بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 132
Cara Nabi Ibrahim a.s. Membungkam Mulut Raja Namrud yang Takabur
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai keturunan Nabi Nuh
a.s. dan orang-orang beriman yang bersama beliau dalam “bahtera”
Nabi Nuh a.s., dan setelah bahtera Nabi Nuh a.s. bersandar di
atas puncak gunung al-Judi, selanjutnya Allah Swt. berfirman:
قِیۡلَ یٰنُوۡحُ اہۡبِطۡ بِسَلٰمٍ مِّنَّا وَ بَرَکٰتٍ عَلَیۡکَ وَ عَلٰۤی
اُمَمٍ مِّمَّنۡ مَّعَکَ ؕ وَ اُمَمٌ
سَنُمَتِّعُہُمۡ ثُمَّ یَمَسُّہُمۡ مِّنَّا عَذَابٌ اَلِیۡمٌ ﴿﴾
Difirmankan: “Hai Nuh, turunlah dengan keselamatan dan keberkatan dari Kami atas diri engkau dan atas umat yang akan dilahirkan dari mereka yang beserta engkau, sedangkan umat
lain segera Kami akan memberikan perbekalan untuk sementara
waktu kemudian azab yang pedih dari Kami akan menimpa mereka.”
(Hūd
[11]:49).
Penciptaan “Langit Baru dan “Bumi Baru” &
Para Pengingkar Kehendak Allah Ta’ala
Pada akhir Bab sebelumnya sehubungan
dengan buku Kisyti Nuh (Bahtera Nuh), Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad a.s., menulis
sehubungan dengan penciptaan “bumi baru
dan langit baru”:
“Aku katakan dengan seyakin-yakinnya,
bahwa sebagaimana di zaman ini Tuhan sedang
menghampiri dan menampakkan Wujud-Nya, dan ratusan perkara gaib tengah
disingkapkan tirainya bagi hamba-Nya ini, hal yang serupa itu jarang
sekali terdapat contohnya pada zaman dahulu.
Dalam waktu dekat orang-orang akan menyaksikan bahwa Wajah Tuhan akan nampak di zaman ini, seakan-akan Dia akan turun dari langit.
Telah semenjak lama Dia menyembunyikan
Diri dan Dia diingkari, tetapi
Dia tetap diam. Akan tetapi sekarang Dia tidak akan bersembunyi lagi. Dunia akan menyaksikan bukti-bukti
kekuasaan-Nya yang tidak pernah disaksikan nenek-moyang mereka.
Hal itu akan terjadi karena dunia
telah rusak-binasa, dan karena orang-orang tidak percaya lagi kepada Sang Pencipta
langit dan bumi. Bibir mereka menyebut nama-Nya
namun hati mereka berpaling dari-Nya. Oleh karena itu Tuhan berfirman: Sekarang
Aku akan ciptakan langit baru dan bumi baru. Maksudnya ialah bumi
telah mati, yakni hati orang-orang di atas bumi telah menjadi keras seakan-akan telah
mati. Sebab Wajah Tuhan telah bersembunyi dari mereka, dan Tanda-tanda
Samawi yang terdahulu hanya tinggal sebagai kisah-kisah belaka
semuanya, maka Tuhan telah berkehendak untuk menciptakan bumi baru.
Apakah langit baru itu dan apakah bumi baru itu?
Bumi baru ialah hati yang suci,
yang tengah dipersiapkan Tangan-Nya Sendiri, yang dinampakkan Tuhan dan Tuhan
akan dinampakkan melalui hati yang suci tersebut Sedang langit baru
ialah Tanda-tanda yang sedang dinampakkan melalui tangan hamba-Nya
ini dengan seiizin-Nya juga. Akan tetapi
sayang, dunia telah memusuhi penampakan-Nya yang baru ini. Pada
tangan mereka tiada lain kecuali kisah-kisah belaka. Tuhan mereka
hanyalah menurut citra (dugaan) mereka sendiri. Hati mereka resah,
semangat mereka lumpuh, dan di atas mata mereka ada tutupan.
Umat-umat lain telah meninggalkan Tuhan
Hakiki. Apa yang dapat dikatakan tentang mereka yang telah menjadikan anak
Maryam sebagai Tuhan? Tengoklah
keadaan orang-orang Islam, betapa
mereka telah melantur jauh dari Dia, menjadi musuh kental bagi kebenaran
dan menjadi penentang jalan lurus bagai musuh kejam.
Contohnya, apa-apa yang telah diserukan oleh golongan Nadwatul
Ulama untuk kepentingan Islam,
dan golongan Himayat-i-Islam, Lahore,
yang mengumpulkan harta dari orang-orang Islam atas
nama Islam. Benarkah orang-orang itu menginginkan kesejahteraan bagi Islam? Apakah orang-orang ini memberi dukungan
kepada jalan lurus? Apakah mereka
mengetahui, di bawah musibah-musibah
apa Islam sedang dihimpit, dan bagaimanakah Sunnah Ilahi akan
bekerja untuk menyegarkannya kembali?
Aku berkata dengan sesungguh-sungguhnya,
sekiranya aku tidak datang niscaya pengakuan (pendakwaan) mereka untuk mendukung
Islam sedikit-banyak dapat diterima. Akan tetapi, orang-orang ini jadi para terdakwa di hadapan Tuhan, sebab
kendati mereka mengaku sebagai pendukung Islam, namun tatkala bintang
terbit di langit mereka itulah yang pertama-tama
mengingkarinya.
Sekarang, bagaimanakah mereka akan memberi
jawaban kepada Tuhan Yang telah
mengutus diriku tepat pada waktunya? Akan tetapi mereka tidak acuh.
Sementara matahari mendekati rembang tengah hari, menurut mereka hari masih malam. Sumber mata air Tuhan telah
memancar, namun mereka masih menangis-nangis di tengah padang belantara. Sebuah
aliran sungai ilmu samawi sedang mengalir, namun mereka tidak tahu
menahu. Tanda-tanda Tuhan sedang menampakkan diri, namun mereka tetap
lengah. Tidak hanya lengah, bahkan mereka memusuhi Jemaat Ilahi.
Seperti inikah yang disebut mendukung Islam, memelihara Islam? Dan menegakkan ajaran
Islam seperti apa yang mereka laksanakan? Apakah dengan memaling muka,
mereka dapat merintangi kehendak Tuhan, yang semenjak dahulu para nabi
semuanya telah memberi kesaksian terhadap kehendak-Nya itu?
Sesungguhnya nubuwatan Tuhan itu dalam waktu dekat akan terbukti benar. Sebagaimana Allah
berfirman:
کَتَبَ اللّٰہُ لَاَغۡلِبَنَّ
اَنَا وَ رُسُلِیۡ
(“Telah dipastikan Allah bahwa:
Kami dan Rasul-rasul Kami niscaya akan memperoleh keunggulan” – QS. Al-Mujaadilah [58]:22).
Kisah Nabi Ibrahim a.s. &
Cara Da’wahnya yang Khas
Sebenarnya
menurut urutan waktu, setelah kaum Nabi Nuh a.s. adalah kaum ‘Ad
atau kaum Nabi Shalih a.s. dan
kaum Nabi Hud a.s. namun dalam Surah Ash-Shāffāt kisah atau sejarah kenabian yang selanjutnya
dikemukakan Allah Swt. adalah kaum Nabi Ibrahim a.s., tentu dalam hal
ini ada hikmah tersendiri.
Ciri khas Nabi Ibrahim a.s. dalam berdakwah
kepada kaumnya beliau a.s. menggunakan cara-cara “sindiran” (menyindir) – Allah
Swt. menyebut “cara khas” Nabi Ibrahim a.s. “rusydahū – petunjuknya (QS.21:52) -- misalnya mengenai kesia-siaan menyembah patung-patung
berhala kaumnya atau mengenai kemusyrikan
(QS.21:52-74), firman-Nya:
وَ اِنَّ مِنۡ شِیۡعَتِہٖ لَاِبۡرٰہِیۡمَ ﴿ۘ﴾ اِذۡ
جَآءَ رَبَّہٗ بِقَلۡبٍ
سَلِیۡمٍ ﴿﴾ اِذۡ قَالَ لِاَبِیۡہِ وَ قَوۡمِہٖ مَاذَا تَعۡبُدُوۡنَ
﴿ۚ﴾ اَئِفۡکًا اٰلِہَۃً
دُوۡنَ اللّٰہِ تُرِیۡدُوۡنَ ﴿ؕ﴾ فَمَا ظَنُّکُمۡ بِرَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ فَنَظَرَ
نَظۡرَۃً فِی النُّجُوۡمِ ﴿ۙ﴾ فَقَالَ
اِنِّیۡ سَقِیۡمٌ ﴿﴾
Dan
sesungguhnya Ibrahim benar-benar
termasuk golongannya. Ketika ia datang menghadap Tuhan-nya dengan hati yang suci. Ketika ia berkata kepada ayahnya dan kaumnya: “Apa yang kamu sembah? Apakah kamu
menghendaki kebohongan sembahan-sembahan
selain Allah? Maka bagaimanakah pendapat kamu mengenai Rabb (Tuhan) seluruh alam?” Kemudian ia
mengarahkan pandangan ke bintang-bintang, lalu berkata: “Sesungguhnya aku merasa sakit.” (Ash-Shāffāt [37]:84-90).
Dalam ayat tersebut bahwa Nabi Ibrahim a.s.
termasuk ke dalam golongan atau
keturunan Nabi Nuh a.s., terutama
sekali dari segi ruhani karena
keduanya adalah Rasul Allah pada zamannya masing-masing. Manusia
cenderung menyembah tuhan-tuhan palsu
dalam wujud:
(1) manusia-manusia yang
kepada mereka dinisbahkan kekuatan-kekuatan ketuhanan,
2)
mempertuhankan benda-benda alam seperti
matahari, bulan, dan bintang-bintang, atau (3) benda-benda tidak berjiwa,
seperti berhala-berhala pahatan dari
kayu dan batu,
(4) adat kuno
sendiri,
(5) kebiasaan-kebiasaan,
(6) purbasangka-purbasangka dan
ketakhayulan-ketakhayulannya sendiri yang sudah lama bercokol,
(7) keinginan-keinginannya,
(8) nafsu-nafsunya dan sebagainya.
Kata mā (apa) pada kalimat “Apa yang kamu sembah?” bukan sekedar
menanyakan sesuatu yang ingin Nabi Ibrahim a.s. ketahui, melainkan merupakan “sindiran”
yang maknanya “kemampuan-kemampuan
apa yang dimiliki oleh sembahan-sembahan kalian itu?” atau “apa
kemampuan yang dimiliki sembahan-sembahan kalian itu?”
Demikian pulakalimat “Kemudian
ia mengarahkan pandangan ke
bintang-bintang, lalu berkata: “Sesungguhnya aku merasa sakit” agaknya perbantahan
antara Nabi Ibrahim a.s. dan kaumnya mengenai sifat-sifat Ilahi itu berlarut-larut sampai jauh malam, dan setelah
melihat bahwa percakapan itu tidak
ada manfaatnya, maka Nabi Ibrahim a.s. berniat mempersingkatnya. Oleh karena
itu beliau melayangkan pandangan ke bintang-bintang,
yang dengan perbuatan itu memberi isyarat
(sugesti) bahwa pembicaraan telah
berlarut-larut sampai jauh malam dan
lebih baik diakhiri.
Mengingat akan kesia-siaan percakapan itu, Nabi Ibrahim a.s. memberitahukan kepada kaumnya bahwa
sebaiknya mereka meninggalkan beliau seorang diri, karena beliau merasa tidak enak badan. Atau, kata-kata inni saqīm dapat berarti “Aku
sakit melihat kamu menyembah berhala-berhala” atau “Aku benci akan persembahan kamu kepada tuhan-tuhan palsu itu”
itulah makna ucapan beliau, “Sesungguhnya
aku merasa sakit.”
Dialog Nabi Ibrahim a.s. dengan Azar
Perbincangan Nabi Ibrahim a.s.
dengan kaumnya mengenai kesia-siaan
kaumnya menyembah benda-benda langit tersebut dikemukakan dalam firman-Nya berikut:
وَ
اِذۡ قَالَ اِبۡرٰہِیۡمُ لِاَبِیۡہِ اٰزَرَ اَتَتَّخِذُ اَصۡنَامًا
اٰلِہَۃً ۚ اِنِّیۡۤ اَرٰىکَ وَ
قَوۡمَکَ فِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ﴿﴾ وَ کَذٰلِکَ
نُرِیۡۤ اِبۡرٰہِیۡمَ مَلَکُوۡتَ
السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ لِیَکُوۡنَ مِنَ الۡمُوۡقِنِیۡنَ ﴿﴾
Dan
ingatlah ketika
Ibrahim berkata kepada bapaknya, Azar: “Apakah engkau menjadikan berhala-berhala itu sebagai sembahan?
Sesungguhnya aku melihat engkau dan kaum engkau dalam kesesatan yang nyata.” Dan demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kerajaan seluruh langit dan bumi
dan supaya ia menjadi di antara orang-orang
yang berkeyakinan. (Al-An’ām
[6]:75-76).
Dalam Kitab Wasiat Lama nama ayah Nabi Ibrahim
a.s. disebut Terah (Kejadian 11:26) dan di dalam Wasiat Baru (Lukas
3:34) disebut Tarah. Nama dalam Talmud
hampir sesuai dengan yang tercantum dalam Lukas. Eusebius, bapak
sejarah gereja gereja, menyebut Athar sebagai nama ayah Nabi Ibrahim a.s.. (Sale). Ini menunjukkan bahwa di antara orang-orang Yahudi pun
tidak ada kesepakatan pendapat mengenai nama ayah Nabi Ibrahim a.s.. Eusebius niscaya mempunyai
alasan yang kuat untuk mempunyai pendapat yang bertentangan dengan Kitab Kejadian dan Lukas.
Bentuk yang benar nampaknya Athar yang
kemudian berubah menjadi Tarah atau Terah. Athar mempunyai persamaan
yang erat dengan nama yang diberikan dalam Al-Quran (Azar), hanya ada
perbedaan kecil dalam lafal, kedua bentuk itu hampir sama. Oleh karena itu para
penulis Kristen tidak punya alasan untuk menentang Al-Quran karena menyebut ayah Nabi Ibrahim a.s. dengan nama Azar itu. Lebih-lebih, ayah Nabi Ibrahim a.s. disebut juga Zarah dalam Talmud (Sale),
dan Zarah kira-kira sama dengan Azar.
Hal itu menunjukkan bahwa
pendapat Al-Quran sangat lebih dapat dipercaya. Di samping itu, Azar telah disebut Ab Nabi Ibrahim
a.s. (QS.26:87), sebuah kata
yang dipergunakan untuk bapak, paman, uwa, kakek, dan sebagainya. Dalam
QS.2:133 Nabi Isma’il a.s., uwa Nabi Ya’qub a.s., telah disebut Ab-nya.
Akan tetapi dari Al-Quran
nampak bahwa Azar sungguhpun disebut Ab
Nabi Ibrahim a.s., sebenarnya bukan ayah
kandung beliau. Nabi Ibrahim a.s. telah
membuat janji kepada Azar, Ab-nya,
untuk berdoa kepada Allah Swt. agar
mengampuninya, tetapi tatkala beliau mengetahui bahwa ia musuh Allah, beliau tidak mau mendoa
baginya, bahkan beliau telah benar-benar dilarang
berbuat demikian (QS.9:114).
Akan tetapi dalam QS.14:42
Nabi Ibrahim a.s. berdoa
untuk walid beliau, kata itu digunakan hanya untuk ayah. Ini menunjukkan bahwa Azar
yang telah disebut ab Nabi Ibrahim a.s. orang itu lain dari walid (ayah kandung) beliau. Sangat
mungkin ia paman Nabi Ibrahim a.s. atau ayah mertua beliau a.s..
Beberapa ayat dari Bible
juga mendukung kesimpulan itu. Nabi Ibrahim a.s. menikahi Sarah, anak Terah (Kejadian
20:12) yang menunjukkan bahwa Terah
bukan ayah beliau, sebab beliau tidak
dapat menikahi saudara perempuannya
sendiri. Rupa-rupanya karena ayah (walid)
Nabi Ibrahim a.s. sudah wafat, Nabi Ibrahim a.s. dibesarkan oleh paman beliau, Azar atau Athar, yang memberikan putrinya, Sarah,
kepada beliau untuk dipersunting.
Dialog Nabi Ibrahim a.s. dan
Raja Namrud
Karena Azar mengurus Nabi Ibrahim a.s. dan berlaku terhadap beliau seperti
seorang ayah, beliau rupanya disebut anak, dan ini membawa kepada kekeliruan,
yaitu Azar atau Athar disangka sebagai ayah kandung Ibrahim a.s.. Nampak pula dari Talmud bahwa Azar memperkarakan Nabi Ibrahim as. dan membawa ke hadapan raja (Namrud – QS.2:259) untuk perkara
pelanggaran memecah-mecah berhala-berhala.
Seandainya Azar benar-benar ayah Nabi Ibrahim a.s. niscaya
ia tidak akan meng-ambil langkah yang begitu keras terhadap putranya sendiri, sampai membiarkan
beliau dilemparkan ke dalam kobaran api
(QS.21:52-74). Berikut dialog
Nabi Ibrahim a.s. dengan Raja Namrud
yang membuat raja takabur tersebut
selanjutnya bungkam, firman-Nya:
اَلَمۡ تَرَ
اِلَی الَّذِیۡ حَآجَّ اِبۡرٰہٖمَ فِیۡ رَبِّہٖۤ اَنۡ اٰتٰىہُ اللّٰہُ الۡمُلۡکَ
ۘ اِذۡ قَالَ اِبۡرٰہٖمُ رَبِّیَ الَّذِیۡ
یُحۡیٖ وَ یُمِیۡتُ ۙ قَالَ اَنَا اُحۡیٖ وَ اُمِیۡتُ ؕ قَالَ اِبۡرٰہٖمُ فَاِنَّ اللّٰہَ یَاۡتِیۡ بِالشَّمۡسِ مِنَ
الۡمَشۡرِقِ فَاۡتِ بِہَا مِنَ الۡمَغۡرِبِ فَبُہِتَ الَّذِیۡ کَفَرَ ؕ وَ اللّٰہُ
لَا یَہۡدِی الۡقَوۡمَ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾ۚ
Apakah
engkau tidak memperhatikan orang yang membantah Ibrahim mengenai
Tuhan-nya karena Allah telah memberi
kerajaan kepadanya? Ketika Ibrahim berkata: ”Tuhan-ku-lah Yang menghidupkan dan mematikan.” Ia yakni
Namrud menjawab: “Aku pun berkuasa
menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata: “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah matahari itu dari barat!”
Lalu terdiam kebingungan orang
yang kafir itu, dan Allāh tidak
memberi petunjuk kepada kaum yang
zalim. (Al-Baqarah [2]:259).
Nabi Ibrahim a.s. itu
seorang pemberantas-berhala besar.
Kaumnya menyembah matahari dan bintang-bintang, dewa utama mereka ialah
Madruk yang asalnya dewa pagi dan
matahari musim semi (Encyclopaedia
Biblica dan Encyclopaedia Religions
& Ethics II.
296).
Mereka percaya bahwa semua kehidupan bergantung pada matahari. Nabi Ibrahim a.s. dengan bijaksana meminta orang musyrik itu, seandainya ia mengaku
dapat mengatur hidup dan mati, agar mengubah jalan tempuhan matahari yang padanya bergantung segala kehidupan itu.
Orang kafir itu pun kebingungan. Ia tidak dapat mengatakan
tak dapat menerima tantangan Nabi
Ibrahim a.s. untuk
menyuruh matahari beredar dari barat
ke timur; sebab, hal demikian akan membatalkan
pengakuannya sendiri sebagai pengatur
hidup dan mati, dan bila ia
mengatakan dapat berbuat demikian maka
itu berarti ia menguasai matahari
tetapi niscaya merupakan suatu penghinaan
besar pada pandangan kaumnya, penyembah
matahari. Dengan demikian ia (raja Namrud) sama sekali menjadi bingung dan tidak tahu apa yang harus
dikatakan olehnya.
Melakukan Tindak Kekerasan
Sudah menjadi karakter
umumnya orang-orang yang kalah dalam berdebat, mereka akan melakukan tindak kekerasan -- termasuk di Akhir Zaman ini -- demikian juga halnya dengan raja Namrud ketika
dibuat bungkam oleh dalil-dalil yang
dikemukakan oleh Nabi Ibrahim a.s. di hadapan
orang banyak ketika melakukan “penghakiman” terhadap Nabi Ibrahim a.s. untuk mempermalukan Nabi Ibrahim a.s.:
قَالُوۡا حَرِّقُوۡہُ وَ انۡصُرُوۡۤا اٰلِہَتَکُمۡ اِنۡ کُنۡتُمۡ فٰعِلِیۡنَ ﴿﴾ قُلۡنَا یٰنَارُ کُوۡنِیۡ بَرۡدًا وَّ سَلٰمًا عَلٰۤی اِبۡرٰہِیۡمَ ﴿ۙ﴾ وَ اَرَادُوۡا بِہٖ
کَیۡدًا فَجَعَلۡنٰہُمُ الۡاَخۡسَرِیۡنَ ﴿ۚ﴾
Mereka
berkata: “Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu mau melakukan sesuatu!” Kami
berfirman: “Hai api, jadilah engkau dingin dan keselamatan atas Ibrahim!” Dan mereka
bermaksud akan melakukan tipu-daya
terhadap dia, tetapi Kami jadikan
mereka orang-orang yang paling merugi. (Al-Anbiyā [21]:69). Lihat
pula QS.29:24-25 dan QS.37:98-99.
Bagaimana caranya api itu menjadi dingin
kepada kita tidak diterangkan. Boleh jadi hujan
yang turun tepat pada waktu itu atau angin
badai telah memadamkan api itu.
Bagaimana pun Allah Swt. memang
menimbulkan keadaan yang membawa
kepada lolosnya Nabi Ibrahim a.s. dari
bahaya.
Dalam mukjizat-mukjizat
Ilahi selamanya terdapat unsur gaib,
dan cara Ibrahim a.s. diselamatkan dari
api itu sungguh merupakan mukjizat
besar. Bahwa Nabi Ibrahim a.s. telah
dilemparkan ke dalam api diakui bukan
saja orang-orang Yahudi, tetapi oleh orang-orang Kristen juga dari Timur,
buktinya ialah bahwa tanggal 25 bulan Kanun ke-II atau Januari dikhususkan
dalam penanggalan bangsa Siria untuk memperingati peristiwa tersebut (Hyde, De Rel. Vet Pers. p.
73). Lihat pula Mdr. Rabbah on Gen.
Per. 17; Schalacheleth Hakabala,
2; Maimon de Idol, Ch. I; dan
Jad Hachazakah Vet,
6).
Dengan demikian benarlah bahwa kepiawaian
Nabi Ibrahim a.s. membungkam mulut orang-orang musyrik tersebut karena Allah Swt. telah berfirman: “Dan demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kerajaan
seluruh langit dan bumi dan supaya ia menjadi di antara orang-orang
yang berkeyakinan”, firman-Nya:
وَ
اِذۡ قَالَ اِبۡرٰہِیۡمُ لِاَبِیۡہِ اٰزَرَ اَتَتَّخِذُ اَصۡنَامًا
اٰلِہَۃً ۚ اِنِّیۡۤ اَرٰىکَ وَ
قَوۡمَکَ فِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ﴿﴾ وَ کَذٰلِکَ
نُرِیۡۤ اِبۡرٰہِیۡمَ مَلَکُوۡتَ
السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ لِیَکُوۡنَ مِنَ الۡمُوۡقِنِیۡنَ ﴿﴾
Dan
ingatlah ketika
Ibrahim berkata kepada bapaknya, Azar: “Apakah engkau menjadikan berhala-berhala itu sebagai sembahan?
Sesungguhnya aku melihat engkau dan kaum engkau dalam kesesatan yang nyata.” Dan demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kerajaan seluruh langit dan bumi
dan supaya ia menjadi di antara orang-orang
yang berkeyakinan. (Al-An’ām
[6]:75-76).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 17 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar