Minggu, 09 Juni 2013

Kepatuhtaatan dan Kesetiaan Para Sahabah Nabi Besar Muhammad Saw. & Nubuatan Dalam Surah Al-Fatihah




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 142


Kepatuhtaatan dan Kesetiaan Para Sahabah Nabi Besar  Muhammad Saw.   Nubuatan dalam 
Surah Al-Fatihah 

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan peringatan Allah Swt. kepada orang-orang yang beriman kepada Nabi Besar Muhammad saw. – yang merupakan “Nur di atas nur” (QS.24:36) untuk tidak menjadi seperti  orang-orang  di kalangan Bani Israil yang menyakiti Nabi Musa a.s.,  firman-Nya:
وَ اِذۡ  قَالَ مُوۡسٰی لِقَوۡمِہٖ یٰقَوۡمِ لِمَ تُؤۡذُوۡنَنِیۡ  وَ قَدۡ تَّعۡلَمُوۡنَ  اَنِّیۡ  رَسُوۡلُ اللّٰہِ  اِلَیۡکُمۡ ؕ فَلَمَّا  زَاغُوۡۤا اَزَاغَ  اللّٰہُ قُلُوۡبَہُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ  لَا یَہۡدِی الۡقَوۡمَ الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, mengapa kamu menyakitiku,  padahal kamu sungguh mengetahui bahwa aku Rasul Allah yang diutus kepada kamu?” Maka tatkala mereka menyimpang dari jalan benar Allah pun menyimpangkan hati mereka, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik (durhaka). (Ash-Shaf [61]:6).
 Mungkin tidak ada nabi Allah yang begitu banyak menderita kepedihan hati karena perbuatan para pengikutnya selain Nabi Musa a.s..  Kaum Nabi Musa a.s. telah menyaksikan lasykar Fira’un tenggelam di hadapan mata kepala mereka sendiri, namun demikian baru saja mereka melintasi lautan mereka telah mencoba lagi kembali kepada kemusyrikan, dan karena mereka melihat suatu kaum penyembah berhala, mereka meminta kepada Nabi Musa a.s. membuatkan bagi mereka berhala semacam itu juga (QS.7:139).
Ketika mereka disuruh bergerak memasuki Kanaan yang telah dijanjikan Allah akan diberikan kepada mereka, sambil mencemoohkan dan dengan bersitebal-kulit-muka mereka mengatakan kepada Nabi Musa a.s. agar beliau sendiri pergi berperang bersama Tuhan beliau yang amat dipercayai beliau, mereka tidak mau bergerak barang satu tapak pun dari tempat mereka bermukim (QS.5:25).
Jadi  Nabi Musa a.s.  – dalam usaha beliau memanggil mereka kembali dari kemusyrikan berkali-kali dihina dan dikecewakan oleh kaum yang justru telah diselamatkan beliau dari penindasan perbudakan Fir’aun itu. Mereka malahan mengumpat dan memfitnah beliau.

Menolak Memasuki “Negeri yang Dijanjikan
  
Mengenai kepengecutan Bani Israil ketika diajak oleh Nabi Musa a.s. untuk memasuki Kanaan – “negeri yang dijanjikan” --  Allah Swt. berfirman:
وَ  اِذۡ قَالَ مُوۡسٰی لِقَوۡمِہٖ یٰقَوۡمِ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَۃَ اللّٰہِ عَلَیۡکُمۡ اِذۡ جَعَلَ فِیۡکُمۡ اَنۡۢبِیَآءَ وَ جَعَلَکُمۡ مُّلُوۡکًا ٭ۖ وَّ اٰتٰىکُمۡ مَّا لَمۡ یُؤۡتِ اَحَدًا مِّنَ الۡعٰلَمِیۡنَ  ﴿﴾ یٰقَوۡمِ ادۡخُلُوا الۡاَرۡضَ الۡمُقَدَّسَۃَ الَّتِیۡ  کَتَبَ اللّٰہُ لَکُمۡ وَ لَا تَرۡتَدُّوۡا عَلٰۤی  اَدۡبَارِکُمۡ فَتَنۡقَلِبُوۡا خٰسِرِیۡنَ ﴿﴾   قَالُوۡا یٰمُوۡسٰۤی اِنَّ فِیۡہَا قَوۡمًا جَبَّارِیۡنَ ٭ۖ وَ اِنَّا لَنۡ نَّدۡخُلَہَا حَتّٰی یَخۡرُجُوۡا مِنۡہَا ۚ فَاِنۡ  یَّخۡرُجُوۡا مِنۡہَا فَاِنَّا دٰخِلُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika  Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, ingatlah  nikmat Allah atas kamu, ketika Dia menjadikan nabi-nabi di antaramu, menjadikan kamu raja-raja, dan Dia memberikan kepada kamu apa yang tidak diberikan kepada kaum lain di antara bangsa-bangsa. Hai kaumku, masukilah Tanah yang disucikan, yang telah ditetapkan Allah bagi kamu, dan janganlah kamu berbalik ke belakangmu lalu kamu kembali menjadi orang-orang yang rugi.” Mereka berkata: “Ya Musa, se-sungguhnya di dalam negeri itu ada suatu kaum  yang kuat lagi kejam, dan sesungguhnya kami tidak akan pernah memasukinya  hingga mereka keluar sendiri darinya, lalu  jika mereka keluar darinya maka kami akan memasukinya.” (Al-Maidah [5]:21-23).
   Penggantian kata kum (kamu) alih-alih kata fīkum mengandung isyarat bahwa jikalau tiap-tiap dan semua anggota suatu bangsa yang hidup di bawah kekuasaan seorang raja seakan-akan mempunyai kekuasaan dan kedaulatan, maka pengikut-pengikut seorang nabi tidak mempunyai bagian dalam kenabiannya.
    Ungkapan telah ditetapkan Allah bagimu, mengandung janji yang tersirat bahwa Allah Swt.  akan menolong dan memberi mereka kemenangan, seandainya orang-orang Bani Israil mempunyai keberanian memasuki Tanah suci  yang dijanjikan  itu.
     Ucapan mereka “Ya Musa, sesungguhnya di dalam negeri itu ada suatu kaum  yang kuat lagi kejam  berarti bahwa riwayat kaum itu dikenal oleh bangsa Bani Israil. Bangsa Amaliki (Amalek) dan suku-suku bangsa Arab liar menghuni Tanah suci pada zaman itu, dan orang-orang Bani Israil sangat takut kepada mereka. Dalam QS.2:247-253 kaum-kaum penghuni “negeri yang dijanjikan   itu disebut “Jalut” dan “bala tentaranya” yang dikalahkan oleh Nabi Daud a.s..

Kesetiaan Para Sahabah Nabi Besar Muhammad Saw.

    Bandingkanlah sikap pengikut-pengikut Nabi Musa a.s.  yang tidak punya rasa malu lagi pengecut itu dengan pengurbanan tulus-ikhlas dan hampir-hampir tak masuk akal dari para sahabat Nabi Besar Muhammad saw.  yang senantiasa mendambakan melompat ke dalam rahang kematian  bila ada sedikit saja isyarat aba-aba dari Junjungan mereka.
    Ketika Nabi Besar Muhammad saw.  bersama sejumlah kecil para sahabat  -- dengan perlengkapan perang yang sangat darurat -- hendak bergerak ke Badar menghadapi balatentara Mekkah yang bilangannya jauh lebih besar serta persenjataannya lebih lengkap, beliau saw. meminta saran mereka mengenai situasi berbahaya yang harus dihadapi mereka saat itu.
     Atas permintaan Nabi Besar Muhammad saw. salah seorang dari para sahabah bangkit lalu menjawab beliau saw.   dengan kata-kata yang akan selamanya terkenang:
“Wahai Rasulullah, kami tidak akan berkata kepada Anda seperti dikatakan oleh pengikut-pengikut Nabi Musa a.s.:  “Pergilah engkau bersama Tuhan engkau kemudian berperanglah engkau berdua, sesungguhnya kami hendak duduk-duduk saja di sini.’ Kebalikannya, wahai Rasulullah, kami senantiasa beserta engkau dan kami akan bertempur dengan musuh di sebelah kanan dan di sebelah kiri engkau dan di hadapan engkau dan di belakang engkau, dan kami mengharap dari Allah agar engkau akan menyaksikan kami apa yang akan menyejukkan mata engkau.”
   Menanggapi keengganan Bani Israil untuk memasuki Kanaan,   negeri yang dijanjikan,  tersebut  karena mereka takut kepada kaum-kaum liar yang berada di wilayah tersebut -- padahal sejak berada di Mesir sampai dengan  keluar dari Mesir mereka melihat berbagai macam mukjizat dari Allah Swt. yang diperlihatkan oleh Nabi Musa a.s., termasuk tenggelamnya Fir’aun dan balatentaranya di hadapan mata mereka (QS.17:102; QS. 27:13) -- selanjutnya Allah Swt. berfirman: 
قَالَ رَجُلٰنِ مِنَ الَّذِیۡنَ یَخَافُوۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ  عَلَیۡہِمَا ادۡخُلُوۡا عَلَیۡہِمُ  الۡبَابَ ۚ فَاِذَا دَخَلۡتُمُوۡہُ  فَاِنَّکُمۡ غٰلِبُوۡنَ ۬ۚ وَ عَلَی اللّٰہِ  فَتَوَکَّلُوۡۤا اِنۡ کُنۡتُمۡ  مُّؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾  قَالُوۡا یٰمُوۡسٰۤی اِنَّا لَنۡ  نَّدۡخُلَہَاۤ  اَبَدًا مَّا دَامُوۡا فِیۡہَا فَاذۡہَبۡ اَنۡتَ وَ رَبُّکَ فَقَاتِلَاۤ  اِنَّا ہٰہُنَا قٰعِدُوۡنَ ﴿﴾   قَالَ رَبِّ اِنِّیۡ  لَاۤ  اَمۡلِکُ اِلَّا نَفۡسِیۡ وَ اَخِیۡ فَافۡرُقۡ بَیۡنَنَا وَ بَیۡنَ الۡقَوۡمِ الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿﴾  قَالَ فَاِنَّہَا مُحَرَّمَۃٌ عَلَیۡہِمۡ اَرۡبَعِیۡنَ سَنَۃً ۚ یَتِیۡہُوۡنَ فِی الۡاَرۡضِ ؕ فَلَا تَاۡسَ عَلَی الۡقَوۡمِ الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿٪﴾
Dua orang laki-laki dari antara mereka yang takut kepada Allah dan Allah telah memberi nikmat kepada keduanya berkata: “Masuklah melalui pintu gerbang mereka,  lalu apabila kamu memasuki negeri itu maka sesungguhnya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah-lah hendak-nya kamu  bertawakkal jika kamu benar-benar orang-orang yang beriman.”  Mereka berkata: “Hai Musa, sesungguhnya kami  tidak akan pernah memasuki negeri itu, selama mereka masih ada di dalamnya, karena itu pergilah engkau bersama Tuhan engkau, lalu berperanglah engkau berdua, sesungguhnya kami hendak duduk-duduk saja di sini!”  Musa berkata: “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya aku tidak berkuasa kecuali terhadap diriku dan saudara laki-lakiku, maka bedakanlah antara kami dengan kaum yang fasik (durhaka) itu.”   Dia berfirman: “Maka  sesungguhnya negeri itu diharamkan bagi mereka selama empat puluh tahun, mereka akan bertualang kebingungan di muka bumi maka janganlah engkau bersedih atas kaum yang fasik itu.” (Al-Māidah [5]:24-27).

Peringatan Allah Swt. kepada Umat Islam

    Nabi Besar Muhammad saw. telah bersabda bahwa antara umat Islam (Bani Isma’il) dengan Bani Israil akan banyak memiliki persamaan sehingga seperti “persamaan sepasang sepatu”. Contohnya:
(1)   Di Kalangan  Bani Israil  terdapat Nabi Musa a.s., Rasul Allah yang membawa syariat, demikian juga di kalangan Bani Isma’il pun ada “nabi yang seperti Musa” – yakni Nabi Besar Muhammad saw. (Ulangan 18:15-19; QS.46:11),
(2)    Di kalangan Bani Israil  setelah Nabi Musa a.s.  dan Nabi  Harun a.s. Allah Swt. telah mengutus rangkaian para Rasul (Nabi) Allah yang tidak membawa syariat (QS.2:89; QS.5:21), demikian juga di kalangan Bani Isma’il (umat Islam), setelah Khulafatur- Rasyidin Allah Swt. setiap abad membangkitkan para wali Allah sebagai mujaddid, yang  mengenai ketinggian martabat pengetahuan dan ruhani  para ‘ulama hakiki tersebut  (QS.35:29) Nabi Besar Muhammad saw. telah bersabda bahwa “Para ‘ulama umatku seperti  nabi-nabi Bani Israil”.
(3)   Di kalangan Bani Israil silsilah kenabian diakhiri dengan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. yang datang 14 abad setelah Nabi Musa a.s.,  demikian pula menurut Allah Swt. di kalangan Bani Isma’il (umat Islam) pun 14 abad setelah Nabi Besar Muhammad saw. akan diutus Al-Masih Mau’ud a.s. atau misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58), yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s..
(4)   Di kalangan Bani Israil Allah Swt. telah 2 kali menghukum mereka (QS.17:5-9) melalui serbuan dahsyat raja Nebukadnezar dari Babilonia (QS.2:260) dan Titus dari kerajaan Rumawi – akibat kedurhakaan mereka kepada Allah Swt. dan para Rasul Allah, khususnya Nabi Daud a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., sehingga keduanya mengutuk orang-orang kafir dari kalangan Bani Israil (QS.5:79-80) – demikian pula Bani Isma’il (umat Islam) pun mengalami dua kali hukuman dari Allah Swt. melalui serbuan dahsyat balatentara Mongol dan Tartar pimpinan Khulaku Khan, cucu  Jenghis Khan dan melalui bangsa-bangsa Kristen dari Barat yang disebut  Ya’juj   dan Ma’juj (Magog  dan Magog – Wahyu 20:7-10; QS.21:96-97).
      Oleh karena itu betapa benarnya peringatan Allah Swt. kepada umat Islam berikut ini:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اٰذَوۡا مُوۡسٰی فَبَرَّاَہُ  اللّٰہُ مِمَّا قَالُوۡا ؕ وَ کَانَ عِنۡدَ اللّٰہِ  وَجِیۡہًا  ﴿ؕ﴾یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰہَ وَ قُوۡلُوۡا  قَوۡلًا  سَدِیۡدًا  ﴿ۙ﴾  یُّصۡلِحۡ  لَکُمۡ  اَعۡمَالَکُمۡ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ذُنُوۡبَکُمۡ ؕ وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ  وَ رَسُوۡلَہٗ  فَقَدۡ  فَازَ  فَوۡزًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu seperti orang-orang yang telah menyusahkan  Musa,  tetapi Allah membersihkannya dari apa yang mereka katakana, dan ia di sisi Allah adalah orang yang terhormat.  Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang jujur.   Dia akan memperbaiki bagi kamu amal-amalmu dan akan mengampuni bagimu dosa-dosamu.  Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia akan meraih kemenangan besar. (Al-Ahzab [33]:70-72).

Perlakuan Zalim terhadap Misal Nabi Musa a.s. dan Misal Nabi Isa a.s.

   Ādzahu berarti, ia melakukan atau mengatakan apa yang tidak disenanginya atau yang dibencinya, mengganggu atau menjengkelkan atau melukai perasaan dia.  Nabi Musa a.s.  telah dijadikan sasaran fitnahan-fitnahan berat, antara lain:
   (1) Qarun (Qorah) menghasut seorang perempuan mengada-adakan tuduhan terhadap beliau bahwa beliau pernah mengadakan hubungan gelap dengan dirinya.
    (2) Karena timbul iri hati melihat semakin meningkatnya pengaruh Nabi Harun di tengah kaum beliau, Nabi Musa a.s. berusaha membunuh Nabi Harun a.s.
     (3) Beliau mengidap penyakit lepra dan rajasinga atau syphilis.
     (4) Samiri menuduh beliau berbuat syirik.
  (5) Adik perempuan beliau sendiri melemparkan tuduhan palsu terhadap beliau (Bilangan 12:1).
     Demikian pula halnya  perlakuan zalim para pemuka Yahudi terhadap Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dan berusaha membunuh beliau melalui penyaliban, hal yang sama pun di Akhir Zaman ini dialami juga oleh misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. --  yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s. firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ لَمَّا ضُرِبَ ابۡنُ مَرۡیَمَ  مَثَلًا  اِذَا قَوۡمُکَ مِنۡہُ  یَصِدُّوۡنَ ﴿﴾
Dan apabila   Ibnu Maryam dikemukakan  sebagai misal tiba-tiba kaum engkau meneriakkan  penentangan  terhadapnya, (Az-Zukhruf [43]:58).
    Shadda (yashuddu) berarti: ia menghalangi dia dari sesuatu, dan shadda (yashiddu) berarti: ia mengajukan sanggahan (protes) (Aqrab-ul-Mawarid).
     Sebagaimana Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah dihadapkan oleh para pemuka Yahudi ke pengadilan penguasa kerajaan Rumawi yang dipimpin oleh Pilatus – dengan tuduhan melakukan hujatan dan akan merebut kekuasaan pemerintan -- demikian pula Mirza Ghulam Ahmad a.s. yakni Al-Masih Mau’ud di Akhir zaman ini pun telah diajukan ke pengadilan pemerintah kerajaan Inggris di Hindustan yang dipimpin oleh Kapten Douglas dengan tuduhan dusta merencanakan melakukan pembunuhan terhadap pendeta Dr. Martin Clarck, dan tuduhan dusta tersebut didukung oleh Mlv. Muhamad Hussin Batalwi, penentang keras Mirza Ghulam Ahmad a.s.. Berikut penjelasan Mirza Ghulam Ahmad a.s. dalam buku   Kisyti Nuh (Bahtera Nuh)   berkenaan dengan peristiwa tuduhan dusta tersebut:

Nubuatan Dalam Surah Al-Fatihah &
Kiasan “Kelahiran Ruhani 

   “Hendaknya ini pun  diperhatikan bahwa di antara tujuan-tujuan agung Surah Al-Fatihah adalah doa:
اِہۡدِ نَا الصِّرَاطَ الۡمُسۡتَقِیۡمَ ۙ﴿﴾  صِرَاطَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمۡتَ عَلَیۡہِمۡ ۙ۬
“Tunjukkanlah kami jalan yang lurus, jalan orang-orang yang telah  Engkau beri nikmat atas mereka” (Al-Fatihah [1]:6)
    Seperti halnya di dalam doa Injil dimohonkan makanan (roti) sehari-hari maka di dalam doa ini segala nikmat dari Tuhan  yang pernah diberikan kepada para rasul dan  para nabi  terdahulu dimohonkan. Perbandingan itu patut ditilik pula. Seperti halnya berkat kemakbulan doa Hadhrat Al-Masih, orang-orang Kristen telah memperoleh banyak bahan keperluan pangan (māidah), demikian pula berkat kemakbulan doa Quran Syarif melalui Rasulullah saw., orang-orang shalih dan suci di kalangan umat Islam -- pada  khususnya orang-orang sempurna dari antara mereka -- ditetapkan sebagai ahli-waris para nabi Bani Israil.
    Pada hakikatnya kebangkitan Masih Mau’ud dari antara umat ini pun merupakan buah kemakbulan doa itu pula. Sebab walaupun banyak orang shalih dan suci telah menyerupai  para nabi Bani Israil secara tersembunyi, akan tetapi Masih Mau’ud umat ini dengan perintah dan seizin Tuhan dibangkitkan untuk menandingi Masih Israili, supaya ada persamaan antara umat Muhammad dan umat Musa. Atas tujuan itulah maka Masih ini (Mirza Ghulam Ahmad a.s. – Ed.) dalam tiap seginya diberi persamaan dengan Ibnu Maryam, sehingga  kepada Ibnu Maryam ini pun datang percobaan seperti halnya kepada  Ibnu Maryam Israili.
     Sebagaimana Isa Ibnu Maryam dilahirkan hanya semata-mata karena tiupan Tuhan, demikian pula Al-Masih ini pun – sesuai dengan janji dalam Surah At-Tahrim – dilahirkan dari kandungan Siti Maryam, hanya semata-mata karena tiupan Tuhan. Dan sebagaimana dengan lahirnya Isa Ibnu Maryam, bangkit kegemparan dan golongan penentang yang membuta-tuli mengatakan kepada Maryam:  Laqad ji-ti syay-a fariyya -- [“Sungguh engkau benar-benar telah melakukan sesuatu yang amat tidak senonoh”], demikian pula di sini pun dikatakan dan digaduhkan. Dan seperti halnya Allah Ta’ala memberi jawaban kepada  para penentang pada waktu bersalinnya Maryam Israili berkenaan dengan Isa:
وَ  لِنَجۡعَلَہٗۤ  اٰیَۃً  لِّلنَّاسِ وَ رَحۡمَۃً  مِّنَّا ۚ وَ کَانَ  اَمۡرًا مَّقۡضِیًّا
“Dan agar Kami dapat menjadikannya suatu Tanda bagi manusia sebagai rahmat dari Kami, dan hal itu adalah suatu perkara yang telah diputuskan” – QS. Maryam [19]:22).
    Jawaban itulah yang diberikan Allah Ta’ala mengenai diriku kepada para penentang, di dalam “Barāhīn Ahmadiyya” pada waktu kelahiran-ruhaniku secara kiasan, dan Dia mengatakan, “Kamu sekalian tidak akan dapat  menghancurkan dia dengan tipu-muslihat kamu sekalian. Aku akan menjadikan Dia Tanda rahmat bagi orang-orang dan hal demikian itu telah ditakdirkan  semenjak semula.”
   Kemudian, seperti halnya alim-ulama Yahudi menjatuhkan fatwa kafir terhadap Hadhrat Isa  a.s., dan seorang cendekiawan Yahudi yang nakal merumuskan fatwa, dan cendekiawan lainnya menjatuhkan  fatwa  tersebut, sehingga beratus-ratus alim-ulama cendekiawan dari Baitul-Muqaddas yang kebanyakan Ahli Hadits, mereka mencap kafir kepada Hadhrat Isa a.s..[1]
     Kejadian serupa itu pulalah yang berlaku atas diri saya. Dan kemudian seperti halnya sesudah pencapan kafir terhadap Hadhrat Isa itu beliau amat disusahkan. Beliau dicaci-maki sejadi-jadinya.  Mereka menulis kitab-kitab yang mengandung ejekan-ejekan dan lontaran kata-kata buruk. Keadaan serupa itu punm terjadi sekarang. Seakan-akan sesudah jangkawaktu 1.800 tahun Isa itu juga lahir lagi, dan orang-orang Yahudi itu juga telah lahir lagi.

Batu Penjuru
غَیۡرِ الۡمَغۡضُوۡبِ عَلَیۡہِمۡ             -- “bukan mereka yang dimurkai " , itulah nubuatan yang Tuhan telah jelaskan sejak dahulu. Akan tetapi orang-orang itu tidak  bersabar sebelum mereka menjadi orang-orang seperti kaum Yahudi yang dilaknat Tuhan. Sebuah dari batu-bata tamsilan itu telah diletakkan  oleh Tuhan Sendiri, yakni aku telah diutus sebagai Masih Islam tepat pada permulaan abad ke-14 seperti halnya Al-Masih ibnu Maryam diutus pada permulaan abad ke-14, dan bagi diri  saya Dia tengah memperlihatkan Tanda-tanda-Nya yang hebat, dan di bawah bentangan langit ini tidak ada kemampuan  pada pihak golongan lawan manapun – baik dari pihak orang-orang Islam ataupun orang-orang Yahudi maupun orang-orang Kristen dan sebagainya --  untuk melawan Tanda-tanda itu. Betapa manusia yang hina-dina dapat mengadu kekuatan dengan Tuhan. Ini merupakan landasan (pondasi)  pertama Tuhan.
     Setiap orang yang ingin memecahkan batu  pondasi (batu penjuru) yang berasal dari Allah itu tidak akan dapat memecahkannya. Akan tetapi batu-bata  ini jika menimpa orang ia akan menghancur-leburkan dia. Sebab batu-bata  ini kepunyaan Allah dan tangan itu adalah Tangan Allah. Sedangkan batu-bata (batu pondasi) lain telah dipersiapkan untuk menandingi batu-bata ini  supaya mereka melakukan terhadap diriku seperti telah dikerjakan orang-orang Yahudi dahulu sampai demikian jauhnya, sehingga guna membinasakan diriku  mereka telah mengajukan tuduhan perkara pembunuhan, yang mengenai itu Tuhan telah memberitahukan kepadaku lebih dahulu.
   Perkara yang dituduhkan terhadapku adalah lebih berat dari perkara yang dituduhkan kepada Isa Ibnu Maryam, sebab dasar perkara Hadhrat Isa a.s. adalah hanya berkenaan dengan pertentangan keagamaan, yang menurut hakim adalah suatu perkara kecil, bahkan tidak berarti sama sekali. Akan tetapi perkara yang dituduhkan kepadaku adalah tuduhan mengenai upaya pembunuhan.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 24 Mei  2013


[1]) Pada masa Hadhrat Isa a.s. walau terdapat banyak firqah di kalangan  bangsa Yahudi, akan tetapi yang dianggap berjalan di atas kebenaran adalah  dua aliran, yang pertama ialah yang mengikuti hukum Taurat, dari Kitab itulah mereka menarik kesimpulan untuk memecahkan masalah-masalah secara ijtihad; yang kedua ialah aliran Ahli Hadits yang beranggapan bahwa dalam mengambil keputusan-keputusan kedudukan Hadits lebih tinggi daripada Taurat.
Kaum Ahli Hadits ini sangat banyak terdapat dan tersebar di negeri-negeri Israil, mereka bertingkah lagi berlandaskan pada Hadits-hadits yang kebanyakannya adalah menentang dan melawan Taurat. Dalil mereka itu adalah demikian inilah bahwa beberapa masalah syariat seperti masalah-masalah peribadahan, mu’amallah (transaksi, bertingkah laku) dan hukum-peraturan resmi tidak terdapat dalam Taurat dan untuk itu di dapat keterangan dari  hadits, nama kitab Hadits itu ialah Talmud, yang di dalamnya terdapat  sabda-sabda setiap nabi menurut zamannya.
Hadits-hadits tersebut sampai waktu yang lama tetap merupakan tuturan, dan setelah lama kemudian baru direkam secara tertulis. Oleh karena itu di dalamnya terdapat pula beberapa bagian pengandaian (perkiraan), dan oleh karena itu pada saat itu kaum Yahudi terpecah menjadi 72   aliran, yang masing-masing mempunyai Haditsnya yang terpisah, sementara para ahli Hadits tersebut tidak lagi menaruh perhatian pada Taurat. kebanyakannya mereka beramal menurut Hadits, sedangkan Taurat seakan-akan tidak terpakai dan diabaikan. Apabila kebetulan bersesuaian dengan Hadits, mereka terima; dan jika tidak maka mereka menolaknya.
 Pendeknya,  di zaman seperti itulah lahir Hadhrat Isa a.s. dan beliau berhadapan pada khususnya dengan kaum Ahli Hadits yang lebih menghormati Hadits-hadits daripada Taurat. Dan di dalam tulisan-tulisan para nabi telah lebih dahulu diberitahukan bahwa ketika orang-orang yahudi akan terpecah jadi beberapa golongan dan meninggalkan Kitab Ilahi, mereka sebaliknya akan beramal menurut Hadits-hadits, maka disaat itulah akan diutus kepada seorang seorang Hakim Adil yang disebut Masih dan mereka tidak akan menerimanya. Pada akhirnya mereka akan ditimpa azab keras, dan azab itu berupa  tha’un (pes). Na’ūdzubillāh (Pen.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar