بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 116
Pengulangan Nasib Malang
“Istri-istri Durhaka” Nabi Nuh a.s.
dan Nabi Luth a.s.
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam bagian akhir Bab
sebelumnya telah dikemukakan mengenai
berbagai makna ruhani “unta betina”
Nabi Shalih a.s., yakni setelah menjelaskan berbagai khasiat luar biasa ruh
(jiwa) manusia (QS.91:1-11), selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai Nabi
Shalih a.s. dan kaum Tsamud:
کَذَّبَتۡ
ثَمُوۡدُ بِطَغۡوٰىہَاۤ ﴿۪ۙ﴾ اِذِ
انۡۢبَعَثَ اَشۡقٰہَا ﴿۪ۙ﴾ فَقَالَ لَہُمۡ
رَسُوۡلُ اللّٰہِ نَاقَۃَ اللّٰہِ وَ سُقۡیٰہَا ﴿ؕ﴾ فَکَذَّبُوۡہُ
فَعَقَرُوۡہَا ۪۬ۙ فَدَمۡدَمَ عَلَیۡہِمۡ
رَبُّہُمۡ بِذَنۡۢبِہِمۡ
فَسَوّٰىہَا ﴿۪ۙ﴾ وَ لَا یَخَافُ
عُقۡبٰہَا﴿٪﴾
Kaum Tsamud
mendustakan disebabkan kedurhakaannya, ketika bangkit orang yang paling buruk nasibnya
di antara mereka, maka rasul
Allah berkata kepada mereka: “Biarkanlah
unta betina Allah, dan jangan
merintangi minumnya.” Lalu mereka
mendustakannya dan memotong urat
keting unta betina itu, maka Tuhan
mereka membinasakan mereka karena dosa mereka, kemudian Dia menjadikannya sama rata, dan Dia
tidak takut akan akibatnya. “ (Asy-Syams [91]:12-19).
Nabi Shalih
a.s. mengendarai unta betina pergi
dari satu tempat ke tempat lain untuk menyampaikan Amanat Ilahi. Meletakkan rintangan
di atas jalan yang biasa dilalui oleh unta
betina beliau dengan leluasa, sama saja dengan meletakkan hambatan-hambatan kepada misi suci Nabi
Shalih a.s. sendiri dan menghalang-halangi
beliau a.s. dari melaksanakan tugas suci yang telah dipercayakan Allah
Swt. kepada beliau. Dalam artian lainnya, Nabi
Shalih a.s. sendiri adalah unta
betina Tuhan, seperti pula halnya setiap Mushlih Rabbani (Rasul Allah)
lainnya.
“Unta Betina” Nabi Shalih a.s. dan “Ruh” (Jiwa) Manusia
“Unta betina” yang ditunggangi Nabi
Shalih a.s. pun memiliki makna ruhani
lainnya, yaitu mengisyaratkan kepada jiwa
(ruh) manusia. Yakni, sebagaimana halnya jika “unta betina” Nabi Shalih a.s. dirintangi untuk mendatangi sumber air minumnya minum akan mengakibatkan kematian
unta betina tersebut, begitu juga jika ruh
(jiwa) manusia dirintangi dari meminum air
ruhani yang dimiliki oleh para Rasul
Allah maka ruh (jiwa) manusia pun
akan mati. Itulah sebabnya dalam Surah tersebut Nabi
Shalih a.s. telah berkata kepada kaumnya:
کَذَّبَتۡ ثَمُوۡدُ بِطَغۡوٰىہَاۤ ﴿۪ۙ﴾ اِذِ
انۡۢبَعَثَ اَشۡقٰہَا ﴿۪ۙ﴾ فَقَالَ لَہُمۡ
رَسُوۡلُ اللّٰہِ نَاقَۃَ اللّٰہِ وَ سُقۡیٰہَا ﴿ؕ﴾
Kaum Tsamud mendustakan disebabkan kedurhakaannya, ketika bangkit
orang yang paling buruk nasibnya di antara mereka, maka rasul
Allah berkata kepada mereka: “Biarkanlah
unta betina Allah, dan jangan
merintangi minumnya.”
Namun para
pemuka kaum Tsamud yang durhaka
tersebut tidak menghiraukan peringatan
Nabi Shalih a.s., firman-Nya:
فَکَذَّبُوۡہُ فَعَقَرُوۡہَا ۪۬ۙ
فَدَمۡدَمَ عَلَیۡہِمۡ رَبُّہُمۡ
بِذَنۡۢبِہِمۡ فَسَوّٰىہَا ﴿۪ۙ﴾ وَ لَا یَخَافُ عُقۡبٰہَا﴿٪﴾
Lalu mereka mendustakannya dan memotong urat keting unta betina itu,
maka Tuhan mereka membinasakan mereka
karena dosa mereka, kemudian Dia
menjadikannya sama rata, dan Dia tidak takut akan akibatnya. “ (Asy-Syams
[91]:12-19).
Akibat mendustakan dan menentang
Nabi Shalih a.s. – yang merupakan “sumber
air kehidupan” bagi akhlak dan ruhani kaum Tsamud – serta mereka telah
memotong urat keting unta betina Nabi
Shalih a.s., sehingga unta betina
tersebut tidak dapat lagi pergi ke “sumber
air minumnya” dan mati, maka demikian juga karena kaum Tsamud telah
menghalangi ruhnya (jiwa) dari
menerima ajaran suci Nabi Shalih a.s.
maka sebagai akibatnya ruh (jiwa) mereka yang sudah kotor menjadi semakin kotor lagi, dan sesuai dengan firman Allah Swt.
sebelumnya وَ
قَدۡ خَابَ مَنۡ دَسّٰىہَا -- “Dan sungguh binasalah orang yang
mengotorinya.” (ayat 11) maka
demikian pula akibatnya Allah Swt. pun telah membinasakan kaum Tsamud yang
durhaka tersebut dengan suatu azab dahsyat, firman-Nya:
فَکَذَّبُوۡہُ فَعَقَرُوۡہَا ۪۬ۙ
فَدَمۡدَمَ عَلَیۡہِمۡ رَبُّہُمۡ
بِذَنۡۢبِہِمۡ فَسَوّٰىہَا ﴿۪ۙ﴾ وَ لَا یَخَافُ عُقۡبٰہَا﴿٪﴾
Lalu mereka mendustakannya dan memotong urat keting unta betina itu,
maka Tuhan mereka membinasakan mereka
karena dosa mereka, kemudian Dia
menjadikannya sama rata, dan Dia tidak takut akan akibatnya. “ (Asy-Syams
[91]:12-19).
Azab Dahsyat di Akhir Zaman &
Nasib Malang “Istri-istri
Durhaka” Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s.
Demikian pula di Akhir Zaman ini apabila umat
manusia terus menerus melakukan pendustaan
dan penentangan zalim terhadap Rasul Akhir Zaman -- yang memancarkan
kembali “khazanah-khazanah ruhani”
ajaran Islam (Al-Quran) yang sangat
diperlukan untuk kehidupan akhlak dan
ruhani umat manusia -- maka pada
akhirnya setelah rangkaian berbagai azab
Ilahi selama ini -- yang tidak juga
membuat mereka menyadari kekeliruannya
-- maka, insya Allah, akan terjadi suatu azab
Ilahi yang sangat dahsyat yang
terjadi di Akhir Zaman ini, salah
satu di antara kemungkinan itu adalah Perang Dunia III atau Perang Nuklir, sebagaimana yang diisyaratkan
dalam Surah Al-Kahf [18]:99-107; Al-Haqqah [69]:1-16; Al-Ma’ārij [70]:1-19 dan Surah Al-Qāri’ah [102]:1-12, dan beberapa
Surah Al-Quran lainnya. WalLāhu ‘’alam.
Dengan demikian sungguh tepat perumpamaan mengenai orang-orang kafir yang mendustakan dan menentang
para Rasul Allah yang dikemukakan
Allah Swt. berikut ini:
ضَرَبَ
اللّٰہُ مَثَلًا لِّلَّذِیۡنَ
کَفَرُوا امۡرَاَتَ نُوۡحٍ وَّ
امۡرَاَتَ لُوۡطٍ ؕ کَانَتَا تَحۡتَ
عَبۡدَیۡنِ مِنۡ عِبَادِنَا صَالِحَیۡنِ فَخَانَتٰہُمَا فَلَمۡ یُغۡنِیَا
عَنۡہُمَا مِنَ اللّٰہِ شَیۡئًا وَّ قِیۡلَ ادۡخُلَا النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِیۡنَ ﴿﴾
Allah mengemukakan istri Nuh dan istri Luth sebagai misal bagi orang-orang kafir. Keduanya di bawah [asuhan] dua hamba dari hamba-hamba Kami yang saleh, tetapi keduanya berbuat khianat kepada kedua suami mereka, maka
mereka berdua sedikit pun tidak dapat
membela kedua istri mereka itu di hadapan Allah, dan dikatakan kepada
mereka: “Masuklah kamu berdua
ke dalam Api beserta orang-orang yang masuk.” (At-Tahrīm
[66]:11).
Jadi, orang-orang kafir yang menentang para rasul Allah dari zaman ke zaman diumpamakan
seperti istri Nabi Nuh a.s. dan istri
Nabi Luth a.s. untuk menunjukkan bahwa persahabatan
dengan orang bertakwa --malahan dengan
seorang nabi Allah sekalipun -- tidak
berfaedah bagi orang yang mempunyai kecenderungan
buruk menolak kebenaran.
Secara jasmani, kedua istri
durhaka Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s. rahim jasmani membuahkan keturunan jasmani kedua suami mereka
yang suci, namun dari segi ruhani
kedua istri durhaka Nabi Allah
tersebut menolak rahim ruhaninya –
yakni hatinya -- untuk dibuahi
secara ruhani oleh kedua suaminya, karena keduanya memilih bergabung dengan kaum mereka yang mendustakan dan menentang pendakwaan
kedua suaminya sebagai Rasul Allah, maka akibatnya ketika azab Ilahi yang diperingatkan kedua suami
mereka itu terjadi maka kedua istri durhaka Nabi Nuh a.s. dan Nabi
Luth a.s. tersebut termasuk orang-orang yang dibinasakan oleh azab Ilahi tersebut, inilah mana
kalimat:
فَلَمۡ یُغۡنِیَا عَنۡہُمَا مِنَ
اللّٰہِ شَیۡئًا وَّ قِیۡلَ ادۡخُلَا
النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِیۡنَ ﴿﴾
“…maka mereka berdua sedikit pun tidak dapat membela kedua istri
mereka itu di hadapan Allah, dan dikatakan kepada mereka: “Masuklah kamu berdua ke dalam Api beserta
orang-orang yang masuk.” (At-Tahrīm [66]:11).
Darah Kotor (Haid) yang
Terbuang Sia-sia dari Rahim
Hikmah lain yang dapat
diambil dari nasib buruk yang menimpa kedua
istri durhaka Nabi Nuh a.s. dan Nabi
Luth a.s. tersebut, dan kenapa keduanya oleh Allah Swt. dijadikan sebagai misal
(perumpamaan) orang-orang kafir,
adalah:
Hikmah pertama, Allah Swt. telah menetapkan bagi rahim perempuan yang sudah mencapai aqil baligh akan mengalami haid (menstruasi/datang bulan). Dan Allah Swt. menyatakan dalam
Al-Quran bahwa darah haid karena merupakan sebagai “darah kotor”
sebagai najis, itulah sebabnya Allah Swt. telah melarang perempuan yang sedang haid
(mesntruasi) mengerjakan shalat, memegang Al-Quran, masuk ke dalam mesjid,
dan Allah Swt. telah melarang para suami untuk berhubungan badan dengan istri-istri
mereka yang sedang haid, sebagaimana
firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ
یَسۡـَٔلُوۡنَکَ عَنِ الۡمَحِیۡضِ ؕ قُلۡ ہُوَ اَذًی ۙ فَاعۡتَزِلُوا النِّسَآءَ فِی
الۡمَحِیۡضِ ۙ وَ لَا تَقۡرَبُوۡہُنَّ
حَتّٰی یَطۡہُرۡنَ ۚ فَاِذَا تَطَہَّرۡنَ
فَاۡتُوۡہُنَّ مِنۡ حَیۡثُ اَمَرَکُمُ اللّٰہُ ؕ اِنَّ اللّٰہَ یُحِبُّ التَّوَّابِیۡنَ وَ یُحِبُّ الۡمُتَطَہِّرِیۡنَ ﴿﴾
Dan mereka
bertanya kepada engkau mengenai haid. Katakanlah: “Itu menimbulkan bahaya, maka jauhilah perempuan-perempuan yang sedang haid, dan janganlah kamu menghampiri mereka hingga
mereka suci. Dan apabila mereka
telah bersuci diri maka datangilah mereka sebagaimana Allāh telah
memerintahkan kepada Kamu, sesungguhnya Allah mencintai mereka yang senantiasa bertaubat, dan Dia mencintai mereka yang mensucikan diri.
(Al-Baqarah
[2]:223).
Sunnatullah yang Senantiasa Berulang
Hikmah
kedua, pada hakikatnya darah haid mau pun bayi
yang dilahirkan seorang ibu (istri) keduanya keluar dari rahim, ada pun perbedaannya adalah darah haid merupakan sesuatu yang najis dan haram dan dapat
menimbulkan mudharat, sedangkan bayi yang keluar dari rahim merupakan suatu yang halal dan dapat tumbuh berkembang menjadi seorang manusia sempurna.
Begitu juga halnya kaum-kaum
yang mendustakan dan menentang para rasul Allah maka rahim
hati mereka tidak akan pernah mengalami
perbuahan ruhani, lalu kehamilan ruhani serta kelahiran
ruhani berupa akhlak dan ruhani terpuji sebagai akibat pergaulan
suci dengan para rasul Allah –
yang merupakan “suami ruhani” mereka
-- bahkan yang terjadi adalah
sebaliknya, yakni akhlak dan ruhani mereka akan semakin buruk bagaikan darah haid.
Hikmah ketiga, merupakan Sunnatullah bahwa semakin
lanjut usia seorang perempuan maka keadaan rahimnya
akan semakin tidak produktif atau tidak
subur, sehingga rahim perempuan tersebut akan sulit untuk dapat dibuahi dengan baik oleh suaminya.
Keadaan rahim perempuan yang telah lanjut usia seperti itu sama dengan
keadaan tanah di permukaan bumi,
yakni apabila permukaan tanah
tersebut semakin jarang diguyur air hujan – terutama di musim kemarau – maka akibatnya tanah tersebut menjadi keras dan tidak mampu menumbuhkan benih-benih yang ada di
dalamnya mau pun benih-benih yang
ditaburkan di atas permukaannya.
Demikian pula halnya dengan keadaan hati umat manusia atau umat beragama apabila mereka telah semakin jauh dari masa
kenabian yang penuh berkat maka
keadaan hati mereka pun akan semakin keras sehingga sulit untuk dapat
menumbuhkan “benih-benih kebaikan”
yang terkandung dalam jiwa manusia mau pun “benih-benih kebaikan” yang datang dari
luar.
Dengan demikian benarlah firman Allah
Swt. berikut ini mengenai pentingnya kesinambungan turunnya “hujan ruhani” berupa wahyu Ilahi yang turun bersama dengan
diutusnya seorang rasul Allah yang
kedatangannya dijanjikan kepada umat manusia (Bani Adam ‘- QS.7:35-37),
sebab tanpa wahyu Ilahi tersebut mustahil “bumi” (hati) yang telah mati
akan dapat dihidupkan (disuburkan) kembali, sehingga dapat menumbuhkan berbagai macam tanaman yang sangat dibutuhkan oleh
manusia, “firman-Nya:
اَلَمۡ
یَاۡنِ لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَنۡ
تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ لِذِکۡرِ
اللّٰہِ وَ مَا نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ ۙ وَ
لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ
عَلَیۡہِمُ الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ
قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ مِّنۡہُمۡ
فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾ اِعۡلَمُوۡۤا
اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ
الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Apakah
belum sampai waktu bagi orang-orang yang
beriman, bahwa hati mereka tunduk
untuk mengingat Allah dan mengingat
kebenaran yang telah turun kepada
mereka, dan mereka tidak menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab
sebelumnya, maka zaman kesejahteraan menjadi panjang atas mereka lalu hati
mereka menjadi keras, dan kebanyakan
dari mereka menjadi durhaka? Ketahuilah,
bahwasanya Allah menghidupkan
bumi sesudah matinya. Sungguh Kami
telah menjelaskan Tanda-tanda kepadamu supaya kamu mengerti. (Al-Hadīd [57]:17-18).
Masa Jeda (Terhentinya)
Pengutusan Rasul Allah
Antara Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dan Nabi Besar
Muhammad Saw.
Ribuan tahun lamanya di kalangan bangsa Arab -- sejak Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Isma’il a.s. hingga dengan masa pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. – Allah Swt. tidak pernah mengutus
seorang rasul Allah pun, sehingga keadaan hati bangsa Arab benar-benar telah menjadi sangat keras bagaikan kerasnya
gunung-gunung batu di padang pasir
jazirah Arabia (QS.17:46-53), demikian
juga yang terjadi di kalangan umat
beragama (QS.30:42-44; QS.2:73-75).
Untuk tujuan “menghidupkan kembali “bumi”
-- yakni hati manusia -- setelah kematiannya
itulah maka Allah Swt. telah menjanjikan pengutusan para rasul Allah dari kalangan Bani
Adam, agar tidak ada alasan
(dalih/hujah) bagi manusia untuk menghujat Allah Swt. jika mereka dibinasakan
dengan azab-azab Ilahi yang kedatangannya telah diperingatkan oleh Rasul-rasul Allah sebelumnya,
firman-Nya:
یٰۤاَہۡلَ
الۡکِتٰبِ قَدۡ جَآءَکُمۡ رَسُوۡلُنَا
یُبَیِّنُ لَکُمۡ عَلٰی فَتۡرَۃٍ مِّنَ الرُّسُلِ اَنۡ تَقُوۡلُوۡا مَا
جَآءَنَا مِنۡۢ بَشِیۡرٍ وَّ لَا نَذِیۡرٍ ۫ فَقَدۡ جَآءَکُمۡ بَشِیۡرٌ وَّ
نَذِیۡرٌ ؕ وَ اللّٰہُ عَلٰی کُلِّ
شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿٪﴾
Hai Ahlul Kitab, sungguh telah datang kepada kamu Rasul Kami yang
menjelaskan syariat kepadamu pada masa
jeda pengutusan rasul-rasul,
supaya kamu tidak mengatakan: “Tidak
pernah datang kepada kami seorang
pemberi kabar gembira dan tidak pula
seorang pemberi peringatan.” Padahal sungguh telah datang kepada kamu seorang pembawa
kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah Maha kuasa atas segala sesuatu. (Al-Māidah
[5]:20).
Sejarah bungkam perihal
apakah ada seorang nabi pernah datang
di salah satu negeri di antara zaman Nabi Besar Muhammad saw. dengan zaman Nabi Isa ibnu Maryam a.s.,
yang pasti ialah
sekurang-kurangnya di antara para Ahlulkitab
tiada seorang nabi pun datang dalam
jangka waktu itu.
Pada hakikatnya, dunia telah
mengharap-harapkan dan bersiap-siap menerima kedatangan Juru Selamat terbesar bagi umat manusia (QS.7:159; QS.21:108;
QS,25:2; QS.34:29). Nabi Besar Muhammad saw. menurut riwayat pernah bersabda bahwa
antara beliau saw. dan Nabi Isa ibnu Maryam a.s. tidak ada nabi (Bukhari).
Itulah
sebabnya jika kaum-kaum para
penentang Rasul Allah -- yang dimisalkan
sebagai istri-istri durhaka Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s. – tersebut
tidak juga mau bertaubat dari penentangan mereka kepada para rasul Allah maka akibatnya mereka pasti akan dibinasakan oleh azab Ilahi
yang dijanjikan kepada mereka
sebelumnya.
Kesinambungan Pengutusan Rasul Allah di Kalangan Bani
Adam
Sunnatullah
tersebut terus berlaku sejak Allah
Swt. pertama kali mengutus para Rasul
Allah kepada kaum-kaum terdahulu
sampai dengan masa Akhir Zaman ini,
firman-Nya:
وَ لِکُلِّ
اُمَّۃٍ اَجَلٌ ۚ فَاِذَا جَآءَ
اَجَلُہُمۡ لَا یَسۡتَاۡخِرُوۡنَ
سَاعَۃً وَّ لَا یَسۡتَقۡدِمُوۡنَ ﴿﴾ یٰبَنِیۡۤ
اٰدَمَ اِمَّا یَاۡتِیَنَّکُمۡ
رُسُلٌ مِّنۡکُمۡ یَقُصُّوۡنَ عَلَیۡکُمۡ اٰیٰتِیۡ ۙ فَمَنِ اتَّقٰی وَ اَصۡلَحَ
فَلَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ
کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ اسۡتَکۡبَرُوۡا عَنۡہَاۤ اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا
خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾ فَمَنۡ اَظۡلَمُ مِمَّنِ افۡتَرٰی عَلَی
اللّٰہِ کَذِبًا اَوۡ کَذَّبَ بِاٰیٰتِہٖ
ؕ اُولٰٓئِکَ یَنَالُہُمۡ نَصِیۡبُہُمۡ مِّنَ الۡکِتٰبِ ؕ حَتّٰۤی اِذَا جَآءَتۡہُمۡ رُسُلُنَا یَتَوَفَّوۡنَہُمۡ ۙ قَالُوۡۤا
اَیۡنَ مَا کُنۡتُمۡ تَدۡعُوۡنَ مِنۡ
دُوۡنِ اللّٰہِ ؕ قَالُوۡا ضَلُّوۡا عَنَّا وَ شَہِدُوۡا عَلٰۤی اَنۡفُسِہِمۡ اَنَّہُمۡ
کَانُوۡا کٰفِرِیۡنَ ﴿﴾ قَالَ ادۡخُلُوۡا فِیۡۤ اُمَمٍ قَدۡ خَلَتۡ مِنۡ قَبۡلِکُمۡ مِّنَ
الۡجِنِّ وَ الۡاِنۡسِ فِی النَّارِ ؕ کُلَّمَا دَخَلَتۡ اُمَّۃٌ لَّعَنَتۡ اُخۡتَہَا ؕ حَتّٰۤی اِذَا
ادَّارَکُوۡا فِیۡہَا جَمِیۡعًا ۙ قَالَتۡ اُخۡرٰىہُمۡ لِاُوۡلٰىہُمۡ رَبَّنَا ہٰۤؤُلَآءِ
اَضَلُّوۡنَا فَاٰتِہِمۡ عَذَابًا ضِعۡفًا مِّنَ النَّارِ ۬ؕ قَالَ لِکُلٍّ ضِعۡفٌ
وَّ لٰکِنۡ لَّا تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ وَ قَالَتۡ
اُوۡلٰىہُمۡ لِاُخۡرٰىہُمۡ فَمَا کَانَ لَکُمۡ عَلَیۡنَا مِنۡ فَضۡلٍ فَذُوۡقُوا
الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡسِبُوۡنَ ﴿﴾
Dan
bagi tiap-tiap umat ada batas waktu,
maka apabila telah datang batas waktunya,
mereka tidak dapat mengundurkannya
barang sesaat pun dan tidak pula dapat memajukannya. Wahai Bani
Adam, jika datang kepada kamu rasul-rasul dari
antaramu yang menceritakan Ayat-ayat-Ku
kepadamu, maka barangsiapa bertakwa
dan memperbaiki diri, tidak akan ada
ketakutan menimpa mereka dan tidak
pula mereka akan bersedih hati. Dan orang-orang
yang mendustakan Ayat-ayat Kami dan dengan
takabur berpaling darinya, mereka itu penghuni Api, mereka kekal di dalamnya. Maka siapakah
yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kedustaan
terhadap Allah atau mendustakan Ayat-ayat-Nya? Mereka akan memperoleh
bagian mereka sebagaimana telah ditetapkan, hingga apabila datang kepada mereka utusan-utusan Kami
untuk mencabut nyawanya seraya berkata: ”Di manakah apa yang biasa kamu seru selain Allah?” Mereka berkata:
“Mereka telah lenyap dari kami.” Dan
mereka memberi
kesaksian terhadap diri mereka sendiri bahwa sesungguhnya mereka adalah orang-orang kafir. Dia
berfirman: “Masuklah ka-mu ke dalam Api
bersama umat-umat jin dan ins (manusia) yang telah berlalu sebelum kamu.” Setiap kali suatu umat masuk, umat itu akan mengutuk saudara-saudaranya dari umat lain, hingga
apabila mereka semua telah tiba
berturut-turut di dalamnya, maka mereka yang terakhir berkata
mengenai mereka yang terdahulu: “Ya
Tuhan kami, mereka ini telah menyesatkan
kami, karena itu berilah mereka azab Api berlipat-ganda.” Dia
berfirman: “Bagi masing-masing mendapat
azab berlipat ganda, akan
tetapi kamu tidak mengetahui.” Dan mereka yang terdahulu berkata kepada mereka yang terakhir: “Tidak ada bagi
kamu suatu kelebihan atas kami, maka rasakanlah azab itu disebabkan oleh
apa yang senantiasa kamu lakukan.” (Al-A’rāf
[7]:35-40).
Apabila umat manusia di Akhir Zaman ini pun termasuk “Bani
Adam” – bukan “Bani Kera” sebagaimana teori evolusi Charler Darwin --
maka firman Allah Swt. dalam Al-Quran tersebut pasti berlaku, karena Kitab Suci Al-Quran berlaku sampai Hari
Kiamat nanti, karena agama Islam
merupakan agama terakhir dan
tersempurna (QS.5:4), ketika saat itu spesies
manusia Bani Adam (umat Manusia)
sudah tidak ada lagi.
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 3 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar