Selasa, 04 Juni 2013

Persamaan Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Besar Muhammad Saw. dalam Hal Penegakan Tauhid Ilahi dan Memberantas Kemusyrikan





بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 138


Persamaan Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Besar Muhammad Saw. dalam Hal Penegakan Tauhid Ilahi dan Memberantas Kemusyrikan


 Oleh

 Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai  karunia Allah Swt. kepada Nabi Ibrahim a.s.   sebagai Abul Anbiya (Bapa Para Nabi)  atau “Imam umat manusia” (QS.2:125) melalui  Nabi Ismail a.s., firman-Nya:
وَ اِذِ ابۡتَلٰۤی  اِبۡرٰہٖمَ  رَبُّہٗ بِکَلِمٰتٍ فَاَتَمَّہُنَّ ؕ قَالَ اِنِّیۡ جَاعِلُکَ لِلنَّاسِ  اِمَامًا ؕ قَالَ وَ مِنۡ ذُرِّیَّتِیۡ ؕ قَالَ لَا یَنَالُ عَہۡدِی الظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾  وَ اِذۡ جَعَلۡنَا الۡبَیۡتَ مَثَابَۃً لِّلنَّاسِ وَ اَمۡنًا ؕ وَ اتَّخِذُوۡا مِنۡ مَّقَامِ اِبۡرٰہٖمَ مُصَلًّی ؕ وَ عَہِدۡنَاۤ اِلٰۤی اِبۡرٰہٖمَ  وَ اِسۡمٰعِیۡلَ اَنۡ طَہِّرَا بَیۡتِیَ  لِلطَّآئِفِیۡنَ وَ الۡعٰکِفِیۡنَ وَ الرُّکَّعِ  السُّجُوۡدِ ﴿﴾  وَ اِذۡ قَالَ  اِبۡرٰہٖمُ  رَبِّ اجۡعَلۡ ہٰذَا بَلَدًا اٰمِنًا وَّ ارۡزُقۡ اَہۡلَہٗ مِنَ الثَّمَرٰتِ مَنۡ اٰمَنَ مِنۡہُمۡ بِاللّٰہِ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ ؕ قَالَ وَ مَنۡ کَفَرَ فَاُمَتِّعُہٗ قَلِیۡلًا ثُمَّ  اَضۡطَرُّہٗۤ اِلٰی عَذَابِ النَّارِ ؕ وَ بِئۡسَ الۡمَصِیۡرُ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji oleh Tuhan-nya dengan beberapa perintah maka dilaksanakannya sepenuhnya. Dia berfirman: “Sesungguhnya  Aku akan menjadikan engkau imam  bagi manusia.” Ia, Ibrahim,  berkata: “Dan jadikanlah juga imam dari  keturunanku. Dia berfirman: “Janji-Ku tidak mencapai yakni tidak berlaku bagi orang-orang zalim.”  Dan ingatlah ketika Kami jadikan Rumah (Ka’bah) itu tempat berkumpul  bagi manusia dan tempat yang aman,  dan  jadikanlah maqam  Ibrahim sebagai tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Isma'il: “Sucikanlah rumah-Ku itu untuk orang-orang yang tawaf, yang ‘itikaf, yang rukuk dan yang sujud.”   Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhan-ku,  jadikanlah tempat ini kota yang aman dan berikanlah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya dari antara mereka yang beriman  kepada  Allah dan Hari Kemudian.” Dia berfirman: “Dan orang yang kafir pun  maka Aku akan memberi sedikit kesenangan kepadanya kemudian  akan Aku paksa ia masuk ke dalam azab Api, dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (Al-Baqarah [2]:125-127).
     Ibtila’ (cobaan) mengandung dua hal: (a) pengkajian kedudukan atau keadaan obyeknya dan menjadi kenal dengan apa-apa yang sebelumnya tidak diketahui mengenai keadaan obyek itu; (b) menampakkan kebaikan atau keburukan obyek itu (Lexicon Lane). Kata  kalimat itu jamak dari kalimah yang berarti suatu perintah (Al-Mufradāt).

Pemindahan  nikmat Kenabian dari Bani Israil
kepada Bani Isma’il

   Imam berarti setiap obyek yang diikuti, baik manusia atau suatu Kitab (Al-Mufradāt). Ketika Nabi Ibrahim a.s. memohon agar  kedudukan beliau sebagai imam  bagi manusia tersebut dianugerahkan pula kepada keturunan beliau, jawaban Allah Swt. adalah لَا یَنَالُ عَہۡدِی الظّٰلِمِیۡنَ   -- “Janji-Ku tidak mencapai yakni tidak berlaku bagi orang-orang zalim.”
     Itulah sebabnya ketika Bani Israil berulang kali melakukan kedurhakaan kepada Allah Swt. dan kepada para rasul Allah yang dibangkitkan di kalangan mereka (QS.2:89-90; QS.5:79-80; QS.33:71; QS.61:6) lalu Allah Swt. memindahkan nikmat kenabian tersebut kepada Bani Isma’il melalui Nabi Besar Muhammad saw..
     Dengan demikian  penempatan Nabi Ismail a.s. di masa kecil  bersama ibunya, Siti Hajar, di lembah Makkah yang kering dan gersang dan pembangunan kembali Ka’bah oleh Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Isma’il – yang ketika itu hanya tinggal reruntuhan pondasinya --  merupakan persiapan pemindahan nikmat kenabian dari Bani Israil kepada Bani Isma’il.
Nabi Ismail a.s. inilah yang dimaksud dengan “batu yang terbuang” yang kemudian melahirkan “batu penjuru”, yakni Nabi Besar Muhammad saw., yang siapa pun jatuh atas  “batu penjuru” atau ditimpa “batu penjuru” tersebut akan hancur:
“Kata Yesus kepada mereka: "Belum pernahkah kamu baca dalam Kitab Suci: Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita. Sebab itu aku berkata kepadamu, bahwa kerajaan Allah akan diambil dari padamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu. [Dan barangsiapa jatuh ke atas batu itu ia akan hancur,  dan barangsiapa ditimpa batu itu ia akan remuk”] (Matius 21:42-44) Lihat Mazmur 118:22-23.
      Bahwa yang dimaksud dengan “batu penjuru” itu adalah Nabi Besar Muhammad saw. dijelaskan Nabi Daud a.s. dalam Mazmur 118:26:
Diberkatilah dia yang datang dalam nama Tuhan!”
     Nubuatan Nabi Daud a.s. tersebut sesuai dengan firman Allah Swt. melalui perkataan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (Yesus Kristus) mengenai akan dipindahkannya nikmat kenabian (Kerajaan Allah) dari Bani Israil kepada Bani Isma’il (umat Islam):
Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau. Lihatlah rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi. Dan Aku berkata kepadamu:  Mulai sekarang kamu tidak akan melihat aku lagi, hingga kau berkata: Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan” (Matius 23:37-39).
       Setelah penghancuran kota Yerusalem yang kedua kali oleh Titus dari kerajaan Romawi pada tahun 70 M akibat kutukan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (Matius 24:1-2 & 15-22; QS.5:79-80; QS.17:5-9), sesuai dengan janji Allah Swt. nikmat kenabian dan nikmat kerajaan dipindahkan oleh Allah Swt. dari Bani Israil kepada Bani Isma’il dengan kedatangan “nabi yang seperti Musa” yakni Nabi Besar Muhammad saw. (Ulangan 15-19; QS.46:11)., dan “Rumah Allah” dipindahkan  lagi dari Yerusalem kepada “Rumah Allah” yang hakiki (BaitulLāh) di Makkah.

Pendiri Ka’bah adalah Nabi Adam a.s.

Ka’bah atau BaitulLāh disebut matsabah berarti suatu tempat yang apabila orang mengunjunginya ia berhak memperoleh pahala; atau tempat yang sering dikunjungi dan menjadi tempat berkumpul (Al-Mufradat). Ka’bah, menurut beberapa riwayat — dan juga diisyaratkan oleh Al-Quran sendiri — mula-mula didirikan oleh Nabi Adam a.s.  (QS.3:97) dan buat beberapa waktu merupakan pusat peribadatan para keturunannya.
     Kemudian dalam perjalanan masa umat manusia menjadi terpisah sehingga menjadi berbagai golongan masyarakat dan mengambil pusat-pusat peribadatan yang berbeda. Kemudian Nabi Ibrahim a.s. mendirikannya lagi, dan tempat itu tetap menjadi pusat ibadah untuk keturunannya dengan perantaraan puteranya, Nabi Isma'il a.s..
    Dengan pergantian waktu  tempat itu secara alamiah (praktis) diubah menjadi tempat berhala yang jumlahnya sebanyak 360 — hampir sama dengan jumlah hari dalam satu tahun, sesuai dengan prediksi Nabi Ibrahim a.s. (QS.14:36-38). Tetapi pada masa  Nabi Besar Muhammad saw.   tempat itu dijadikan lagi pusat beribadah segala bangsa, karena  Nabi Besar Muhammad saw.   diutus sebagai Rasul Allah kepada seluruh umat manusia (QS.7:159; QS.21:108; QS.25:2; QS.34:29) untuk mempersatukan mereka yang telah cerai-berai sesudah Nabi Adam a.s.,  menjadi suatu persaudaraan seluruh umat manusia.
        Ada pun yang menarik adalah bahwa sebagaimana halnya Nabi Ibrahim a.s. telah memukuli patung-patung berhala  sembahan kaumnya (QS.21:58-59; QS.37:94), demikian pula halnya dengan Nabi Besar Muhammad saw. pada saat peristiwa Fathah Makkah (Penaklukan Makkah) beliau saw. pun telah memukuli patung-patung yang berada du Ka’bah sambil mengucapkan firman Allah Swt.:
وَ قُلۡ جَآءَ الۡحَقُّ وَ زَہَقَ الۡبَاطِلُ ؕ اِنَّ الۡبَاطِلَ  کَانَ  زَہُوۡقًا ﴿﴾
Dan katakanlah:  Haq yakni kebenaran telah datang dan kebatilan telah lenyap, sesungguhnya kebatilan itu pasti  lenyap.” (Bani Israil [17]:82
      Inilah salah satu mukjizat gaya bahasa Al-Quran  bahwa untuk  ini mengemukakan salah satu misal semacam itu. Sesudah takluknya kota Mekkah, ketika Nabi Besar Muhammad saw.  selagi membersihkan Ka’bah dari berhala-berhala yang telah mengotorinya, beliau berulang-ulang mengucapkan ayat tersebut sementara beliau memukuli berhala-berhala (Bukhari).

Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Isma’il a.s.
Membangun Kembali Ka’bah (Baitullah)

    Kembali kepada firman-Nya dalam QS.2:125-127  وَ اِذۡ جَعَلۡنَا الۡبَیۡتَ مَثَابَۃً لِّلنَّاسِ وَ اَمۡنًا -- “Dan ingatlah ketika Kami jadikan Rumah (Ka’bah) itu tempat berkumpul  bagi manusia dan tempat yang aman,”   Ka’bah, dan karenanya maka kota Mekkah juga dinyatakan menjadi tempat keamanan dan ketenteraman. Kerajaan-kerajaan yang gagah-perkasa telah runtuh dan daerah-daerah yang membentang luas telah menjadi belantara sejak permulaan sejarah, tetapi keamanan Mekkah secara lahiriah tidak pernah terganggu.
  Pusat-pusat keagamaan agama-agama lain tidak pernah menyatakan, dan pada hakikatnya tidak pernah menikmati keamanan demikian dan kekebalan terhadap bahaya, tetapi Mekkah senantiasa merupakan tempat yang aman dan tenteram. Tiada penakluk asing pernah memasukinya, tempat itu senantiasa tetap ada di tangan mereka yang menjunjung-muliakannya.
   Lebih lanjut Allah Swt. berfirman mengenai pembangunan kembali Ka’bah   – mungkin akibar banjir dahsyat di zaman Nabi Nuh a.s. --  maka tinggal reruntuhan pondasinya ketika Nabi Ibraim a.s. meninggalkan Nabi Isma’il di masa kecil bersama ibunya, Siti Hajar di lembah Bakkah (Mekkah), firman-Nya:
وَ اِذۡ یَرۡفَعُ  اِبۡرٰہٖمُ  الۡقَوَاعِدَ مِنَ الۡبَیۡتِ وَ اِسۡمٰعِیۡلُ ؕ رَبَّنَا تَقَبَّلۡ مِنَّا ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ السَّمِیۡعُ الۡعَلِیۡمُ ﴿﴾رَبَّنَا وَ اجۡعَلۡنَا مُسۡلِمَیۡنِ لَکَ وَ مِنۡ ذُرِّیَّتِنَاۤ اُمَّۃً مُّسۡلِمَۃً  لَّکَ ۪ وَ اَرِنَا مَنَاسِکَنَا وَ تُبۡ عَلَیۡنَا ۚ اِنَّکَ اَنۡتَ التَّوَّابُ الرَّحِیۡمُ ﴿﴾رَبَّنَا وَ ابۡعَثۡ فِیۡہِمۡ رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِکَ وَ یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ وَ یُزَکِّیۡہِمۡ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾٪
Dan ingatlah ketika Ibrahim dan Isma’il meninggikan  dasar-dasar yakni pondasi Rumah itu sambil mendoa: “Ya Tuhan kami,  terimalah amal ini dari kami, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Mendengar, Maha Mengetahui.  Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang berserah  diri kepada Engkau, dan juga  dari antara keturunan kami jadikanlah satu umat yang berserah diri kepada Engkau,  perlihatkanlah kepada kami cara-cara ibadah kami dan terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Penerima Taubat, Maha Penyayang. Ya Tuhan kami, bangkitkanlah  seorang rasul di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang akan membacakan Ayat-ayat Engkau kepada mereka, yang mengajarkan Kitab  dan hikmah  kepada mereka serta akan mensucikan mereka, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (Al-Baqarah [2]:128-130).

Ka’bah  adalah “Rumah Kuno” (Baitul ‘Atiq)

    Apakah Nabi Ibrahim a.s.   sebagai pendiri atau hanya pembangun kembali Ka’bah, merupakan satu masalah yang telah menimbulkan banyak perbantahan. Sementara orang berpendapat bahwa Nabi Ibrahim a.s.   lah pendiri pertama tempat itu, sedang yang lainnya melacak asal-usulnya sampai Nabi Adam a.s..  Al-Quran (QS.3:97) dan hadits-hadits shahih membenarkan pendapat bahwa  bahkan sebelum   bangunan tersebut  didirikan oleh Nabi Ibrahim a.s., pada tempat itu telah ada semacam bangunan tetapi telah menjadi puing-puing dan hanya tinggal bekasnya belaka.
     Kata al-qawa’id dalam ayat ini menunjukkan bahwa pondasi Baitullah telah ada dan kemudian Nabi Ibrahim a.s.  serta Nabi Isma'il a.s.   membangunnya atas pondasi itu. Tambahan pula doa Nabi Ibrahim a.s. pada saat berpisah dengan putranya, Nabi Isma'il a.s.  dan ibunya di Mekkah yaitu: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian dari keturunanku di lembah yang tandus dekat Rumah Engkau yang suci” (QS.14:38),  menunjukkan bahwa Ka’bah telah ada bahkan sebelum Nabi Ibrahim a.s. menempatkan istri dan anak beliau di lembah Mekkah. Hadits pun mendukung pandangan itu (Bukhari), demikian pula catatan-catatan sejarah pun memberikan dukungan kepada pendapat bahwa Ka’bah itu sangat tua sekali asal-usulnya.
     Para ahli sejarah terkenal dan bahkan sebagian ahli-ahli kritik Islam yang tak bersahabat telah mengakui bahwa Ka’bah itu tempat yang sangat tua dan telah dipandang suci semenjak waktu yang tak dapat diingat.  Diodorus Siculus Sicily (60 sebelum Masehi) dalam menyinggung mengenai daerah yang sekarang dikenal sebagai Hijaz mengatakan bahwa tempat itu sangat dimuliakan oleh bangsa pribumi dan menambahkan, sebuah tempat pemujaan yang sangat tua didirikan di situ dari batu keras ...... yang ke tempat itu datang berbondong-bondong kaum-kaum dari daerah tetangga dari segala penjuru” (Terjemahan ke dalam Bahasa Inggeris oleh C.M. Oldfather, London, 1935, Kitab III, Bab 42 jilid ii, halaman 211-213).
   “Kata-kata itu tentu mengisyaratkan rumah suci di Mekkah, sebab kita tidak mengenal tempat lain, yang pernah mendapat penghormatan yang meliputi seluruh tanah Arab ........ Tarikh melukiskan Ka’bah sebagai tempat ziarah dari semua bagian tanah Arab semenjak waktu kuno” (Williams Muir, halaman ciii).  

Doa Khusus Nabi Ibrahim a.s. Untuk Bani Isma’il

     Ayat QS.2:130   merupakan ikhtisar dari masalah pokok seluruh Surah yang bukan hanya berisikan pemekarannya saja melainkan pula membahas berbagai pokok dalam urutan yang sama seperti disebut dalam ayat ini, yaitu mula-mula Tanda-tanda, kemudian Kitab, lalu hikmah syariat, dan yang terakhir ialah sarana-sarana untuk kemajuan nasional .
     Menarik sekali kiranya untuk diperhatikan di sini bahwa Al-Quran membicarakan dua doa Nabi Ibrahim a.s. secara terpisah. Pertama tentang keturunan Nabi Ishaq a.s. dan yang kedua mengenai anak-cucu Nabi Isma’il a.s..  Doa pertama tercantum dalam QS.2:125 dan yang kedua dalam ayat   130.
     Dalam doanya mengenai keturunan Ishaq a.s., Nabi Ibrahim a.s. memohon supaya imam-iman atau para mushlih (pembaharu) dibangkitkan dari antara mereka, tetapi beliau tidak menyebut tugas atau kedudukan istimewa mereka — mereka itu Mushlih-muslih rabbani (Pembaharu-pembaharu) biasa yang akan datang berturut-turut untuk memperbaiki Bani Israil.
      Tetapi dalam doanya pada ayat ini (QS.2:128-130) beliau memohon kepada Allah Swt.  agar membangkitkan di antara keturunannya seorang Nabi Besar dengan tugas khusus. Perbedaan ini sungguh merupakan gambaran yang sejati lagi indah sekali tentang kedua cabang keturunan Nabi Ibrahim a.s..
       Dengan menyebut kedua doa Nabi Ibrahim a.s. dalam ayat 125 dan 130, Surah ini mengemukakan secara sepintas lalu kenyataan bahwa Nabi Ibrahim a.s. bukan hanya mendoa untuk kesejahteraan Bani Ishaq saja, melainkan juga untuk  keturunan Bani Isma'il  a.s., putra sulungnya. Keturunan Nabi Ishaq a.s. kehilangan karunia kenabian karena perbuatan-perbuatan jahat mereka, maka Nabi yang dijanjikan dan diminta dalam ayat ini harus termasuk keturunan Nabi Ibrahim a.s.  yang lain  yaitu anak-cucu Nabi Isma'il a.s..

Bukti-bukti  Nabi Besar Muhammad Saw.
Adalah Keturunan Nabi Ismail a.s.  dan sebagai “Batu Penjuru

    Untuk menegaskan bahwa Nabi yang diharapkan dan dijanjikan itu harus seorang dari Bani Isma'il, Al-Quran dengan sangat tepat menuturkan pembangunan Ka’bah oleh Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Isma'il a.s. dan doa yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim a.s.  untuk keturunan putra sulungnya. Terhadap kesimpulan wajar ini para pengecam Kristen pada umumnya mengemukakan dua kecaman:
   (1) Bahwa Bible tidak menyebut janji  Allah apa pun kepada Nabi Ibrahim a.s. mengenai  Nabi Isma'il a.s.  dan
     (2) bahwa andaikata diakui bahwa Allah Swt.  sungguh-sungguh telah memberikan suatu janji demikian, maka tidak ada bukti terhadap kenyataan bahwa Rasul agama Islam adalah keturunan Nabi Isma'il a.s..  
    Adapun tentang keberatan pertama, andaikata pun diperhatikan bahwa Bible tak mengandung nubuatan-nubuatan apa pun mengenai Nabi Isma'il a.s.   maka hal itu tidaklah berarti bahwa nubuatan demikian tidak pernah ada. Tambahan pula bila kesaksian Bible dapat dianggap membenarkan adanya sesuatu janji mengenai Nabi Ishaq a.s.  dan putra-putranya, mengapa kesaksian Al-Quran berkenaan dengan anak cucu Nabi Isma'il  a.s. tidak dapat diterima sebagai bukti bahwa janji-janji telah diberikan pula oleh Allah Swt.   kepada Nabi Isma'il a.s. dan anak-anaknya? Tetapi Bible sendiri mengandung penunjukan mengenai kesejahteraan hari depan putra-putra Nabi Isma'il a.s. seperti dikandungnya mengenai kesejahteraan putra-putra Nabi Ishaq a.s.   (Kejadian 16:10-12; 17:6-10; 17:18-20).
     Sebagai jawaban kepada keberatan kedua bahwa seandainya pun perjanjian itu dianggap meliputi keturunan Isma'il a.s., masih harus pula dibuktikan bahwa Nabi Besar Muhammad saw.  termasuk Bani Isma'il.  Butir-butir berikut ini dapat diperhatikan:
   (1) Kaum Quraisy kabilah Nabi Besare Muhammad saw.  berasal, senantiasa percaya dan menyatakan diri sebagai keturunan  Nabi Isma'il a.s.    dan pengakuan itu diakui oleh semua bangsa Arab.
    (2) Jika pengakuan kaum Quraisy dan juga pengakuan suku-suku Bani Isma'il lainnya dari tanah Arab sebagai keturunan  Nabi Isma'il a.s.    itu tidak benar, maka keturunan  Nabi Isma'il a.s. yang sungguh-sungguh tentu akan membantah pengakuan palsu demikian itu, tetapi setahu orang, keberatan demikian tidak pernah diajukan.
      (3). Dalam Kejadian 17:20 Tuhan telah berjanji akan memberkati  Nabi Isma'il a.s.  melipatgandakan keturunannya, menjadikannya bangsa besar dan ayah 12 pangeran. Jika bangsa Arab bukan keturunannya, lalu mana bangsa yang dijanjikan itu? Suku-suku Bani Isma'il di tanah Arab sungguh-sungguh merupakan satu-satunya yang mengaku berasal dari  Nabi Isma'il a.s..    
     (4) Menurut Kejadian 21:8-14, Siti Hajar terpaksa meninggalkan rumahnya untuk memuaskan rasa angkuh Sarah. Jika beliau tidak dibawa ke Hijaz, di manakah sekarang keturunannya dapat ditemukan dan di manakah tempat pembuangannya?
    (5) Ahli-ahli ilmu bumi bangsa Arab semuanya sepakat bahwa Faran itu adalah nama yang diberikan kepada bukit-bukit Hijaz (Mu’jam al-Buldan).
    (6). Menurut Bible, keturunan  Nabi Isma'il a.s.  menghuni wilayah “dari negeri Hawilah sampai ke Syur” (Kejadian 25:18), dan kata-kata “dari Hawilah sampai ke Syur” menunjukkan ujung-ujung bertentangan negeri Arab (Biblica Cyclopaedia  by J. Eadie, London 1862).
     (7). Bible menyebut Ismail “seorang bagai hutan lakunya” (Kejadian 16:12) dan kata A’rabi (“Penghuni padang pasir”) mengandung arti hampir sama pula.
     (8). Bahkan Paulus mengakui adanya hubungan antara Siti Hajar dengan tanah Arab (Galatia 4:25).
     (9). Kedar itu seorang putra Isma’il a.s. dan telah diakui bahwa keturunannya menduduki wilayah selatan tanah Arab (Biblica Cyclopaedia, London 1862).
      (10). Prof. C.C. Torrey mengatakan: “Orang-orang Arab itu Bani Isma’il menurut riwayat bangsa Ibrani ....   Dua belas orang raja" (Kejadian 17:20), yang kemudian disebut dalam Kejadian 25:13-15, menggambarkan suku-suku Arab atau daerah-daerah di negeri Arab, perhatikanlah terutama Kedar, Duma (Dumatul Jandal), Teima. Bangsa besar itu ialah penduduk Arab” (Jewish Foundation of Islam, halaman 83). “Orang-orang Arab menurut ciri-ciri jasmani, bahasa, adat kebiasaan asli .... dan dari persaksian Bible umumnya dan pada dasarnya adalah Bani Isma’il” (Cyclopaedia of Biblical Literature, New York, halaman 685).
     (11). “Marilah kita senantiasa mencela kecenderungan kotor anak-anak Hajar karena terutama kaum (suku) Quraisy, mereka itu serupa dengan binatang” (Leaves from Three Ancient Qur’an, edited by the Rev. Mingana, D.D. Intro. xiii).
      Semua bukti tersebut membuktikan kebenaran  firman Allah Swt. sebelum ini mengenai doa khusus Nabi Ibrahim a.s. untuk keturunan Nabi Isma’il a.s., yang pada puncak pengabulannya telah melahirkan Nabi Besar Muhammad saw.  - sang “Batu penjuru” yang dijanjikan Allah Swt. melalui lidah Nabi Daud a.s.:
وَ اِذۡ یَرۡفَعُ  اِبۡرٰہٖمُ  الۡقَوَاعِدَ مِنَ الۡبَیۡتِ وَ اِسۡمٰعِیۡلُ ؕ رَبَّنَا تَقَبَّلۡ مِنَّا ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ السَّمِیۡعُ الۡعَلِیۡمُ ﴿﴾رَبَّنَا وَ اجۡعَلۡنَا مُسۡلِمَیۡنِ لَکَ وَ مِنۡ ذُرِّیَّتِنَاۤ اُمَّۃً مُّسۡلِمَۃً  لَّکَ ۪ وَ اَرِنَا مَنَاسِکَنَا وَ تُبۡ عَلَیۡنَا ۚ اِنَّکَ اَنۡتَ التَّوَّابُ الرَّحِیۡمُ ﴿﴾رَبَّنَا وَ ابۡعَثۡ فِیۡہِمۡ رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِکَ وَ یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ وَ یُزَکِّیۡہِمۡ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾٪

Dan ingatlah ketika Ibrahim dan Isma’il meninggikan  dasar-dasar yakni pondasi Rumah itu sambil mendoa: “Ya Tuhan kami, terimalah amal ini dari kami, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Mendengar, Maha Mengetahui.  Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang berserah  diri kepada Engkau, dan juga  dari antara keturunan kami jadikanlah satu umat yang berserah diri kepada Engkau,  perlihatkanlah kepada kami cara-cara ibadah kami dan terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Penerima Taubat, Maha Penyayang. Ya Tuhan kami, bangkitkanlah  seorang rasul di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang akan membacakan Ayat-ayat Engkau kepada mereka, yang mengajarkan Kitab  dan hikmah  kepada mereka serta akan mensucikan mereka, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (Al-Baqarah [2]:128-130).

 (Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 21 Mei  2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar