بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 130
Pihak yang “Menertawakan” Nabi Nuh a.s. Menjadi Pihak yang “Ditertawakan”
Oleh
Ki
Langlang Buana Kusuma
Dalam akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan
mengenai doa Nabi Nuh a.s. atas perintah Allah Swt. mengenai azab
Ilahi yang akan menimpa kaum beliau,
firman-Nya:
وَ قَالُوۡا لَا تَذَرُنَّ اٰلِہَتَکُمۡ وَ لَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَّ لَا
سُوَاعًا ۬ۙ وَّ لَا یَغُوۡثَ وَ یَعُوۡقَ وَ نَسۡرًا ﴿ۚ﴾ وَ قَدۡ اَضَلُّوۡا کَثِیۡرًا ۬ۚ وَ لَا تَزِدِ
الظّٰلِمِیۡنَ اِلَّا ضَلٰلًا ﴿﴾ مِمَّا
خَطِیۡٓــٰٔتِہِمۡ اُغۡرِقُوۡا
فَاُدۡخِلُوۡا نَارًا ۬ۙ فَلَمۡ
یَجِدُوۡا لَہُمۡ مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ اَنۡصَارًا ﴿﴾
Dan Nuh berkata: “Hai Tuhan-ku, janganlah Engkau membiarkan di atas bumi penghuni dari kalangan
orang-orang kafir, sesungguhnya jika
Engkau membiarkan mereka, mereka akan menyesatkan hamba-hamba Engkau dan mereka tidak akan melahirkan kecuali
orang-orang berdosa lagi kafir. Hai
Tuhan-ku, ampunilah aku serta ibu-bapakku, dan yang
memasuki rumahku sebagai orang
beriman, serta orang-orang beriman
laki-laki dan perempuan. Dan Engkau tidak menambahkan kepada
orang-orang zalim kecuali kebinasaan.” (Nuh
[71]:27-29).
Doa Nabi Nuh
a.s. Sesuai Perintah Allah Swt.
Apakah benar tuduhan
bahwa Nabi Nuh a.s. menjadi marah
oleh kedegilan kaumnya karena tidak mau menerima da’wah beliau?
Jawabannya: Tuduhan tersebut tidak benar, sebab mustahil seorang Rasul Allah akan berdoa buruk untuk kaumnya
tanpa mendapat izin atau perintah Allah Swt..
Firman Allah Swt.
berikut ini memberikan jawaban yang
pasti mengenai hal tersebut, yakni bahwa para pemuka kaum Nabi Nuh a.s. itulah
yang dengan takabur telah menantang Nabi Nuh a.s. untuk mempercepat kedatangan azab Ilahi yang diancamkan kepada
mereka:
قَالُوۡا
یٰنُوۡحُ قَدۡ جٰدَلۡتَنَا فَاَکۡثَرۡتَ جِدَالَنَا فَاۡتِنَا بِمَا
تَعِدُنَاۤ اِنۡ کُنۡتَ مِنَ
الصّٰدِقِیۡنَ ﴿﴾
قَالَ
اِنَّمَا یَاۡتِیۡکُمۡ بِہِ اللّٰہُ اِنۡ شَآءَ وَ مَاۤ اَنۡتُمۡ
بِمُعۡجِزِیۡنَ ﴿﴾
وَ لَا یَنۡفَعُکُمۡ نُصۡحِیۡۤ اِنۡ
اَرَدۡتُّ اَنۡ اَنۡصَحَ لَکُمۡ
اِنۡ کَانَ اللّٰہُ یُرِیۡدُ اَنۡ یُّغۡوِیَکُمۡ ؕ ہُوَ رَبُّکُمۡ ۟ وَ
اِلَیۡہِ تُرۡجَعُوۡنَ ﴿ؕ﴾
اَمۡ
یَقُوۡلُوۡنَ افۡتَرٰىہُ ؕ قُلۡ
اِنِ افۡتَرَیۡتُہٗ فَعَلَیَّ
اِجۡرَامِیۡ وَ اَنَا بَرِیۡٓءٌ مِّمَّا
تُجۡرِمُوۡنَ ﴿٪﴾
Mereka
berkata: “Hai Nuh, sungguh
engkau telah berbantah dengan kami
dan memperpanjang bantahan engkau terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang telah engkau ancamkan kepada
kami, jika engkau termasuk orang-orang yang benar.” Ia, Nuh, berkata: “Sesungguhnya hanya Allah yang
akan men-datangkannya kepada kamu, jika Dia menghendaki, dan kamu
sama sekali tidak dapat menggagalkan-Nya. Dan nasihatku
tidak akan bermanfaat bagi kamu jika aku berkehendak memberi nasihat kepada kamu, jika Allah berkehendak membinasa-kan kamu. Dia adalah Tuhan kamu dan kepada-Nya
kamu akan dikembalikan.” Ataukah mereka mengatakan: “Ia telah mengada-adakan itu?”
Katakanlah: “Jika aku telah mengada-adakannya maka akulah yang akan menanggung dosaku, dan
aku berlepas diri dari dosa yang kamu
perbuat.” (Hūd [11]:33-36).
Ayat 34
“Ia, Nuh, berkata: “Sesungguhnya hanya Allah yang
akan men-datangkannya kepada kamu, jika Dia menghendaki, dan kamu
sama sekali tidak dapat menggagalkan-Nya” mengandung tiga pokok
penting mengenai nubuatan-nubuatan
tentang azab Ilahi yang kedatangannya
diperingatkan Rasul Allah
(a) Pada umumnya tidak dinyatakan
bilamana hal-hal yang dinubuatkan itu akan betul-betul terjadi.
(b) Azab itu bersyarat dan dapat
ditangguhkan atau dibatalkan menurut kehendak Ilahi.
(c) Perubahan apa pun yang terjadi
mengenai nubuatan mengenai azab itu, Allah Swt. tidak pernah berubah, sebab orang-orang
kafir “tidak dapat menggagalkan
tujuan-Nya”.
Ayat
ini melenyapkan suatu anggapan umum yang salah bahwa Nabi Nuh a.s. telah mendoa untuk menghancurkan kaumnya (QS.71:27-28) karena sangat marah
kepada mereka oleh sebab mereka tidak percaya. Ayat ini menunjukkan
bahwa Nabi Nuh a.s. telah mendoa untuk kebinasaan mereka, bukan atas kehendak sendiri, melainkan Allah- lah
Yang menghendaki supaya beliau
berbuat demikian.
Perintah Membuat Bahtera
Kaum Nabi Nuh a.s. Memperolok-olok
Beliau
Selanjutnya Allah Swt. berfirman
kepada Nabi Nuh a.s. menjelang
ditimpakannya azab kepada kaum Nabi
Nuh a.s.:
وَ
اُوۡحِیَ اِلٰی نُوۡحٍ اَنَّہٗ لَنۡ یُّؤۡمِنَ مِنۡ قَوۡمِکَ اِلَّا مَنۡ قَدۡ
اٰمَنَ فَلَا تَبۡتَئِسۡ بِمَا کَانُوۡا یَفۡعَلُوۡنَ ﴿ۚۖ﴾ وَ اصۡنَعِ
الۡفُلۡکَ بِاَعۡیُنِنَا وَ وَحۡیِنَا وَ لَا تُخَاطِبۡنِیۡ فِی الَّذِیۡنَ
ظَلَمُوۡا ۚ اِنَّہُمۡ مُّغۡرَقُوۡنَ ﴿﴾
Dan telah diwahyukan kepada Nuh: “Tidak akan pernah beriman seorang pun dari
kaum engkau selain orang yang telah
beriman sebelumnya maka janganlah
engkau bersedih mengenai apa yang senantiasa mereka kerjakan. Dan buatlah
bahtera itu di hadapan pengawasan mata Kami dan sesuai dengan wahyu Kami. Dan janganlah
engkau bicarakan dengan Aku mengenai orang yang zalim, sesungguhnya mereka itu
akan ditenggelamkan.” (Hūd [11]:37-38).
Doa
yang disinggung dalam QS.71:27-28 agaknya telah diucapkan sesudah ayat ini
diwahyukan. Menurut ayat yang sedang dibahas, Nabi Nuh a.s. telah diberi kabar dengan perantaraan wahyu
Ilahi tentang putusan Allah Swt., bahwa selanjutnya tidak seorang pun dari antara kaumnya akan beriman kepada beliau. Jadi doa Nabi Nuh a.s. (QS.71:27-28)
itu tidak lain selain tunduk kepada kehendak dan putusan Allah Swt. Apa yang
dimaksud dengan doa itu ialah bahwa semoga Allah Swt. melaksanakan apa yang diputuskan-Nya
mengenai kehancuran kaum beliau.
Kalimat وَ اصۡنَعِ
الۡفُلۡکَ بِاَعۡیُنِنَا وَ وَحۡیِنَا -- “Dan buatlah
bahtera itu di hadapan pengawasan mata Kami dan sesuai dengan wahyu Kami“ A’yun itu jamak dari ‘ain yang berarti:
mata: pandangan atau pemandangan; para penghuni sebuah rumah; perlindungan (Lexicon Lane). Artinya adalah
bahwa pembuatan bahtera (perahu) Nabi
Nuh a.s. tersebut sepenuhnya di bawah pengawasan
dan petunjuk Allah Swt.. Selanjutnya
Allah Swt. berfirman:
وَ یَصۡنَعُ
الۡفُلۡکَ ۟ وَ کُلَّمَا مَرَّ عَلَیۡہِ مَلَاٌ مِّنۡ قَوۡمِہٖ سَخِرُوۡا مِنۡہُ ؕ قَالَ اِنۡ تَسۡخَرُوۡا مِنَّا فَاِنَّا
نَسۡخَرُ مِنۡکُمۡ کَمَا تَسۡخَرُوۡنَ ﴿ؕ﴾ فَسَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ ۙ مَنۡ یَّاۡتِیۡہِ عَذَابٌ یُّخۡزِیۡہِ وَ یَحِلُّ
عَلَیۡہِ عَذَابٌ مُّقِیۡمٌ ﴿﴾
Dan ia (Nuh)
mulai membuat bahtera itu, dan setiap kali pemuka-pemuka kaumnya sedang
melewatinya, mereka itu menertawakannya.
Ia (Nuh) berkata: “Jika kini kamu mentertawakan kami maka saat itu akan datang ketika kami pun akan mentertawakan kamu,
seperti kamu mentertawakan kami,
maka segera kamu akan mengetahui siapa yang kepadanya akan datang azab yang akan
menistakannya, dan kepada siapa akan
menimpa azab yang tetap.” (Hūd [11]:39-40).
Secara logika sangat wajar jika kaum Nabi Nuh a.s. meperolok-olokan atau menertawai
beliau yang sedang membuat bahtera,
sebab wilayah kaum Nabi Nuh a.s. di suatu dataran
yang dikelilingi oleh rangkaian pegunungan
dan selama itu tidak pernah mengalami banjir
besar yang memaksa kaum Nabi Nuh
a.s. untuk membuat perahu secara khusus. Namun kali ini perolokan
kaum Nabi Nuh a.s. benar-benar telah berbalik
menimpa diri mereka, sebagaimana jawaban
Nabi Nuh a.s.:
قَالَ اِنۡ تَسۡخَرُوۡا مِنَّا فَاِنَّا
نَسۡخَرُ مِنۡکُمۡ کَمَا تَسۡخَرُوۡنَ ﴿ؕ﴾ فَسَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ ۙ مَنۡ یَّاۡتِیۡہِ عَذَابٌ یُّخۡزِیۡہِ وَ یَحِلُّ
عَلَیۡہِ عَذَابٌ مُّقِیۡمٌ﴿﴾
“Ia (Nuh) berkata: “Jika kini
kamu mentertawakan kami maka saat
itu akan datang ketika kami pun akan
mentertawakan kamu, seperti kamu
mentertawakan kami, maka segera
kamu akan mengetahui siapa yang kepadanya akan datang azab yang akan
menistakannya, dan kepada siapa akan
menimpa azab yang tetap.” (Hūd [11]:39-40).
Perintah Datangnya Azab Ilahi
Selanjutnya Allah Swt. berfirman
mengenai kedatangan azab Ilahi yang diperingatkan
Nabi Nuh a.s. kedatangannya kepada kaum
beliau yang durhaka serta takabur tersebut:
حَتّٰۤی
اِذَا جَآءَ اَمۡرُنَا وَ فَارَ التَّنُّوۡرُ ۙ قُلۡنَا احۡمِلۡ فِیۡہَا مِنۡ
کُلٍّ زَوۡجَیۡنِ اثۡنَیۡنِ وَ اَہۡلَکَ اِلَّا مَنۡ سَبَقَ عَلَیۡہِ الۡقَوۡلُ وَ
مَنۡ اٰمَنَ ؕ وَ مَاۤ اٰمَنَ مَعَہٗۤ
اِلَّا قَلِیۡلٌ ﴿﴾ وَ قَالَ ارۡکَبُوۡا فِیۡہَا بِسۡمِ
اللّٰہِ مَجۡؔرٖىہَا وَ مُرۡسٰىہَا ؕ اِنَّ رَبِّیۡ لَغَفُوۡرٌ
رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Hingga
apabila datang perintah Kami dan sumber mata air telah menyembur, Kami berfirman: ”Naikkanlah ke atas bahtera itu sepasang dari setiap jenis jantan dan betina, dan keluarga engkau,
kecuali orang yang telah terdahulu
ditetapkan kepu-tusan terhadapnya, dan mereka yang telah beriman. Dan sama sekali tidak ada yang beriman kepadanya kecuali sedikit jumlahnya Dan ia (Nuh) berkata: “Naiklah ke atasnya, dengan nama
Allah berlayarnya dan berlabuhnya, sesungguhnya Tuhan-ku Maha Pengampun, Maha
Penyayang.” (Hūd [11]: 41).
Banjir besar yang melanda kawasan kaum
Nabi Nuh a.s., bukan saja disebabkan oleh tersemburnya
air dari sumber-sumber mata air
dari dalam bumi, tetapi seperti jelas
dari QS.54:12-13 penyebab yang
sesungguhnya ialah merekahnya awan,
dan hujan turun bagaikan dicurahkan dan sejauh mata memandang
hanya air dan air belaka yang nampak, dan seperti umumnya terjadi waktu hujan lebat,
air mulai keluar pula dari dalam tanah, dan mata-mata
air serta air-air mancur mulai menyembur, dan dengan demikian air dari langit dan air dari bumi kedua-duanya membanjiri
dan menggenangi seluruh negeri. Nabi Nuh a.s. tinggal di negeri pegunungan yang terdapat banyak sekali mata air.
Kata-kata “dari setiap jenis” dalam
ayat ”Naikkanlah ke atas bahtera itu sepasang dari setiap jenis jantan dan betina,” di sini tidak berarti semua binatang yang ada di dunia
– sebagaimana yang difahami secara
keliru mengenai ayat tersebut -- melainkan semua binatang yang diperlukan oleh Nabi Nuh a.s., sebab bahtera yang dibuat oleh Nabi Nuh a.s. itu pasti tidak
cukup besar untuk memuat segala macam binatang di dunia. Tambahan kata “dua”
pun menunjukkan, bahwa binatang yang dibawa hanya sebanyak yang benar-benar
diperlukan. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
وَ ہِیَ
تَجۡرِیۡ بِہِمۡ فِیۡ مَوۡجٍ کَالۡجِبَالِ ۟
وَ نَادٰی نُوۡحُۨ ابۡنَہٗ وَ
کَانَ فِیۡ مَعۡزِلٍ یّٰـبُنَیَّ ارۡکَبۡ
مَّعَنَا وَ لَا تَکُنۡ مَّعَ الۡکٰفِرِیۡنَ﴿﴾
قَالَ سَاٰوِیۡۤ اِلٰی جَبَلٍ
یَّعۡصِمُنِیۡ مِنَ الۡمَآءِ ؕ قَالَ لَا
عَاصِمَ الۡیَوۡمَ مِنۡ
اَمۡرِ اللّٰہِ اِلَّا مَنۡ
رَّحِمَ ۚ وَ حَالَ بَیۡنَہُمَا الۡمَوۡجُ
فَکَانَ مِنَ الۡمُغۡرَقِیۡنَ ﴿﴾
Dan bahtera
itu melaju dengan membawa mereka di tengah gelombang seperti gunung, dan Nuh berseru kepada anaknya yang senantiasa berada di tempat terpisah: “Hai anakku, naiklah beserta kami dan janganlah engkau termasuk orang-orang
kafir.” Ia menjawab: “Aku segera
akan mencari sendiri perlindungan ke sebuah gunung yang akan
menjagaku dari air itu.” Ia, Nuh berkata: “Tidak ada tempat berlindung pada hari ini bagi seorang pun dari perintah Allah, kecuali bagi orang yang Dia kasihani.” Lalu gelombang menjadi penghalang di antara
keduanya maka jadilah ia termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. (Hūd
[11]:43-44).
Jawaban
anak Nabi Nuh a.s.: “Aku
segera akan mencari sendiri perlindungan ke sebuah gunung yang akan
menjagaku dari air itu,” menunjukkan bahwa tempat Nabi Nuh a.s. dan
kaum beliau adalah sebuah kawasan yang dikelilingi
oleh pegunungan. Kata jabal
yang dipakai sebagai nama jenis (dan bukan al-jabal), menunjukkan kepada
kenyataan bahwa ada rangkaian gunung
atau pegunungan yang pada salah sebuah gunung di antaranya
anak Nabi Nuh a.s. mungkin telah mencari perlindungan.
Pada hakikatnya daerah itu -- mungkin suatu lembah dengan gunung-gunung
menjulang di sekitarnya -- bahwa daerah demikian menjadi cepat tergenang
air karena hujan lebat bukan merupakan hal yang luar biasa, lebih lagi
peristiwa yang menimpa kaum Nabi Nuh a.s. merupakan azab Ilahi, oleh karena itu
banjir besar yang terjadi bukan saja sangat cepat terjadinya bahkan disertai
dengan badai hebat, sehingga
menimbulkan gelombang-gelombang yang
bagaikan gunung tingginya, sehingga gunung tempat anak Nabi Nuh a.s. berlindung pun tidak lepas dari dahsyatnya
sapuan gelombang air tersebut, sebagaimana perkataan Nabi Nuh a.s.:
قَالَ لَا عَاصِمَ الۡیَوۡمَ مِنۡ
اَمۡرِ اللّٰہِ اِلَّا مَنۡ
رَّحِمَ ۚ وَ حَالَ بَیۡنَہُمَا الۡمَوۡجُ
فَکَانَ مِنَ الۡمُغۡرَقِیۡنَ ﴿﴾
Ia, Nuh
berkata: “Tidak ada tempat berlindung
pada hari ini bagi seorang pun dari
perintah Allah, kecuali bagi orang
yang Dia kasihani.” Lalu gelombang
menjadi penghalang di antara keduanya
maka jadilah ia termasuk
orang-orang yang ditenggelamkan. (Hūd [11]:43-44).
Bukan Banjir yang Melanda Seluruh
Dunia
Setelah peristiwa azab Ilahi berupa banjir
dahsyat yang menenggelamkan
seluruh kawasan tempat tinggal kaum Nuh a.s. yang durhaka dan takabur
tersebut selesai, selanjutnya Allah Swt. berfirman:
وَ قِیۡلَ
یٰۤاَرۡضُ ابۡلَعِیۡ مَآءَکِ وَ یٰسَمَآءُ اَقۡلِعِیۡ وَ غِیۡضَ الۡمَآءُ وَ
قُضِیَ الۡاَمۡرُ وَ اسۡتَوَتۡ عَلَی الۡجُوۡدِیِّ وَ قِیۡلَ بُعۡدًا لِّلۡقَوۡمِ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾ وَ نَادٰی نُوۡحٌ
رَّبَّہٗ فَقَالَ رَبِّ اِنَّ ابۡنِیۡ
مِنۡ اَہۡلِیۡ وَ اِنَّ وَعۡدَکَ الۡحَقُّ وَ اَنۡتَ اَحۡکَمُ الۡحٰکِمِیۡنَ ﴿﴾ قَالَ یٰنُوۡحُ اِنَّہٗ
لَیۡسَ مِنۡ اَہۡلِکَ ۚ اِنَّہٗ عَمَلٌ غَیۡرُ صَالِحٍ ٭۫ۖ فَلَا تَسۡـَٔلۡنِ مَا لَـیۡسَ لَکَ بِہٖ عِلۡمٌ
ؕ اِنِّیۡۤ اَعِظُکَ اَنۡ تَکُوۡنَ مِنَ
الۡجٰہِلِیۡنَ ﴿﴾ قَالَ رَبِّ
اِنِّیۡۤ اَعُوۡذُ بِکَ اَنۡ اَسۡـَٔلَکَ
مَا لَـیۡسَ لِیۡ بِہٖ عِلۡمٌ ؕ وَ اِلَّا تَغۡفِرۡ لِیۡ وَ تَرۡحَمۡنِیۡۤ اَکُنۡ
مِّنَ الۡخٰسِرِیۡنَ ﴿﴾
Dan
difirmankan: “Hai bumi, telanlah air engkau,
dan hai langit, hentikanlah hujan.” Maka air pun surut dan perintah
itu selesai, dan bahtera itu pun berlabuh di atas Al-Judi.
dan dikatakan: “Kebinasaanlah bagi
orang-orang yang zalim!” Dan Nuh berseru kepada Tuhan-nya dan berkata: “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya anakku termasuk
keluargaku, dan sesungguhnya janji
Engkau benar, dan Engkau adalah
Ha-kim yang paling adil di antara semua
hakim.” Allah berfirman: “Hai Nuh, sesungguhnya ia tidak termasuk
keluarga engkau, sesungguhnya ia
seorang yang amalnya tidak
baik, karena itu janganlah meminta kepada-Ku sesuatu yang
engkau tidak mengetahuinya. Aku
memberikan nasihat engkau supaya engkau jangan termasuk orang-orang yang jahil (tuna pengetahuan).” Ia, Nuh, berkata: “Ya Tuhan, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau
sesuatu yang aku tidak mengetahuinya, dan jika
Engkau tidak meng-ampuniku dan tidak
mengasihani-ku, tentu aku akan
termasuk orang-orang yang merugi.” (Hūd [11]:45-48).
Pegunungan Al-Judi,
menurut Yaqut-al-Hamwi, merupakan
rangkaian gunung pada sebelah timur sungai Tigris (Dajlah) di provinsi Mosul
(Mu’jam). Menurut Sale “Al-Judi” adalah
salah sebuah dari gunung-gunung yang di selatan memisahkan Armenia dari
Mesopotamia dan dari bagian Assiria yang didiami oleh kaum Kurdi, yang darinya
gunung itu memperoleh nama Kardu atau Gardu, tetapi orang-orang Yunani
mengubahnya menjadi Gordyoei .... Riwayat yang menyatakan bahwa bahtera itu
telah terdampar dan berada di gunung itu tentu sangat tua karena hal itu
merupakan riwayat turun temurun kaum
Chaldea sendiri (Borosus, apud Yosef, Antiq.....).
Reruntuhan bahtera itu dapat disaksikan di sana di zaman Epiphanius —- dan
kepada kita diceritakan bahwa Kaisar Heraclius berangkat dari kota Tamanin ke
gunung Al-Judi dan mengunjungi tempat bahtera itu. Di sana dahulu ada pula
sebuah biara terke-nal yang disebut “Biara Bahtera”. Di atas salah sebuah
dari pegunungan itu kaum Nstoria lazim
merayakan hari raya di tempat yang
menurut anggapan mereka bahtera itu bersandar, tetapi pada tahun 776 M
biara itu hancur karena petir.” (Sale, hlm. 179-180)....
“Judi adalah gugusan gunung
tinggi di distrik Bohtan, kira-kira 5 mil di timurt-laut Jazirah Ibn ‘Umar pada
posisi 37o30’ LU (Lintang Utara). Judi mendapat kemasyhuran itu dari
sejarah Mesopotamia, yang disebut sebagai tempat di mana bahtera Nuh itu telah
bersandar dan bukan gunung Ararat...Keterangan-keterangan dari Kitab-kitab suci
yang lebih tua menetapkan gunung yang sekarang disebut Judi itu, atau menurut
sumber-sumber Kristen, pegunungan Ordyene — sebagai tampat terdamparnya bahtera
Nuh” (Encyclopaedia of Islam
jld. I, hlm. 1059). Sejarah Babil pun menetapkan letaknya gunung Al-Judi itu di Armenia (Jewish Encyclopaedia,
pada “Ararat”) dan Bible mengakui bahwa Babil
adalah tempat keturunan Nabi Nuh a.s. pernah tinggal (Kejadian 11:9).
Keluarga Nabi Nuh a.s. yang Hakiki
Menurut
ayat ini yang dianggap sebagai keluarga Nabi Nuh a.s.. hanyalah orang-orang yang
mengadakan pertalian (hubungan) sejati
dengan Allah Swt. melalui beliau. Kata pengganti hu dalam innahu
dapat pula menunjuk kepada doa Nabi Nuh a.s. . untuk anaknya yang durhaka, yang amalnya ghair saleh yakni tidak baik:
قَالَ یٰنُوۡحُ
اِنَّہٗ لَیۡسَ مِنۡ اَہۡلِکَ ۚ
اِنَّہٗ عَمَلٌ غَیۡرُ صَالِحٍ ٭۫ۖ فَلَا تَسۡـَٔلۡنِ مَا لَـیۡسَ لَکَ
بِہٖ عِلۡمٌ ؕ اِنِّیۡۤ اَعِظُکَ اَنۡ
تَکُوۡنَ مِنَ الۡجٰہِلِیۡنَ ﴿﴾ قَالَ رَبِّ اِنِّیۡۤ اَعُوۡذُ بِکَ اَنۡ اَسۡـَٔلَکَ مَا لَـیۡسَ لِیۡ
بِہٖ عِلۡمٌ ؕ وَ اِلَّا تَغۡفِرۡ لِیۡ وَ تَرۡحَمۡنِیۡۤ اَکُنۡ
مِّنَ الۡخٰسِرِیۡنَ ﴿﴾
Allah berfirman: “Hai Nuh, sesungguhnya ia tidak termasuk
keluarga engkau, sesungguhnya ia
seorang yang amalnya tidak
baik, karena itu janganlah meminta kepada-Ku sesuatu yang
engkau tidak mengetahuinya. Aku
memberikan nasihat engkau supaya engkau jangan termasuk orang-orang yang jahil (tuna pengetahuan).” Ia, Nuh, berkata: “Ya Tuhan, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau
sesuatu yang aku tidak mengetahuinya, dan jika
Engkau tidak meng-ampuniku dan tidak
mengasihani-ku, tentu aku akan
termasuk orang-orang yang merugi.” (Hūd [11]:47-48).
‘Amalun (secara harfiah berarti suatu perbuatan) di
sini berarti dzu ‘amalin yaitu si pelaku.. Pemakaian masdar
sebagai fa’il dengan maksud dengan maksud mem-perkuat arti merupakan
hal-hal yang sesuai dengan gahaya bahasa Arab. Lihat pula QS.2:178 di mana birr (harfiah kesalehan) berarti orang-orang yang
saleh. Seorang ahli syair Arab mengatakan mengenai unta betinanya: innama
hiya iqbalun wa iddbaru, yakni ia (unta betina itu) demikian gelisah
sehingga ia menjadi gerak mundur-maju
sendiri, artinya seolah-olah menjadi penjelmaan gerak mundur-maju) itu.
Nabi Nuh
a.s. tidak berbuat dosa dengan mengatakan bahwa anak laki-laki beliau yang ditenggelamkan
oleh banjir dahsyat -- itu termasuk keluarganya,
hal itu hanya merupakan kekeliruan pertimbangan
yang biasa ada pada manusia, namun
demikian beliau membaca istighfar juga, hal itu menunjukkan bahwa
ucapan istighfar tidak seharusnya merupakan bukti adanya perbuatan dosa. Istighfar itu
dapat diucapkan pula untuk memohon
perlindungan terhadap akibat buruk
dari kelemahan-kelemahan manusiawi
atau akibat buruk dari kekeliruan dalam pertimbangan dan penilaian.
Keberkatan Keturunan
Nabi Nuh a.s. & Keturunan
Orang-orang yang Beriman Kepada Nabi Nuh a.s.
Setelah bahtera Nabi Nuh a.s. bersandar di atas puncak gunung al-Judi, selanjutnya Allah Swt. berfirman:
قِیۡلَ یٰنُوۡحُ اہۡبِطۡ بِسَلٰمٍ مِّنَّا وَ بَرَکٰتٍ عَلَیۡکَ وَ عَلٰۤی
اُمَمٍ مِّمَّنۡ مَّعَکَ ؕ وَ اُمَمٌ
سَنُمَتِّعُہُمۡ ثُمَّ یَمَسُّہُمۡ مِّنَّا عَذَابٌ اَلِیۡمٌ ﴿﴾
Difirmankan:
“Hai Nuh, turunlah dengan keselamatan dan keberkatan dari Kami atas diri engkau dan atas umat yang akan dilahirkan dari mereka yang beserta engkau, sedangkan umat
lain segera Kami akan memberikan perbekalan untuk sementara
waktu kemudian azab yang pedih dari Kami akan menimpa mereka.”
(Hūd
[11]:49).
Ayat ini menunjukkan bahwa selain keturunan Nabi Nuh a.s. ,
juga keturunan orang-orang yang beriman yang ada beserta beliau dalam bahtera itu diselamatkan dari air bah dan mereka itu memperoleh kesejahteraan serta berkembang-biak. Para sarjana sekarang mendukung pendapat bahwa kebanyakan penduduk bumi ini adalah keturunan Nabi Nuh a.s..
Cerita mengenai air bah itu
dengan beberapa corak yang berbeda terdapat dalam riwayat dan kepustakaan
berbagai negeri (Encyclopaedia of
Religions & Ethics;
Encyclopaedia Britannia, pada kata “Deluge”). Malapetaka itu nampaknya terjadi di sekitar masa terbitnya peradaban
manusia.
Merupakan kenyataan sejarah yang
terkenal bahwa bilamana suatu kaum
yang agak lebih maju dalam kebudayaan
dan peradaban datang menetap di suatu
daerah, mereka memusnahkan atau sangat melemahkan penduduk daerah yang peradabannya
terbelakang.
Jadi agaknya ketika keturunan Nabi Nuh a.s. dan keturunan para sahabat beliau, yang merupakan pembina
peradaban manusia, menyebar ke daerah-daerah lain, dan karena mereka lebih besar kekuatannya daripada
penghuni yang sudah ada di sana, mereka melenyapkan
penghuni yang sudah ada itu atau melebur
mereka. Dengan demikian, niscaya mereka tetap memasukkan ke dalam semua daerah yang mereka taklukkan itu adat dan kebiasaan mereka sendiri, dan sebagai akibatnya ceritera mengenai air bah itu dengan
sendirinya masuk pula ke daerah-daerah
lain.
Tetapi dengan berlalunya waktu,
para pendatang itu terputus perhubungannya dengan tanah air mereka sendiri yang semula, dan sebagai akibatnya bencana itu dipandang sebagai kejadian
setempat, dengan membawa akibat nama-nama
orang dan tempat di daerah itu
menggantikan nama-nama aslinya, maka
dengan demikian peristiwa air bah itu
bukanlah suatu malapetaka yang melanda seluruh bumi, dan juga
ceritera-ceritera yang berasal dari berbagai daerah itu hendaknya jangan
dipandang mengisyaratkan kepada peristiwa-peristiwa
air bah yang masing-masing secara terpisah.
Pihak yang “Menertawakan”
menjadi Pihak yang “Ditertawakan”
Perhatikan perbedaan nasib
akhir dari pihak Nabi Nuh a.s. dan orang-orang yang beriman --
yang didustakan serta dihina oleh para pemuka
kaum Nabi Nuh a.s. yang bersikap takabur
dan membanggakan status sosial serta kekayaan
duniawi serta anak keturunan mereka (QS.11:26-28) serta yang mentertawakan danm memperolok-olok
Nabi Nuh a.s. ketika beliau sedang membuat perahu
(QS.11:39-40) -- dan nasib
akhir yang menimpa kaum yang takabur tersebut,
pihak yang dihinakan “bahteranya berlabuh
di atas sebuah puncak gunung”,
sedangkan pihak yang menghina dan takabur binasa dengan penuh kehinaan tanpa penghormatan
dan kehormatan dan tanpa ratap tangis.
Dengan demikian sempurnaan ucapan Nabi Nuh a.s. sebelumnya kepada
para pemuka kaumnya yang menertawakan
dan memperolok-olok beliau,
firman-Nya:
وَ یَصۡنَعُ
الۡفُلۡکَ ۟ وَ کُلَّمَا مَرَّ عَلَیۡہِ مَلَاٌ مِّنۡ قَوۡمِہٖ سَخِرُوۡا مِنۡہُ ؕ قَالَ اِنۡ تَسۡخَرُوۡا مِنَّا فَاِنَّا
نَسۡخَرُ مِنۡکُمۡ کَمَا تَسۡخَرُوۡنَ ﴿ؕ﴾ فَسَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ ۙ مَنۡ یَّاۡتِیۡہِ عَذَابٌ یُّخۡزِیۡہِ وَ یَحِلُّ
عَلَیۡہِ عَذَابٌ مُّقِیۡمٌ ﴿﴾
Dan ia (Nuh)
mulai membuat bahtera itu, dan setiap kali pemuka-pemuka kaumnya sedang
melewatinya, mereka itu menertawakannya.
Ia (Nuh) berkata: “Jika kini kamu mentertawakan kami maka saat itu akan datang ketika kami pun akan mentertawakan kamu,
seperti kamu mentertawakan kami,
maka segera kamu akan mengetahui siapa yang kepadanya akan datang azab yang akan
menistakannya, dan kepada siapa akan
menimpa azab yang tetap.” (Hūd [11]:39-40).
Nubuatan yang Berulang di Akhir
Zaman ini
Selanjutnya Allah Swt. berfirman kepada
Nabi Besar Muhammad saw. berkenaan dengan kisah Nabi Nuh a.s. dan kaumnya
tersebut:
تِلۡکَ مِنۡ
اَنۡۢبَآءِ الۡغَیۡبِ نُوۡحِیۡہَاۤ
اِلَیۡکَ ۚ مَا کُنۡتَ تَعۡلَمُہَاۤ
اَنۡتَ وَ لَا قَوۡمُکَ مِنۡ قَبۡلِ ہٰذَا ؕۛ فَاصۡبِرۡ ؕۛ اِنَّ
الۡعَاقِبَۃَ لِلۡمُتَّقِیۡنَ ﴿﴾
Itulah dari
antara kabar-kabar gaib yang Kami telah mewahyukannya kepada engkau. Engkau sama sekali tidak mengetahuinya sebelum ini dan tidak pula kaum engkau maka bersabarlah, sesungguhnya kesudahan yang baik itu bagi orang-orang yang bertakwa. (Hud
[11]:49-50).
Penuturan Al-Quran mengenai hal ihwal berbagai
nabi tidaklah dimaksudkan hanya sekedar ceritera selingan belaka.
Riwayat-riwayat itu dicantumkan dalam Al-Quran karena menunjuk kepada peristiwa-peristiwa yang serupa, dan
yang akan terjadi dalam kehidupan Nabi
Besar Muhammad saw. sendiri, dan juga di Akhir Zaman ini.
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 15 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar