
مُجۡرِمِیۡہَا لِیَمۡکُرُوۡا فِیۡہَا ؕ وَ مَا یَمۡکُرُوۡنَ اِلَّا بِاَنۡفُسِہِمۡ وَ مَا یَشۡعُرُوۡنَ ﴿﴾ وَ اِذَا جَآءَتۡہُمۡ اٰیَۃٌ قَالُوۡا لَنۡ نُّؤۡمِنَ حَتّٰی نُؤۡتٰی مِثۡلَ
مَاۤ اُوۡتِیَ رُسُلُ
اللّٰہِ ؕۘؔ اَللّٰہُ اَعۡلَمُ حَیۡثُ یَجۡعَلُ رِسَالَتَہٗ ؕ سَیُصِیۡبُ الَّذِیۡنَ اَجۡرَمُوۡا صَغَارٌ
عِنۡدَ اللّٰہِ
وَ عَذَابٌ
شَدِیۡدٌۢ بِمَا
کَانُوۡا یَمۡکُرُوۡنَ﴿﴾ فَمَنۡ یُّرِدِ
اللّٰہُ اَنۡ یَّہۡدِیَہٗ یَشۡرَحۡ
صَدۡرَہٗ لِلۡاِسۡلَامِ ۚ وَ مَنۡ یُّرِدۡ اَنۡ یُّضِلَّہٗ یَجۡعَلۡ
صَدۡرَہٗ ضَیِّقًا حَرَجًا
کَاَنَّمَا یَصَّعَّدُ
فِی السَّمَآءِ ؕ کَذٰلِکَ یَجۡعَلُ
اللّٰہُ الرِّجۡسَ عَلَی الَّذِیۡنَ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾ وَ ہٰذَا صِرَاطُ رَبِّکَ
مُسۡتَقِیۡمًا ؕ قَدۡ
فَصَّلۡنَا الۡاٰیٰتِ لِقَوۡمٍ
یَّذَّکَّرُوۡنَ ﴿﴾ لَہُمۡ دَارُ السَّلٰمِ عِنۡدَ رَبِّہِمۡ وَ ہُوَ وَلِیُّہُمۡ بِمَا
کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Dan
apakah orang yang telah mati
lalu Kami menghidupkannya dan Kami menjadikan baginya cahaya dan
ia berjalan dengan cahaya itu
di tengah-tengah manusia, sama seperti keadaan orang yang berada di dalam berbagai macam
kegelapan dan ia sekali-kali
tidak dapat keluar darinya?
Demikianlah telah ditam-pakkan indah bagi orang-orang
kafir apa yang senantiasa mereka kerjakan. Dan demikianlah Kami menjadikan di dalam tiap negeri
pendosa-pendosa besarnya, supaya mereka
melakukan makar di dalam negeri itu, tetapi sekali-kali tidak ada yang terkena makar mereka kecuali dirinya sendiri tetapi mereka tidak
menya-darinya. Dan apabila datang kepada mereka suatu Tanda,
mereka berkata: ”Kami
tidak akan pernah beriman hingga kami diberi seperti apa yang telah diberikan kepada rasul-rasul Allah.”
Allah Maha Mengetahui di mana Dia akan
menempatkan risalah-Nya. yakni tugas kerasulan,
kehinaan di sisi Allah
dan azab yang keras segera akan
ditimpakan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan karena mereka senantiasa melakukan makar. Maka
barangsiapa yang Allah menghendaki
akan memberi petunjuk kepadanya, Dia akan melapangkan dadanya untuk Islam,
sedangkan barangsiapa yang Dia hendak
menyesatkannya, Dia menjadikan
dadanya sesak lagi sempit seakan-akan ia sedang naik ke langit. Seperti itulah Allah
menimpakan siksaan kepada orang-orang yang tidak beriman. Dan inilah
jalan Tuhan engkau yang lurus, sesungguhnya Kami telah menjelaskan Ayat-ayat (Tanda-tanda) bagi kaum yang suka mengambil
pelajaran. Bagi mereka
rumah keselamatan di
sisi Tuhan mereka dan Dia Pelindung
mereka disebabkan apa yang
senantiasa mereka kerjakan. (Al-An’ām [6]:123-127).
Jadi, kembali kepada masalah 4
tugas utama Nabi Besar Muhammad saw. yang dikemukakan Allah Swt. dan Nabi Ibrahim a.s. yang berbeda
urutannya, firman-Nya:
ہُوَ
الَّذِیۡ بَعَثَ فِی الۡاُمِّیّٖنَ
رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا
عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ وَ
یُزَکِّیۡہِمۡ وَ
یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa
yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya, mensucikan
mereka, dan mengajarkan kepada
mereka Kitab dan Hikmah walaupun
sebelumnya mereka berada dalam kesesatan
yang nyata, (Al-Jumu’ah [62]:3).
Tugas suci Nabi
Besar Muhammad saw. meliputi penunaian keempat macam kewajiban mulia yang
disebut dalam ayat ini. Tugas agung dan mulia itulah yang dipercayakan kepada
beliau saw, sebab untuk kedatangan beliau saw. di tengah-tengah orang-orang Arab buta huruf itu, leluhur beliau saw., Nabi Ibrahim a.s., telah
memanjatkan doa beberapa ribu tahun yang lampau ketika dengan disertai
putranya, Nabi Isma’il a.s., beliau
mendirikan dasar (pondasi) Ka’bah
(QS.2:130).
Pada hakikatnya tidak ada Pembaharu
dapat benar-benar berhasil dalam misinya
bila ia tidak menyiapkan dengan contoh
mulia dan quat-qudsiahnya (daya
pensuciannya), suatu jemaat yang pengikut-pengikutnya terdiri dari orang-orang mukhlis, patuh, dan bertakwa, yang kepada mereka itu
mula-mula mengajarkan cita-cita dan asas-asas ajarannya serta mengajarkan falsafat, arti, dan kepentingan cita-cita dan asas-asas ajarannya itu, kemudian mengirimkan
pengikut-pengikutnya ke luar negeri untuk mendakwahkan
ajaran itu kepada bangsa lain.
Didikan (ta’lim dan tarbiyat) yang Nabi Besar Muhammad saw. berikan kepada para
pengikut beliau saw. telah memperluas
dan mempertajam kecerdasan mereka,
dan filsafat ajaran beliau saw. menimbulkan
dalam diri mereka keyakinan iman, dan
contoh mulia beliau saw. menciptakan di dalam diri mereka kesucian hati. Kenyataan-dasar agama itulah yang diisyaratkan
oleh ayat ini.
Hikmah Perbedaan Urutan Tugas Nabi Besar Muhammad Saw.
Bandingkan urutan tugas Nabi Besar Muhammad saw. yang dikemukakan Allah Swt.
dalam Surah Al-Jumu’ah ayat 3
tersebut dengan urutan tugas beliau
saw. yang dikemukakan oleh Nabi Ibrahim a.s. dalam doa yang dipanjatkan beliau bersama Nabi Ismail a.s. sekitar 3000 tahun sebelumnya, firman-Nya:
رَبَّنَا وَ
ابۡعَثۡ فِیۡہِمۡ رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِکَ وَ یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ
الۡحِکۡمَۃَ وَ یُزَکِّیۡہِمۡ ؕ اِنَّکَ
اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾٪
Ya Tuhan
kami, bangkitkanlah seorang rasul di tengah-tengah
mereka dari kalangan mereka sendiri,
yang akan membacakan Ayat-ayat (Tanda-tanda) Engkau kepada mereka, yang mengajarkan Kitab dan hikmah
kepada mereka serta akan mensucikan mereka, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (Al-Baqarah [2]:128-130).
Urutan tugas Nabi Besar Muhammad saw.
dalam doa Nabi Ibrahim a.s. adalah (1) membacakan Tanda-tanda-Nya, (2)
mengajarkan Kitab, (3) mengajarkan
hikmah (4) mensucikan
mereka. Sedangkan urutan yang dikemukakan Allah Swt. adalah: (1) membacakan
kepada mereka Tanda-tanda-Nya, (2) mensucikan
mereka, (3) mengajarkan Kitab, (4) Hikmah.
Tugas
Nabi Besar Muhammad saw. yaitu mensucikan mereka yang merupakan urutan
yang terakhir (nomor 4) dalam doa
Nabi Ibrahim a.s., diletakkan sebagai urutan nomor 2 dalam Surah Al-Jumu’ah ayat 3 tersebut. Hal ini akan menimbulkan pertanyaan:
Mengapa kedua urutan tugas Nabi Besar Muhammad saw. tersebut tidak sama?
Jawabannya adalah: Urutan tugas yang
dikemukakan oleh Nabi Ibrahim a.s. adalah merupakan urutan tugas yang sesuai dengan logika, yakni “mensucikan
mereka” merupakan hasil dari tiga
tugas Nabi Besar Muhammad saw. sebelumnya yaitu (1) membacakan Tanda-tanda-Nya, (2) mengajarkan Kitab, (3) mengajarkan hikmah.
Sedangkan urutan tugas yang dikemukakan
Allah Swt. dalam Surah Al-Jumu’ah
ayat 3 lebih mengedepankan keluarbiasaan pengaruh quat
qudsiyah (daya pensucian ruhani)
yang dimiliki oleh Nabi Besar Muhammad saw., sehingga walau pun hukum-hukum syariat Islam (Al-Quran)
serta hikmahnya belum seluruhnya diwahyukan Allah Swt. dan diajarkan oleh Nabi Besar Muhammad saw.,
tetapi “pembacaan Tanda-tanda Allah Swt.“ yang dikemukakan oleh Nabi
Besar Muhammad saw. telah mampu menimbulkan
kesucian pada akhlak dan ruhani para sahabat
(pengikut sejati) beliau saw. (QS.3:32; QS.33:22).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 22 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar