Rabu, 12 Juni 2013

Berbagai Sikap Tidak Terpuji Bani Israil Terhadap Nabi Musa a.s. dan Kitab Suci Mereka




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 144


  Berbagai  Sikap Tidak Terpuji Bani Israil Terhadap Nabi Musa a.s.  dan Kitab Suci Mereka 


 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam   Bab 143 sebelumnya telah dikemukakan mengenai   peringatan Allah Swt. kepada umat Islam agar tidak berlaku seperti  para pemuka Bani Nabi Israil yang selalu menyakiti hati dan mengecewakan  Nabi Musa a.s. dengan bebagai bentuk kedurhakaan mereka, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اٰذَوۡا مُوۡسٰی فَبَرَّاَہُ  اللّٰہُ مِمَّا قَالُوۡا ؕ وَ کَانَ عِنۡدَ اللّٰہِ  وَجِیۡہًا  ﴿ؕ﴾یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰہَ وَ قُوۡلُوۡا  قَوۡلًا  سَدِیۡدًا  ﴿ۙ﴾  یُّصۡلِحۡ  لَکُمۡ  اَعۡمَالَکُمۡ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ذُنُوۡبَکُمۡ ؕ وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ  وَ رَسُوۡلَہٗ  فَقَدۡ  فَازَ  فَوۡزًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu seperti orang-orang yang telah menyusahkan  Musa,  tetapi Allah membersihkannya dari apa yang mereka katakana, dan ia di sisi Allah adalah orang yang terhormat.  Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang jujur.   Dia akan memperbaiki bagi kamu amal-amalmu dan akan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia akan meraih kemenangan besar. (Al-Ahzab [33]:70-72).

Perlakuan Zalim terhadap Misal Nabi Musa a.s. dan Misal Nabi Isa a.s.

   Ādzahu berarti, ia melakukan atau mengatakan apa yang tidak disenanginya atau yang dibencinya, mengganggu atau menjengkelkan atau melukai perasaan dia.  Nabi Musa a.s.  telah dijadikan sasaran fitnahan-fitnahan berat, antara lain:
(1) Qarun (Qorah) menghasut seorang perempuan mengada-adakan tuduhan terhadap beliau bahwa beliau pernah mengadakan hubungan gelap dengan dirinya.
(2) Karena timbul iri hati melihat semakin meningkatnya pengaruh Nabi Harun di tengah kaum beliau, Nabi Musa a.s. berusaha membunuh Nabi Harun a.s.
(3) Beliau mengidap penyakit lepra dan rajasinga atau syphilis.
(4) Samiri menuduh beliau berbuat syirik.
(5) Adik perempuan beliau sendiri melemparkan tuduhan palsu terhadap beliau (Bilangan 12:1).
      Demikian pula halnya  perlakuan zalim para pemuka Yahudi terhadap Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dan berusaha membunuh beliau melalui penyaliban, hal yang sama pun di Akhir Zaman ini dialami juga oleh misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. --  yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s.  firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ لَمَّا ضُرِبَ ابۡنُ مَرۡیَمَ  مَثَلًا  اِذَا قَوۡمُکَ مِنۡہُ  یَصِدُّوۡنَ ﴿﴾
Dan apabila   Ibnu Maryam dikemukakan  sebagai misal tiba-tiba kaum engkau meneriakkan  penentangan  terhadapnya, (Az-Zukhruf [43]:58).
    Shadda (yashuddu) berarti: ia menghalangi dia dari sesuatu, dan shadda (yashiddu) berarti: ia mengajukan sanggahan (protes) (Aqrab-ul-Mawarid). Masalah ini telah dijelaskan pada Bab sebelumnya.
       Berikut beberapa firman Allah Swt. yang memperingatkan umat Islam untuk tidak menanyakan atau menuntut hal-hal yang  pernah ditanyakan atau dituntut oleh kaum Bani Israil kepada Nabi Musa a.s.,   firman-Nya:
اَمۡ  تُرِیۡدُوۡنَ اَنۡ تَسۡـَٔلُوۡا رَسُوۡلَکُمۡ کَمَا سُئِلَ مُوۡسٰی مِنۡ قَبۡلُ ؕ وَ مَنۡ یَّتَبَدَّلِ الۡکُفۡرَ بِالۡاِیۡمَانِ فَقَدۡ ضَلَّ سَوَآءَ  السَّبِیۡلِ ﴿﴾
Ataukah kamu hendak menanyai  Rasulmu sebagaimana Musa telah ditanyai dahulu? Dan barang-siapa mengambil kekafiran sebagai pengganti  iman  maka ungguh ia telah sesat dari jalan yang lurus. (Al-Baqarah [2]:109).
 Ayat ini menyebut siasat licik lain yang dijalankan oleh orang-orang Yahudi untuk menumbangkan missi Nabi Besar Muhammad saw.. Mereka mengajukan kepada Nabi Besar Muhammad saw.  pertanyaan-pertanyaan ganjil lagi tolol dan tak ada hubungannya dengan agama. Mereka berbuat demikian untuk menulari jiwa orang-orang Islam dengan kesukaan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tolol sehingga menodai rasa hormat terhadap agama dan supaya orang-orang Islam menjadi was-was.
    Berikut  tuntutan golongan Ahlul Kitab kepada Nabi Besar Muhammad saw., yang sebelumnya juga leluhur mereka pernah menuntut hal yang lebih besar kepada Nabi Musa a.s., firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
یَسۡـَٔلُکَ اَہۡلُ الۡکِتٰبِ اَنۡ تُنَزِّلَ عَلَیۡہِمۡ کِتٰبًا مِّنَ السَّمَآءِ فَقَدۡ سَاَلُوۡا مُوۡسٰۤی اَکۡبَرَ مِنۡ ذٰلِکَ فَقَالُوۡۤا اَرِنَا اللّٰہَ جَہۡرَۃً فَاَخَذَتۡہُمُ الصّٰعِقَۃُ بِظُلۡمِہِمۡ ۚ ثُمَّ اتَّخَذُوا الۡعِجۡلَ مِنۡۢ بَعۡدِ مَا جَآءَتۡہُمُ الۡبَیِّنٰتُ فَعَفَوۡنَا عَنۡ ذٰلِکَ ۚ وَ اٰتَیۡنَا مُوۡسٰی سُلۡطٰنًا مُّبِیۡنًا ﴿﴾
Ahlul Kitab meminta kepada engkau supaya engkau menurunkan atas mereka sebuah Kitab dari langit, maka  sungguh  mereka pun pernah meminta yang lebih besar dari itu kepada Musa, mereka berkata: ”Perlihatkanlah Allah kepada kami secara zahir”, maka mereka disergap oleh siksaan yang memusnahkan disebabkan kezalimannya. Kemudian mereka menjadikan patung anak sapi sebagai sembahan setelah datang kepada mereka Tanda-tanda nyata, tetapi Kami memaafkan hal itu, dan Kami memberi Musa kemenangan yang nyata. (An-Nisā [3]:154).
    Sehubungan dengan kalimat “mereka berkata: ”Perlihatkanlah Allah kepada kami secara zahir  hal tersebut mengisyaatkan kepada firman-Nya  berikut ini tentang tuntutan Bani Israil kepada Nabi Musa a.s.:
وَ اِذۡ قُلۡتُمۡ یٰمُوۡسٰی لَنۡ نُّؤۡمِنَ لَکَ حَتّٰی نَرَی اللّٰہَ جَہۡرَۃً فَاَخَذَتۡکُمُ الصّٰعِقَۃُ وَ اَنۡتُمۡ تَنۡظُرُوۡنَ ﴿﴾
Dan, ingatlah ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak akan pernah mempercayai  engkau  hingga kami terlebih dulu melihat Allah secara nyata”, lalu kamu disambar petir sedangkan kamu menyaksikan. (Al-Baqarah [2]:56).

Rangkaian Tuntutan Mukjizat kepada Nabi Besar Muhammad saw.

     Berikut berbagai rincian tuntutan yang diajukan oleh para pemimpin kaum kafir Quraisy atas arahan golongan Ahli Kitab kepada Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
وَ قَالُوۡا لَنۡ نُّؤۡمِنَ لَکَ حَتّٰی تَفۡجُرَ  لَنَا مِنَ  الۡاَرۡضِ  یَنۡۢبُوۡعًا ﴿ۙ﴾  اَوۡ تَکُوۡنَ لَکَ جَنَّۃٌ  مِّنۡ نَّخِیۡلٍ وَّ عِنَبٍ فَتُفَجِّرَ  الۡاَنۡہٰرَ  خِلٰلَہَا تَفۡجِیۡرًا ﴿ۙ﴾  اَوۡ تُسۡقِطَ السَّمَآءَ کَمَا زَعَمۡتَ عَلَیۡنَا کِسَفًا اَوۡ تَاۡتِیَ بِاللّٰہِ  وَ الۡمَلٰٓئِکَۃِ  قَبِیۡلًا ﴿ۙ﴾  اَوۡ  یَکُوۡنَ لَکَ بَیۡتٌ مِّنۡ زُخۡرُفٍ اَوۡ تَرۡقٰی فِی السَّمَآءِ ؕ وَ لَنۡ نُّؤۡمِنَ لِرُقِیِّکَ حَتّٰی تُنَزِّلَ عَلَیۡنَا کِتٰبًا نَّقۡرَؤُہٗ ؕ قُلۡ سُبۡحَانَ رَبِّیۡ  ہَلۡ کُنۡتُ  اِلَّا بَشَرًا رَّسُوۡلًا﴿٪﴾
Dan mereka berkata: “Kami tidak akan pernah beriman kepada engkau sebelum engkau memancarkan dari bumi sebuah mata air untuk kami; atau engkau mempunyai kebun kurma dan anggur lalu engkau mengalirkan sungai-sungai yang deras alirannya di tengah-tengahnya; atau engkau menjatuhkan kepingan-kepingan langit  atas kami sebagaimana telah engkau dakwakan; atau engkau mendatangkan Allah dan para malaikat berhadap-hadapan; atau engkau mempunyai sebuah rumah dari emas; atau engkau naik ke langit, tetapi kami tidak akan pernah mempercayai kenaikan engkau ke langit hingga engkau menurunkan kepada kami sebuah kitab yang kami dapat membacanya.” Katakanlah: “Maha Suci Tuhan-ku, aku tidak lain melainkan seorang manusia  sebagai seorang rasul.”  (Bani Israil [17]:91-94).
   Ketika orang-orang Mekkah – dalam ayat-ayat sebelumnya -- terbungkam oleh jawaban-jawaban Al-Quran mengenai pertanyaan-pertanyaan dan keberatan-keberatan mereka, mereka berputar balik dan menuntut kepada Nabi Besar Muhammad saw.  bahwa jika Al-Quran meliputi segala macam ilmu, kemajuan, beliau saw. harus dapat memperlihatkan mukjizat-mukjizat — misalnya membuat beberapa mata air memancar keluar dari bumi, membuat kebun-kebun serta membangun rumah-rumah dari emas bagi diri beliau sendiri, dan sebagainya.
      Sebagai jawaban terhadap tuntutan-tuntutan mereka, yang jauh dari kesopanan itu, orang-orang kafir diberitahu, bahwa tuntutan-tuntutan itu bertalian dengan Allah Swt.  atau Nabi Besar Muhammad saw.. Tuntutan yang pertama adalah asal omong dan bunyi belaka, sedang Allah Swt. adalah di atas segala hal yang serampangan semacam itu.
     Adapun mengenai tuntutan-tuntutan mereka yang bertalian dengan Nabi Besar Muhammad saw., tuntutan-tuntutan itu bertentangan dengan kemampuan-kemampuan beliau saw. yang terbatas sebagai seorang manusia dan tidak selaras dengan tugas beliau sebagai seorang rasul:  ؕ قُلۡ سُبۡحَانَ رَبِّیۡ  ہَلۡ کُنۡتُ  اِلَّا بَشَرًا رَّسُوۡلًا  -- Katakanlah: “Maha Suci Tuhan-ku, aku tidak lain melainkan seorang manusia sebagai seorang rasul.”

“Keledai-keledai”  yang Penakut dan Bodoh &
“Singa Allah” di Akhir Zaman

       Mengenai tuntutan mereka  kepada  Nabi Besar Muhammad saw.  اَوۡ تَرۡقٰی فِی السَّمَآءِ ؕ وَ لَنۡ نُّؤۡمِنَ لِرُقِیِّکَ حَتّٰی تُنَزِّلَ عَلَیۡنَا کِتٰبًا نَّقۡرَؤُہٗ ؕ   -- “atau engkau naik ke langit, tetapi kami tidak akan pernah mempercayai kenaikan engkau ke langit hingga engkau menurunkan kepada kami sebuah kitab yang kami dapat membacanya”, sehubungan dengan hal tersebut Allah Swt. berfirman:
 فَمَا لَہُمۡ عَنِ التَّذۡکِرَۃِ  مُعۡرِضِیۡنَ ﴿ۙ﴾  کَاَنَّہُمۡ حُمُرٌ مُّسۡتَنۡفِرَۃٌ ﴿ۙ﴾  فَرَّتۡ مِنۡ قَسۡوَرَۃٍ ﴿ؕ﴾  بَلۡ یُرِیۡدُ کُلُّ امۡرِیًٔ  مِّنۡہُمۡ  اَنۡ یُّؤۡتٰی صُحُفًا مُّنَشَّرَۃً﴿ۙ﴾  کَلَّا ؕ بَلۡ  لَّا یَخَافُوۡنَ الۡاٰخِرَۃَ ﴿ؕ﴾  کَلَّاۤ  اِنَّہٗ  تَذۡکِرَۃٌ﴿ۚ﴾  فَمَنۡ  شَآءَ  ذَکَرَہٗ ﴿ؕ﴾  وَ مَا یَذۡکُرُوۡنَ  اِلَّاۤ  اَنۡ یَّشَآءَ اللّٰہُ ؕ ہُوَ اَہۡلُ التَّقۡوٰی وَ اَہۡلُ الۡمَغۡفِرَۃِ ﴿٪﴾ 
Maka apakah yang terjadi dengan mereka hingga mereka berpaling dari peringatan, seolah-olah mereka itu keledai-keledai yang ketakutan, lari dari singa? Bahkan, setiap orang dari mereka menghendaki supaya dia diberi lembaran-lembaran terbuka.  Sekali-kali tidak! Bahkan mereka tidak takut pada akhirat.  Sekali-kali tidak! Sesungguhnya Al-Quran itu adalah peringatan,  maka barangsiapa menghendaki, hendaklah ia memperhatikannya. Dan mereka tidak akan memperhatikan kecuali jika Allah  menghendaki. Dia memberi ketakwaan dan Dia memberi ampunan. (Al-Muddatstsīr [74]:50-57).
   Yang diisyaratkan  ayat  بَلۡ یُرِیۡدُ کُلُّ امۡرِیًٔ  مِّنۡہُمۡ  اَنۡ یُّؤۡتٰی صُحُفًا مُّنَشَّرَۃً  --  Bahkan, setiap orang dari mereka menghendaki supaya dia diberi lembaran-lembaran terbuka,“ di sini mungkin tuntutan orang-orang kafir yang tidak pantas seperti disebut pada suatu tempat dalam Al-Quran, bahwa mereka tidak akan beriman kecuali bila Nabi Besar Muhammad saw.  akan membawa turun dari langit sebuah kitab bagi mereka, yang mereka akan dapat membacanya  sebagaimana dikemukakan dalam firman Allah Swt. sebelumnya (QS.17:94).
  Orang-orang kafir tidak akan dapat mendapat faedah dari Al-Quran kecuali bila mereka menyesuaikan kehendak mereka dengan kehendak Ilahi, yaitu kecuali bila mereka menundukkan semua keinginan mereka kepada kehendak Ilahi (QS.76:31), itulah makna  ayat selanjutnya  وَ مَا یَذۡکُرُوۡنَ  اِلَّاۤ  اَنۡ یَّشَآءَ اللّٰہُ  --  Dan mereka tidak akan memperhatikan kecuali jika Allah  menghendaki.”

“Keledai” yang memikul Buku-buku Tebal

 Sehubungan dengan tuntutan orang-orang kafir mengenai Al-Quran  yang “mudah dibaca dan difahami mereka” tersebut, dalam Surah lain Allah Swt. berfirman: 
وَ  اِذَا تُتۡلٰی عَلَیۡہِمۡ  اٰیَاتُنَا بَیِّنٰتٍ ۙ قَالَ الَّذِیۡنَ لَا یَرۡجُوۡنَ لِقَآءَنَا ائۡتِ بِقُرۡاٰنٍ غَیۡرِ  ہٰذَاۤ  اَوۡ بَدِّلۡہُ ؕ قُلۡ مَا یَکُوۡنُ لِیۡۤ اَنۡ اُبَدِّلَہٗ  مِنۡ تِلۡقَآیِٔ  نَفۡسِیۡ ۚ اِنۡ  اَتَّبِعُ اِلَّا مَا یُوۡحٰۤی اِلَیَّ ۚ اِنِّیۡۤ  اَخَافُ اِنۡ عَصَیۡتُ رَبِّیۡ  عَذَابَ  یَوۡمٍ  عَظِیۡمٍ ﴿﴾  
Dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat-ayat Kami yang nyata, maka orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami berkata: Datangkanlah yang bukan Al-Quran ini, atau ubahlah dia.” Katakanlah: “Sekali-kali tidak patut bagiku untuk mengubahnya dari pihak diriku, tidaklah aku  kecuali hanya emeng-ikuti apa yang diwahyukan kepadaku, sesungguhnya aku takut pada azab Hari yang  besar jika aku mendurhakai Tuhan-ku.”  (Yunus [10]:16).
    Dalam Surah Al-Muddatstsir sebelumnya, Allah Swt. telah menggambarkan pendustaan dan penolakan yang dilakukan orang-orang kafir  dari kalangan kaum musyrik Arabia dan golongan Ahli Kitab terhadap Nabi Besar Muhammad saw.  dan Al-Quran   seperti “keledai-keledai yang ketakutan, lari dari singa “,  sedangkan dalam firman-Nya berikut ini Allah Swt.  memisalkan para pemuka Ahli Kitab itu sebagai “keledai yang memikul buku-buku tebal”, karena walau pun begitu jelasnya  nubuatan-nubuatan tentang kedatangan Nabi Besar Muhammad saw. dalam Kitab-kitab suci mereka (QS.7:158), namun mereka tetap saja mendustakan beliau saw.:
مَثَلُ  الَّذِیۡنَ حُمِّلُوا  التَّوۡرٰىۃَ  ثُمَّ  لَمۡ یَحۡمِلُوۡہَا کَمَثَلِ  الۡحِمَارِ یَحۡمِلُ اَسۡفَارًا ؕ بِئۡسَ مَثَلُ  الۡقَوۡمِ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِ اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ  لَا یَہۡدِی الۡقَوۡمَ  الظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾
Misal orang-orang yang dipikulkan kepada mereka Taurat, kemudian mereka tidak memikulnya, adalah semisal keledai yang memikul kitab-kitab. Sangat  buruk misal kaum yang mendustakan Tanda-tanda Allah. Dan Allah tidak akan memberi petun-juk kaum yang zalim. (Al-Jumu’ah [62]:6).
   Ketidakmampuan mereka mengetahui   kebenaran nubutan-nubuatan mengenai  Nabi Besar Muhammad saw. tersebut,   karena  di kalangan mereka biasa melakukan pengubahan terhadap ayat-ayat Kitab suci mereka, firman-Nya:
یٰبَنِیۡۤ  اِسۡرَآءِیۡلَ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَتِیَ الَّتِیۡۤ اَنۡعَمۡتُ عَلَیۡکُمۡ وَ اَوۡفُوۡا بِعَہۡدِیۡۤ اُوۡفِ بِعَہۡدِکُمۡ ۚ وَ اِیَّایَ فَارۡہَبُوۡنِ ﴿﴾ وَ اٰمِنُوۡا بِمَاۤ اَنۡزَلۡتُ مُصَدِّقًا لِّمَا مَعَکُمۡ وَ لَا تَکُوۡنُوۡۤا اَوَّلَ کَافِرٍۭ بِہٖ ۪ وَ لَا تَشۡتَرُوۡا بِاٰیٰتِیۡ ثَمَنًا قَلِیۡلًا ۫ وَّ اِیَّایَ فَاتَّقُوۡنِ ﴿﴾  وَ لَا تَلۡبِسُوا الۡحَقَّ بِالۡبَاطِلِ وَ تَکۡتُمُوا الۡحَقَّ وَ اَنۡتُمۡ تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Hai Bani Israil, ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepada kamu dan penuhilah janji kamu  kepada-Ku, niscaya Aku penuhi pula janji-Ku kepadamu  dan hanya Aku-lah yang harus kamu takutiDan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan menggenapi apa yang ada padamu, dan janganlah kamu menjadi orang-orang  yang pertama-tama kafir terhadapnya, janganlah kamu menjual Ayat-ayat-Ku dengan harga murah  dan hanya kepada Aku-lah kamu bertakwaDan janganlah kamu  mencampuradukkan yang haq dengan yang batil, dan jangan pula kamu menyembunyikan yang haq itu padahal kamu mengetahui.  (Al-Baqarah [2]:41-43).

Arti  Mushadiq

    Sesudah Nabi Ibrahim a.s., “janji” dengan Allah Swt. tersebut itu telah diperbaharui kaum Bani Israil. “Janji” kedua ini disebut di berbagai tempat dalam Bible (Keluaran bab 20; Ulangan bab-bab 5, 18, 26). Ketika “janji” itu sedang dibuat dan keagungan Allah Swt. sedang menjelma (tajalli) di Gunung Sinai (QS.7:144), orang-orang Bani Israil begitu ketakutan melihat “peter (petir) dan kilat dan bunyi nafiri dan bukit yang berasap” (Keluaran 20:18)  yang menyertai penjelmaan itu sehingga mereka berseru kepada Nabi Musa a.s. katanya: “Hendaklah engkau sahaja berkata-kata dengan kami maka kami akan dengar, tetapi jangan Allah berfirman kepada kami, asal jangan kami mati kelak!” (Keluaran 20:19).
      Kata-kata yang sangat melanggar kesopanan itu menentukan nasib mereka, sebab atas kata-kata itu Allah Swt.   berfirman kepada Nabi Musa a.s.  bahwa kelak tidak ada Nabi Pembawa Syariat seperti beliau sendiri akan muncul di antara mereka. Nabi demikian akan datang kelak dari antara saudara-saudara  Bani Israil yaitu  Bani Isma’il.
      Jadi dalam ayat 41   Allah Swt.  memperingatkan kaum Bani Israil bahwa Dia telah membuat perjanjian dengan Nabi Ishaq a.s.  dan anak cucunya yang isinya adalah bahwa jika  mereka berpegang dan menyempurnakan janjinya dengan Allah Swt. serta patuh kepada segala perintah-Nya, maka Dia akan terus menganugerahkan rahmat dan nikmat-Nya kepada mereka:  وَ اَوۡفُوۡا بِعَہۡدِیۡۤ اُوۡفِ بِعَہۡدِکُمۡ   -- “dan penuhilah janji kamu  kepada-Ku, niscaya Aku penuhi pula janji-Ku kepadamu.”
     Tetapi  bila mereka tidak menyempurnakan janji mereka, mereka akan terasing dari nikmat-nikmat-Nya. Maka setelah Bani Israil nyata-nyata lalai dalam menepati “janji” lalu  Allah Swt.  membangkitkan Nabi yang dijanjikan itu dari antara kaum Bani Isma’il, sesuai dengan janji Dia  sebelumnya, dan kemudian “perjanjian” itu dipindahkan kepada para pengikut Nabi baru itu.
       Ayat وَ اٰمِنُوۡا بِمَاۤ اَنۡزَلۡتُ مُصَدِّقًا لِّمَا مَعَکُمۡ وَ لَا تَکُوۡنُوۡۤا اَوَّلَ کَافِرٍۭ بِہٖ   -- “Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan   menggenapi apa yang ada padamu, dan janganlah kamu menjadi orang-orang  yang pertama-tama kafir terhadapnya.” Mushaddiq diserap dari shaddaqa, yang berarti: ia menganggap atau menyatakan dia atau sesuatu itu benar (Lexicon Lane).
     Jika kata itu dipakai dalam arti “menganggap hal itu benar” maka kata itu tidak diikuti oleh kata perangkai, atau hanya diikuti oleh kata perangkai ba’. Tetapi jika dipakai arti “menggenapi” seperti pada ayat ini, kata itu diikuti oleh kata perangkai lam (QS.2:92 dan QS.35:32).
     Dengan demikian di sini kata itu berarti “menggenapi” dan bukan “mengukuhkan” atau “menyatakan benar.”  Al-Quran menggenapi nubuatan-nubuatan yang termaktub dalam Kitab-kitab Suci terdahulu, mengenai kedatangan seorang Nabi Pembawa Syariat dan Kitab Suci untuk seluruh dunia. (QS.7:158). 
   Kapan saja Al-Quran menyatakan dirinya sebagai mushaddiq Kitab-kitab Suci sebelumnya, Al-Quran tidak membenarkan ajaran Kitab-kitab Suci itu, melainkan Al-Quran menyebutkan datang sebagai  menggenapi nubuatan-nubuatan Kitab-kitab Suci itu. Meskipun demikian Al-Quran mengakui semua Kitab Wahyu yang sebelumnya  berasal dari Allah Swt.,  tetapi Al-Quran tidak menganggap bahwa  semua ajaran itu sekarang benar dalam keseluruhannya, sebab bagian-bagiannya telah diubah dan banyak yang dimaksudkan hanya untuk masa tertentu, sekarang telah menjadi kuno.
     Dalam ayat 43  orang-orang Yahudi dilarang: (1) mencampuradukkan haq dan batil dengan menukil ayat-ayat Kitab Suci mereka lalu memberi kepadanya penafsiran-penafsiran yang salah; dan (2) menghilangkan atau menyembunyikan haq, yaitu  menghapus nubuatan-nubuatan dalam Kitab-kitab Suci mereka yang mengisyaratkan kepada Nabi Besar Muhammad saw..

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 26 Mei  2013  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar