Kamis, 02 Mei 2013

Tiga Cara Allah Swt. Berkomunilasi dengan Rasul Allah & Kesinambungan Wahyu Ilahi





بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ



      Tiga Cara  Allah Swt. Berkomunikasi dengan Rasul Allah & Pentingnya Kesinambungan Wahyu ILahi




Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 110


    Oleh

 Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam bagian akhir  Bab  sebelumnya  telah dikemukakan  mengenai   pemberitahuan  hal-hal gaib Allah Swt.” kepada seorang rasul Allah,  firman-Nya:
مَا  کَانَ اللّٰہُ لِیَذَرَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ عَلٰی مَاۤ  اَنۡتُمۡ عَلَیۡہِ حَتّٰی یَمِیۡزَ  الۡخَبِیۡثَ مِنَ الطَّیِّبِ ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ۪ فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ ۚ وَ  اِنۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا فَلَکُمۡ  اَجۡرٌ  عَظِیۡمٌ ﴿﴾
Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman di dalam keadaan kamu berada di dalamnya hingga  Dia memisahkan yang buruk dari yang baik. Dan Allah sekali-kali tidak akan  memperlihatkan  yang gaib kepada kamu, tetapi Allah memilih  di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki, karena itu berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagi kamu ganjaran yang besar. (Ali ‘Imrān [3]:180).
    Kata-kata “tetapi Allah memilih  di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki   tidaklah berarti bahwa sebagian rasul-rasul terpilih dan sebagian lagi tidak. Kata-kata itu berarti bahwa dari orang-orang yang ditetapkan Allah Swt. sebagai rasul-rasul-Nya, Dia memilih yang paling sesuai untuk zaman tertentu, di zaman rasul Allah itu dibangkitkan (QS.7:35-37).
      Lebih terinci lagi mengenai pemberitahuan yang gaib kepada para Rasul yang Dia ridhai  tersebut selanjutnya Allah Swt. berfirman:
عٰلِمُ الۡغَیۡبِ فَلَا یُظۡہِرُ عَلٰی غَیۡبِہٖۤ اَحَدًا ﴿ۙ﴾  اِلَّا مَنِ ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ فَاِنَّہٗ یَسۡلُکُ مِنۡۢ  بَیۡنِ یَدَیۡہِ  وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا ﴿ۙ﴾ لِّیَعۡلَمَ  اَنۡ  قَدۡ  اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ رَبِّہِمۡ وَ اَحَاطَ بِمَا لَدَیۡہِمۡ وَ اَحۡصٰی کُلَّ  شَیۡءٍ عَدَدًا ﴿٪﴾
Dia-lah Yang mengetahui yang gaib, maka Dia tidak menzahirkan  rahasia gaib-Nya kepada siapa pun, kecuali kepada Rasul yang Dia ridhai, maka sesungguhnya barisan pengawal berjalan di hadapannya dan di belakangnya, supaya Dia mengetahui bahwa sungguh mereka telah menyampaikan Amanat-amanat Tuhan mereka,  dan Dia meliputi semua yang ada pada mereka dan Dia membuat perhitungan mengenai segala sesuatu. (Al-Jin [71]:27-29).
  Ungkapan, “izhhar ‘ala al-ghaib” berarti: diberi pengetahuan dengan sering dan secara berlimpah-limpah mengenai rahasia gaib bertalian dengan dan mengenai peristiwa dan kejadian yang sangat penting.
Ayat ini merupakan ukuran yang tiada tara bandingannya guna membedakan antara sifat dan jangkauan rahasia-rahasia gaib yang dibukakan kepada seorang rasul Allah dan rahasia-rahasia gaib yang dibukakan kepada orang-orang   beriman  yang bertakwa lainnya.
Perbedaan itu letaknya pada kenyataan bahwa, kalau rasul-rasul Allah dianugerahi izhhar ‘ala al-ghaib yakni penguasaan atas yang gaib, maka rahasia-rahasia yang diturunkan kepada orang-orang bertakwa dan orang-orang suci lainnya tidak menikmati kehormatan serupa itu.
 Tambahan pula wahyu yang dianugerahkan kepada rasul-rasul Allah, karena ada dalam pemeliharaan-istimewa-Ilahi, keadaannya aman dari pemutar-balikkan atau pemalsuan oleh jiwa-jiwa yang jahat, sedang rahasia-rahasia yang dibukakan kepada orang-orang bertakwa lainnya tidak begitu terpelihara.
 Wahyu rasul-rasul Allah itu dijamin keamanannya terhadap pemutarbalikkan atau pemalsuan, sebab para rasul Allah itu membawa tugas  khusus dari Allah Swt. yang harus dipenuhi (dilaksanakan sepenuhnya), dan mengemban Amanat Ilahi yang harus disampaikan oleh mereka kepada umat manusia.

Kisah Monumental “Adam - Malaikat – Iblis

       Begitu pentingnya keberadaan “Khalifah Allah” atau “Rasul Allah” tersebut yang bahkan para malaikat pun tidak mampu mengemukakan hakikat   Al-Asmā Allah Swt. yang dikemukakan kepada para malaikat, hal tersebut membuktikan  bahwa guna menciptakan “bumi baru dan langit baru” (QS.14:49-53) -- setelah terjadi kemerosotan akhlak dan ruhani yang parah di kalangan umat manusia  (QS. 30:42)  akibat telah jauh dari masa kenabian yang penuh berkat (QS.57:17-18)  -- betapa pentingnya keberadaan “Khalifah Allah” atau Rasul Allah,  yang kepadanya Allah Swt. berkenan  memberitahukan “hal-hal  gaib-Nya” berkenaan berbagai hal yang diperlukan pada zaman itu, firman-Nya:  
وَ  اِذۡ قَالَ رَبُّکَ لِلۡمَلٰٓئِکَۃِ اِنِّیۡ جَاعِلٌ فِی الۡاَرۡضِ خَلِیۡفَۃً ؕ قَالُوۡۤا اَتَجۡعَلُ فِیۡہَا مَنۡ یُّفۡسِدُ فِیۡہَا وَ یَسۡفِکُ الدِّمَآءَ ۚ وَ نَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِکَ وَ نُقَدِّسُ لَکَ ؕ قَالَ اِنِّیۡۤ اَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُوۡنَ﴿﴾ وَ عَلَّمَ اٰدَمَ الۡاَسۡمَآءَ کُلَّہَا ثُمَّ عَرَضَہُمۡ عَلَی الۡمَلٰٓئِکَۃِ ۙ فَقَالَ اَنۡۢبِـُٔوۡنِیۡ بِاَسۡمَآءِ ہٰۤؤُلَآءِ اِنۡ کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ ﴿﴾  قَالُوۡا سُبۡحٰنَکَ لَا عِلۡمَ لَنَاۤ اِلَّا مَا عَلَّمۡتَنَا ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَلِیۡمُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ قَالَ یٰۤاٰدَمُ اَنۡۢبِئۡہُمۡ بِاَسۡمَآئِہِمۡ ۚ فَلَمَّاۤ اَنۡۢبَاَہُمۡ بِاَسۡمَآئِہِمۡ ۙ قَالَ اَلَمۡ اَقُلۡ لَّکُمۡ اِنِّیۡۤ  اَعۡلَمُ غَیۡبَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ۙ وَ اَعۡلَمُ مَا تُبۡدُوۡنَ وَ مَا کُنۡتُمۡ تَکۡتُمُوۡنَ ﴿﴾ وَ اِذۡ قُلۡنَا لِلۡمَلٰٓئِکَۃِ اسۡجُدُوۡا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوۡۤا  اِلَّاۤ  اِبۡلِیۡسَ ؕ اَبٰی وَ اسۡتَکۡبَرَ ٭۫ وَ  کَانَ مِنَ الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾  
Dan ingatlah ketika Rabb (Tuhan) engkau berfirman  kepada para  malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang  khalifah di bumi”, mereka berkata: “Apakah Engkau akan menjadikan di dalamnya yakni di bumi orang yang akan membuat kerusakan  di dalamnya dan akan menumpahkan darah,  padahal kami senantiasa  bertasbih dengan pujian Engkau dan kami senantiasa mensucikan  Engkau?” Dia berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” Dan  Dia mengajarkan kepada Adam  nama-nama itu semuanya kemudian Dia mengemukakan mereka itu kepada para malaikat lalu Dia berfirman: “Beritahukanlah kepada-Ku nama-nama mereka ini jika kamu memang benar.”  Mereka berkata: “Mahasuci Engkau, kami tidak  memiliki  pe-ngetahuan kecuali apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Mengetahui, Mahabijaksana.”  Dia berfirman: “Hai Adam, beritahukanlah  kepada mereka nama-nama mereka itu”, maka tatkala diberitahukannya kepada mereka nama-nama mereka itu, Dia berfirman: “Bu-kankah telah Aku katakan kepada kamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui  rahasia seluruh langit dan bumi  dan mengetahui apa pun yang kamu nyatakan dan apa pun yang kamu sembunyikan?” Dan ingatlah  ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah  yakni tunduk-patuhlah  kamu kepada  Adam” lalu mereka sujud kecuali  iblis,  ia menolak dan takabur,  dan   ia  termasuk dari antara orang-orang yang  kafir   (Al-Baqarah [2]:31-35). 

Tiga Cara Allah Swt. Berkomunikasi dengan Rasul Allah &
Pentingnya Kesinambungan Wahyu Ilahi

     Perlu juga dikemukakan,  bahwa dalam buku Barahīn-i Ahmadiyah  pada awalnya Mirza Ghulam Ahmad mengemukakan pendapatnya yang dipercayai oleh  umumnya umat Islam yakni mengenai kedatangan kedua kali Nabi  Isa Ibnu Maryam a.s..  Itulah sebabnya Mlv. Muhammad Hussein Batalwi telah memuji-muji buku    Barahīn-i Ahmadiyah  dan penulisnya dalam risalahnya Isya’atus Sunnah.  
   Namun ketika   Mirza Ghulam Ahmad diberitahu oleh Allah Swt. bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. sebenarnya telah wafat, dan   yang dimaksud dengan kedatangan kedua kalinya    sebagai Al-Masih Mau’ud a.s. adalah beliau – yakni sebagai misal Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58) – kemudian Ulama Ahli Hadits (Wahabi) tersebut menjadi penentang keras Mirza Ghulam Ahmad a.s. yang paling depan dan paling aktif.
     Dua pendapat  Mirza Ghulam Ahmad a.s. yang berbeda tentang masalah Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. tersebut  bukan merupakan ketidak-konsistenan beliau, sebab pendapat beliau yang pertama tentang kedatangan  kedua kali Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. adalah merupakan pendapat umumnya umat Islam; sedangkan pendapat beliau setelah itu berkenaan telah wafatnya Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dan pendakwaan beliau sebagai Al-Masih Mau’ud a.s. adalah berdasarkan wahyu Ilahi.
       Mengisyaratkan kepada hal itu pulalah firman Allah Swt. berikut ini mengenai pentingnya peran wahyu Ilahi berkenaan dengan Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ مَا کَانَ  لِبَشَرٍ اَنۡ یُّکَلِّمَہُ اللّٰہُ  اِلَّا وَحۡیًا اَوۡ مِنۡ وَّرَآیِٔ حِجَابٍ اَوۡ یُرۡسِلَ رَسُوۡلًا فَیُوۡحِیَ بِاِذۡنِہٖ مَا یَشَآءُ ؕ اِنَّہٗ عَلِیٌّ  حَکِیۡمٌ ﴿﴾   وَ کَذٰلِکَ  اَوۡحَیۡنَاۤ  اِلَیۡکَ رُوۡحًا مِّنۡ اَمۡرِنَا ؕ مَا کُنۡتَ تَدۡرِیۡ مَا الۡکِتٰبُ وَ لَا  الۡاِیۡمَانُ وَ لٰکِنۡ جَعَلۡنٰہُ  نُوۡرًا نَّہۡدِیۡ  بِہٖ مَنۡ نَّشَآءُ  مِنۡ عِبَادِنَا ؕ وَ اِنَّکَ لَتَہۡدِیۡۤ  اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿ۙ﴾  صِرَاطِ اللّٰہِ  الَّذِیۡ  لَہٗ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ؕ اَلَاۤ  اِلَی اللّٰہِ  تَصِیۡرُ الۡاُمُوۡرُ ﴿٪﴾

Dan sekali-kali tidak mungkin bagi manusia bahwa Allah berbicara kepadanya, kecuali dengan wahyu atau dari belakang tabir atau dengan mengirimkan seorang utusan guna mewahyukan dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki, sesungguhnya, Dia Maha Tinggi, Maha Bijaksana. Dan demikianlah Kami telah mewahyukan kepada engkau firman ini dengan perintah Kami. Engkau sekali-kali tidak mengetahui apa Kitab itu, dan tidak pula mengetahui apa iman itu,  tetapi Kami telah menjadikan wahyu itu nur, yang dengan itu Kami memberi pe-tunjuk kepada siapa yang Kami ke-hendaki dari antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya engkau benar-benar memberi petunjuk ke jalan lurus,   jalan Allah Yang milik-Nya apa yang ada di seluruh langit dan apa yang ada di bumi. Ketahuilah, kepada Allah segala perkara kembali.    (Asy-Syurā [42]:52-54). 
   Ayat 52  menyebut tiga cara Allah Swt.    berbicara (berkomunikasi) kepada hamba-Nya dan menampakkan Wujud-Nya kepada mereka:
(a) Dia berfirman secara langsung kepada mereka tanpa perantara.
(b) Dia membuat mereka menyaksikan kasyaf (penglihatan gaib), yang dapat ditakwilkan atau tidak, atau kadang-kadang membuat mereka mendengar kata-kata dalam keadaan jaga dan sadar, di waktu itu mereka tidak melihat wujud orang yang berbicara kepada mereka. Inilah arti kata-kata "dari belakang tabir,"
(c) Allah Swt. menurunkan seorang utusan atau seorang malaikat yang menyampaikan Amanat Ilahi.
  Wahyu Al-Quran dalam ayat 53 disebut di sini ruh (nafas hidup — Lexicon Lane), sebab dengan perantaraannya, bangsa yang telah mati keadaan akhlak dan keruhaniannya mendapat kehidupan baru.  Agama  Islam (Al-Quran) adalah kehidupan, nur, dan jalan yang membawa manusia kepada Allah Swt. dan menyadarkan manusia akan tujuan agung dan luhur kejadiannya.
Jadi, sebelum Allah Swt. mewahyukan Al-Quran kepada Nabi Besar Muhammad saw.  beliau saw. samam sekali tidak mengetahui hakikat Kitab (Syariat) mau pun masalah iman (keimanan), semuanya menjadi jelas bagi beliau saw. setelah Allah Swt. menjelaskan   melalui wahyu-Nya.

Pemberian Gelar “Al-Amin” (Si Jujur) &
Tuntutan Jahiliyah yang Berulang di Akhir Zaman
  
Dengan demikian benarlah  firman  Allah Swt. berikut ini mengenai kejujuran Nabi Besar Muhammad saw. -- dimana  sebelumnya  kaum beliau  sendiri telah memberi gelar al-Amin (si Jujur) kepada Nabi Besar Muhammad saw. -- tetapi ketika  beliau saw atas perintah Allah mendakwakan  diri sebagai rasul Allah, tiba-tiba para pemuka kaum Quraisy Makkah tersebut berbalik menjadi penentang keras dan zalim beliau saw. dan mengemukakan berbagai tuntutan mengenai wahyu Al-Quran --- demikian pula yang terjadi dengan Mirza Ghulam Ahmad a.s. setelah pendakwaan diri sebagai Al-Masih Mau’d a.s. tersebut, firman-Nya:
وَ  اِذَا تُتۡلٰی عَلَیۡہِمۡ  اٰیَاتُنَا بَیِّنٰتٍ ۙ قَالَ الَّذِیۡنَ لَا یَرۡجُوۡنَ لِقَآءَنَا ائۡتِ بِقُرۡاٰنٍ غَیۡرِ  ہٰذَاۤ  اَوۡ بَدِّلۡہُ ؕ قُلۡ مَا یَکُوۡنُ لِیۡۤ اَنۡ اُبَدِّلَہٗ  مِنۡ تِلۡقَآیِٔ  نَفۡسِیۡ ۚ اِنۡ  اَتَّبِعُ اِلَّا مَا یُوۡحٰۤی اِلَیَّ ۚ اِنِّیۡۤ  اَخَافُ اِنۡ عَصَیۡتُ رَبِّیۡ  عَذَابَ  یَوۡمٍ  عَظِیۡمٍ ﴿﴾  قُلۡ لَّوۡ شَآءَ اللّٰہُ مَا تَلَوۡتُہٗ عَلَیۡکُمۡ  وَ لَاۤ اَدۡرٰىکُمۡ بِہٖ ۫ۖ فَقَدۡ لَبِثۡتُ فِیۡکُمۡ عُمُرًا مِّنۡ  قَبۡلِہٖ ؕ اَفَلَا  تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾  فَمَنۡ  اَظۡلَمُ  مِمَّنِ افۡتَرٰی عَلَی اللّٰہِ  کَذِبًا اَوۡ کَذَّبَ بِاٰیٰتِہٖ ؕ اِنَّہٗ  لَا یُفۡلِحُ الۡمُجۡرِمُوۡنَ ﴿﴾
Dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat-ayat Kami yang nyata, maka orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami berkata: Datangkanlah yang bukan Al-Quran ini, atau ubahlah dia.” Katakanlah: “Sekali-kali tidak patut bagiku untuk mengubahnya dari pihak diriku, tidaklah aku  kecuali hanya  mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku, sesungguhnya aku takut pada azab Hari yang  besar  jika aku mendurhakai Tuhan-ku.”    Katakanlah: “Seandainya  Allah menghendaki,  aku sama sekali tidak akan  membacakannya kepada kamu dan tidak pula Dia akan memberitahukan mengenainya kepada kamu. Maka sungguh sebelum ini aku telah tinggal bersama kamu dalam masa yang panjang, tidakkah kamu mempergunakan akal?” Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan suatu dusta terhadap Allah atau mendustakan Tanda-tanda-Nya? Sesungguhnya orang-orang berdosa  tidak akan berhasil.” (Yunus [10]:16-18).
      Tuntutan para pemuka kaum kafir Quraisy kepada Nabi Besar Muhammad saw.  Datangkanlah yang bukan Al-Quran ini, atau ubahlah dia” merupakan bukti  kebutaan mata ruhani mereka dan kejahiliyahan  mereka, yakni mereka mereka sendiri sebelumnya telah memberi  gelar al-Amin (si Jujur)   kepada Nabi Besar Muhammad saw., karena mereka menjadi saksi mata bahwa Nabi Besar Muhammad saw. sebelum mendakwakan diri sebagai rasul Allah tidak pernah berkata dusta atau melakukan pengkhianatan  terhadap amanat apa pun dipercayakan kepada beliau.
      Tetapi ketika Nabi Besar Muhammad saw. atas perintah Allah Swt.  mendakwakan diri beliau saw. sebagai rasul Allah tiba-tiba mereka menuduh beliau saw. sebagai pendusta dan mengada-ada wahyu Al-Quran dan meminta beliau saw. untuk mengubah wahyu-wahyu Al-Quran yang mencela keras kemusyrikan dan perbuatan-perbuatan buruk yang mereka lakukan.
       Firman Allah Swt. dalam ayat 17 -- “Maka sungguh sebelum ini aku telah tinggal bersama kamu dalam masa yang panjang, tidakkah kamu mempergunakan akal?”   --  pernyataan tersebut  mengandung batu ujian yang amat jitu untuk menguji kebenaran seseorang yang mengaku (mendakwakan) dirinya seorang nabi (rasul Allah). Bila kehidupan seorang nabi sebelum dakwa kenabiannya menampakkan kejujuran dan ketulusan hati yang bertaraf luar biasa tingginya -- dan di antara masa itu dengan dakwa kenabiannya tidak ada masa-antara yang dapat memberikan kesan  bahwa beliau telah jatuh dari keutamaan akhlak yang tinggi tarafnya itu -- maka dakwa kenabiannya harus diterima sebagai dakwa orang yang tinggi akhlaknya, orang jujur, dan benar.
     Kenapa demikian? Sebab  seseorang yang terbiasa kepada suatu sikap atau tingkah-laku tertentu disebabkan adat-kebiasaannya atau tabiatnya, akan memer-lukan waktu yang lama untuk mengadakan perubahan besar dalam dirinya untuk menjadi orang baik atau orang buruk, karena itu bagaimanakah mungkin Nabi Besar Muhammad saw.  tiba-tiba dapat berubah menjadi seorang penipu, padahal sepanjang kehidupan beliau saw. sebelum dakwa kenabian, beliau saw. adalah orang yang tidak ada taranya dalam kejujuran dan kelurusan?
     Demikian pula halnya dengan Mirza Ghulam Ahmad a.s., yang kemudian atas perintah Allah Swt. mendakwakan diri sebagai Imam Mahdi dan Al-Masih Mau’ud a.s., yang kedatangannya ditunggu-tunggu oleh semua umat beragama di Akhir Zaman ini:
فَقَدۡ لَبِثۡتُ فِیۡکُمۡ عُمُرًا مِّنۡ  قَبۡلِہٖ ؕ اَفَلَا  تَعۡقِلُوۡنَ
Maka sungguh sebelum ini aku telah tinggal bersama kamu dalam masa yang panjang, tidakkah kamu mempergunakan akal?”  (Yunus [10]:17).
      Ayat selanjutnya  menjelaskan dua kebenaran yang kekal: (a) Orang-orang yang mengada-adakan dusta mengenai Allah Swt.  dan orang-orang yang menolak dan menentang utusan-utusan-Nya sama sekali tidak akan luput dari hukuman Tuhan; (b) Pendusta-pendusta dan nabi-nabi palsu tidak dapat berhasil dalam tujuannya:
فَمَنۡ  اَظۡلَمُ  مِمَّنِ افۡتَرٰی عَلَی اللّٰہِ  کَذِبًا اَوۡ کَذَّبَ بِاٰیٰتِہٖ ؕ اِنَّہٗ  لَا یُفۡلِحُ الۡمُجۡرِمُوۡنَ ﴿﴾
Maka  siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan suatu dusta terhadap Allah atau mendustakan Tanda-tanda-Nya? Sesungguhnya orang-orang berdosa  tidak akan berhasil.”  (Yunus [10]:18).
     
Ketetapan Allah Swt. yang Abadi &
HizbulLāh (Golongan Allah) yang Hakiki

     Di berbagai peloksok dunia, lebih dari 1 abad (seratus tahun) para penentang Mirza Ghulam Ahmad a.s. dan Jemaat Ahmadiyah yang beliau a.s. dirikan, telah berusaha untuk  menghancurkan missi suci beliau  yaitu  mewujudkan kejayaan Islam yang kedua kali di Akhir Zaman ini (QS.61:10), namun yang terjadi adalah firman-Nya berikut ini:
اِنَّ  الَّذِیۡنَ یُحَآدُّوۡنَ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗۤ اُولٰٓئِکَ فِی  الۡاَذَلِّیۡنَ ﴿﴾ کَتَبَ اللّٰہُ  لَاَغۡلِبَنَّ  اَنَا وَ  رُسُلِیۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  قَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾  لَا تَجِدُ قَوۡمًا یُّؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰہِ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ  یُوَآدُّوۡنَ مَنۡ حَآدَّ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ  وَ لَوۡ کَانُوۡۤا  اٰبَآءَہُمۡ  اَوۡ اَبۡنَآءَہُمۡ  اَوۡ  اِخۡوَانَہُمۡ  اَوۡ عَشِیۡرَتَہُمۡ ؕ اُولٰٓئِکَ  کَتَبَ فِیۡ قُلُوۡبِہِمُ الۡاِیۡمَانَ وَ اَیَّدَہُمۡ  بِرُوۡحٍ مِّنۡہُ ؕ وَ یُدۡخِلُہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ  فِیۡہَا ؕ رَضِیَ اللّٰہُ  عَنۡہُمۡ وَ رَضُوۡا عَنۡہُ ؕ اُولٰٓئِکَ حِزۡبُ اللّٰہِ ؕ اَلَاۤ اِنَّ  حِزۡبَ اللّٰہِ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿٪﴾
Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya mereka itu termasuk orang-orang yang sangat hina. Allah telah menetapkan: “Aku dan rasul-rasul-Ku pasti akan menang.” Sesungguhnya Allah Maha Kuat, Maha Perkasa. Engkau tidak akan mendapatkan suatu kaum yang menyatakan beriman kepada Allah dan Hari Akhir namun demikian  mereka mencintai orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, walau pun mereka  itu bapak-bapak mereka atau anak-anak mereka atau saudara-saudara mereka ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang di dalam hati mereka Dia telah menanamkan iman dan Dia telah meneguhkan mereka dengan ilham dari Dia sendiri, dan Dia akan memasukkan mereka ke dalam kebun-kebun yang  di bawahnya mengalir sungai-sungai. Mereka kekal  di dalamnya.  Allah ridha kepada mereka dan mereka ridha kepada-Nya. Itulah HizbulLāh (golongan Allah). Ketahuilah, sesungguhnya HizbulLāh (golongan Allāh)  itulah orang-orang yang berhasil. (Al-Mujādilah [58]:21-23).
 Ada tersurat nyata pada lembaran-lembaran sejarah bahwa kebenaran senantiasa menang terhadap kepalsuan, firman-Nya:
وَ قُلۡ جَآءَ الۡحَقُّ وَ زَہَقَ الۡبَاطِلُ ؕ اِنَّ الۡبَاطِلَ  کَانَ  زَہُوۡقًا ﴿﴾
Dan katakanlah:  Haq yakni kebenaran telah datang dan kebatilan telah lenyap, sesungguhnya kebatilan itu pasti  lenyap.”  (Bani Israil [17]:82).  Lihat pula QS.21:19;  QS.34:50).
  Selanjutnya Allah Swt. QS.58:23 sebelumnya menyatakan,  bahwa sudah nyata bahwa tidak mungkin terdapat persahabatan atau perhubungan cinta sejati atau sungguh-sungguh di antara orang-orang beriman  dengan  orang-orang kafir. Cita-cita, pendirian-pendirian, dan kepercayaan agama dari kedua golongan itu bertentangan satu sama lain, dan karena kesamaan dan perhubungan kepentingan itu merupakan syarat mutlak bagi perhubungan yang sungguh-sungguh erat menjadi tidak ada, maka orang-orang beriman  diminta jangan mempunyai persahabatan yang erat lagi mesra dengan orang-orang kafir.
Ikatan agama mengatasi segala perhubungan lainnya, malahan mengatasi pertalian darah yang amat dekat sekalipun. Ayat ini nampaknya merupakan seruan umum. Tetapi secara khusus seruan itu tertuju kepada orang-orang kafir yang ada dalam berperang dengan kaum Muslim.
Jadi, betapa kedatangan al-haq (kebenaran) berupa pengutusan rasul Allah di Akhir Zaman ini (QS.61:10) telah membuat Mlv. Muhammad Hussein Batalwi yang sebelumnya sempat memuji-muji pembelaan Mirza Ghulam Ahmad terhadap kesempurnaan agama Islam (Al-Quran) serta kesucian akhlak  dan ruhani Nabi Besar Muhammad saw. tetapi ketika mendengar pendakwaan beliau sebagai Imam Mahdi dan Al-Masih Akhir Zaman  tiba-tiba menjadi seorang penentang yang paling depan dalam segala upaya menghancurkan missi suci Mirza Ghulam Ahmad a.s..

Orang-orang  yang  Terusir dari “Surga Keridhaan Ilahi
Seperti Keadaan “Anjing Kehausan

  Benarlah pernyataan Allah Swt.  berikut ini mengenai orang-orang yang mendustakan dan menentang  rasul Allah   seperti Bal’am bin Baura (Bileam bin  Beor) di zaman nabi Musa a.s., Abu Jahal dkk di zaman Nabi Besar Muhammad saw., dan di Akhir Zaman ini adalah Mlv. Muhammad  Hussein Batalwi dkk, firman-Nya:
وَ اتۡلُ عَلَیۡہِمۡ  نَبَاَ الَّذِیۡۤ  اٰتَیۡنٰہُ  اٰیٰتِنَا فَانۡسَلَخَ مِنۡہَا فَاَتۡبَعَہُ الشَّیۡطٰنُ فَکَانَ مِنَ  الۡغٰوِیۡنَ ﴿﴾  وَ لَوۡ شِئۡنَا لَرَفَعۡنٰہُ بِہَا وَ لٰکِنَّہٗۤ اَخۡلَدَ اِلَی الۡاَرۡضِ وَ اتَّبَعَ ہَوٰىہُ ۚ فَمَثَلُہٗ  کَمَثَلِ الۡکَلۡبِ ۚ اِنۡ  تَحۡمِلۡ عَلَیۡہِ یَلۡہَثۡ اَوۡ تَتۡرُکۡہُ یَلۡہَثۡ ؕ ذٰلِکَ مَثَلُ الۡقَوۡمِ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا ۚ فَاقۡصُصِ الۡقَصَصَ لَعَلَّہُمۡ یَتَفَکَّرُوۡنَ ﴿﴾  سَآءَ مَثَلَاۨ الۡقَوۡمُ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ اَنۡفُسَہُمۡ کَانُوۡا یَظۡلِمُوۡنَ ﴿﴾
Dan ceritakanlah kepada mereka  berita orang-orang yang telah Kami berikan Tanda-tanda Kami kepadanya, lalu ia melepaskan diri darinya maka syaitan mengikutinya dan jadilah ia termasuk orang-orang yang sesat.  Dan seandainya Kami menghendaki niscaya Kami meninggikan derajatnya dengan itu, akan tetapi ia cenderung ke bumi  dan mengikuti hawa nafsunya, maka keadaannya seperti seekor anjing yang kehausan, jika engkau menghalaunya ia menjulurkan lidahnya dan jika engkau membiarkannya ia tetap menjulurkan   lidahnya.  Demikianlah misal orang-orang yang mendustakan Tanda-tanda Kami, maka kisahkanlah kisah ini supaya mereka merenungkannya. Sangat buruk misal  orang-orang yang mendustakan Tanda-tanda Kami, dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim.  (Al-A’rāf [17]:176-178).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar, 28 April 2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar