بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 142
Kepatuhtaatan dan Kesetiaan Para Sahabah Nabi
Besar Muhammad Saw. & Nubuatan dalam
Surah Al-Fatihah
Surah Al-Fatihah
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam akhir Bab sebelumnya telah
dikemukakan peringatan Allah Swt. kepada orang-orang yang beriman
kepada Nabi Besar Muhammad saw. –
yang merupakan “Nur di atas nur”
(QS.24:36) untuk tidak menjadi seperti orang-orang
di kalangan Bani Israil yang menyakiti
Nabi Musa a.s., firman-Nya:
وَ
اِذۡ قَالَ مُوۡسٰی لِقَوۡمِہٖ یٰقَوۡمِ
لِمَ تُؤۡذُوۡنَنِیۡ وَ قَدۡ تَّعۡلَمُوۡنَ اَنِّیۡ
رَسُوۡلُ اللّٰہِ اِلَیۡکُمۡ ؕ
فَلَمَّا زَاغُوۡۤا اَزَاغَ اللّٰہُ قُلُوۡبَہُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ لَا یَہۡدِی الۡقَوۡمَ الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika
Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, mengapa
kamu menyakitiku, padahal
kamu sungguh mengetahui bahwa aku Rasul
Allah yang diutus kepada kamu?” Maka tatkala mereka menyimpang dari jalan benar Allah pun menyimpangkan hati mereka, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik (durhaka). (Ash-Shaf [61]:6).
Mungkin tidak ada nabi
Allah yang begitu banyak menderita kepedihan
hati karena perbuatan para
pengikutnya selain Nabi Musa a.s.. Kaum Nabi Musa a.s. telah menyaksikan lasykar
Fira’un tenggelam di hadapan mata kepala mereka sendiri, namun demikian baru
saja mereka melintasi lautan mereka telah mencoba lagi kembali kepada kemusyrikan, dan karena mereka melihat
suatu kaum penyembah berhala, mereka
meminta kepada Nabi Musa a.s. membuatkan bagi mereka berhala semacam itu juga (QS.7:139).
Ketika mereka disuruh bergerak memasuki Kanaan yang telah dijanjikan
Allah akan diberikan kepada mereka, sambil mencemoohkan dan dengan
bersitebal-kulit-muka mereka mengatakan kepada Nabi Musa a.s. agar
beliau sendiri pergi berperang bersama
Tuhan beliau yang amat dipercayai beliau, mereka tidak mau bergerak barang
satu tapak pun dari tempat mereka bermukim (QS.5:25).
Jadi Nabi Musa a.s. – dalam usaha beliau memanggil mereka
kembali dari kemusyrikan berkali-kali
dihina dan dikecewakan oleh kaum yang
justru telah diselamatkan beliau dari penindasan
perbudakan Fir’aun itu. Mereka malahan mengumpat
dan memfitnah beliau.
Menolak Memasuki “Negeri yang Dijanjikan”
Mengenai kepengecutan Bani Israil ketika diajak
oleh Nabi Musa a.s. untuk memasuki Kanaan
– “negeri yang dijanjikan” -- Allah Swt.
berfirman:
وَ اِذۡ قَالَ مُوۡسٰی لِقَوۡمِہٖ یٰقَوۡمِ
اذۡکُرُوۡا نِعۡمَۃَ اللّٰہِ عَلَیۡکُمۡ اِذۡ جَعَلَ فِیۡکُمۡ اَنۡۢبِیَآءَ وَ
جَعَلَکُمۡ مُّلُوۡکًا ٭ۖ وَّ اٰتٰىکُمۡ مَّا لَمۡ یُؤۡتِ اَحَدًا مِّنَ
الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ یٰقَوۡمِ ادۡخُلُوا
الۡاَرۡضَ الۡمُقَدَّسَۃَ الَّتِیۡ کَتَبَ
اللّٰہُ لَکُمۡ وَ لَا تَرۡتَدُّوۡا عَلٰۤی
اَدۡبَارِکُمۡ فَتَنۡقَلِبُوۡا خٰسِرِیۡنَ ﴿﴾ قَالُوۡا یٰمُوۡسٰۤی اِنَّ فِیۡہَا
قَوۡمًا جَبَّارِیۡنَ ٭ۖ وَ اِنَّا لَنۡ نَّدۡخُلَہَا حَتّٰی یَخۡرُجُوۡا مِنۡہَا
ۚ فَاِنۡ یَّخۡرُجُوۡا مِنۡہَا فَاِنَّا
دٰخِلُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai
kaumku, ingatlah nikmat
Allah atas kamu, ketika Dia
menjadikan nabi-nabi di antaramu, menjadikan kamu raja-raja, dan Dia
memberikan kepada kamu apa yang tidak diberikan kepada kaum lain di antara
bangsa-bangsa. Hai kaumku, masukilah
Tanah yang disucikan, yang telah ditetapkan Allah bagi kamu, dan
janganlah kamu berbalik ke belakangmu lalu kamu kembali menjadi orang-orang
yang rugi.” Mereka berkata: “Ya Musa, se-sungguhnya di dalam negeri itu
ada suatu kaum yang kuat lagi kejam,
dan sesungguhnya kami tidak akan
pernah memasukinya hingga mereka keluar sendiri darinya, lalu jika
mereka keluar darinya maka kami akan memasukinya.” (Al-Maidah [5]:21-23).
Penggantian kata kum (kamu) alih-alih
kata fīkum mengandung isyarat bahwa jikalau tiap-tiap dan semua anggota
suatu bangsa yang hidup di bawah kekuasaan seorang
raja seakan-akan mempunyai kekuasaan
dan kedaulatan, maka
pengikut-pengikut seorang nabi tidak
mempunyai bagian dalam kenabiannya.
Ungkapan telah ditetapkan Allah bagimu,
mengandung janji yang tersirat bahwa Allah Swt. akan menolong dan memberi mereka
kemenangan, seandainya orang-orang Bani Israil mempunyai keberanian memasuki Tanah suci yang dijanjikan itu.
Ucapan
mereka “Ya Musa, sesungguhnya di dalam negeri itu ada suatu kaum yang kuat lagi kejam“ berarti bahwa riwayat kaum itu dikenal oleh
bangsa Bani Israil. Bangsa Amaliki (Amalek) dan suku-suku bangsa Arab liar
menghuni Tanah suci pada zaman itu,
dan orang-orang Bani Israil sangat
takut kepada mereka. Dalam QS.2:247-253 kaum-kaum penghuni “negeri yang dijanjikan” itu disebut “Jalut” dan “bala tentaranya”
yang dikalahkan oleh Nabi Daud a.s..
Kesetiaan Para Sahabah Nabi Besar Muhammad Saw.
Bandingkanlah sikap pengikut-pengikut Nabi
Musa a.s. yang tidak punya rasa malu lagi pengecut itu dengan pengurbanan
tulus-ikhlas dan hampir-hampir tak masuk akal dari para sahabat Nabi Besar Muhammad saw. yang senantiasa mendambakan melompat ke
dalam rahang kematian bila ada sedikit saja isyarat aba-aba dari Junjungan mereka.
Ketika Nabi Besar Muhammad saw. bersama sejumlah kecil para sahabat -- dengan perlengkapan perang yang sangat
darurat -- hendak bergerak ke Badar
menghadapi balatentara Mekkah yang bilangannya jauh lebih besar serta
persenjataannya lebih lengkap, beliau saw. meminta saran mereka mengenai situasi berbahaya yang harus dihadapi mereka
saat itu.
Atas permintaan Nabi Besar
Muhammad saw. salah seorang dari para sahabah
bangkit lalu menjawab beliau saw. dengan kata-kata yang akan selamanya
terkenang:
“Wahai
Rasulullah, kami tidak akan berkata kepada Anda seperti dikatakan oleh
pengikut-pengikut Nabi Musa a.s.: “Pergilah engkau bersama Tuhan engkau
kemudian berperanglah engkau berdua, sesungguhnya kami hendak duduk-duduk saja
di sini.’ Kebalikannya, wahai Rasulullah, kami senantiasa beserta engkau
dan kami akan bertempur dengan musuh di sebelah kanan dan di sebelah kiri
engkau dan di hadapan engkau dan di belakang engkau, dan kami mengharap dari
Allah agar engkau akan menyaksikan kami apa yang akan menyejukkan mata engkau.”
Menanggapi keengganan Bani Israil untuk memasuki Kanaan, “negeri yang dijanjikan,” tersebut
karena mereka takut kepada kaum-kaum liar yang berada di wilayah tersebut -- padahal sejak berada di
Mesir sampai dengan keluar dari Mesir
mereka melihat berbagai macam mukjizat
dari Allah Swt. yang diperlihatkan oleh Nabi Musa a.s., termasuk tenggelamnya Fir’aun dan balatentaranya
di hadapan mata mereka (QS.17:102; QS. 27:13) -- selanjutnya Allah Swt.
berfirman:
قَالَ
رَجُلٰنِ مِنَ الَّذِیۡنَ یَخَافُوۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمَا ادۡخُلُوۡا عَلَیۡہِمُ الۡبَابَ ۚ فَاِذَا دَخَلۡتُمُوۡہُ فَاِنَّکُمۡ غٰلِبُوۡنَ ۬ۚ وَ عَلَی
اللّٰہِ فَتَوَکَّلُوۡۤا اِنۡ
کُنۡتُمۡ مُّؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾ قَالُوۡا یٰمُوۡسٰۤی اِنَّا لَنۡ نَّدۡخُلَہَاۤ
اَبَدًا مَّا دَامُوۡا فِیۡہَا فَاذۡہَبۡ اَنۡتَ وَ رَبُّکَ
فَقَاتِلَاۤ اِنَّا ہٰہُنَا قٰعِدُوۡنَ ﴿﴾ قَالَ رَبِّ اِنِّیۡ لَاۤ
اَمۡلِکُ اِلَّا نَفۡسِیۡ وَ اَخِیۡ فَافۡرُقۡ بَیۡنَنَا وَ بَیۡنَ
الۡقَوۡمِ الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿﴾ قَالَ
فَاِنَّہَا مُحَرَّمَۃٌ عَلَیۡہِمۡ اَرۡبَعِیۡنَ سَنَۃً ۚ یَتِیۡہُوۡنَ فِی
الۡاَرۡضِ ؕ فَلَا تَاۡسَ عَلَی الۡقَوۡمِ الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿٪﴾
Dua orang laki-laki dari antara mereka yang takut kepada Allah dan Allah telah memberi nikmat kepada keduanya
berkata: “Masuklah melalui pintu gerbang
mereka, lalu apabila kamu memasuki negeri
itu maka sesungguhnya kamu akan menang.
Dan hanya kepada Allah-lah hendak-nya
kamu bertawakkal
jika kamu benar-benar orang-orang yang
beriman.” Mereka berkata: “Hai Musa,
sesungguhnya kami tidak akan pernah memasuki negeri itu,
selama mereka masih ada di dalamnya, karena itu pergilah engkau bersama Tuhan engkau, lalu berperanglah engkau berdua,
sesungguhnya kami hendak duduk-duduk
saja di sini!” Musa berkata:
“Ya Tuhan-ku, sesungguhnya aku tidak
berkuasa kecuali terhadap diriku dan saudara laki-lakiku, maka bedakanlah antara kami dengan kaum yang fasik (durhaka) itu.” Dia
berfirman: “Maka sesungguhnya negeri itu diharamkan
bagi mereka selama empat puluh tahun, mereka akan bertualang kebingungan di muka bumi maka janganlah engkau bersedih atas kaum yang
fasik itu.” (Al-Māidah [5]:24-27).
Peringatan Allah Swt. kepada Umat
Islam
Nabi Besar Muhammad saw. telah bersabda
bahwa antara umat Islam (Bani Isma’il)
dengan Bani Israil akan banyak memiliki persamaan
sehingga seperti “persamaan sepasang
sepatu”. Contohnya:
(1)
Di Kalangan Bani Israil
terdapat Nabi Musa a.s., Rasul
Allah yang membawa syariat, demikian
juga di kalangan Bani Isma’il pun ada
“nabi yang seperti Musa” – yakni Nabi
Besar Muhammad saw. (Ulangan 18:15-19; QS.46:11),
(2)
Di kalangan Bani Israil setelah Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. Allah Swt. telah mengutus rangkaian
para Rasul (Nabi) Allah yang tidak
membawa syariat (QS.2:89; QS.5:21), demikian juga di kalangan Bani Isma’il (umat Islam), setelah Khulafatur- Rasyidin Allah Swt. setiap
abad membangkitkan para wali Allah
sebagai mujaddid, yang mengenai ketinggian martabat pengetahuan dan ruhani para ‘ulama hakiki tersebut (QS.35:29) Nabi Besar Muhammad saw. telah
bersabda bahwa “Para ‘ulama umatku
seperti nabi-nabi Bani Israil”.
(3)
Di kalangan Bani
Israil silsilah kenabian diakhiri
dengan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. yang datang 14 abad setelah Nabi Musa
a.s., demikian pula menurut Allah Swt.
di kalangan Bani Isma’il (umat Islam) pun 14 abad setelah Nabi Besar Muhammad
saw. akan diutus Al-Masih Mau’ud a.s. atau misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58), yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s..
(4)
Di kalangan Bani
Israil Allah Swt. telah 2 kali menghukum mereka (QS.17:5-9) melalui serbuan
dahsyat raja Nebukadnezar dari
Babilonia (QS.2:260) dan Titus dari
kerajaan Rumawi – akibat kedurhakaan
mereka kepada Allah Swt. dan para Rasul
Allah, khususnya Nabi Daud a.s.
dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.,
sehingga keduanya mengutuk
orang-orang kafir dari kalangan Bani Israil (QS.5:79-80) – demikian pula Bani
Isma’il (umat Islam) pun mengalami dua
kali hukuman dari Allah Swt. melalui serbuan dahsyat balatentara Mongol dan
Tartar pimpinan Khulaku Khan,
cucu Jenghis
Khan dan melalui bangsa-bangsa Kristen dari Barat yang disebut Ya’juj dan Ma’juj
(Magog dan Magog – Wahyu 20:7-10;
QS.21:96-97).
Oleh karena itu betapa benarnya peringatan Allah Swt. kepada umat Islam
berikut ini:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَکُوۡنُوۡا
کَالَّذِیۡنَ اٰذَوۡا مُوۡسٰی فَبَرَّاَہُ
اللّٰہُ مِمَّا قَالُوۡا ؕ وَ کَانَ عِنۡدَ اللّٰہِ وَجِیۡہًا ﴿ؕ﴾یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا
اللّٰہَ وَ قُوۡلُوۡا قَوۡلًا سَدِیۡدًا ﴿ۙ﴾ یُّصۡلِحۡ لَکُمۡ اَعۡمَالَکُمۡ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ذُنُوۡبَکُمۡ
ؕ وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ فَقَدۡ فَازَ فَوۡزًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu
seperti orang-orang yang telah menyusahkan Musa, tetapi Allah
membersihkannya dari apa yang mereka katakana, dan ia di sisi Allah adalah orang yang
terhormat. Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah
dan ucapkanlah perkataan yang jujur.
Dia akan memperbaiki bagi kamu amal-amalmu dan akan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia akan meraih kemenangan besar. (Al-Ahzab
[33]:70-72).
Perlakuan Zalim terhadap Misal Nabi Musa a.s. dan Misal Nabi Isa a.s.
Ādzahu berarti, ia melakukan atau
mengatakan apa yang tidak disenanginya atau yang dibencinya, mengganggu atau
menjengkelkan atau melukai perasaan dia. Nabi Musa a.s. telah dijadikan sasaran fitnahan-fitnahan berat, antara lain:
(1) Qarun (Qorah) menghasut
seorang perempuan mengada-adakan tuduhan terhadap beliau bahwa beliau pernah
mengadakan hubungan gelap dengan dirinya.
(2) Karena timbul iri hati
melihat semakin meningkatnya pengaruh Nabi Harun di tengah kaum beliau, Nabi
Musa a.s. berusaha membunuh Nabi Harun a.s.
(3) Beliau mengidap penyakit
lepra dan rajasinga atau syphilis.
(4) Samiri menuduh beliau berbuat
syirik.
(5) Adik perempuan beliau sendiri melemparkan
tuduhan palsu terhadap beliau (Bilangan
12:1).
Demikian pula halnya perlakuan
zalim para pemuka Yahudi terhadap Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dan berusaha
membunuh beliau melalui penyaliban, hal yang sama pun di Akhir Zaman ini dialami juga oleh misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. --
yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s.
– firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad
saw.:
وَ لَمَّا ضُرِبَ ابۡنُ مَرۡیَمَ
مَثَلًا اِذَا قَوۡمُکَ
مِنۡہُ یَصِدُّوۡنَ ﴿﴾
Dan apabila
Ibnu Maryam dikemukakan sebagai
misal tiba-tiba kaum engkau
meneriakkan penentangan terhadapnya, (Az-Zukhruf [43]:58).
Shadda (yashuddu) berarti: ia menghalangi dia dari
sesuatu, dan shadda (yashiddu) berarti: ia mengajukan sanggahan (protes)
(Aqrab-ul-Mawarid).
Sebagaimana Nabi Isa Ibnu Maryam
a.s. telah dihadapkan oleh para pemuka
Yahudi ke pengadilan penguasa kerajaan Rumawi yang dipimpin oleh Pilatus – dengan tuduhan melakukan hujatan dan akan merebut kekuasaan pemerintan -- demikian pula Mirza Ghulam Ahmad a.s. yakni Al-Masih
Mau’ud di Akhir zaman ini pun
telah diajukan ke pengadilan
pemerintah kerajaan Inggris di Hindustan yang dipimpin oleh Kapten Douglas dengan tuduhan dusta merencanakan melakukan pembunuhan terhadap pendeta Dr. Martin
Clarck, dan tuduhan dusta tersebut didukung oleh Mlv. Muhamad Hussin Batalwi,
penentang keras Mirza Ghulam Ahmad a.s.. Berikut penjelasan Mirza Ghulam Ahmad
a.s. dalam buku Kisyti Nuh (Bahtera Nuh) berkenaan dengan peristiwa tuduhan dusta tersebut:
Nubuatan
Dalam Surah Al-Fatihah &
Kiasan “Kelahiran Ruhani”
“Hendaknya ini pun diperhatikan bahwa di antara tujuan-tujuan
agung Surah Al-Fatihah adalah doa:
اِہۡدِ نَا الصِّرَاطَ الۡمُسۡتَقِیۡمَ ۙ﴿﴾ صِرَاطَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمۡتَ عَلَیۡہِمۡ ۙ۬
“Tunjukkanlah kami
jalan yang lurus, jalan orang-orang yang telah
Engkau beri nikmat atas mereka” (Al-Fatihah [1]:6)
Seperti halnya di dalam doa Injil dimohonkan makanan (roti)
sehari-hari maka di dalam doa ini segala nikmat dari Tuhan yang pernah diberikan kepada para rasul
dan para nabi terdahulu dimohonkan. Perbandingan itu patut
ditilik pula. Seperti halnya berkat kemakbulan doa Hadhrat Al-Masih,
orang-orang Kristen telah memperoleh banyak bahan keperluan pangan (māidah),
demikian pula berkat kemakbulan doa Quran Syarif melalui Rasulullah
saw., orang-orang shalih dan suci di kalangan umat Islam -- pada khususnya orang-orang sempurna dari antara
mereka -- ditetapkan sebagai ahli-waris para nabi Bani Israil.
Pada hakikatnya kebangkitan Masih
Mau’ud dari antara umat ini pun merupakan buah kemakbulan doa itu
pula. Sebab walaupun banyak orang shalih
dan suci telah menyerupai para nabi Bani Israil secara
tersembunyi, akan tetapi Masih Mau’ud umat ini dengan perintah dan
seizin Tuhan dibangkitkan untuk menandingi Masih Israili, supaya ada persamaan
antara umat Muhammad dan umat Musa. Atas tujuan itulah maka Masih
ini (Mirza Ghulam Ahmad a.s. – Ed.) dalam
tiap seginya diberi persamaan dengan Ibnu Maryam, sehingga kepada Ibnu Maryam ini pun datang
percobaan seperti halnya kepada Ibnu
Maryam Israili.
Sebagaimana Isa Ibnu Maryam dilahirkan
hanya semata-mata karena tiupan Tuhan, demikian pula Al-Masih
ini pun – sesuai dengan janji dalam
Surah At-Tahrim – dilahirkan dari
kandungan Siti Maryam, hanya semata-mata karena tiupan Tuhan.
Dan sebagaimana dengan lahirnya Isa Ibnu Maryam, bangkit kegemparan dan golongan penentang yang membuta-tuli mengatakan
kepada Maryam: Laqad ji-ti syay-a
fariyya -- [“Sungguh engkau benar-benar telah melakukan sesuatu yang
amat tidak senonoh”], demikian pula di sini pun dikatakan dan digaduhkan. Dan
seperti halnya Allah Ta’ala memberi jawaban
kepada para penentang pada waktu
bersalinnya Maryam Israili berkenaan dengan Isa:
وَ لِنَجۡعَلَہٗۤ اٰیَۃً
لِّلنَّاسِ وَ رَحۡمَۃً مِّنَّا ۚ
وَ کَانَ اَمۡرًا مَّقۡضِیًّا
“Dan agar Kami dapat menjadikannya
suatu Tanda bagi manusia sebagai rahmat dari Kami, dan hal itu adalah
suatu perkara yang telah diputuskan” – QS.
Maryam
[19]:22).
Jawaban itulah yang diberikan Allah Ta’ala
mengenai diriku kepada para penentang, di dalam “Barāhīn Ahmadiyya”
pada waktu kelahiran-ruhaniku secara kiasan, dan Dia mengatakan, “Kamu
sekalian tidak akan dapat menghancurkan
dia dengan tipu-muslihat kamu sekalian. Aku akan menjadikan Dia Tanda rahmat
bagi orang-orang dan hal demikian itu telah ditakdirkan semenjak semula.”
Kemudian, seperti halnya alim-ulama Yahudi menjatuhkan fatwa
kafir terhadap Hadhrat Isa a.s., dan
seorang cendekiawan Yahudi yang nakal
merumuskan fatwa, dan cendekiawan
lainnya menjatuhkan fatwa tersebut, sehingga beratus-ratus alim-ulama cendekiawan dari
Baitul-Muqaddas yang kebanyakan Ahli
Hadits, mereka mencap kafir kepada Hadhrat Isa a.s..[1]
Kejadian serupa itu pulalah yang berlaku
atas diri saya. Dan kemudian seperti halnya sesudah pencapan kafir
terhadap Hadhrat Isa itu beliau amat disusahkan. Beliau dicaci-maki
sejadi-jadinya. Mereka menulis
kitab-kitab yang mengandung ejekan-ejekan dan lontaran kata-kata buruk. Keadaan
serupa itu punm terjadi sekarang. Seakan-akan sesudah jangkawaktu 1.800 tahun
Isa itu juga lahir lagi, dan orang-orang Yahudi itu juga telah lahir lagi.
Batu Penjuru
غَیۡرِ الۡمَغۡضُوۡبِ عَلَیۡہِمۡ -- “bukan
mereka yang dimurkai " , itulah nubuatan
yang Tuhan telah jelaskan sejak dahulu. Akan tetapi orang-orang itu tidak bersabar sebelum mereka menjadi orang-orang
seperti kaum Yahudi yang dilaknat Tuhan. Sebuah dari batu-bata tamsilan itu telah
diletakkan oleh Tuhan Sendiri, yakni aku
telah diutus sebagai Masih Islam tepat pada permulaan abad ke-14
seperti halnya Al-Masih ibnu Maryam diutus pada permulaan abad ke-14,
dan bagi diri saya Dia tengah
memperlihatkan Tanda-tanda-Nya yang hebat, dan di bawah bentangan langit
ini tidak ada kemampuan pada pihak
golongan lawan manapun – baik dari pihak orang-orang Islam ataupun orang-orang
Yahudi maupun orang-orang Kristen dan sebagainya -- untuk melawan Tanda-tanda itu. Betapa
manusia yang hina-dina dapat mengadu kekuatan dengan Tuhan. Ini merupakan landasan
(pondasi) pertama Tuhan.
Setiap orang yang ingin memecahkan batu pondasi (batu penjuru) yang berasal dari
Allah itu tidak akan dapat memecahkannya. Akan tetapi batu-bata ini jika menimpa orang ia akan
menghancur-leburkan dia. Sebab batu-bata
ini kepunyaan Allah dan tangan itu adalah Tangan Allah. Sedangkan
batu-bata (batu pondasi) lain telah dipersiapkan untuk menandingi batu-bata
ini supaya mereka melakukan terhadap
diriku seperti telah dikerjakan orang-orang
Yahudi dahulu sampai demikian jauhnya, sehingga guna membinasakan diriku mereka
telah mengajukan tuduhan perkara
pembunuhan, yang mengenai itu Tuhan telah memberitahukan kepadaku lebih
dahulu.
Perkara yang dituduhkan terhadapku adalah lebih
berat dari perkara yang dituduhkan kepada Isa Ibnu Maryam, sebab dasar perkara Hadhrat Isa a.s. adalah hanya
berkenaan dengan pertentangan keagamaan, yang menurut hakim adalah suatu
perkara kecil, bahkan tidak berarti sama sekali. Akan tetapi perkara yang
dituduhkan kepadaku adalah tuduhan mengenai upaya pembunuhan.
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 24 Mei 2013
[1]) Pada masa Hadhrat Isa a.s.
walau terdapat banyak firqah di kalangan
bangsa Yahudi, akan tetapi yang dianggap berjalan di atas kebenaran
adalah dua aliran, yang pertama ialah
yang mengikuti hukum Taurat, dari Kitab itulah mereka menarik kesimpulan untuk
memecahkan masalah-masalah secara ijtihad; yang kedua ialah aliran Ahli Hadits
yang beranggapan bahwa dalam mengambil keputusan-keputusan kedudukan Hadits
lebih tinggi daripada Taurat.
Kaum Ahli Hadits ini sangat banyak terdapat
dan tersebar di negeri-negeri Israil, mereka bertingkah lagi berlandaskan pada
Hadits-hadits yang kebanyakannya adalah menentang dan melawan Taurat. Dalil
mereka itu adalah demikian inilah bahwa beberapa masalah syariat seperti
masalah-masalah peribadahan, mu’amallah (transaksi, bertingkah laku) dan
hukum-peraturan resmi tidak terdapat dalam Taurat dan untuk itu di dapat
keterangan dari hadits, nama kitab
Hadits itu ialah Talmud, yang di dalamnya terdapat sabda-sabda setiap nabi menurut zamannya.
Hadits-hadits tersebut sampai waktu yang lama
tetap merupakan tuturan, dan setelah lama kemudian baru direkam secara
tertulis. Oleh karena itu di dalamnya terdapat pula beberapa bagian pengandaian
(perkiraan), dan oleh karena itu pada saat itu kaum Yahudi terpecah menjadi 72 aliran, yang masing-masing mempunyai Haditsnya
yang terpisah, sementara para ahli Hadits tersebut tidak lagi menaruh perhatian
pada Taurat. kebanyakannya mereka beramal menurut Hadits, sedangkan Taurat
seakan-akan tidak terpakai dan diabaikan. Apabila kebetulan bersesuaian dengan
Hadits, mereka terima; dan jika tidak maka mereka menolaknya.
Pendeknya,
di zaman seperti itulah lahir Hadhrat Isa a.s. dan beliau berhadapan
pada khususnya dengan kaum Ahli Hadits yang lebih menghormati Hadits-hadits
daripada Taurat. Dan di dalam tulisan-tulisan para nabi telah lebih dahulu
diberitahukan bahwa ketika orang-orang yahudi akan terpecah jadi beberapa
golongan dan meninggalkan Kitab Ilahi, mereka sebaliknya akan beramal menurut
Hadits-hadits, maka disaat itulah akan diutus kepada seorang seorang Hakim
Adil yang disebut Masih dan mereka tidak akan menerimanya. Pada
akhirnya mereka akan ditimpa azab keras, dan azab itu berupa tha’un (pes). Na’ūdzubillāh (Pen.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar