بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 144
Berbagai Sikap Tidak
Terpuji Bani Israil Terhadap Nabi Musa a.s. dan Kitab Suci Mereka
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam Bab 143 sebelumnya telah dikemukakan
mengenai peringatan Allah Swt. kepada umat Islam agar tidak berlaku
seperti para pemuka Bani Nabi Israil
yang selalu menyakiti hati dan mengecewakan Nabi Musa a.s. dengan bebagai bentuk kedurhakaan mereka, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَکُوۡنُوۡا
کَالَّذِیۡنَ اٰذَوۡا مُوۡسٰی فَبَرَّاَہُ
اللّٰہُ مِمَّا قَالُوۡا ؕ وَ کَانَ عِنۡدَ اللّٰہِ وَجِیۡہًا ﴿ؕ﴾یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا
اللّٰہَ وَ قُوۡلُوۡا قَوۡلًا سَدِیۡدًا ﴿ۙ﴾ یُّصۡلِحۡ لَکُمۡ اَعۡمَالَکُمۡ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ذُنُوۡبَکُمۡ
ؕ وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ فَقَدۡ فَازَ فَوۡزًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu
seperti orang-orang yang telah menyusahkan Musa, tetapi Allah
membersihkannya dari apa yang mereka katakana, dan ia di sisi Allah adalah orang yang
terhormat. Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah
dan ucapkanlah perkataan yang jujur.
Dia akan memperbaiki bagi kamu amal-amalmu dan akan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia akan meraih kemenangan besar. (Al-Ahzab
[33]:70-72).
Perlakuan Zalim terhadap Misal Nabi
Musa a.s. dan Misal Nabi Isa a.s.
Ādzahu berarti, ia melakukan atau
mengatakan apa yang tidak disenanginya atau yang dibencinya, mengganggu atau
menjengkelkan atau melukai perasaan dia. Nabi Musa a.s. telah dijadikan sasaran fitnahan-fitnahan berat, antara lain:
(1) Qarun (Qorah) menghasut
seorang perempuan mengada-adakan tuduhan terhadap beliau bahwa beliau pernah
mengadakan hubungan gelap dengan dirinya.
(2) Karena timbul iri hati
melihat semakin meningkatnya pengaruh Nabi Harun di tengah kaum beliau, Nabi
Musa a.s. berusaha membunuh Nabi Harun a.s.
(3) Beliau mengidap penyakit
lepra dan rajasinga atau syphilis.
(4) Samiri menuduh beliau berbuat
syirik.
(5) Adik perempuan beliau sendiri
melemparkan tuduhan palsu terhadap beliau (Bilangan
12:1).
Demikian pula halnya perlakuan
zalim para pemuka Yahudi terhadap Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dan berusaha
membunuh beliau melalui penyaliban, hal yang sama pun di Akhir Zaman ini dialami juga oleh misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. --
yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s.
– firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad
saw.:
وَ لَمَّا ضُرِبَ ابۡنُ مَرۡیَمَ
مَثَلًا اِذَا قَوۡمُکَ
مِنۡہُ یَصِدُّوۡنَ ﴿﴾
Dan apabila
Ibnu Maryam dikemukakan sebagai
misal tiba-tiba kaum engkau
meneriakkan penentangan terhadapnya, (Az-Zukhruf [43]:58).
Shadda (yashuddu) berarti: ia menghalangi dia dari sesuatu, dan shadda (yashiddu)
berarti: ia mengajukan sanggahan (protes) (Aqrab-ul-Mawarid). Masalah ini telah dijelaskan pada Bab
sebelumnya.
Berikut beberapa firman Allah Swt. yang memperingatkan umat Islam untuk tidak menanyakan
atau menuntut hal-hal yang pernah ditanyakan
atau dituntut oleh kaum Bani Israil
kepada Nabi Musa a.s., firman-Nya:
اَمۡ تُرِیۡدُوۡنَ اَنۡ تَسۡـَٔلُوۡا رَسُوۡلَکُمۡ کَمَا
سُئِلَ مُوۡسٰی مِنۡ قَبۡلُ ؕ وَ مَنۡ یَّتَبَدَّلِ الۡکُفۡرَ بِالۡاِیۡمَانِ
فَقَدۡ ضَلَّ سَوَآءَ السَّبِیۡلِ ﴿﴾
Ataukah kamu hendak menanyai Rasulmu sebagaimana Musa telah ditanyai dahulu?
Dan barang-siapa mengambil kekafiran
sebagai pengganti iman maka ungguh ia telah sesat dari jalan
yang lurus. (Al-Baqarah [2]:109).
Ayat
ini menyebut siasat licik lain yang dijalankan oleh orang-orang Yahudi untuk
menumbangkan missi Nabi Besar Muhammad saw.. Mereka mengajukan
kepada Nabi Besar Muhammad saw. pertanyaan-pertanyaan
ganjil lagi tolol dan tak ada
hubungannya dengan agama. Mereka
berbuat demikian untuk menulari jiwa orang-orang Islam dengan kesukaan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tolol sehingga menodai rasa hormat terhadap agama
dan supaya orang-orang Islam menjadi was-was.
Berikut
tuntutan golongan Ahlul Kitab
kepada Nabi Besar Muhammad saw., yang sebelumnya juga leluhur mereka pernah menuntut
hal yang lebih besar kepada Nabi Musa a.s., firman-Nya kepada Nabi Besar
Muhammad saw.:
یَسۡـَٔلُکَ
اَہۡلُ الۡکِتٰبِ اَنۡ تُنَزِّلَ عَلَیۡہِمۡ کِتٰبًا مِّنَ السَّمَآءِ فَقَدۡ
سَاَلُوۡا مُوۡسٰۤی اَکۡبَرَ مِنۡ ذٰلِکَ فَقَالُوۡۤا اَرِنَا اللّٰہَ جَہۡرَۃً
فَاَخَذَتۡہُمُ الصّٰعِقَۃُ بِظُلۡمِہِمۡ ۚ ثُمَّ اتَّخَذُوا الۡعِجۡلَ مِنۡۢ
بَعۡدِ مَا جَآءَتۡہُمُ الۡبَیِّنٰتُ فَعَفَوۡنَا عَنۡ ذٰلِکَ ۚ وَ اٰتَیۡنَا
مُوۡسٰی سُلۡطٰنًا مُّبِیۡنًا ﴿﴾
Ahlul Kitab meminta kepada engkau supaya engkau menurunkan atas mereka sebuah Kitab
dari langit, maka sungguh mereka
pun pernah meminta yang lebih besar dari itu kepada Musa, mereka berkata: ”Perlihatkanlah Allah kepada kami secara
zahir”, maka mereka disergap oleh
siksaan yang memusnahkan disebabkan kezalimannya. Kemudian mereka menjadikan patung anak sapi sebagai sembahan setelah datang kepada mereka Tanda-tanda nyata, tetapi Kami memaafkan hal itu, dan Kami memberi Musa kemenangan yang nyata.
(An-Nisā
[3]:154).
Sehubungan dengan kalimat “mereka berkata: ”Perlihatkanlah Allah kepada kami secara zahir” hal tersebut mengisyaatkan kepada
firman-Nya berikut ini tentang tuntutan
Bani Israil kepada Nabi Musa a.s.:
وَ اِذۡ قُلۡتُمۡ
یٰمُوۡسٰی لَنۡ نُّؤۡمِنَ لَکَ حَتّٰی نَرَی اللّٰہَ جَہۡرَۃً فَاَخَذَتۡکُمُ الصّٰعِقَۃُ وَ اَنۡتُمۡ تَنۡظُرُوۡنَ ﴿﴾
Dan, ingatlah
ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami
tidak akan pernah mempercayai engkau
hingga kami terlebih dulu melihat Allah secara nyata”, lalu kamu disambar petir sedangkan kamu menyaksikan. (Al-Baqarah
[2]:56).
Rangkaian
Tuntutan Mukjizat kepada Nabi Besar Muhammad saw.
Berikut berbagai rincian tuntutan yang diajukan oleh para
pemimpin kaum kafir Quraisy atas arahan golongan Ahli Kitab kepada Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
وَ قَالُوۡا
لَنۡ نُّؤۡمِنَ لَکَ حَتّٰی تَفۡجُرَ
لَنَا مِنَ الۡاَرۡضِ یَنۡۢبُوۡعًا ﴿ۙ﴾ اَوۡ تَکُوۡنَ لَکَ جَنَّۃٌ مِّنۡ نَّخِیۡلٍ وَّ عِنَبٍ فَتُفَجِّرَ الۡاَنۡہٰرَ
خِلٰلَہَا تَفۡجِیۡرًا ﴿ۙ﴾ اَوۡ تُسۡقِطَ السَّمَآءَ کَمَا زَعَمۡتَ عَلَیۡنَا
کِسَفًا اَوۡ تَاۡتِیَ بِاللّٰہِ وَ
الۡمَلٰٓئِکَۃِ قَبِیۡلًا ﴿ۙ﴾ اَوۡ یَکُوۡنَ
لَکَ بَیۡتٌ مِّنۡ زُخۡرُفٍ اَوۡ تَرۡقٰی فِی السَّمَآءِ ؕ وَ لَنۡ نُّؤۡمِنَ
لِرُقِیِّکَ حَتّٰی تُنَزِّلَ عَلَیۡنَا کِتٰبًا نَّقۡرَؤُہٗ ؕ قُلۡ سُبۡحَانَ
رَبِّیۡ ہَلۡ کُنۡتُ اِلَّا بَشَرًا رَّسُوۡلًا﴿٪﴾
Dan mereka
berkata: “Kami tidak akan pernah beriman
kepada engkau sebelum engkau memancarkan
dari bumi sebuah mata air untuk kami; atau engkau mempunyai kebun kurma dan anggur lalu engkau mengalirkan sungai-sungai yang deras alirannya di
tengah-tengahnya; atau engkau menjatuhkan
kepingan-kepingan langit atas kami
sebagaimana telah engkau dakwakan; atau engkau mendatangkan Allah dan para
malaikat berhadap-hadapan; atau engkau mempunyai
sebuah rumah dari emas; atau engkau
naik ke langit, tetapi kami tidak
akan pernah mempercayai kenaikan engkau ke langit hingga engkau menurunkan kepada kami sebuah kitab
yang kami dapat membacanya.” Katakanlah: “Maha Suci Tuhan-ku, aku tidak lain melainkan seorang manusia sebagai seorang rasul.” (Bani Israil [17]:91-94).
Ketika orang-orang Mekkah – dalam ayat-ayat sebelumnya -- terbungkam oleh jawaban-jawaban Al-Quran mengenai pertanyaan-pertanyaan dan keberatan-keberatan
mereka, mereka berputar balik dan menuntut
kepada Nabi Besar Muhammad saw. bahwa
jika Al-Quran meliputi segala macam
ilmu, kemajuan, beliau saw. harus dapat
memperlihatkan mukjizat-mukjizat —
misalnya membuat beberapa mata air
memancar keluar dari bumi, membuat kebun-kebun
serta membangun rumah-rumah dari emas
bagi diri beliau sendiri, dan sebagainya.
Sebagai jawaban terhadap tuntutan-tuntutan mereka, yang jauh dari
kesopanan itu, orang-orang kafir diberitahu, bahwa tuntutan-tuntutan itu bertalian dengan Allah Swt. atau Nabi Besar Muhammad saw.. Tuntutan
yang pertama adalah asal omong dan bunyi belaka, sedang Allah Swt. adalah
di atas segala hal yang serampangan
semacam itu.
Adapun mengenai tuntutan-tuntutan mereka yang bertalian dengan Nabi Besar Muhammad
saw., tuntutan-tuntutan itu bertentangan dengan kemampuan-kemampuan beliau saw.
yang terbatas sebagai seorang manusia dan tidak selaras dengan tugas beliau
sebagai seorang rasul: ؕ قُلۡ سُبۡحَانَ رَبِّیۡ ہَلۡ کُنۡتُ
اِلَّا بَشَرًا رَّسُوۡلًا -- Katakanlah: “Maha Suci Tuhan-ku, aku tidak lain melainkan seorang manusia sebagai seorang rasul.”
“Keledai-keledai” yang Penakut dan Bodoh &
“Singa Allah” di Akhir Zaman
Mengenai tuntutan mereka kepada Nabi Besar Muhammad saw. اَوۡ تَرۡقٰی فِی السَّمَآءِ ؕ وَ لَنۡ
نُّؤۡمِنَ لِرُقِیِّکَ حَتّٰی تُنَزِّلَ عَلَیۡنَا کِتٰبًا نَّقۡرَؤُہٗ ؕ -- “atau engkau naik ke langit, tetapi kami
tidak akan pernah mempercayai kenaikan engkau ke langit hingga engkau menurunkan kepada kami sebuah kitab
yang kami dapat membacanya”, sehubungan dengan hal tersebut Allah Swt.
berfirman:
فَمَا لَہُمۡ عَنِ التَّذۡکِرَۃِ مُعۡرِضِیۡنَ ﴿ۙ﴾ کَاَنَّہُمۡ حُمُرٌ مُّسۡتَنۡفِرَۃٌ ﴿ۙ﴾ فَرَّتۡ مِنۡ قَسۡوَرَۃٍ ﴿ؕ﴾ بَلۡ یُرِیۡدُ کُلُّ امۡرِیًٔ مِّنۡہُمۡ
اَنۡ یُّؤۡتٰی صُحُفًا مُّنَشَّرَۃً﴿ۙ﴾ کَلَّا ؕ بَلۡ
لَّا یَخَافُوۡنَ الۡاٰخِرَۃَ ﴿ؕ﴾ کَلَّاۤ
اِنَّہٗ تَذۡکِرَۃٌ﴿ۚ﴾ فَمَنۡ
شَآءَ ذَکَرَہٗ ﴿ؕ﴾ وَ مَا یَذۡکُرُوۡنَ
اِلَّاۤ اَنۡ یَّشَآءَ اللّٰہُ ؕ
ہُوَ اَہۡلُ التَّقۡوٰی وَ اَہۡلُ الۡمَغۡفِرَۃِ ﴿٪﴾
Maka apakah yang terjadi dengan mereka hingga mereka berpaling dari peringatan, seolah-olah mereka itu keledai-keledai yang ketakutan, lari dari singa? Bahkan, setiap
orang dari mereka menghendaki supaya dia diberi lembaran-lembaran terbuka. Sekali-kali tidak! Bahkan mereka tidak takut pada akhirat. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya Al-Quran itu adalah peringatan, maka barangsiapa
menghendaki, hendaklah ia memperhatikannya. Dan mereka tidak akan memperhatikan kecuali jika Allah menghendaki.
Dia memberi ketakwaan dan Dia
memberi ampunan. (Al-Muddatstsīr
[74]:50-57).
Yang diisyaratkan ayat بَلۡ یُرِیۡدُ کُلُّ
امۡرِیًٔ مِّنۡہُمۡ اَنۡ یُّؤۡتٰی صُحُفًا مُّنَشَّرَۃً -- “Bahkan,
setiap orang dari mereka menghendaki
supaya dia diberi lembaran-lembaran terbuka,“ di sini mungkin tuntutan orang-orang kafir yang tidak
pantas seperti disebut pada suatu tempat dalam Al-Quran, bahwa mereka tidak akan beriman kecuali bila Nabi
Besar Muhammad saw. akan membawa turun dari langit sebuah kitab bagi mereka, yang mereka akan dapat membacanya sebagaimana dikemukakan dalam firman Allah
Swt. sebelumnya (QS.17:94).
Orang-orang kafir tidak akan dapat mendapat
faedah dari Al-Quran kecuali bila
mereka menyesuaikan kehendak mereka dengan kehendak Ilahi, yaitu kecuali bila
mereka menundukkan semua keinginan mereka kepada kehendak Ilahi (QS.76:31),
itulah makna ayat selanjutnya وَ مَا یَذۡکُرُوۡنَ اِلَّاۤ
اَنۡ یَّشَآءَ اللّٰہُ -- “Dan mereka
tidak akan memperhatikan kecuali jika
Allah menghendaki.”
“Keledai” yang memikul Buku-buku Tebal
Sehubungan dengan tuntutan
orang-orang kafir mengenai Al-Quran yang “mudah
dibaca dan difahami mereka” tersebut, dalam Surah lain Allah Swt.
berfirman:
وَ اِذَا تُتۡلٰی عَلَیۡہِمۡ اٰیَاتُنَا بَیِّنٰتٍ ۙ قَالَ الَّذِیۡنَ لَا
یَرۡجُوۡنَ لِقَآءَنَا ائۡتِ بِقُرۡاٰنٍ غَیۡرِ
ہٰذَاۤ اَوۡ بَدِّلۡہُ ؕ قُلۡ مَا
یَکُوۡنُ لِیۡۤ اَنۡ اُبَدِّلَہٗ مِنۡ
تِلۡقَآیِٔ نَفۡسِیۡ ۚ اِنۡ اَتَّبِعُ اِلَّا مَا یُوۡحٰۤی اِلَیَّ ۚ
اِنِّیۡۤ اَخَافُ اِنۡ عَصَیۡتُ
رَبِّیۡ عَذَابَ یَوۡمٍ
عَظِیۡمٍ ﴿﴾
Dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat-ayat Kami yang nyata, maka orang-orang
yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami berkata: ”Datangkanlah yang bukan Al-Quran ini, atau ubahlah dia.” Katakanlah: “Sekali-kali
tidak patut bagiku untuk mengubahnya dari pihak diriku, tidaklah aku kecuali hanya emeng-ikuti
apa yang diwahyukan kepadaku, sesungguhnya aku takut pada azab Hari yang
besar jika aku mendurhakai Tuhan-ku.” (Yunus [10]:16).
Dalam Surah Al-Muddatstsir sebelumnya,
Allah Swt. telah menggambarkan pendustaan dan penolakan yang dilakukan orang-orang
kafir dari kalangan kaum musyrik Arabia dan golongan Ahli Kitab terhadap Nabi Besar Muhammad saw. dan Al-Quran
seperti “keledai-keledai yang ketakutan, lari
dari singa “, sedangkan dalam
firman-Nya berikut ini Allah Swt. memisalkan para pemuka Ahli Kitab itu sebagai “keledai yang memikul buku-buku tebal”,
karena walau pun begitu jelasnya nubuatan-nubuatan tentang kedatangan
Nabi Besar Muhammad saw. dalam Kitab-kitab suci mereka (QS.7:158), namun mereka
tetap saja mendustakan beliau saw.:
مَثَلُ الَّذِیۡنَ حُمِّلُوا التَّوۡرٰىۃَ
ثُمَّ لَمۡ یَحۡمِلُوۡہَا کَمَثَلِ الۡحِمَارِ یَحۡمِلُ اَسۡفَارًا ؕ بِئۡسَ
مَثَلُ الۡقَوۡمِ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا
بِاٰیٰتِ اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ لَا
یَہۡدِی الۡقَوۡمَ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾
Misal orang-orang yang dipikulkan kepada mereka Taurat, kemudian mereka tidak memikulnya, adalah semisal keledai yang memikul kitab-kitab.
Sangat buruk misal kaum yang mendustakan Tanda-tanda Allah. Dan Allah tidak akan memberi petun-juk kaum
yang zalim. (Al-Jumu’ah [62]:6).
Ketidakmampuan mereka mengetahui kebenaran nubutan-nubuatan mengenai
Nabi Besar Muhammad saw. tersebut, karena di kalangan mereka biasa melakukan pengubahan terhadap ayat-ayat Kitab suci mereka, firman-Nya:
یٰبَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَتِیَ الَّتِیۡۤ
اَنۡعَمۡتُ عَلَیۡکُمۡ وَ اَوۡفُوۡا بِعَہۡدِیۡۤ اُوۡفِ بِعَہۡدِکُمۡ ۚ وَ
اِیَّایَ فَارۡہَبُوۡنِ ﴿﴾ وَ اٰمِنُوۡا بِمَاۤ اَنۡزَلۡتُ مُصَدِّقًا لِّمَا
مَعَکُمۡ وَ لَا تَکُوۡنُوۡۤا اَوَّلَ کَافِرٍۭ بِہٖ ۪ وَ لَا تَشۡتَرُوۡا
بِاٰیٰتِیۡ ثَمَنًا قَلِیۡلًا ۫ وَّ اِیَّایَ فَاتَّقُوۡنِ ﴿﴾
وَ لَا تَلۡبِسُوا الۡحَقَّ بِالۡبَاطِلِ وَ تَکۡتُمُوا الۡحَقَّ وَ
اَنۡتُمۡ تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Hai Bani Israil, ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepada
kamu dan penuhilah janji kamu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi
pula janji-Ku kepadamu dan hanya Aku-lah
yang harus kamu takuti. Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan menggenapi apa yang ada
padamu, dan janganlah kamu menjadi
orang-orang yang pertama-tama
kafir terhadapnya, janganlah kamu menjual
Ayat-ayat-Ku dengan harga murah dan hanya kepada
Aku-lah kamu bertakwa. Dan janganlah kamu mencampuradukkan
yang haq dengan yang batil, dan jangan pula kamu menyembunyikan yang haq itu padahal kamu mengetahui. (Al-Baqarah [2]:41-43).
Arti Mushadiq
Sesudah
Nabi Ibrahim a.s., “janji” dengan Allah Swt. tersebut itu telah diperbaharui
kaum Bani Israil. “Janji” kedua ini
disebut di berbagai tempat dalam Bible (Keluaran
bab 20; Ulangan bab-bab 5,
18, 26). Ketika “janji” itu sedang dibuat dan keagungan Allah Swt. sedang menjelma (tajalli) di Gunung Sinai (QS.7:144),
orang-orang Bani Israil begitu ketakutan melihat “peter (petir) dan kilat dan
bunyi nafiri dan bukit yang berasap” (Keluaran
20:18) yang menyertai penjelmaan itu
sehingga mereka berseru kepada Nabi Musa a.s. katanya: “Hendaklah engkau sahaja
berkata-kata dengan kami maka kami akan dengar, tetapi jangan Allah berfirman
kepada kami, asal jangan kami mati kelak!” (Keluaran 20:19).
Kata-kata yang sangat melanggar
kesopanan itu menentukan nasib mereka, sebab atas kata-kata itu Allah Swt. berfirman kepada Nabi Musa a.s. bahwa kelak tidak ada Nabi Pembawa Syariat seperti beliau
sendiri akan muncul di antara mereka. Nabi
demikian akan datang kelak dari antara saudara-saudara Bani Israil yaitu Bani
Isma’il.
Jadi dalam ayat 41 Allah
Swt. memperingatkan kaum Bani Israil bahwa Dia telah membuat perjanjian dengan Nabi Ishaq a.s. dan
anak cucunya yang isinya adalah bahwa
jika mereka berpegang dan menyempurnakan
janjinya dengan Allah Swt. serta
patuh kepada segala perintah-Nya,
maka Dia akan terus menganugerahkan rahmat
dan nikmat-Nya kepada mereka: وَ اَوۡفُوۡا
بِعَہۡدِیۡۤ اُوۡفِ بِعَہۡدِکُمۡ -- “dan penuhilah
janji kamu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi pula janji-Ku
kepadamu.”
Tetapi bila mereka tidak menyempurnakan janji mereka, mereka akan terasing dari nikmat-nikmat-Nya. Maka setelah Bani
Israil nyata-nyata lalai dalam menepati “janji” lalu Allah Swt. membangkitkan Nabi yang dijanjikan itu dari antara kaum Bani Isma’il, sesuai dengan janji
Dia sebelumnya, dan kemudian
“perjanjian” itu dipindahkan kepada para pengikut Nabi baru itu.
Ayat وَ اٰمِنُوۡا بِمَاۤ اَنۡزَلۡتُ مُصَدِّقًا لِّمَا مَعَکُمۡ وَ لَا
تَکُوۡنُوۡۤا اَوَّلَ کَافِرٍۭ بِہٖ -- “Dan berimanlah
kamu kepada apa yang telah Aku turunkan menggenapi apa yang ada
padamu, dan janganlah kamu menjadi
orang-orang yang pertama-tama kafir
terhadapnya.” Mushaddiq diserap dari shaddaqa, yang
berarti: ia menganggap atau menyatakan dia atau sesuatu itu benar (Lexicon Lane).
Jika kata itu dipakai dalam arti “menganggap hal itu benar” maka kata itu
tidak diikuti oleh kata perangkai, atau hanya diikuti oleh kata perangkai ba’.
Tetapi jika dipakai arti “menggenapi”
seperti pada ayat ini, kata itu diikuti oleh kata perangkai lam (QS.2:92
dan QS.35:32).
Dengan demikian di sini kata itu
berarti “menggenapi” dan bukan “mengukuhkan” atau “menyatakan benar.” Al-Quran menggenapi
nubuatan-nubuatan yang termaktub
dalam Kitab-kitab Suci terdahulu,
mengenai kedatangan seorang Nabi Pembawa
Syariat dan Kitab Suci untuk
seluruh dunia. (QS.7:158).
Kapan saja Al-Quran menyatakan
dirinya sebagai mushaddiq Kitab-kitab Suci sebelumnya, Al-Quran tidak membenarkan
ajaran Kitab-kitab Suci itu, melainkan Al-Quran menyebutkan datang sebagai menggenapi nubuatan-nubuatan Kitab-kitab Suci itu. Meskipun demikian Al-Quran
mengakui semua Kitab Wahyu yang
sebelumnya berasal dari Allah Swt., tetapi Al-Quran tidak menganggap
bahwa semua ajaran itu sekarang benar dalam keseluruhannya, sebab
bagian-bagiannya telah diubah dan
banyak yang dimaksudkan hanya untuk masa tertentu, sekarang telah menjadi kuno.
Dalam ayat 43 orang-orang Yahudi dilarang: (1)
mencampuradukkan haq dan batil dengan menukil ayat-ayat Kitab Suci mereka lalu
memberi kepadanya penafsiran-penafsiran yang salah; dan (2) menghilangkan atau
menyembunyikan haq, yaitu menghapus nubuatan-nubuatan dalam Kitab-kitab Suci
mereka yang mengisyaratkan kepada Nabi Besar Muhammad saw..
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 26 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar