بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 111
Misal Keadaan Orang-orang yang Terusir dari “Surga Keridhaan
Ilahi” & Makna
“Tertutupnya Pintu-pintu Langit”
“Tertutupnya Pintu-pintu Langit”
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam bagian akhir Bab
sebelumnya telah dikemukakan mengenai pentingnya kesinambungan wahyu Ilahi sebagai petunjuk dari Allah Swt. dalam memecahkan rahasia-rahasia gaib yang terkandung dalam Kitab suci, misalnya
mengenai mysteri penyaliban Nabi Isa
Ibnu Maryam a.s., dll, firman-Nya:
وَ مَا
کَانَ لِبَشَرٍ اَنۡ یُّکَلِّمَہُ
اللّٰہُ اِلَّا وَحۡیًا اَوۡ مِنۡ
وَّرَآیِٔ حِجَابٍ اَوۡ یُرۡسِلَ رَسُوۡلًا فَیُوۡحِیَ بِاِذۡنِہٖ مَا یَشَآءُ ؕ
اِنَّہٗ عَلِیٌّ حَکِیۡمٌ ﴿﴾ وَ کَذٰلِکَ اَوۡحَیۡنَاۤ
اِلَیۡکَ رُوۡحًا مِّنۡ اَمۡرِنَا ؕ مَا کُنۡتَ تَدۡرِیۡ مَا الۡکِتٰبُ وَ لَا الۡاِیۡمَانُ وَ لٰکِنۡ جَعَلۡنٰہُ نُوۡرًا نَّہۡدِیۡ بِہٖ مَنۡ نَّشَآءُ مِنۡ عِبَادِنَا ؕ وَ اِنَّکَ لَتَہۡدِیۡۤ اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿ۙ﴾ صِرَاطِ اللّٰہِ
الَّذِیۡ لَہٗ مَا فِی السَّمٰوٰتِ
وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ؕ اَلَاۤ اِلَی
اللّٰہِ تَصِیۡرُ الۡاُمُوۡرُ ﴿﴾
Dan sekali-kali tidak mungkin bagi manusia
bahwa Allah berbicara kepadanya,
kecuali dengan wahyu atau dari belakang tabir atau dengan mengirimkan seorang utusan guna
mewahyukan dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki, sesungguhnya, Dia Maha Tinggi, Maha Bijaksana. Dan demikianlah Kami telah mewahyukan kepada engkau firman ini dengan perintah Kami. Engkau sekali-kali tidak mengetahui apa Kitab itu, dan tidak pula mengetahui apa iman itu, tetapi Kami
telah menjadikan wahyu itu nur,
yang dengan itu Kami memberi petunjuk
kepada siapa yang Kami kehendaki dari antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya engkau benar-benar memberi petunjuk ke jalan lurus, jalan Allah Yang milik-Nya apa yang ada di seluruh langit
dan apa yang ada di bumi.
Ketahuilah, kepada Allah segala perkara
kembali. (Asy-Syurā
[42]:52-54).
Tiga Cara Allah Swt. Berkomunikasi dengan Manusia
Ayat 52
menyebut tiga cara Allah Swt. berbicara
(berkomunikasi) kepada hamba-Nya dan menampakkan Wujud-Nya kepada mereka:
(a) Dia berfirman secara langsung
kepada mereka tanpa perantara.
(b) Dia membuat mereka menyaksikan
kasyaf (penglihatan gaib), yang dapat ditakwilkan atau tidak, atau
kadang-kadang membuat mereka mendengar kata-kata dalam keadaan jaga dan sadar,
di waktu itu mereka tidak melihat wujud orang yang berbicara kepada mereka.
Inilah arti kata-kata "dari belakang
tabir,"
(c)
Allah Swt. menurunkan seorang utusan atau seorang malaikat yang menyampaikan Amanat Ilahi.
Wahyu Al-Quran dalam QS.42:53 disebut ruh (nafas hidup — Lexicon Lane), sebab dengan
perantaraannya, bangsa yang telah
mati keadaan akhlak dan keruhaniannya mendapat kehidupan baru. Agama Islam (Al-Quran) adalah kehidupan, nur, dan jalan yang membawa manusia kepada Allah Swt.
dan menyadarkan manusia akan tujuan agung
dan luhur kejadiannya.
Jadi, sebelum Allah Swt. mewahyukan Al-Quran
kepada Nabi Besar Muhammad saw. beliau
saw. sama sekali tidak mengetahui
hakikat Kitab (Syariat) mau pun
masalah iman (keimanan), semuanya
menjadi jelas bagi beliau saw. setelah Allah Swt. menjelaskan melalui wahyu-Nya.
Demikian juga halnya dengan Mirza Ghulam Ahmad a.s. mengenai
masalah kewafatan Nabi Isa Ibu Maryam
a.s. dan kedatangannya kedua kali di Akhir
Zaman -- sebagaimana yang disabdakan
oleh Nabi Besar Muhammad saw. -- sama sekali beliau tidak mengetahui hakikat yang sebenarnya, sebelum Allah
Swt. sendiri melalui wahyu-Nya
memberitahukan masalah tersebut kepada beliau a.s.. Itulah sebabnya dalam buku Barahīn-i Ahmadiyyah beliau secara lugu
mengemukakan kepercayaan masalah kedatangan lagi Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. sebagaimana yang menjadi kepercayaan umumnya umat Islam.
Akibat perubahan pendapat
Mirza Ghulam Ahmad a.s. berkenaan Nabi
Isa Ibnu Maryam a.s. tersebut maka dengan didahului berbagai macam fatwa zalim yang dimotori oleh Mlv. Muhammad Hussein Batalwi yang juga didukung oleh sekitar 200 orang
ulama Hindustan yang terprovokasi olehnya -- maka di berbagai peloksok dunia, lebih dari 1 abad (seratus tahun) sampai dengan
saat ini, para penentang
Mirza Ghulam Ahmad a.s. dan Jemaat
Ahmadiyah yang beliau a.s. dirikan, telah berusaha untuk menghancurkan
missi suci beliau -- yaitu mewujudkan kejayaan Islam yang kedua
kali di Akhir Zaman ini (QS.61:10)
-- namun kenyataan membuktikan bahwa yang terjadi adalah firman Allah Swt. berikut ini:
وَ مَکَرُوۡا وَ مَکَرَ اللّٰہُ ؕ وَ اللّٰہُ خَیۡرُ الۡمٰکِرِیۡنَ ﴿﴾
Dan mereka, yakni musuh Al-Masih, merancang makar buruk dan Allah
pun merancang makar tandingan dan Allah
sebaik-baik Perancang makar (rencana). (Âli ‘Imran [3]:55).
Orang-orang Yahudi telah merencanakan (merancang makar) supaya Nabi
Isa Ibnu Maryam a.s. harus mati terkutuk
di atas salib (Ulangan
21:24), guna membuktikan kepada masyarakat luas kalangan Yahudi bahwa beliau adalah nabi palsu, tetapi rencana Allah Swt. adalah
beliau harus selamat dari kematian terkutuk semacam itu. Rencana (makar buruk) orang-orang Yahudi
gagal dan rencana (makar tandingan) Ilahi
berhasil, sebab beliau tidak mati di atas salib, melainkan
diturunkan dari tiang salib dalam
keadaan hidup (QS.4:158-159), dan wafat secara wajar di Kashmir dalam usia sangat lanjut, dan jauh dari tempat beliau
mengalami peristiwa penyaliban
(QS.3:56; QS.5:117-119; QS.21:35-6; QS.23:51), setelah melaksanakan tugasnya
sebagai Al-Masih dan “Penggembala domba” untuk mencari “10
suku Israil” yang tercerai-berai di luar Palestina (Kanaan – Yohanes 10:10-16).
Pengulangan “Duel Makar” di Akhir Zaman
“Duel makar” tersebut terjadi pula pada masa Nabi Besar Muhammad
saw. dengan hasil akhir yang sama
pula, yakni keunggulan “makar tandingan” Allah Swt., firman-Nya:
وَ اِذۡ
یَمۡکُرُ بِکَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا لِیُثۡبِتُوۡکَ اَوۡ یَقۡتُلُوۡکَ اَوۡ
یُخۡرِجُوۡکَ ؕ وَ یَمۡکُرُوۡنَ وَ یَمۡکُرُ
اللّٰہُ ؕ وَ اللّٰہُ خَیۡرُ
الۡمٰکِرِیۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika orang-orang kafir merancang
makar terhadap engkau, supaya mereka
dapat menangkap engkau atau membunuh engkau atau mengusir engkau. Mereka merancang makar buruk, dan Allah pun merancang makar tandingan, dan Allah
sebaik-baik Perancang makar. (Al-Anfāl
[8]:31).
Makar
buruk terhadap Nabi Besar Muhammad saw. yang disponsori 9 orang tokoh kekafiran kaum Quraisy Mekkah
tersebut merupakan pengulangan “makar
buruk” yang dilakukan terhadap Nabi Shalih a.s. oleh para penentang
beliau dari kalangan para pemimpin kaumnya, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ
اَرۡسَلۡنَاۤ اِلٰی ثَمُوۡدَ اَخَاہُمۡ
صٰلِحًا اَنِ اعۡبُدُوا اللّٰہَ
فَاِذَا ہُمۡ فَرِیۡقٰنِ یَخۡتَصِمُوۡنَ ﴿﴾ قَالَ یٰقَوۡمِ لِمَ
تَسۡتَعۡجِلُوۡنَ بِالسَّیِّئَۃِ قَبۡلَ الۡحَسَنَۃِ ۚ لَوۡ لَا تَسۡتَغۡفِرُوۡنَ
اللّٰہَ لَعَلَّکُمۡ تُرۡحَمُوۡنَ ﴿﴾ قَالُوا اطَّیَّرۡنَا بِکَ وَ بِمَنۡ مَّعَکَ ؕ قَالَ
طٰٓئِرُکُمۡ عِنۡدَ اللّٰہِ بَلۡ اَنۡتُمۡ قَوۡمٌ تُفۡتَنُوۡنَ ﴿﴾ وَ کَانَ فِی الۡمَدِیۡنَۃِ تِسۡعَۃُ
رَہۡطٍ یُّفۡسِدُوۡنَ فِی الۡاَرۡضِ وَ لَا یُصۡلِحُوۡنَ ﴿﴾ قَالُوۡا
تَقَاسَمُوۡا بِاللّٰہِ لَنُبَیِّتَنَّہٗ وَ اَہۡلَہٗ ثُمَّ لَنَقُوۡلَنَّ
لِوَلِیِّہٖ مَا شَہِدۡنَا مَہۡلِکَ
اَہۡلِہٖ وَ اِنَّا
لَصٰدِقُوۡنَ ﴿﴾ وَ مَکَرُوۡا
مَکۡرًا وَّ مَکَرۡنَا مَکۡرًا وَّ ہُمۡ لَا
یَشۡعُرُوۡنَ ﴿﴾ فَانۡظُرۡ کَیۡفَ کَانَ عَاقِبَۃُ مَکۡرِہِمۡ ۙ اَنَّا
دَمَّرۡنٰہُمۡ وَ قَوۡمَہُمۡ
اَجۡمَعِیۡنَ ﴿﴾ فَتِلۡکَ
بُیُوۡتُہُمۡ خَاوِیَۃًۢ بِمَا ظَلَمُوۡا ؕ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ لَاٰیَۃً لِّقَوۡمٍ
یَّعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ وَ اَنۡجَیۡنَا
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ کَانُوۡا یَتَّقُوۡنَ ﴿﴾
Dan sungguh Kami benar-benar telah mengutus kepada
Tsamud saudara mereka Shalih yang
berkata: “Sembahlah Allah” maka tiba-tiba mereka menjadi dua golongan yang
saling berbantah. Ia, Shalih, berkata: “Hai kaumku,
mengapakah kamu minta disegerakan
keburukan (azab) sebelum datang kebaikan?
Mengapakah kamu tidak memohon ampun kepada Allah,
supaya kamu di kasihani?” Mereka
berkata: “Hai Shalih, kami telah mendapatkan nasib malang
disebabkan engkau dan orang yang
beserta engkau.” Ia, Shalih, berkata: “Nasib buruk kamu ada di sisi Allah, bahkan kamu kaum yang diuji.” Dan dalam kota itu ada sembilan orang yang
berbuat kerusuhan di bumi dan
tidak mau meng-adakan perbaikan. Mereka berkata: “Hendaklah kamu sekalian bersumpah dengan nama Allah bahwa
niscaya kami akan menyerbu pada malam
hari kepada dia dan keluarganya, kemudian kami niscaya akan berkata kepada
pelindungnya: “Kami sekali-kali tidak menyaksikan keluarganya
menjadi binasa dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang benar.” Dan mereka
membuat makar buruk dan Kami pun membuat makar tandingan, tetapi mereka tidak menyadari. Maka perhatikanlah bagaimana buruknya akibat makar buruk
mereka, sesungguhnya Kami
memusnahkan mereka dan kaumnya semua. Maka
itulah rumah-rumah mereka yang telah
runtuh karena mereka berbuat zalim. Sesungguhnya dalam yang demikian itu benar-benar ada Tanda untuk kaum yang
mengetahui. 54. Dan Kami
menyelamatkan orang-orang yang beriman
dan bertakwa. (An-Naml [27]:46-54).
Dengan sendirinya yang
diisyaratkan dalam ayat 49-51 adalah kesembilan
musuh Nabi Besar Muhammad saw. terkemuka. Delapan di antaranya terbunuh dalam
pertempuran Badar dan yang kesembilan, Abu
Lahab, yang terkenal keburukannya itu, mati di Mekkah ketika sampai ke
telinganya kabar tentang kekalahan di Badar. Kedelapan orang yang terbunuh
dalam Perang Badar itu adalah Abu Jahal, Muthim bin Adiy, Syaibah bin Rabiah,
Utbah bin Rabiah, Walid bin Utbah, Umayah
bin Khalf, Nadhr bin Harts, dan Aqbah bin Abi Mu’aith.
Kesembilan pemimpin kaum kafir
Quraisy Mekkah tersebut bersekongkol
untuk membunuh Nabi Besar Muhammad saw. (QS.8:31). Rencana (makar buruk) sebenarnya
ialah memilih seorang dari tiap-tiap kabilah
kaum Quraisy, dan kemudian mengadakan serangan
pembunuhan yang berencana atas beliau saw., sehingga tidak ada kabilah tertentu dapat dianggap bertanggung-jawab atas pembunuhan terhadap beliau saw. itu.
Rencana (makar buruk) itu datang dari
Abu Jahal, pemimpin kelompok jahat itu, firman-Nya:
وَ کَانَ
فِی الۡمَدِیۡنَۃِ تِسۡعَۃُ رَہۡطٍ یُّفۡسِدُوۡنَ فِی الۡاَرۡضِ وَ لَا
یُصۡلِحُوۡنَ ﴿﴾ قَالُوۡا تَقَاسَمُوۡا بِاللّٰہِ لَنُبَیِّتَنَّہٗ وَ اَہۡلَہٗ
ثُمَّ لَنَقُوۡلَنَّ لِوَلِیِّہٖ مَا شَہِدۡنَا مَہۡلِکَ اَہۡلِہٖ
وَ اِنَّا لَصٰدِقُوۡنَ ﴿﴾ وَ مَکَرُوۡا مَکۡرًا وَّ مَکَرۡنَا مَکۡرًا وَّ ہُمۡ لَا
یَشۡعُرُوۡنَ ﴿﴾
Dan dalam kota itu ada sembilan orang yang
berbuat kerusuhan di bumi dan
tidak mau mengadakan perbaikan. Mereka berkata: “Hendaklah kamu sekalian bersumpah dengan nama Allah bahwa
niscaya kami akan menyerbu pada malam
hari kepada dia dan keluarganya, kemudian kami niscaya akan berkata kepada
pelindungnya: “Kami sekali-kali tidak menyaksikan keluarganya
menjadi binasa dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang benar.” Dan mereka
membuat makar buruk dan Kami pun membuat makar tandingan, tetapi mereka tidak menyadari. (An-Naml [27]:49-51).
Pengulangan Nubuatan dalam Al-Quran &
SunnatulLāh Keunggulan Para Rasul Allah
Dengan demikian ayat-ayat Al-Quran
tentang upaya pembunuhan terhadap
Nabi Shalih a.s. tersebut merupakan nubuatan
(kabar gaib) mengenai makar buruk
yang sama terhadap Nabi Besar Muhammad saw. sebagaimana yang dikemukakan
sebelumnya, firman-Nya:
“Duel makar” tersebut terjadi pula pada masa Nabi Besar Muhammad
saw. dengan hasil akhir yang sama
pula, yakni keunggulan “makar tandingan” Allah Swt., firman-Nya:
وَ اِذۡ
یَمۡکُرُ بِکَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا لِیُثۡبِتُوۡکَ اَوۡ یَقۡتُلُوۡکَ اَوۡ
یُخۡرِجُوۡکَ ؕ وَ یَمۡکُرُوۡنَ وَ یَمۡکُرُ
اللّٰہُ ؕ وَ اللّٰہُ خَیۡرُ
الۡمٰکِرِیۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika orang-orang kafir merancang
makar terhadap engkau, supaya mereka
dapat menangkap engkau atau membunuh engkau atau mengusir engkau. Mereka merancang makar buruk, dan Allah pun merancang makar tandingan, dan Allah
sebaik-baik Perancang makar. (Al-Anfāl
[8]:31).
Nabi Besar Muhammad saw. terpaksa hijrah dari Mekkah, tetapi hijrahnya
itu akhirnya mengakibatkan kehancuran
kekuatan kaum Quraisy yang tidak menyadari, bahwa dengan memaksa Nabi Besar Muhammad saw. hijrah dari Mekkah, mereka meletakkan dasar kehancuran
bagi mereka sendiri. Kenapa demikian?
Sebab Allah Swt. telah berfirman
mengenai Sunnah-Nya terhadap para Rasul
Allah:
اِنَّ الَّذِیۡنَ یُحَآدُّوۡنَ اللّٰہَ وَ
رَسُوۡلَہٗۤ اُولٰٓئِکَ فِی
الۡاَذَلِّیۡنَ ﴿﴾ کَتَبَ اللّٰہُ
لَاَغۡلِبَنَّ اَنَا وَ رُسُلِیۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ قَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾ لَا تَجِدُ قَوۡمًا یُّؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰہِ وَ
الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ یُوَآدُّوۡنَ مَنۡ
حَآدَّ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ وَ لَوۡ
کَانُوۡۤا اٰبَآءَہُمۡ اَوۡ اَبۡنَآءَہُمۡ اَوۡ
اِخۡوَانَہُمۡ اَوۡ عَشِیۡرَتَہُمۡ
ؕ اُولٰٓئِکَ کَتَبَ فِیۡ قُلُوۡبِہِمُ
الۡاِیۡمَانَ وَ اَیَّدَہُمۡ بِرُوۡحٍ
مِّنۡہُ ؕ وَ یُدۡخِلُہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ
خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا ؕ رَضِیَ اللّٰہُ عَنۡہُمۡ وَ رَضُوۡا عَنۡہُ ؕ اُولٰٓئِکَ
حِزۡبُ اللّٰہِ ؕ اَلَاۤ اِنَّ حِزۡبَ
اللّٰہِ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya mereka itu termasuk orang-orang yang sangat hina. Allah
telah menetapkan: “Aku dan
rasul-rasul-Ku pasti akan menang.” Sesungguhnya Allah Maha Kuat, Maha Perkasa. Engkau tidak akan mendapatkan suatu kaum yang menyatakan beriman kepada Allah dan Hari Akhir namun demikian mereka
mencintai orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, walau pun mereka itu bapak-bapak mereka atau anak-anak mereka atau saudara-saudara mereka ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang di dalam hati mereka Dia
telah menanamkan iman dan Dia
telah meneguhkan mereka dengan ilham dari Dia sendiri, dan Dia akan memasukkan mereka ke dalam
kebun-kebun yang di bawahnya mengalir
sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya. Allah ridha
kepada mereka dan mereka ridha
kepada-Nya. Itulah HizbulLāh (golongan
Allah). Ketahuilah, sesungguhnya HizbulLāh
(golongan Allāh) itulah orang-orang yang berhasil. (Al-Mujādilah
[58]:21-23).
Jika Haq
(Kebenaran) Datang yang Bathil Pasti
Lenyap &
Makna “Pengusiran
Iblis dari Jannah (Surga)”
Ada tersurat nyata pada lembaran-lembaran sejarah bahwa kebenaran senantiasa menang terhadap kepalsuan, firman-Nya:
وَ قُلۡ جَآءَ الۡحَقُّ وَ زَہَقَ الۡبَاطِلُ ؕ اِنَّ الۡبَاطِلَ کَانَ
زَہُوۡقًا ﴿﴾
Dan
katakanlah: ”Haq yakni kebenaran telah datang
dan kebatilan telah lenyap, sesungguhnya
kebatilan itu pasti lenyap.” (Bani
Israil [17]:82). Lihat
pula QS.21:19; QS.34:50).
Selanjutnya Allah Swt. QS.58:23 sebelumnya
menyatakan, bahwa sudah nyata bahwa tidak mungkin terdapat persahabatan atau perhubungan
cinta sejati atau sungguh-sungguh di antara orang-orang beriman
dengan orang-orang kafir. Cita-cita, pendirian-pendirian, dan kepercayaan agama dari kedua golongan
itu bertentangan satu sama lain, dan
karena kesamaan dan perhubungan kepentingan itu merupakan syarat mutlak bagi perhubungan yang
sungguh-sungguh erat menjadi tidak ada, maka orang-orang beriman diminta
jangan mempunyai persahabatan yang erat lagi mesra dengan orang-orang kafir.
Ikatan agama mengatasi
segala perhubungan lainnya, malahan
mengatasi pertalian darah yang amat dekat sekalipun. Ayat ini nampaknya
merupakan seruan umum. Tetapi secara khusus seruan itu tertuju kepada
orang-orang kafir yang ada dalam berperang dengan kaum Muslim.
Jadi, betapa kedatangan al-haq
(kebenaran) berupa pengutusan rasul Allah
di Akhir Zaman ini (QS.61:10) telah membuat Mlv. Muhammad Hussein Batalwi yang
sebelumnya sempat memuji-muji pembelaan
Mirza Ghulam Ahmad terhadap kesempurnaan agama
Islam (Al-Quran) serta kesucian akhlak dan ruhani
Nabi Besar Muhammad saw. tetapi ketika mendengar pendakwaan beliau sebagai Imam
Mahdi dan Al-Masih Akhir Zaman tiba-tiba menjadi seorang penentang yang paling depan dalam segala upaya menghancurkan missi
suci Mirza Ghulam Ahmad a.s..
Benarlah pernyataan Allah
Swt. berikut ini mengenai orang-orang
yang mendustakan dan menentang rasul
Allah seperti Bal’am bin Baura (Bileam bin
Beor) di zaman Nabi Musa a.s., Abu
Jahal dkk di zaman Nabi Besar Muhammad saw., dan di Akhir Zaman ini adalah Mlv. Muhammad Hussein Batalwi dkk, firman-Nya:
وَ اتۡلُ
عَلَیۡہِمۡ نَبَاَ الَّذِیۡۤ اٰتَیۡنٰہُ
اٰیٰتِنَا فَانۡسَلَخَ مِنۡہَا فَاَتۡبَعَہُ الشَّیۡطٰنُ فَکَانَ مِنَ الۡغٰوِیۡنَ ﴿﴾ وَ لَوۡ شِئۡنَا لَرَفَعۡنٰہُ بِہَا وَ لٰکِنَّہٗۤ
اَخۡلَدَ اِلَی الۡاَرۡضِ وَ اتَّبَعَ ہَوٰىہُ ۚ فَمَثَلُہٗ کَمَثَلِ الۡکَلۡبِ ۚ اِنۡ تَحۡمِلۡ عَلَیۡہِ یَلۡہَثۡ اَوۡ تَتۡرُکۡہُ
یَلۡہَثۡ ؕ ذٰلِکَ مَثَلُ الۡقَوۡمِ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا ۚ
فَاقۡصُصِ الۡقَصَصَ لَعَلَّہُمۡ یَتَفَکَّرُوۡنَ ﴿﴾ سَآءَ مَثَلَاۨ الۡقَوۡمُ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا
بِاٰیٰتِنَا وَ اَنۡفُسَہُمۡ کَانُوۡا یَظۡلِمُوۡنَ ﴿﴾
Dan ceritakanlah kepada mereka berita orang-orang yang telah Kami berikan
Tanda-tanda Kami kepadanya, lalu ia
melepaskan diri darinya maka syaitan
mengikutinya dan jadilah ia termasuk
orang-orang yang sesat. Dan seandainya Kami menghendaki niscaya Kami meninggikan derajatnya dengan
itu, akan tetapi ia cenderung ke
bumi dan mengikuti hawa nafsunya, maka
keadaannya seperti seekor anjing yang
kehausan, jika engkau menghalaunya
ia menjulurkan lidahnya dan jika
engkau membiarkannya ia tetap menjulurkan lidahnya. Demikianlah misal orang-orang yang mendustakan Tanda-tanda Kami, maka kisahkanlah kisah ini supaya mereka
merenungkannya. Sangat buruk misal
orang-orang yang
mendustakan Tanda-tanda Kami, dan kepada
diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim. (Al-A’rāf [17]:176-178).
Hakikat Tertutupnya “Pintu-pintu Langit”
Yang dimaksudkan di sini bukanlah seseorang
tertentu melainkan semua orang yang kepada mereka Allah Swt. memperlihatkan Tanda-tanda melalui seorang nabi
(rasul) Allah tetapi mereka menolaknya. Ungkapan semacam itu
terdapat di tempat lain dalam Al-Quran, seperti QS.2:18.
Ayat itu telah
dikenakan secara khusus kepada seorang yang bernama Bal’am bin Ba’ura yang menurut kisah pernah hidup di zaman Nabi Musa
a.s. dan konon dahulunya ia
seorang wali Allah. Tetapi seperti
halnya iblis yang menolak untuk “sujud” (patuh-taat)
bersama para malaikat kepada Adam (Khalifah Allah), kesombongan merusak pikirannya dan ia
mengakhiri hidupnya dalam kenistaan.
Ayat itu dapat juga dikenakan kepada Abu
Jahal atau Abdullah bin Ubbay bin
Salul atau dapat pula kepada tiap-tiap pemimpin
kekafiran yang mendustakan dan menentang Rasul Allah.
Kalimat “cenderung ke bumi” maknanya adalah kecenderungan
kepada hal-hal yang bersifat kebendaan,
pada khususnya kecintaan akan uang. Kata yalhats, (dari lahatsa yang berarti nafasnya tersengal-sengal karena
kelelahan atau kepenatan), maksudnya
adalah baik diminta ataupun tidak untuk
berkorban pada jalan agama, orang
semacam itu nampaknya terengah-engah
seperti seekor anjing kehausan,
seakan-akan beban pemberian pengorbanan
yang terus menerus bertambah membuatnya amat penat sekali.
Dengan demikian
jelaslah bahwa pada hakikatnya makna “pengusiran
iblis dari jannah” -- karena menolak perintah Allah Swt. untuk “sujud
kepada Adam” bersama para malaikat
pun (QS.2:31-35) -- merupakan
gambaran kemalangan dan kehinaan yang
dialami oleh para pemuka agama yang mendustakan dan menentang para Rasul Allah seperti itu, padahal sebelumnya mereka
itu memiliki “hubungan dengan langit.” Jadi, setelah para pemuka
agama atau para pemuka
kaum menjadi penentang rasul Allah,
khususnya terhadap Nabi Besar Muhammad
saw., maka “pintu-pintu langit” – termasuk pertolongan
Allah Swt. -- yang sebelumnya sampai
batas tertentu “terbuka” bagi mereka, isalnya mereka mendapat mimpi, rukya, kasyaf serta ilham yang benar, kemudian semua nikmat
Allah Swt. tersebut menjadi tertutup
rapat bagi mereka, firman-Nya:
اِنَّ
الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ
اسۡتَکۡبَرُوۡا عَنۡہَا لَا تُفَتَّحُ لَہُمۡ
اَبۡوَابُ السَّمَآءِ وَ لَا
یَدۡخُلُوۡنَ الۡجَنَّۃَ حَتّٰی یَلِجَ الۡجَمَلُ فِیۡ سَمِّ الۡخِیَاطِ ؕ وَ
کَذٰلِکَ نَجۡزِی الۡمُجۡرِمِیۡنَ ﴿﴾ لَہُمۡ مِّنۡ جَہَنَّمَ مِہَادٌ وَّ مِنۡ فَوۡقِہِمۡ غَوَاشٍ ؕ وَ کَذٰلِکَ
نَجۡزِی الظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya
orang-orang yang mendustakan Ayat-ayat Kami dan dengan
takabur berpaling darinya, tidak akan dibukakan bagi mereka
pintu-pintu langit ruhani dan tidak
pula mereka akan masuk surga hingga unta masuk ke lubang jarum, dan demikianlah
Kami membalas orang-orang yang
berdosa. Bagi mereka ada hamparan Jahannam
sedangkan di atas mereka ada selimut Jahannam,
dan demikianlah Kami membalas
orang-orang yang zalim. (Al-A’rāf [7]:41-42).
Jamal (unta) juga dapat diartikan
seutas tali, sebab tali mempunyai persamaan lebih dekat dengan benang yang
dimasukkan ke dalam lobang jarum. Adalah mustahil bagi para pengingkar
Tanda-tanda Ilahi masuk surga. Lihat Matius
19:24.
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 28 April 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar