بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 143
Keputusan
“Pilatus” Akhir Zaman Membebaskan “Al-Masih
Mau’ud a.s.” dari Tuduhan Dusta
Para Penentang
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam akhir Bab sebelumnya telah
dikemukakan mengenai perlakuan zalim para pemuka Yahudi
terhadap Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dan berusaha membunuh beliau melalui penyaliban
(QS.4:158-159), hal yang sama pun di Akhir Zaman ini dialami juga oleh misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. -- yakni Mirza
Ghulam Ahmad a.s. – berikut firman-Nya
kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ لَمَّا ضُرِبَ ابۡنُ مَرۡیَمَ
مَثَلًا اِذَا قَوۡمُکَ
مِنۡہُ یَصِدُّوۡنَ ﴿﴾
Dan apabila
Ibnu Maryam dikemukakan sebagai
misal tiba-tiba kaum engkau
meneriakkan penentangan terhadapnya, (Az-Zukhruf [43]:58).
Yang
dimaksud “kaum engkau” adalah umat Islam, bukan kaum Quraisy Makkah,
sebab mereka sama sekali tidak berkepentingan dengan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Israili atau
pun dengan misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., tetapi umat Islam berdasarkan sabda Nabi Besar Muhammad saw.
benar-benar mempercayai bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. akan datang lagi,
sebagaimana yang juga dipercayai oleh kaum Nasrani.
Shadda (yashuddu) berarti: ia menghalangi dia dari
sesuatu, dan shadda (yashiddu) berarti: ia mengajukan sanggahan (protes)
(Aqrab-ul-Mawarid). Jadi,
firman Allah Swt. mengandung nubuatan
(kabar gaib), bahwa sebagaimana Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Israili telah dihadapkan
oleh para pemuka Yahudi ke pengadilan penguasa kerajaan Rumawi yang dipimpin oleh Pilatus – dengan tuduhan melakukan hujatan dan akan merebut
kekuasaan pemerintan; demikian pula Mirza Ghulam Ahmad a.s. -- yakni Al-Masih Mau’ud di Akhir
zaman -- ini pun telah diajukan ke pengadilan
pemerintah kerajaan Inggris di
Hindustan, yang dipimpin oleh Kapten Douglas dengan tuduhan dusta bahwa beliau merencanakan
melakukan pembunuhan terhadap pendeta
Dr. Martin Clarc. Tuduhan dusta
tersebut didukung oleh Mlv. Muhammad Hussein Batalwi, penentang keras Mirza
Ghulam Ahmad a.s., bahkan ulama Islam
tersebut benar-benar telah datang ke pengadilan dengan memakai
suatu “jubah kebesaran”.
Berikut penjelasan Mirza Ghulam Ahmad a.s.
dalam buku Kisyti Nuh (Bahtera
Nuh) berkenaan dengan peristiwa tuduhan dusta tersebut:
Nubuatan
Dalam Surah Al-Fatihah &
Kiasan “Kelahiran Ruhani”
“Hendaknya ini pun diperhatikan bahwa di antara tujuan-tujuan
agung Surah Al-Fatihah adalah doa:
اِہۡدِ نَا الصِّرَاطَ الۡمُسۡتَقِیۡمَ ۙ﴿﴾ صِرَاطَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمۡتَ عَلَیۡہِمۡ ۙ۬
“Tunjukkanlah kami jalan
yang lurus, jalan orang-orang yang telah
Engkau beri nikmat atas mereka” (Al-Fatihah [1]:6)
Seperti halnya di dalam doa Injil dimohonkan makanan (roti)
sehari-hari maka di dalam doa ini segala nikmat dari Tuhan yang pernah diberikan kepada para rasul
dan para nabi terdahulu dimohonkan. Perbandingan itu patut
ditilik pula. Seperti halnya berkat kemakbulan doa Hadhrat Al-Masih,
orang-orang Kristen telah memperoleh banyak bahan keperluan pangan (māidah),
demikian pula berkat kemakbulan doa Quran Syarif melalui Rasulullah
saw., orang-orang shalih dan suci di kalangan umat Islam -- pada khususnya orang-orang sempurna dari antara
mereka -- ditetapkan sebagai ahli-waris para nabi Bani Israil.
Pada hakikatnya kebangkitan Masih
Mau’ud dari antara umat ini pun merupakan buah kemakbulan doa itu
pula. Sebab walaupun banyak orang shalih
dan suci telah menyerupai para nabi Bani Israil secara
tersembunyi, akan tetapi Masih Mau’ud umat ini dengan perintah dan
seizin Tuhan dibangkitkan untuk menandingi Masih Israili, supaya ada persamaan
antara umat Muhammad saw. dan umat
Musa a.s.. Atas tujuan itulah maka Masih
ini (Mirza Ghulam Ahmad a.s. – Ed.) dalam
tiap seginya diberi persamaan dengan Ibnu Maryam, sehingga kepada Ibnu Maryam ini pun datang cobaan
seperti halnya kepada Ibnu Maryam
Israili.
Sebagaimana Isa Ibnu Maryam dilahirkan
hanya semata-mata karena tiupan Tuhan, demikian pula Al-Masih
ini pun – sesuai dengan janji dalam
Surah At-Tahrim – dilahirkan dari
kandungan “Siti Maryam”, hanya semata-mata karena tiupan Tuhan.
Dan sebagaimana dengan lahirnya Isa Ibnu Maryam, bangkit kegemparan dan golongan penentang yang membuta-tuli mengatakan
kepada Maryam: Laqad ji-ti syay-a
fariyya -- “Sungguh engkau
benar-benar telah melakukan sesuatu yang amat tidak senonoh”, demikian pula di
sini pun dikatakan dan digaduhkan. Dan seperti halnya Allah Ta’ala memberi jawaban kepada para penentang pada waktu bersalinnya Maryam
Israili berkenaan dengan Isa:
وَ لِنَجۡعَلَہٗۤ اٰیَۃً
لِّلنَّاسِ وَ رَحۡمَۃً مِّنَّا ۚ
وَ کَانَ اَمۡرًا مَّقۡضِیًّا
“Dan agar Kami dapat menjadikannya
suatu Tanda bagi manusia sebagai rahmat dari Kami, dan hal itu adalah
suatu perkara yang telah diputuskan” – QS.
Maryam
[19]:22).
Jawaban itulah yang diberikan Allah Ta’ala
mengenai diriku kepada para penentang, di dalam “Barāhīn Ahmadiyya”
pada waktu kelahiran-ruhaniku secara kiasan,
dan Dia mengatakan, “Kamu sekalian tidak akan dapat menghancurkan dia dengan makar (tipu-muslihat) kamu sekalian. Aku akan menjadikan Dia Tanda
rahmat bagi orang-orang dan hal demikian itu telah ditakdirkan semenjak semula.”
Kemudian, seperti halnya ‘alim-ulama Yahudi menjatuhkan fatwa
kafir terhadap Hadhrat Isa a.s., dan
seorang cendekiawan Yahudi yang nakal merumuskan fatwa, dan cendekiawan
lainnya menjatuhkan fatwa tersebut, sehingga beratus-ratus alim-ulama
cendekiawan dari Baitul-Muqaddas yang kebanyakan Ahli Hadits, mereka mencap kafir
kepada Hadhrat Isa a.s..[1]
Kejadian serupa itu pulalah yang berlaku atas diri
saya. Dan kemudian seperti halnya sesudah pencapan (fatwa) kafir
terhadap Hadhrat Isa itu beliau amat disusahkan. Beliau dicaci-maki
sejadi-jadinya. Mereka menulis
kitab-kitab yang mengandung ejekan-ejekan
dan lontaran kata-kata buruk. Keadaan
serupa itu pun terjadi sekarang.
Seakan-akan sesudah jangka waktu 1.800 tahun Isa itu juga lahir lagi, dan orang-orang
Yahudi itu juga telah lahir lagi.
Batu Penjuru
غَیۡرِ الۡمَغۡضُوۡبِ عَلَیۡہِمۡ -- “bukan mereka yang dimurkai," (QS.1:7) itulah nubuatan yang Tuhan telah jelaskan sejak
dahulu. Akan tetapi orang-orang itu tidak
bersabar sebelum mereka menjadi orang-orang seperti kaum Yahudi yang dilaknat
Tuhan. Sebuah dari batu-bata tamsilan
itu telah diletakkan oleh Tuhan Sendiri,
yakni aku telah diutus sebagai Masih Islam tepat pada permulaan
abad ke-14 seperti halnya Al-Masih ibnu Maryam diutus pada permulaan
abad ke-14, dan bagi diri saya Dia
tengah memperlihatkan Tanda-tanda-Nya yang hebat, dan di bawah bentangan
langit ini tidak ada kemampuan pada pihak golongan lawan manapun – baik dari
pihak orang-orang Islam ataupun orang-orang Yahudi maupun orang-orang Kristen
dan sebagainya -- untuk melawan Tanda-tanda
itu. Betapa manusia yang hina-dina dapat mengadu kekuatan dengan Tuhan. Ini merupakan landasan (pondasi) pertama Tuhan.
Setiap
orang yang ingin memecahkan batu
pondasi (batu penjuru) yang berasal
dari Allah itu (Nabi Isa Ibnu Maryam
a.s. Israili – Ed) tidak akan dapat memecahkannya. Akan tetapi batu-bata ini jika menimpa orang ia akan
menghancur-leburkan dia, sebab batu-bata
ini kepunyaan Allah dan tangan itu adalah Tangan Allah. Sedangkan batu-bata (batu pondasi) lain telah
dipersiapkan untuk menandingi batu-bata ini supaya mereka melakukan terhadap diriku
seperti telah dikerjakan orang-orang
Yahudi dahulu sampai demikian jauhnya, sehingga guna membinasakan
diriku mereka telah mengajukan tuduhan perkara pembunuhan, yang mengenai itu Tuhan telah memberitahukan kepadaku
lebih dahulu.
Perkara yang dituduhkan terhadapku adalah lebih
berat daripada perkara yang dituduhkan kepada Isa Ibnu Maryam, sebab dasar
perkara Hadhrat Isa a.s. adalah hanya berkenaan dengan pertentangan
keagamaan, yang menurut hakim (Pilatus)
adalah suatu perkara kecil, bahkan
tidak berarti sama sekali. Akan tetapi perkara yang dituduhkan kepadaku adalah tuduhan mengenai upaya pembunuhan.
Kehinaan yang
Dialami Maulvi Muhammad Hussain Batalwi
Sebagaimana di dalam perkara Al-Masih, ‘alim-ulama Yahudi tampil
untuk memberi kesaksian, misalnya di
dalam perkara ini pun ada beberapa di antara alim-ulama memberi kesaksian. Untuk pekerjaan ini Allah
Ta’ala telah memilih Maulvi Muhammad
Hussain Batalwi, yang datang untuk memberi kesaksian seraya mengenakan jubah
yang terjuntai panjang sekali.
Sebagaimana halnya Kepala Imam (Kepala Pendeta Yahudi) telah datang untuk memberi kesaksian supaya Al-Masih
dinaikkan ke tiang salib, demikian
pula hal serupa itu pun telah terjadi. Bedanya hanyalah Kepala Imam mendapat kursi
di dalam majlis pengadilan Pilatus,
sebab para pemerintahan kerajaan Romawi orang-orang terkemuka dari bangsa
Yahudi biasa mendapat kursi, dan beberapa di antara mereka pun ada pula yang
menjadi hakim (magistrate)
kehormatan. Oleh karena itulah menurut tata-tertib pengadilan Kepala Imam itu disediakan kursi,
sedangkan Al-Masih Ibnu Maryam disuruh
berdiri di hadapan meja pengadilan
sebagai seorang tertuduh.
Akan tetapi di dalam perkaraku keadaan terjadi sebaliknya. Yakni,
bertolak-belakang dengan harapan pihak lawan, Kapten Douglas – yang penampilannya menyerupai tokoh Pilatus – duduk di atas kursi hakim, telah menawarkan kursi kepada saya. “Pilatus” ini ternyata lebih berakhlak
daripada Pilatus Masih Ibnu Maryam,
sebab ia menunjukkan keberanian dan kegigihan menegakkan tata-tertib pengadilan di dalam urusan peradilan.
Tetapi ia sedikit pun tidak
mengindahkan rekomendasi-rekomendasi
dari atasan, dan pertimbangan yang menyangkut kebangsaan dan agama
tidak menimbulkan perubahan sikap di dalam dirinya. Ia memperlihatkan suatu teladan yang baik dalam menjalankan peradilan dengan penuh ketabahan
demikian rupa, sehingga andaikan pribadinya dianggap sebagai tokoh kebanggaan bangsanya dan suri
teladan bagi para hakim maka hal
itu bukan tidak pada tempatnya.
Peradilan adalah suatu perkara pelik. Selama
orang menduduki kursi jabatan hakim
tetapi tidak mengesampingkan segela perhubungan,
selama itu ia tidak akan dapat menjalankan kewajibannya
dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi kami memberi kesaksian yang benar, bahwa
“Pilatus” yang ini telah melaksanakan kewajibannya dengan sepenuhnya. Kendatipun Pilatus pertama orang Romawi, namun ia tidak menjalankan
kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Saking takutnya ia membuat Al-Masih sasaran kesusahan-kesusahan
besar.
Perbedaan ini patut untuk diperingati
selama-lamanya di kalangan Jemaat kita sepanjang dunia ini masih berwujud.
Selama seruan Jemaat ini mencapai ratusan ribu dan jutaan pribadi, selama itu hakim
yang berniat shalih ini akan senantiasa diperingati dengan penuh pujian. Dan hal itu merupakan
keberuntungannya yang baik, karena Tuhan telah memilih dia untuk mengemban
tugas itu.
Betapa besar ujian bagi seorang hakim, ketika dihadapkan kepadanya dua
golongan: satu golongan di antaranya adalah penganjur agamanya sendiri, dan golongan
lainnya (tertuduh) adalah seorang lawan
agamanya, lagi diterangkan kepadanya orang itu (tertuduh) adalah lawan sengit
agamanya. Akan tetapi “Pilatus” yang pemberani itu telah mengatasi ujian tersebut dengan sangat tabah,
sementara kepadanya ditunjukkan tempat pada kitab-kitab yang di dalamnya
terdapat baris-baris – di mana dari kekurang-fahamannya kata-katanya dapat
dianggap menyerang agama Kristen dengan sangat tajam.
Lagi pula itu ditampilkan dengan suatu
cara yang tidak bersahabat. Akan tetapi wajahnya tidak menampakkan perubahan
sekelumit pun, sebab dikarenakan oleh hati-nuraninya
yang jernih ia telah sampai kepada hakikat, dan karena ia telah
mencari pangkal perkara itu dengan hati lurus, oleh karena itulah Tuhan
telah membantunya. Dia telah mengilhamkan kebenaran kepada hatinya, lalu
kepadanya dibukakan hakikat yang sebenarnya dan ia sangat gembira sekali
bahwa ia telah melihat jalan keadilan. Dia memberikan kursi kepadaklu bertentangan dengan keinginan penuduh, hanya semata-mata demi keadilan.
Sedangkan tatkala Maulvi Muhammad Hussain –
yang seperti halnya Kepala Imam Yahudi – datang untuk memberi kesaksian yang berlawanan, ia mendapati
saya didudukan di atas kursi, dan tidak tampak kepadanya perlakuan penghinaan yang didambakan matanya untuk menyaksikan diri
saya memperoleh kehinaan. Kemudian,
karena menganggap dirinya sederajat ia pun menghendaki kursi dari “Pilatus” ini Akan tetapi “Pilatus” ini menghardiknya, dan dengan nada keras
berkata, bahwa dia dan bapaknya belum pernah mendapat hak-kursi (kehormatan), lagi tidak ada
petunjuk dari jawatannya untuk menyediakan kursi
bagi dia.
Persamaan
Pendapat Pilatus Pertama dan “Pilatus”
Terakhir
Kini, perbedaan tersebut patut
direnungkan, bahwa Pilatus pertama
dari takutnya kepada orang-orang Yahudi
telah menyediakan kursi bagi beberapa
saksinya yang terhormat, sedangkan
Hadhrat Al-Masih yang dihadapkan sebagai seorang tertuduh dibiarkan saja berdiri. Padahal di dalam hatinya yang
jujur ia (Pilatus) menaruh rasa-kasih kepada Al-Masih, bahkan seolah-olah
seperti muridnya; dan istrinya sendiri
adalah murid istimewa Al-Masih yang disebut waliullah. Akan tetapi rasa
takut telah menyebabkan dia mengambil tindakan demikian jauh, sehingga tanpa
hak telah menyerahkan Al-Masih yang tak berdosa itu ke tangan orang-orang
Yahudi, padahal bukan tuduhan seperti yang dituduhkan kepadaku, yaitu membunuh seseorang, melainkan hanyalah
hal biasa mengenai perbedaan faham
tentang agama. Akan tetapi Pilatus
yang bangsa Romawi itu tidak mempunyai hati yang kuat. Ia menjadi ketakutan
ketika didengarnya bahwa ia akan diadukan kepada Kaisar.
Kemudian ada satu lagi perbandingan antara
Pilatus pertama dan “Pilatus” ini yang patut
diperingati: Ketika Masih Ibnu Maryam dihadapkan ke muka pengadilan, Pilatus
pertama berkata kepada orang-orang Yahudi, bahwa ia tidak melihat di dalam diri
Al-Masih suatu kesalahan. Begitu pula ketika Al-Masih terakhir ini di hadapkan
kepada “Pilatus” terakhir tersebut, dan
Al-Masih ini berkata, “Seyogianya kepada saya diberikan tenggang waktu selama
beberapa hari untuk memberikan jawaban atas tuduhan pembunuhan itu”, maka
“Pilatus” terakhir ini berkata bahwa ia
tidak menuduh apa pun kepadaku.
Ucapan kedua-dua Pilatus ini benar-benar
mengandung persamaan di antara satu dengan yang lain. Seandainya pun ada
perbedaan maka hal itu hanyalah bahwa Pilatus
pertama tidak dapat memegang teguh ucapannya, sehingga ketika dikatakan
kepadanya bahwa mereka akan mengadukan halnya kepada Kaisar lalu ia menjadi
ketakutan dan ia dengan sengaja menyerahkan Hadhrat Al-Masih a.s. kepada orang-orang Yahudi yang haus darah itu, walaupun penyerahan yang dilakukannya itu dilakukan
dengan hati yang sedih, dan istrinya pun berduka-cita pula, sebab kedua-duanya
sangat percaya kepada Al-Masih. Akan tetapi ketika dilihatnya orang-orang
Yahudi sangat gaduh dan ribut ia dikuasai oleh sifat pengecut.
Ya, memang secara sembunyi-sembunyi ia
berusaha keras untuk menyelamatkan nyawa Al-Masih dari tiang salib, dan ia pun
telah berhasil dari usahanya itu. Akan tetapi setelah itu Al-Masih telah
dinaikkan di atas kayu salib dan dari
sakitnya yang bukan alang kepalang ia sampai kepada keadaan pingsan yang
demikian rupa parahnya, sehingga ia seakan-akan merupakan maut (kematian) juga
keadaannya.
Namun bagaimana pun juga, karena upaya
Pilatus Romawi tersebut maka jiwa Al-Masih Ibnu Maryam telah selamat.
Sedangkan guna keselamatan jiwanya sedah sejak sebelumnya doa Al-Masih terkabul. Silakan lihat Perjanjian
Baru, Surat kiriman kepada orang-orang Iberani, bab 5 ayat 7.[2] Setelah itu
Al-Masih a.s. melarikan diri dari wilayah itu secara sembunyi-sembunyi dan
sampailah di Kasymir, di sanalah beliau wafat.
Anda sekalian telah mendengar bahwa
kuburan beliau terletak di desa Khan Yar, Srinagar. Semua itu adalah hasil upaya
Pilatus. Kendati pun aktivitas Pilatus pertama tidak luput dari
aneka-ragam kepengecutan, akan tetapi jika ia menghargai ucapannya
sendiri yang menyatakan ia tidak melihat suatu kesalahan pada diri orang ini
(Al-Masih) maka baginya tidaklah sulit untuk membebaskan Al-Masih, sementara ia
berkewenangan untuk membebaskannya. Akan tetapi ketika mendengar teriakan
orang-orang akan mengadukannya kepada Kaisar ia menjadi ketakutan.
Namun “Pilatus” terakhir ini tidak takut
kepada para pendeta, padahal pada peristiwa
ini pun yang memegang tahta adalah seorang kaisar
perempuan, tetapi kaisar perempuan
ini jauh lebih baik daripada kaisar
yang dahulu. Oleh karena itu tidaklah mungkin bagi siapa pun untuk menekan
seorang hakim dan melepaskan keadilan menghantui kaisar perempuan itu.
Bagaimana pun dibandingkan dengan peristiwa
Al-Masih pertama, terhadap Al-Masih terakhir ini kegaduhan dan
makar (konspirasi) banyak ditimbulkan. Sedangkan lawan saya dan segala pemimpin
bangsa telah berkumpul. Akan tetapi “Pilatus” terakhir ini cinta kebenaran,
dan ia memperlihatkan keteguhan dalam memegang pernyataannya dengan mengatakan
kepadaku, bahwa ia tidak menuduhku melakukan pembunuhan. Jadi, ia telah
membebaskanku dengan sangat mulus dan jantan, sedangkan Pilatus pertama telah
bekerja dengan memakai kelihaian untuk menyelamatkan Al-Masih. Akan tetapi
“Pilatus” ini pada hari ketika saya dibebaskan telah memenuhi tuntutan yang
seyogianya dikehendaki dalam sidang pengadilan, dengan cara yang tidak diwarnai
kepengecutan.
Pada hari itu pun seorang pencuri – yang
adalah seorang anggota Bala Keselamatan – di hadapkan ke muka pengadilan. Hal
demikian terjadi karena berbarengan dengan Al-Masih pertama pun ada seorang
pencuri yang dihadapkan. Pencuri yang
tertangkap bersamaaan dengan Al-Masih terakhir ini tidak dinaikkan ke palang salib dan tulang-tulangnya tidak
dipatahkan seperti dialami oleh pencuri yang ditangkap bersama-sama dengan
Al-Masih pertama, melainkan dipenjarakan tiga bulan.”
Penjelasan Mirza Ghulam Ahmad a.s. dalam bukunya Kisyti Nuh (bahtera Nuh)
tersebut membuktikan sempurnanya nubuatan
dalam firman-Nya sebelum ini mengenai misal
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.:
وَ لَمَّا ضُرِبَ ابۡنُ مَرۡیَمَ
مَثَلًا اِذَا قَوۡمُکَ
مِنۡہُ یَصِدُّوۡنَ ﴿﴾
Dan apabila
Ibnu Maryam dikemukakan sebagai misal tiba-tiba kaum engkau meneriakkan
penentangan terhadapnya, (Az-Zukhruf [43]:58).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 25 Mei 2013
[1]) Pada masa Hadhrat Isa a.s.
walau terdapat banyak firqah di kalangan
bangsa Yahudi, akan tetapi yang dianggap berjalan di atas kebenaran
adalah dua aliran, yang pertama ialah
yang mengikuti hukum Taurat, dari Kitab itulah mereka menarik kesimpulan untuk
memecahkan masalah-masalah secara ijtihad; yang kedua ialah aliran Ahli Hadits
yang beranggapan bahwa dalam mengambil keputusan-keputusan kedudukan Hadits
lebih tinggi daripada Taurat.
Kaum Ahli Hadits ini sangat banyak terdapat
dan tersebar di negeri-negeri Israil, mereka bertingkah lagi berlandaskan pada
Hadits-hadits yang kebanyakannya adalah menentang dan melawan Taurat. Dalil
mereka itu adalah demikian inilah bahwa beberapa masalah syariat seperti
masalah-masalah peribadahan, mu’amallah (transaksi, bertingkah laku) dan
hukum-peraturan resmi tidak terdapat dalam Taurat dan untuk itu di dapat
keterangan dari hadits, nama kitab
Hadits itu ialah Talmud, yang di dalamnya terdapat sabda-sabda setiap nabi menurut zamannya.
Hadits-hadits tersebut sampai waktu yang lama
tetap merupakan tuturan, dan setelah lama kemudian baru direkam secara
tertulis. Oleh karena itu di dalamnya terdapat pula beberapa bagian pengandaian
(perkiraan), dan oleh karena itu pada saat itu kaum Yahudi terpecah menjadi 72 aliran, yang masing-masing mempunyai Haditsnya
yang terpisah, sementara para ahli Hadits tersebut tidak lagi menaruh perhatian
pada Taurat. kebanyakannya mereka beramal menurut Hadits, sedangkan Taurat
seakan-akan tidak terpakai dan diabaikan. Apabila kebetulan bersesuaian dengan
Hadits, mereka terima; dan jika tidak maka mereka menolaknya.
Pendeknya,
di zaman seperti itulah lahir Hadhrat Isa a.s. dan beliau berhadapan
pada khususnya dengan kaum Ahli Hadits yang lebih menghormati Hadits-hadits
daripada Taurat. Dan di dalam tulisan-tulisan para nabi telah lebih dahulu
diberitahukan bahwa ketika orang-orang yahudi akan terpecah jadi beberapa
golongan dan meninggalkan Kitab Ilahi, mereka sebaliknya akan beramal menurut
Hadits-hadits, maka disaat itulah akan diutus kepada seorang seorang Hakim
Adil yang disebut Masih dan mereka tidak akan menerimanya. Pada
akhirnya mereka akan ditimpa azab keras, dan azab itu berupa tha’un (pes). Na’ūdzubillāh (Pen.)
[2]) Al-Masih sendiri berkata bagai nubuwatan, bahwa
kecuali Tanda Nabi Yunus, tiada tanda
lain lagi yang akan diperlihatkan.
Pendeknya, di dalam ucapan itu Al-Masih mengisyaratkan bahwa, “Sebagaimana
halnya Yunus dalam keadan hidup masuk ke dalam perut ikan dan dalam keadaan hidup
pula keluar, demikian pula halnya aku akan masuk hidup-hidup dalam kuburan dan
akan keluar dalam keadaan masih hidup”. Jadi tanda ini selain keadaan demikian
– Al-Masih diturunkan dari salib dalam keadaan hidup dan dimasukkan ke dalam
kuburan dalam keadaan hidup – betapa
dapat menjadi kenyataan. Dan demikianlah yang dikatakan Hadhrat Al-Masih bahwa
tidak ada tanda lain lagi yang akan diperlihatkan. Di dalam kalimat itu
seakan-akan Al-Masih menyangkal perkataan orang-orang bahwa Al-Masih telah
memperlihatkan Tanda dengan kenaikannya ke langit (Pen.).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar