Selasa, 07 Mei 2013

Hubungan "Pembunuhan Unta Betina Nabi Shalih a.s." dengan Turunnya "Azab Ilahi" & Hakikat "Sumpah" Allah Swt. dalam Al-Quran




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 114


 Hubungan Pembunuhan Unta Betina Nabi Shalih a.s. dengan Turunnya Azab Ilahi &
Hakikat Sumpah Allah Swt. dalam Al-Quran  

 Oleh

 Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam   bagian akhir  Bab  sebelumnya  telah dikemukakan  mengenai   nasib malang dan kehinaan yang menimpa orang-orang yang mendustakan dan menentang Rasul Allah  yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka (QS.7:35-37)  -- termasuk yang mendustakan Rasul Akhir Zaman (QS.61:10) -- serta akibat buruk yang menimpa mereka  berupa merebaknya berbagai jenis azab Ilahi, sebagaimana yang terjadi di Akhir Zaman ini, firman-Nya:
قُلۡ ہُوَ  الۡقَادِرُ عَلٰۤی  اَنۡ یَّبۡعَثَ عَلَیۡکُمۡ عَذَابًا مِّنۡ فَوۡقِکُمۡ اَوۡ مِنۡ تَحۡتِ اَرۡجُلِکُمۡ اَوۡ یَلۡبِسَکُمۡ شِیَعًا وَّ یُذِیۡقَ بَعۡضَکُمۡ بَاۡسَ بَعۡضٍ ؕ اُنۡظُرۡ کَیۡفَ نُصَرِّفُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّہُمۡ یَفۡقَہُوۡنَ﴿﴾  وَ کَذَّبَ بِہٖ قَوۡمُکَ وَ ہُوَ الۡحَقُّ ؕ قُلۡ لَّسۡتُ عَلَیۡکُمۡ  بِوَکِیۡلٍ ﴿ؕ﴾  لِکُلِّ نَبَاٍ  مُّسۡتَقَرٌّ ۫ وَّ سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Katakanlah: “Dia-lah Yang berkuasa mengirimkan azab kepada kamu dari atasmu atau dari bawah kakimu atau mencampur-baurkan kamu menjadi golongan-golongan yang saling berselisih dan membuat sebagian kamu merasakan keganasan sebagian yang lain.” Lihatlah bagaimana Kami membentangkan Tanda-tanda supaya mereka mengerti. Dan  kaum engkau telah
mendustakannya, padahal itu adalah kebenaran. Katakanlah:  Aku sekali-kali bukan  penanggungjawab atas kamu.”  Bagi tiap kabar gaib ada masa yang tertentu,  dan kamu segera
akan mengetahui. (Al-An’ām [6]:66-68).

Bermacam-macam Azab Ilahi

      Azab dari atas” maknanya: kelaparan, gempa bumi, air bah, taufan, penin-dasan terhadap golongan yang lemah oleh yang kuat, penderitaan mental, dan sebagainya, dan “siksaan dari bawah” berarti: penyakit-penyakit, wabah, pemberontakan orang-orang bawahan, dan sebagainya.
     Kemudian ada hukuman (azab) berupa kekacauan, perpecahan-perpecahan dan perselisihan yang kadang-kadang berakhir dalam perang saudara. Hal demikian ini diisyaratkan dalam kata-kata membuat sebagian kamu merasakan keganasan sebagian yang lain.
  Kata ganti “nya”  dalam  kalimat “Dan  kaum engkau telah mendustakannya” menunjuk kepada: (1) perkara yang sedang dibahas; (2) Al-Quran; (3) azab Ilahi. Jika kita ambil arti yang terakhir (azab Ilahi), maka kata-kata “padahal itu adalah kebenaran” akan berarti bahwa azab yang dijanjikan pasti akan tiba, dan benar-benar telah tiba di Akhir Zaman ini.
  Ayat “Bagi tiap kabar gaib ada masa yang tertentu,  dan kamu segera akan mengetahui” itu berarti bahwa  Allah Swt.   sesuai dengan hikmah-Nya yang tidak dapat salah itu, telah menentukan satu saat penggenapan setiap kabar gaib. Maka azab yang telah dijanjikan kepada orang-orang yang menolak kebenaran akan datang juga pada saatnya yang tepat.
Dan menurut SunnatulLāh, Allah Swt. tidak pernah menimpakan  azab kepada suatu kaum – bagaimana pun sesat dan zalim serta jahilnya mereka itu – sebelum terlebih dahulu kepada kaum tersebut diutus Rasul Allah sebagai “pemberi kabar gembira” dan “pemberi peringatan”, agar tidak ada alasan bagi mereka untuk menyalahkan Allah Swt., firman-Nya:
یٰمَعۡشَرَ الۡجِنِّ وَ الۡاِنۡسِ اَلَمۡ یَاۡتِکُمۡ رُسُلٌ مِّنۡکُمۡ  یَقُصُّوۡنَ عَلَیۡکُمۡ  اٰیٰتِیۡ  وَ یُنۡذِرُوۡنَکُمۡ  لِقَآءَ  یَوۡمِکُمۡ ہٰذَا ؕ قَالُوۡا شَہِدۡنَا عَلٰۤی اَنۡفُسِنَا وَ غَرَّتۡہُمُ الۡحَیٰوۃُ الدُّنۡیَا  وَ شَہِدُوۡا عَلٰۤی اَنۡفُسِہِمۡ  اَنَّہُمۡ  کَانُوۡا کٰفِرِیۡنَ ﴿﴾  ذٰلِکَ اَنۡ لَّمۡ یَکُنۡ رَّبُّکَ مُہۡلِکَ الۡقُرٰی بِظُلۡمٍ   وَّ  اَہۡلُہَا غٰفِلُوۡنَ ﴿﴾
”Hai golongan jin dan ins (manusia), tidakkah telah datang kepada kamu rasul-rasul dari antara kamu yang menceriterakan kepadamu Tanda-tanda-Ku dan memperingatkan kamu mengenai pertemuan pada harimu ini?” Mereka berkata:  Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri.” Tetapi kehidupan dunia telah memperdayakan mereka, dan  mereka telah menjadi saksi atas diri mereka sendiri bahwa sesungguhnya mereka adalah orang-orang kafir. Yang demikian itu karena Tuhan engkau tidak pernah membinasakan negeri-negeri secara zalim  padahal penduduknya dalam keadaan lengah.  (Al-An’ām [6]:131-132).

Pengutusan Rasul Allah  Sebelum Terjadinya Azab-azab Ilahi

  Allah Swt. tidak pernah menurunkan azab yang bersifat umum sebelum Dia terlebih dahulu memperingatkan umat-manusia mengenai azab yang sedang mengancam dengan terlebih dulu membangkitkan (mengutus) seorang  pemberi peringatan, yakni Rasul Allah.  Azab yang disebut di sini ialah azab yang bersifat umum seperti: gempa bumi, peperangan yang membinasakan, wabah, dan sebagainya yang melanda seluruh kaum, firman-Nya:  
مَنِ اہۡتَدٰی فَاِنَّمَا یَہۡتَدِیۡ لِنَفۡسِہٖ ۚ وَ مَنۡ ضَلَّ فَاِنَّمَا یَضِلُّ عَلَیۡہَا ؕ وَ لَا تَزِرُ وَازِرَۃٌ  وِّزۡرَ  اُخۡرٰی ؕ وَ مَا کُنَّا مُعَذِّبِیۡنَ  حَتّٰی  نَبۡعَثَ  رَسُوۡلًا ﴿﴾  وَ اِذَاۤ  اَرَدۡنَاۤ  اَنۡ نُّہۡلِکَ قَرۡیَۃً  اَمَرۡنَا مُتۡرَفِیۡہَا فَفَسَقُوۡا فِیۡہَا فَحَقَّ عَلَیۡہَا الۡقَوۡلُ  فَدَمَّرۡنٰہَا  تَدۡمِیۡرًا ﴿﴾
Barangsiapa telah mendapat petunjuk maka sesungguhnya petunjuk itu untuk faedah dirinya,  dan barangsiapa sesat maka kesesatan itu hanya kemudaratan atas dirinya,  dan  tidak ada pemikul beban akan memikul beban orang lain. Dan Kami tidak menimpakan azab  hingga Kami  terlebih dahulu mengirimkan seorang rasul.  Dan  apabila Kami   hendak membinasakan suatu kota,  Kami terlebih dahulu memerintahkan warganya yang hidup mewah untuk me-nempuh kehidupan yang saleh, tetapi mereka durhaka di dalamnya, maka berkenaan dengan kota itu firman Ka-mi menjadi sempurna  lalu Kami menghancur-leburkannya. (Bani Israil [17]:16-17).
     Terjadinya azab Ilahi  bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan terbit dan timbul dari dalam diri manusia sendiri. Pada hakikatnya siksaan-siksaan neraka dan ganjaran-ganjaran surga akan hanya merupakan sekian banyak perwujudan dan penjelmaan perbuatan manusia — baik atau buruk — yang pernah dilakukannya dalam kehidupan ini.
     Jadi, dalam kehidupan di dunia ini manusia menjadi perancang nasibnya sendiri, dan seolah-olah pada kehidupan yang akan datang (akhirat)  ia sendiri akan menjadi pengganjar dan penghukum terhadap dirinya sendiri. Sehubungan ayat وَ مَا کُنَّا مُعَذِّبِیۡنَ  حَتّٰی  نَبۡعَثَ  رَسُوۡلًا  Dan  Kami tidak menimpakan azab  hingga Kami  terlebih dahulu mengirimkan seorang rasul“, di Akhir Zaman ini dunia telah menyaksikan wabah-wabah, kelaparan-kelaparan, peperangan-peperangan, gempa-gempa bumi, serta malapetaka lainnya, yang serupa itu belum pernah terjadi sebelumnya, dan datangnya begitu bertubi-tubi, sehingga kehidupan manusia telah dirasakan pahit karenanya. Sebelum malapetaka-malapetaka dan bencana-bencana menimpa bumi ini, sudah selayaknya Allah Swt.  membangkitkan seorang Rasul Allah sebagai Pemberi peringatan.

Supaya Tidak Ada Alasan Bagi Manusia
Untuk Menyalahkan Allah Swt.

     Ada pun yang dimaksud dengan kata qaryah (kota)  dalam ayata “apabila Kami   hendak membinasakan suatu kota   dimaksudkan ibukota, yaitu kota yang berperan sebagai metropolis atau pusat kebudayaan dan politik bagi kota-kota lain. Ada pun tujuan dari pengutusan Rasul Allah yang berperang sebagai  pembawa kabar gembira  (basyīran) dan pemberi peringatan (nadzīran)  adalah agar tidak ada alasan bagi manusia untuk menyalahkan Allah Swt. mengenai terjadinya berbagai azab Ilahi  yang menimpa mereka, firman-Nya:
وَ قَالُوۡا لَوۡ لَا یَاۡتِیۡنَا بِاٰیَۃٍ مِّنۡ رَّبِّہٖ ؕ اَوَ لَمۡ  تَاۡتِہِمۡ بَیِّنَۃُ  مَا فِی الصُّحُفِ  الۡاُوۡلٰی ﴿﴾  وَ لَوۡ اَنَّـاۤ  اَہۡلَکۡنٰہُمۡ بِعَذَابٍ مِّنۡ قَبۡلِہٖ لَقَالُوۡا رَبَّنَا لَوۡ لَاۤ  اَرۡسَلۡتَ  اِلَیۡنَا رَسُوۡلًا فَنَتَّبِعَ اٰیٰتِکَ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ  نَّذِلَّ  وَ  نَخۡزٰی  ﴿﴾  قُلۡ کُلٌّ مُّتَرَبِّصٌ فَتَرَبَّصُوۡا ۚ فَسَتَعۡلَمُوۡنَ مَنۡ  اَصۡحٰبُ الصِّرَاطِ السَّوِیِّ  وَ مَنِ  اہۡتَدٰی ﴿﴾٪
Dan mereka berkata: "Mengapakah ia (Rasul Allah) tidak mendatang­kan kepada kami suatu Tanda dari Tuhan-nya?" Bukankah telah datang kepada mereka bukti yang jelas apa yang ada dalam lembaran-lembaran terdahulu? Dan seandainya Kami membinasakan mereka dengan azab sebelum ini niscaya mereka akan berkata: "Ya Tuhan kami, me­ngapakah   Engkau tidak mengirimkan kepada kami seorang rasul supaya kami mengikuti Ayat-ayat Engkau sebelum kami di-rendahkan dan dihinakan?" Katakanlah: "Setiap orang sedang menunggu maka kamu pun  tunggulah, lalu segera kamu akan mengetahui siapakah yang ada pada jalan yang lurus dan siapa yang mengikuti petunjuk dan siapa yang tidak.” (Thā Hā[20]:134-136). Lihat pula   QS.26:209; QS.28:60.
SunnatulLāh itulah yang sedang terjadi di Akhir Zaman ini sehubungan dengan pendustaan dan penentangan serta kezaliman yang tengah dilakukan terhadap Mirza Ghulam Ahmad a.s. dan Jemaat Ahmadiyah. Penderitaan dan kerugian fisik (materi) – mesjid-mesjid, rumah-rumah; bangunan-bangunan  dan harta dll -- yang dialami oleh Jemaat Ahmadiyah adalah hasil perbuatan tangan manusia, tetapi kehancuran yang menimpa umumnya umat manusia  dan umat beragama  di berbagai kawasan dunia di Akhir Zaman ini  sepenuhnya adalah merupakan “perbuatan Tangan Allah Swt. Sendiri”, bukan perbuatan tangan orang-orang Ahmadiyah, yang  memegang motto Love for All  Hatred for None  (Cinta untuk semuanya, tidak ada kebencian bagi siapa pun pun), sesuai dengan sifat Rahmatan-lil ‘ālamīn (rahmat bagi seluruh alam) Nabi Besar Muhammad saw. (QS.21:108).

Hakikat Persumpahan Allah Swt. dalam Al-Quran

Dengan demikian benarlah firman-Nya berikut ini mengenai azab Ilahi yang menimpa kaum Tsamud yang telah mendustakan dan menentang Nabi Shalih a.s. dimana Allah Swt. sama sekali tidak peduli dengan akibat-akibat buruk berkepanjangan  dari azab-azab Ilahi yang ditimpakan-Nya tersebut:
کَذَّبَتۡ ثَمُوۡدُ  بِطَغۡوٰىہَاۤ  ﴿۪ۙ﴾  اِذِ  انۡۢبَعَثَ  اَشۡقٰہَا ﴿۪ۙ﴾  فَقَالَ لَہُمۡ  رَسُوۡلُ اللّٰہِ نَاقَۃَ اللّٰہِ وَ سُقۡیٰہَا ﴿ؕ﴾  فَکَذَّبُوۡہُ  فَعَقَرُوۡہَا ۪۬ۙ فَدَمۡدَمَ عَلَیۡہِمۡ  رَبُّہُمۡ بِذَنۡۢبِہِمۡ  فَسَوّٰىہَا ﴿۪ۙ﴾  وَ لَا یَخَافُ عُقۡبٰہَا﴿﴾
Kaum Tsamud mendustakan disebabkan kedurhakaannya,   ketika bangkit orang yang paling buruk nasibnya di antara mereka,  maka rasul Allah berkata kepada mereka: “Biarkanlah unta betina Allah,  dan jangan merintangi minumnya.” Lalu mereka mendustakannya dan memotong urat keting unta betina itu, maka Tuhan mereka membinasakan mereka karena dosa mereka, kemudian Dia menjadikannya sama rata,  dan Dia tidak takut akan akibatnya. “ (Asy-Syams [91]:12-19).
 Apabila suatu kaum ditimpa kemurkaan Allah Swt. dan jadi binasa maka Tuhan tidak mempedulikan  orang-orang yang selamat  dari kebinasaan, atau maknanya ialah, Allah Swt. tidak mempedulikan nasib buruk apa yang akan menimpa mereka selanjutnya, dan tidak ada alasan bagi siapa pun untuk menyalahkan sikap tidak peduli Allah Swt. tersebut, karena sebelumnya Allah Swt. telah mengirimkan kepada mereka seorang Rasul Allah sebagai  sebagai  pembawa kabar gembira  (basyīran) dan pemberi peringatan (nadzīran)  namun mereka mendustakan dan menentangnya secara  jahil dan zalim.
Mungkin timbul pertanyaan: Apa hubungan antara membunuh unta milik Nabi Shalih a.s.  oleh para pemuka kaum Tsamud yang zalim dengan turunnya azab Ilahi yang sangat mengerikan yang menimpa mereka? Sebelum ayat-ayat  mengenai kebinasaan yang menimpa kaum Tsamud  -- akibat membunuh unta betina Nabi Shalih a.s. -- tersebut Allah Swt. berfirman:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾  وَ الشَّمۡسِ وَ ضُحٰہَا ۪ۙ﴿﴾  وَ الۡقَمَرِ  اِذَا  تَلٰىہَا ۪ۙ﴿﴾  وَ النَّہَارِ  اِذَا  جَلّٰىہَا ۪ۙ﴿﴾   وَ الَّیۡلِ  اِذَا یَغۡشٰىہَا ۪ۙ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Demi matahari dan dhuhā (sinarnya di pagi hari),  Dan demi bulan apabila ia mengikutinyadan demi siang  apabila ia menzahirkan kemegahannya, dan demi malam apabila ia menutupinya, (Asy-Syams [91]:1-5).
  Huruf wau berarti:  juga; maka; sedangkan; sementara itu; pada waktu itu juga; bersama-sama; dengan; namun; tetapi. Huruf itu mempunyai arti yang sama dengan kata rubba, yaitu seringkali; kadang-kadang; barangkali. Huruf itu pun merupakan huruf persumpahan, yang berarti “demi” atau “aku bersumpah” atau “aku kemukakan sebagai saksi” (Aqrab-ul-Mawarid dan Lexicon Lane). Wau telah dipakai dalam ayat ini dan dalam dua ayat berikutnya dalam arti “demi,” atau “aku bersumpah,” atau “aku kemukakan sebagai saksi.”
Dalam Al-Quran Allah Swt. telah bersumpah atas nama wujud-wujud atau benda-benda tertentu atau telah menyebut wujud-wujud dan benda-benda itu sebagai saksi. Biasanya, bila seseorang mengambil sumpah dan bersumpah dengan nama Allah maka tujuannya ialah mengisi kelemahan persaksian yang kurang cukup atau menambah bobot atau meyakinkan pernyataannya.
Dengan berbuat demikian ia memanggil Allah Swt.  sebagai saksi bahwa ia mengucapkan hal yang benar, bila tidak ada orang lain dapat memberikan persaksian atas kebenaran pernyataannya. Tetapi tidaklah demikian halnya dengan sumpah-sumpah Allah Swt. dalam  Al-Quran. Bilamana Al-Quran mempergunakan bentuk demikian maka kebenaran pernyataan yang dibuatnya itu tidak diusahakan dibuktikan dengan suatu pernyataan belaka melainkan dengan dalil kuat yang terkandung dalam sumpah itu sendiri.
Kadang-kadang sumpah-sumpah itu menunjuk kepada hukum alam yang nyata dan dengan sendirinya menarik perhatian kepada apa yang dapat diambil arti, yaitu hukum-hukum ruhani dari apa yang nyata. Tujuan sumpah Al-Quran lainnya ialah menyatakan suatu nubuatan yang dengan menjadi sempurnanya membuktikan kebenaran Al-Quran. Demikianlah halnya di sini.
Jadi,   sumpah-sumpah Allah Swt. dalam Al-Quran mengandung makna yang mendalam. Hukum Allah menampakkan dua segi perbuatan-Nya,  yaitu yang nyata dan yang tersirat. Segi pertama dapat diketahui dengan mudah – contohnya tatanan alam semesta --  tetapi dalam memahami yang terakhir ada kemungkinan bisa keliru.

 (Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar, 1 Mei 2013




Tidak ada komentar:

Posting Komentar