بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 114
Hubungan Pembunuhan
Unta Betina Nabi Shalih a.s. dengan Turunnya Azab Ilahi &
Hakikat Sumpah
Allah Swt. dalam Al-Quran
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam bagian akhir Bab
sebelumnya telah dikemukakan mengenai
nasib malang dan kehinaan yang menimpa orang-orang yang mendustakan dan menentang Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka (QS.7:35-37) -- termasuk yang mendustakan Rasul Akhir Zaman (QS.61:10) -- serta akibat
buruk yang menimpa mereka berupa
merebaknya berbagai jenis azab Ilahi,
sebagaimana yang terjadi di Akhir Zaman
ini, firman-Nya:
قُلۡ
ہُوَ الۡقَادِرُ عَلٰۤی اَنۡ یَّبۡعَثَ عَلَیۡکُمۡ عَذَابًا مِّنۡ
فَوۡقِکُمۡ اَوۡ مِنۡ تَحۡتِ اَرۡجُلِکُمۡ اَوۡ یَلۡبِسَکُمۡ شِیَعًا وَّ یُذِیۡقَ
بَعۡضَکُمۡ بَاۡسَ بَعۡضٍ ؕ اُنۡظُرۡ کَیۡفَ نُصَرِّفُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّہُمۡ
یَفۡقَہُوۡنَ﴿﴾ وَ کَذَّبَ بِہٖ قَوۡمُکَ وَ ہُوَ الۡحَقُّ ؕ قُلۡ
لَّسۡتُ عَلَیۡکُمۡ بِوَکِیۡلٍ ﴿ؕ﴾ لِکُلِّ نَبَاٍ
مُّسۡتَقَرٌّ ۫ وَّ سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Katakanlah:
“Dia-lah Yang berkuasa mengirimkan azab
kepada kamu dari atasmu atau dari
bawah kakimu atau mencampur-baurkan
kamu menjadi golongan-golongan yang saling berselisih dan membuat sebagian kamu merasakan keganasan
sebagian yang lain.” Lihatlah bagaimana Kami membentangkan Tanda-tanda supaya mereka mengerti. Dan kaum engkau telah
mendustakannya, padahal itu adalah kebenaran. Katakanlah: ”Aku sekali-kali bukan penanggungjawab atas kamu.” Bagi tiap kabar gaib ada masa yang tertentu, dan kamu segera
akan mengetahui. (Al-An’ām [6]:66-68).
mendustakannya, padahal itu adalah kebenaran. Katakanlah: ”Aku sekali-kali bukan penanggungjawab atas kamu.” Bagi tiap kabar gaib ada masa yang tertentu, dan kamu segera
akan mengetahui. (Al-An’ām [6]:66-68).
Bermacam-macam
Azab Ilahi
“Azab dari atas” maknanya: kelaparan,
gempa bumi, air bah, taufan, penin-dasan terhadap golongan yang lemah oleh yang
kuat, penderitaan mental, dan sebagainya, dan “siksaan dari bawah” berarti: penyakit-penyakit, wabah,
pemberontakan orang-orang bawahan, dan sebagainya.
Kemudian
ada hukuman (azab) berupa kekacauan, perpecahan-perpecahan dan perselisihan
yang kadang-kadang berakhir dalam perang
saudara. Hal demikian ini diisyaratkan dalam kata-kata membuat sebagian
kamu merasakan keganasan sebagian yang lain.
Kata ganti “nya”
dalam
kalimat “Dan kaum
engkau telah mendustakannya” menunjuk
kepada: (1) perkara yang sedang dibahas; (2) Al-Quran; (3) azab Ilahi. Jika
kita ambil arti yang terakhir (azab Ilahi), maka kata-kata “padahal itu
adalah kebenaran” akan berarti bahwa azab
yang dijanjikan pasti akan tiba, dan
benar-benar telah tiba di Akhir Zaman
ini.
Ayat “Bagi
tiap kabar gaib ada masa yang tertentu,
dan kamu segera akan mengetahui” itu berarti bahwa Allah Swt. sesuai dengan hikmah-Nya yang tidak dapat salah itu, telah menentukan satu saat penggenapan setiap kabar gaib. Maka azab yang telah dijanjikan kepada
orang-orang yang menolak kebenaran
akan datang juga pada saatnya yang tepat.
Dan menurut SunnatulLāh,
Allah Swt. tidak pernah menimpakan azab kepada suatu kaum – bagaimana pun sesat dan zalim serta jahilnya
mereka itu – sebelum terlebih dahulu
kepada kaum tersebut diutus Rasul Allah
sebagai “pemberi kabar gembira” dan “pemberi peringatan”, agar tidak ada alasan bagi mereka untuk menyalahkan Allah Swt., firman-Nya:
یٰمَعۡشَرَ
الۡجِنِّ وَ الۡاِنۡسِ اَلَمۡ یَاۡتِکُمۡ
رُسُلٌ مِّنۡکُمۡ یَقُصُّوۡنَ عَلَیۡکُمۡ اٰیٰتِیۡ وَ یُنۡذِرُوۡنَکُمۡ لِقَآءَ یَوۡمِکُمۡ ہٰذَا ؕ قَالُوۡا شَہِدۡنَا عَلٰۤی اَنۡفُسِنَا وَ غَرَّتۡہُمُ الۡحَیٰوۃُ الدُّنۡیَا وَ شَہِدُوۡا عَلٰۤی اَنۡفُسِہِمۡ اَنَّہُمۡ کَانُوۡا کٰفِرِیۡنَ ﴿﴾ ذٰلِکَ اَنۡ لَّمۡ یَکُنۡ رَّبُّکَ
مُہۡلِکَ الۡقُرٰی بِظُلۡمٍ وَّ اَہۡلُہَا غٰفِلُوۡنَ ﴿﴾
”Hai
golongan jin dan ins (manusia), tidakkah telah datang kepada kamu
rasul-rasul dari antara kamu yang menceriterakan
kepadamu Tanda-tanda-Ku dan memperingatkan
kamu mengenai pertemuan pada harimu ini?” Mereka berkata: “Kami
menjadi saksi atas diri kami sendiri.” Tetapi kehidupan dunia telah memperdayakan mereka, dan mereka
telah menjadi saksi atas diri mereka sendiri bahwa sesungguhnya mereka adalah orang-orang kafir. Yang
demikian itu karena Tuhan engkau tidak
pernah membinasakan negeri-negeri secara zalim padahal penduduknya
dalam keadaan lengah. (Al-An’ām
[6]:131-132).
Pengutusan Rasul Allah Sebelum Terjadinya Azab-azab Ilahi
Allah Swt.
tidak pernah menurunkan azab yang bersifat umum
sebelum Dia terlebih dahulu memperingatkan
umat-manusia mengenai azab yang
sedang mengancam dengan terlebih dulu
membangkitkan (mengutus) seorang pemberi peringatan, yakni Rasul Allah. Azab yang disebut di sini ialah azab yang bersifat umum seperti: gempa
bumi, peperangan yang membinasakan, wabah, dan sebagainya yang melanda seluruh
kaum, firman-Nya:
مَنِ اہۡتَدٰی فَاِنَّمَا یَہۡتَدِیۡ لِنَفۡسِہٖ ۚ وَ مَنۡ ضَلَّ فَاِنَّمَا یَضِلُّ عَلَیۡہَا ؕ وَ لَا تَزِرُ
وَازِرَۃٌ وِّزۡرَ اُخۡرٰی ؕ وَ مَا
کُنَّا مُعَذِّبِیۡنَ حَتّٰی
نَبۡعَثَ رَسُوۡلًا ﴿﴾ وَ اِذَاۤ اَرَدۡنَاۤ اَنۡ نُّہۡلِکَ قَرۡیَۃً اَمَرۡنَا مُتۡرَفِیۡہَا فَفَسَقُوۡا فِیۡہَا فَحَقَّ
عَلَیۡہَا
الۡقَوۡلُ فَدَمَّرۡنٰہَا تَدۡمِیۡرًا ﴿﴾
Barangsiapa telah mendapat
petunjuk maka sesungguhnya petunjuk itu untuk faedah
dirinya, dan barangsiapa sesat maka kesesatan
itu hanya kemudaratan atas dirinya, dan tidak
ada pemikul beban akan memikul beban orang lain. Dan Kami
tidak menimpakan azab hingga Kami terlebih dahulu mengirimkan seorang rasul. Dan apabila Kami hendak membinasakan suatu kota,
Kami terlebih dahulu memerintahkan warganya yang hidup mewah untuk
me-nempuh kehidupan yang saleh, tetapi mereka durhaka di dalamnya, maka
berkenaan dengan kota itu firman Ka-mi menjadi sempurna lalu Kami menghancur-leburkannya. (Bani
Israil [17]:16-17).
Terjadinya azab Ilahi bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan
terbit dan timbul dari dalam diri manusia sendiri. Pada hakikatnya siksaan-siksaan neraka dan ganjaran-ganjaran surga akan hanya
merupakan sekian banyak perwujudan
dan penjelmaan perbuatan manusia — baik atau buruk — yang pernah dilakukannya
dalam kehidupan ini.
Jadi, dalam kehidupan di dunia ini manusia
menjadi perancang nasibnya sendiri, dan seolah-olah pada kehidupan yang akan datang (akhirat) ia sendiri akan menjadi pengganjar dan penghukum
terhadap dirinya sendiri. Sehubungan ayat وَ مَا کُنَّا مُعَذِّبِیۡنَ حَتّٰی نَبۡعَثَ رَسُوۡلًا “Dan Kami tidak menimpakan azab hingga Kami terlebih
dahulu mengirimkan seorang rasul“,
di Akhir Zaman ini dunia telah
menyaksikan wabah-wabah, kelaparan-kelaparan, peperangan-peperangan, gempa-gempa
bumi, serta malapetaka lainnya, yang serupa itu belum pernah terjadi
sebelumnya, dan datangnya begitu bertubi-tubi, sehingga kehidupan manusia telah
dirasakan pahit karenanya. Sebelum malapetaka-malapetaka
dan bencana-bencana menimpa bumi ini,
sudah selayaknya Allah Swt. membangkitkan
seorang Rasul Allah sebagai Pemberi peringatan.
Supaya Tidak Ada Alasan Bagi
Manusia
Untuk Menyalahkan Allah
Swt.
Ada pun
yang dimaksud dengan kata qaryah (kota) dalam ayata “apabila Kami hendak
membinasakan suatu kota“ dimaksudkan ibukota, yaitu kota yang
berperan sebagai metropolis atau pusat kebudayaan dan politik bagi kota-kota lain. Ada pun
tujuan dari pengutusan Rasul Allah yang berperang sebagai pembawa
kabar gembira (basyīran) dan pemberi peringatan (nadzīran) adalah agar tidak ada alasan bagi manusia untuk menyalahkan Allah Swt. mengenai terjadinya berbagai azab Ilahi yang menimpa mereka, firman-Nya:
وَ قَالُوۡا
لَوۡ لَا یَاۡتِیۡنَا بِاٰیَۃٍ مِّنۡ رَّبِّہٖ ؕ اَوَ لَمۡ تَاۡتِہِمۡ بَیِّنَۃُ مَا فِی الصُّحُفِ الۡاُوۡلٰی ﴿﴾ وَ لَوۡ اَنَّـاۤ
اَہۡلَکۡنٰہُمۡ بِعَذَابٍ مِّنۡ قَبۡلِہٖ لَقَالُوۡا رَبَّنَا لَوۡ
لَاۤ اَرۡسَلۡتَ اِلَیۡنَا رَسُوۡلًا فَنَتَّبِعَ اٰیٰتِکَ مِنۡ
قَبۡلِ اَنۡ نَّذِلَّ وَ
نَخۡزٰی ﴿﴾ قُلۡ
کُلٌّ مُّتَرَبِّصٌ فَتَرَبَّصُوۡا ۚ فَسَتَعۡلَمُوۡنَ مَنۡ اَصۡحٰبُ الصِّرَاطِ السَّوِیِّ وَ مَنِ
اہۡتَدٰی ﴿﴾٪
Dan
mereka berkata: "Mengapakah ia (Rasul
Allah) tidak mendatangkan kepada kami
suatu Tanda dari Tuhan-nya?" Bukankah telah datang kepada mereka bukti yang jelas apa yang ada dalam
lembaran-lembaran terdahulu? Dan seandainya Kami membinasakan mereka dengan
azab sebelum ini niscaya mereka akan
berkata: "Ya Tuhan kami, mengapakah Engkau tidak mengirimkan kepada kami seorang
rasul supaya kami mengikuti Ayat-ayat Engkau sebelum kami di-rendahkan dan
dihinakan?" Katakanlah: "Setiap
orang sedang menunggu maka kamu
pun tunggulah, lalu segera kamu akan mengetahui siapakah yang
ada pada jalan yang lurus dan siapa
yang mengikuti petunjuk dan siapa yang tidak.” (Thā Hā[20]:134-136).
Lihat pula QS.26:209; QS.28:60.
SunnatulLāh itulah yang sedang terjadi
di Akhir Zaman ini sehubungan dengan pendustaan dan penentangan serta kezaliman
yang tengah dilakukan terhadap Mirza
Ghulam Ahmad a.s. dan Jemaat
Ahmadiyah. Penderitaan dan kerugian fisik
(materi) – mesjid-mesjid, rumah-rumah; bangunan-bangunan dan harta
dll -- yang dialami oleh Jemaat Ahmadiyah adalah hasil perbuatan tangan manusia, tetapi kehancuran yang menimpa umumnya umat
manusia dan umat beragama di berbagai kawasan dunia di Akhir
Zaman ini sepenuhnya adalah
merupakan “perbuatan Tangan Allah Swt.
Sendiri”, bukan perbuatan tangan
orang-orang Ahmadiyah, yang memegang motto Love for All Hatred for None (Cinta untuk semuanya, tidak ada kebencian
bagi siapa pun pun), sesuai dengan sifat Rahmatan-lil
‘ālamīn (rahmat bagi seluruh alam) Nabi Besar Muhammad saw. (QS.21:108).
Hakikat Persumpahan Allah Swt. dalam Al-Quran
Dengan demikian benarlah firman-Nya berikut ini
mengenai azab Ilahi yang menimpa kaum
Tsamud yang telah mendustakan dan menentang Nabi Shalih a.s. dimana Allah Swt. sama sekali tidak peduli dengan akibat-akibat buruk berkepanjangan
dari azab-azab Ilahi yang
ditimpakan-Nya tersebut:
کَذَّبَتۡ
ثَمُوۡدُ بِطَغۡوٰىہَاۤ ﴿۪ۙ﴾ اِذِ
انۡۢبَعَثَ اَشۡقٰہَا ﴿۪ۙ﴾ فَقَالَ لَہُمۡ
رَسُوۡلُ اللّٰہِ نَاقَۃَ اللّٰہِ وَ سُقۡیٰہَا ﴿ؕ﴾ فَکَذَّبُوۡہُ
فَعَقَرُوۡہَا ۪۬ۙ فَدَمۡدَمَ عَلَیۡہِمۡ
رَبُّہُمۡ بِذَنۡۢبِہِمۡ
فَسَوّٰىہَا ﴿۪ۙ﴾ وَ لَا یَخَافُ
عُقۡبٰہَا﴿﴾
Kaum Tsamud
mendustakan disebabkan kedurhakaannya, ketika bangkit orang yang paling buruk nasibnya
di antara mereka, maka rasul
Allah berkata kepada mereka: “Biarkanlah
unta betina Allah, dan jangan
merintangi minumnya.” Lalu mereka
mendustakannya dan memotong urat
keting unta betina itu, maka Tuhan
mereka membinasakan mereka karena dosa mereka, kemudian Dia menjadikannya sama rata, dan Dia
tidak takut akan akibatnya. “ (Asy-Syams [91]:12-19).
Apabila
suatu kaum ditimpa kemurkaan Allah Swt. dan jadi binasa maka Tuhan tidak
mempedulikan orang-orang yang selamat dari kebinasaan, atau maknanya ialah, Allah Swt.
tidak mempedulikan nasib buruk apa
yang akan menimpa mereka selanjutnya, dan tidak ada alasan bagi siapa pun untuk
menyalahkan sikap tidak peduli Allah
Swt. tersebut, karena sebelumnya Allah Swt. telah mengirimkan kepada mereka
seorang Rasul Allah sebagai sebagai pembawa
kabar gembira (basyīran) dan pemberi peringatan (nadzīran) namun mereka mendustakan dan menentangnya
secara jahil dan zalim.
Mungkin
timbul pertanyaan: Apa hubungan antara membunuh
unta milik Nabi Shalih a.s. oleh para pemuka
kaum Tsamud yang zalim dengan
turunnya azab Ilahi yang sangat mengerikan yang menimpa mereka? Sebelum
ayat-ayat mengenai kebinasaan yang menimpa kaum
Tsamud -- akibat membunuh unta betina Nabi Shalih a.s. --
tersebut Allah Swt. berfirman:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ
الرَّحِیۡمِ﴿﴾ وَ الشَّمۡسِ وَ ضُحٰہَا
۪ۙ﴿﴾ وَ الۡقَمَرِ
اِذَا تَلٰىہَا ۪ۙ﴿﴾ وَ النَّہَارِ
اِذَا جَلّٰىہَا ۪ۙ﴿﴾ وَ الَّیۡلِ اِذَا یَغۡشٰىہَا ۪ۙ﴿﴾
Aku baca
dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha
Penyayang. Demi matahari dan dhuhā
(sinarnya di pagi hari), Dan demi bulan apabila ia mengikutinya, dan demi
siang apabila ia menzahirkan kemegahannya, dan demi malam apabila ia menutupinya,
(Asy-Syams
[91]:1-5).
Huruf wau
berarti: juga; maka; sedangkan;
sementara itu; pada waktu itu juga; bersama-sama; dengan; namun; tetapi. Huruf
itu mempunyai arti yang sama dengan kata rubba, yaitu seringkali;
kadang-kadang; barangkali. Huruf itu pun merupakan huruf persumpahan, yang berarti “demi” atau “aku bersumpah” atau “aku
kemukakan sebagai saksi” (Aqrab-ul-Mawarid
dan Lexicon Lane). Wau
telah dipakai dalam ayat ini dan dalam dua ayat berikutnya dalam arti “demi,” atau “aku bersumpah,” atau “aku
kemukakan sebagai saksi.”
Dalam
Al-Quran Allah Swt. telah bersumpah
atas nama wujud-wujud atau benda-benda tertentu atau telah menyebut
wujud-wujud dan benda-benda itu sebagai saksi.
Biasanya, bila seseorang mengambil sumpah
dan bersumpah dengan nama Allah maka tujuannya ialah mengisi kelemahan persaksian yang kurang cukup atau menambah bobot atau meyakinkan
pernyataannya.
Dengan
berbuat demikian ia memanggil Allah
Swt. sebagai saksi bahwa ia mengucapkan hal yang benar, bila tidak ada orang
lain dapat memberikan persaksian atas
kebenaran pernyataannya. Tetapi
tidaklah demikian halnya dengan sumpah-sumpah
Allah Swt. dalam Al-Quran. Bilamana Al-Quran mempergunakan
bentuk demikian maka kebenaran pernyataan
yang dibuatnya itu tidak diusahakan dibuktikan dengan suatu pernyataan belaka melainkan dengan dalil kuat yang terkandung dalam sumpah itu sendiri.
Kadang-kadang
sumpah-sumpah itu menunjuk kepada hukum alam yang nyata dan dengan
sendirinya menarik perhatian kepada apa yang dapat diambil arti, yaitu hukum-hukum ruhani dari apa yang nyata. Tujuan sumpah Al-Quran lainnya ialah menyatakan
suatu nubuatan yang dengan menjadi
sempurnanya membuktikan kebenaran
Al-Quran. Demikianlah halnya di sini.
Jadi, sumpah-sumpah Allah Swt. dalam Al-Quran
mengandung makna yang mendalam. Hukum Allah
menampakkan dua segi perbuatan-Nya, yaitu yang nyata dan yang tersirat.
Segi pertama dapat diketahui dengan mudah – contohnya tatanan alam semesta -- tetapi dalam memahami yang terakhir ada kemungkinan bisa keliru.
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 1 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar