بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 121
Hubungan Gelar “Khātaman Nabiyyīn” dengan Makna Al-Kautsar (Kebaikan yang Berlimpah-ruah)
& Abtar (yang Terputus
Keturunannya)
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan
mengenai hubungan berbagai makna Khātaman Nabiyyīn dengan Al-Kautsar
dan abtar,
firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ
الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾ اِنَّاۤ اَعۡطَیۡنٰکَ
الۡکَوۡثَرَ ؕ﴿﴾ فَصَلِّ لِرَبِّکَ وَ انۡحَرۡ ؕ﴿﴾ اِنَّ شَانِئَکَ ہُوَ الۡاَبۡتَرُ ٪﴿﴾
Aku baca
dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha
Penyayang. Sesungguhnya Kami telah menganugerahkan kepada engkau
berlimpah-limpah kebaikan. Maka shalatlah bagi Tuhan engkau dan berkorbanlah. Sesungguhnya musuh engkau, dialah yang tanpa
keturunan. (Al-Kautsar [108]:1-4).
Kautsar antara lain berarti
berlimpah-limpah kebaikan. Kautsar berarti pula orang yang mempunyai banyak kebaikan dan orang yang banyak dan
sering memberi (Al-Mufradat dan Tafsir Ibnu
Jarir). Surah
ini mengemukakan Nabi Besar Muhammad
saw. sebagai pribadi yang telah dianugerahi
Allah Swt. kebaikan berlimpah-limpah.
Surah ini diturunkan kepada Nabi Besar Muhammad saw. pada
saat ketika beliau saw. tidak
memiliki apapun dan tidak punya sesuatu untuk diberikan. Ketika itu beliau saw.
sangat miskin dan pengakuan beliau saw.
sebagai nabi (rasul) Allah dipandang
dengan hina dan sebagai sesuatu yang
tidak perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh.
Peristiwa Isra Nabi Besar Muhammad Saw.
Bertahun-tahun lamanya
sesudah Surah Al-Kautsar ini turun, Nabi Besar Muhammad saw. masih terus juga diperolok-olokkan dan ditertawakan,
dilawan serta ditindas, dan pada akhirnya beliau saw. terpaksa hijrah
meninggalkan kota kelahiran beliau saw. sebagai seorang pelarian dan telah dijanjikan hadiah
bagi siapa yang berhasil menangkap beliau saw. dalam keadaan hidup atau mati,
firman-Nya:
وَ اِذۡ
یَمۡکُرُ بِکَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا لِیُثۡبِتُوۡکَ اَوۡ یَقۡتُلُوۡکَ اَوۡ
یُخۡرِجُوۡکَ ؕ وَ یَمۡکُرُوۡنَ وَ یَمۡکُرُ
اللّٰہُ ؕ وَ اللّٰہُ خَیۡرُ
الۡمٰکِرِیۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika orang-orang kafir merancang
makar terhadap engkau, supaya mereka dapat menangkap engkau atau membunuh engkau atau mengusir engkau. Mereka merancang makar buruk, dan Allah pun merancang makar
tandingan, dan Allah
sebaik-baik Perancang makar. (Al-Anfāl [8]:21).
Peristiwa tersebut pada hakikatnya pengulangan peristiwa makar
buruk – berupa upaya pembunuhan
-- terhadap Nabi Shalih a.s. oleh para
pemuka kaum Tsamud (QS.27:46-54). Namun Allah Swt. menyebut hijrahnya Nabi Besar Muhammad saw. dari
Makkah ke Madinah tersebut bukan “melarikan
diri” atau pun pengusiran (QS.9:40),
melainkan menamakannya peristiwa isra yakni Allah Swt. memperjalankan
beliau saw. pada waktu malam hari,
firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ سُبۡحٰنَ الَّذِیۡۤ اَسۡرٰی بِعَبۡدِہٖ لَیۡلًا مِّنَ
الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ اِلَی
الۡمَسۡجِدِ الۡاَقۡصَا الَّذِیۡ بٰرَکۡنَا
حَوۡلَہٗ لِنُرِیَہٗ مِنۡ اٰیٰتِنَا ؕ اِنَّہٗ ہُوَ السَّمِیۡعُ الۡبَصِیۡرُ ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Maha Suci Dia Yang
memperjalankan hamba-Nya pada waktu malam dari Masjid Haram ke Masjid Aqsha yang sekelilingnya telah Kami berkati, supaya Kami memperlihatkan kepadanya sebagian dari Tanda-tanda Kami,
sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha
Melihat. (Bani Israil [17]:1-2).
Setelah hijrah dari Makkah, selama beberapa tahun di Medinah pun jiwa Nabi Besar Muhammad saw. dalam keadaan bahaya dan musuh dengan tidak sabar menanti-nanti peluang untuk
menyaksikan kesudahan Islam yang
tragis (menyedihkan) dan cepat datangnya, yang menurut ukuran otak manusia
memang bakal demikian terjadinya.
Namun sesuai firman-Nya dalam Surah Al-Kautsar, kemudian menjelang akhir hayat Nabi Besar Muhammad saw., kebaikan
yang berlimpah-limpah (al-Kautsar) dalam
segala corak dan bentuk turun kepada beliau saw. bagaikan air hujan, dan janji yang terkandung dalam Surah ini,
telah menjadi sempurna secara harfiah, yakni yang abtar (terputus keturunannya) – baik secara jasmani mau pun secara
ruhani – adalah musuh-musuh beliau
saw..
Menjadi “Guru Abadi” dan “Ayah
Ruhani”
Seluruh Umat
Manusia
“Pelarian” dari Mekkah itu telah menjadi orang yang menentukan nasib seluruh negeri Arab,
dan sang putra padang pasir yang
tidak dapat membaca dan menulis itu terbukti menjadi Guru Abadi seluruh umat manusia. Allah Swt.
telah memberi beliau saw. sebuah Kitab
(Al-Quran) yang merupakan petunjuk
yang tidak mungkin gagal, untuk seluruh umat manusia dan untuk sepanjang masa; dan dengan meresapkan sifat-sifat Tuhan ke dalam diri beliau
saw., Nabi Besar Muhammad saw. telah
mencapai martabat tertinggi, yakni kedekatan kepada Khaliq-nya (Allah Swt.), yang mungkin dapat dicapai oleh seorang
manusia.
Nabi Besar Muhammad saw. dikaruniai sahabat-sahabat yang kesetiakawanan
serta pengabdiannya tidak pernah ada
tara bandingannya; dan ketika panggilan Al-Khāliq
datang kepada beliau saw. agar meninggalkan dunia
yang fana ini, beliau saw. merasa puas
telah melaksanakan tugas suci yang
diserahkan kepada beliau saw. dengan
sepenuhnya dan sesempurna-sempurnanya (QS.33:73-74).
Pendek kata, segala macam kebaikan -- baik bersifat kebendaan maupun moral --
telah dilimpahkan kepada Nabi Besar
Muhammad saw. dalam ukuran (kadar) yang penuh. Oleh sebab itu beliaulah yang paling pantas disebut “Nabi paling berhasil dari antara sekalian
nabi” (Encyclopaedia Britannica).
Adalah
sangat bermakna bahwa dalam ayat ini musuh-musuh Nabi Besar Muhammad saw. telah disebut dengan kata-kata tegas
bahwa mereka itu abtar (tidak mempunyai anak laki-laki), sedangkan
menurut kenyataan sejarah sendiri, semua putra Nabi Besar Muhammad saw. -- baik yang dilahirkan sebelum maupun sesudah
ayat ini turun -- telah wafat dan beliau saw. tidak meninggalkan seorang pun putra.
Hal itu menunjukkan bahwa kata abtar di sini hanya berarti: orang yang tidak mempunyai keturunan ruhani
(putra-putra ruhani) dan bukan putra-putra
jasmani seperti biasa dikatakan orang.
Pada hakikatnya, hal ini merupakan rencana Allah Swt. Sendiri bahwa Nabi Besar Muhammad saw. tidak akan meninggalkan anak laki-laki seorang pun, oleh karena beliau saw. telah
ditakdirkan menjadi ayah ruhani
berjuta-juta – bahkan milyar -- putra
ruhani (QS.33:7) sepanjang masa sampai Akhir
Zaman – yakni putra-putra ruhani
yang akan jauh lebih setia, patuh-taat dan penuh cinta daripada putra-putra jasmani ayah mana pun.
Yang Abtar (Terputus
Keturunan) adalah
Para Penentang Nabi Besar Muhammad Saw.
Jadi, bukan Nabi Besar
Muhammad saw. melainkan
musuh-musuh beliau saw. lah yang akan abtar yakni mati tanpa berketurunan, sebab dengan masuknya putra-putra jasmani mereka ke dalam pangkuan Islam mereka itu telah menjadi putra-putra ruhani Nabi Besar Muhammad saw. – termasuk di NKRI ini -- , dan mereka itu merasa malu dan merasa
hina, bila asal-usul mereka itu dikaitkan kepada ayah jasmani yang
melahirkan mereka sendiri, yang merupakan para
penentang zalim Rasul Allah, contohnya
Abu Jahal dkk.
Nah, karena para penentang
Nabi Besar Muhammad saw. sendiri – yakni Abu Jahal dll. – yang menuduh beliau saw. seorang abtar
yang terputus keturunannya, oleh
sebab itu bangsa Arab hendaknya jangan marah ketika
Surah Jumu’ah ayat 3-4 diwahyukan, dan Abu Hurairah r.a. menanyakan
makna ayat:
وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا
یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ
الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ
“Dan juga
akan membangkitkannya pada kaum lain
dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (Al-Jumu’ah [63]:3-5).
Nabi Besar Muhammad saw. sambil memegang sahabat Salman Farisi r.a. yang berkebangsaan Farsi (Iran) Nabi Besar Muhammad saw.
menyatakan bahwa Rasul Akhir Zaman yang akan datang -- walau pun berasal dari kalangan Ahli
Bait Nabi Besar Muhammad saw. --
yakni keturunan Sayyidah Fatimah al-Zahra r.a. dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a.
dari jalur Imam Hasan r.a. -- tetapi dari pihak laki-laki Rasul Akhir Zaman tersebut memiliki darah Farsi (Iran) seperti halnya
sahabat Salman Farsi r.a., yakni Mirza
Ghulam Ahmad a.s. yang atas perintah Allah Swt. mendakwakan diri
sebagai Al-Masih Mau’ud a.s. atau misal Isa
Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58)
atau Rasul
Akhir Zaman (QS.61:10).
Salah satu hakikat sebutan Al-Masih Mau'ud a.s. atau misal Isa Ibnu Maryam a.s. terhadap Rasul Akhir Zaman tersebut adalah karena antara Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dengan Mirza Ghulam Ahmad a.s. (Al-Masih Mau'ud a.s.) memiliki persamaan dalam hal hubungan darah dengan kaumnya, yaitu kedua Rasul Allah tersebut memiliki hubungan darah dengan kaumnya hanya dari pihak perempuan, firman-Nya:
Salah satu hakikat sebutan Al-Masih Mau'ud a.s. atau misal Isa Ibnu Maryam a.s. terhadap Rasul Akhir Zaman tersebut adalah karena antara Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dengan Mirza Ghulam Ahmad a.s. (Al-Masih Mau'ud a.s.) memiliki persamaan dalam hal hubungan darah dengan kaumnya, yaitu kedua Rasul Allah tersebut memiliki hubungan darah dengan kaumnya hanya dari pihak perempuan, firman-Nya:
ہُوَ
الَّذِیۡ بَعَثَ فِی الۡاُمِّیّٖنَ
رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا
عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ وَ
یُزَکِّیۡہِمۡ وَ
یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾ وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ ذٰلِکَ فَضۡلُ
اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ
ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa
yang buta huruf seorang rasul dari antara
mereka, yang membacakan kepada
mereka Tanda-tanda-Nya, mensucikan
mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah walaupun
sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata, dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang
belum bertemu dengan mereka. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha
Bijaksana. Itulah karunia
Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah
[63]:3-5).
Tugas suci Nabi Besar
Muhammad saw. meliputi penunaian keempat macam kewajiban mulia yang disebut dalam ayat
ini. Tugas agung dan mulia itulah yang dipercayakan kepada beliau saw., sebab
untuk kedatangan (pengutusan) beliau saw. di tengah-tengah orang-orang Arab yang buta
huruf itu leluhur beliau, Nabi Ibrahim a.s. telah memanjatkan doa beberapa ribu tahun yang
lampau ketika dengan disertai putranya, Nabi Isma’il a.s., beliau mendirikan dasar (pondasi) Ka’bah (QS.2:130).
Mengenai keempat macam
tugas Nabi Besar Muhammad saw. tersebut, pada hakikatnya tidak ada Pembaharu dapat benar-benar berhasil
dalam misinya kecuali jika ia:
(1) Menyiapkan dengan contoh
mulia dan quat-qudsiahnya (daya
pensuciannya), suatu jemaat (jama’ah)
yang pengikut-pengikutnya terdiri
dari orang-orang mukhlis, patuh, dan bertakwa, yang kepada mereka itu mula-mula:
(2) mengajarkan cita-cita dan asas-asas ajarannya serta mengajarkan falsafat, arti, dan kepentingan cita-cita dan asas-asas
ajarannya itu,
(3) kemudian mengirimkan pengikut-pengikutnya ke luar negeri untuk
mendakwahkan ajaran itu kepada bangsa
lain.
(4) Didikan yang Nabi Besar Muhammad saw. berikan kepada para pengikut beliau saw. memperluas dan mempertajam kecerdasan mereka, dan filsafat ajaran beliau saw.
menimbulkan dalam diri mereka keyakinan
iman, dan contoh mulia beliau saw.
(QS.33:22) menciptakan di dalam diri mereka kesucian
hati. Kenyataan-dasar agama
itulah yang diisyaratkan oleh ayat ini.
Kaum “Ākharīna Minhum” &
Salman Al-Farisi r.a. termasuk “Ahli Bait”
Mengenai ayat
وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ -- “dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang
belum bertemu dengan mereka” mengisyaratkan bahwa ajaran Nabi Besar Muhammad
saw. (agama Islam/Al-Quran) ditujukan bukan kepada bangsa Arab belaka -- yang di tengah-tengah bangsa itu beliau
dibangkitkan -- melainkan kepada seluruh bangsa
bukan-Arab juga, dan bukan hanya kepada orang-orang sezaman beliau saw., melainkan juga kepada keturunan (generasi) demi keturunan
manusia yang akan datang hingga kiamat.
Atau ayat وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا
یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ini dapat juga berarti bahwa Nabi Besar Muhammad saw. akan dibangkitkan
lagi di antara kaum yang belum pernah tergabung dalam para pengikut (sahabah) semasa
hidup beliau saw.. Isyarat di dalam ayat ini dan di dalam hadits Nabi saw. yang
termasyhur, tertuju kepada pengutusan
Nabi Besar Muhammad saw. untuk kedua kali dalam wujud Al-Masih
Mau’ud a.s. (Al-Masih yang dijanjikan) di Akhir
Zaman ini. Sehubungan dengan hal tersebut Abu Hurairah r.a. berkata:
“Pada suatu hari kami sedang duduk-duduk
bersama Rasulullah saw. , ketika Surah Jumu’ah diturunkan. Saya minta
keterangan kepada Rasulullah saw.: “Siapakah yang diisyaratkan oleh
kata-kata Dan Dia akan
membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka yang belum bertemu dengan
mereka?” – Salman al-Farsi (Salman asal Parsi) sedang duduk di antara kami.
Setelah saya berulang-ulang mengajukan pertanyaan itu, Rasulullah saw. meletakkan
tangan beliau saw. pada Salman dan
bersabda: “Bila iman telah terbang ke Bintang Tsuraya, seorang lelaki dari
mereka ini pasti akan menemukannya.” (Bukhari,
Tafsir Surah Al-Jumu’ah).
Hadits Nabi Besar Muhammad saw. ini
menunjukkan bahwa ayat ini dikenakan kepada seorang lelaki dari keturunan Parsi. Mirza Ghulam Ahmad a.s. yang atas perintah
Allah Swt. mendakwakan sebagai Al-Masih
Mau’ud a.s., dari pihak laki-laki adalah
dari keturunan Parsi, sedang dari
pihak perempuan beliau a.s. masih termasuk Ahli
Bait Nabi Besar Muhammad saw. dari jalur Sayyidah Fatimah az Zahra r.a. dan Sayyidina
Ali bin Abi Thalib r.a. dari Imam Hassan
r.a.. Itulah sebabnya dalam satu kesempatan Nabi Besar Muhammad saw. telah
menyatakan bahwa “Salman termasuk ahli
bait beliau saw.”
Hadits Nabi Besar Muhammad saw. lainnya
menyebutkan bahwa pada saat kedatangan Al-Masih Mau’ud a.s. ketika “tidak
ada yang tertinggal di dalam Al-Quran kecuali kata-katanya, dan tidak ada yang
tertinggal di dalam Islam selain namanya, yaitu, jiwa ajaran Islam yang sejati
akan lenyap” (Baihaqi). Jadi,
Al-Quran dan hadits kedua-duanya sepakat bahwa ayat ini menunjuk kepada kedatangan kedua kali Nabi Besar
Muhammad saw. dalam wujud Al-Masih Mau’ud a.s., yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s..
Jadi,
kembali kepada pembahasan firman Allah
Swt. sebelum ini mengenai hubungan gelar Khātaman Nabiyyīn dengan makna
al-kautsar (kebaikan yang
berlimpah-ruah) dan abtar (yang
terputus keturunannya), firman-Nya:
مَا کَانَ مُحَمَّدٌ اَبَاۤ اَحَدٍ
مِّنۡ رِّجَالِکُمۡ وَ لٰکِنۡ رَّسُوۡلَ اللّٰہِ وَ خَاتَمَ النَّبِیّٖنَ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ
بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمًا ﴿﴾
Muhammad bukanlah bapak salah
seorang laki-laki di antara laki-laki
kamu, akan
tetapi ia adalah Rasul Allah
dan khātaman Nabiyyīn dan Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu. Ahzāb [33]:41).
Firman-Nya
lagi:
بِسۡمِ اللّٰہِ
الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾ اِنَّاۤ اَعۡطَیۡنٰکَ
الۡکَوۡثَرَ ؕ﴿﴾ فَصَلِّ لِرَبِّکَ وَ انۡحَرۡ ؕ﴿﴾ اِنَّ شَانِئَکَ ہُوَ الۡاَبۡتَرُ ﴿﴾
Aku baca
dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha
Penyayang. Sesungguhnya Kami telah menganugerahkan kepada engkau
berlimpah-limpah kebaikan. Maka shalatlah bagi Tuhan engkau dan berkorbanlah. Sesungguhnya musuh engkau, dialah yang tanpa
keturunan. (Al-Kautsar [108]:1-4).
Sesudah Surah Al-Kautsar diturunkan, tentu saja terdapat anggapan di kalangan
kaum Muslimin di zaman permulaan bahwa Nabi Besar Muhammad saw. akan dianugerahi anak-anak lelaki yang akan hidup
sampai dewasa. Ayat Khātaman Nabiyyīn yang sedang dibahas
ini menghilangkan salah paham itu,
sebab ayat ini menyatakan bahwa beliau saw., baik sekarang maupun dahulu
ataupun di masa yang akan datang bukan
atau tidak pernah akan menjadi bapak
seorang orang lelaki dewasa bangsa
Arab (rijal berarti pemuda).
Dalam pada itu ayat ini nampaknya
bertentangan dengan Surah Al-Kautsar, yang di dalamnya bukan Nabi
Besar Muhammad saw., melainkan musuh-musuh beliau saw. yang diancam
dengan tidak akan berketurunan
(abtar), tetapi sebenarnya berusaha menghilangkan keragu-raguan dan prasangka-prasangka terhadap timbulnya
arti yang kelihatannya bertentangan
itu.
Ayat Khātaman Nabiyyīn ini mengatakan – sebagaimana telah dikemukakan --
bahwa Baginda Nabi Besar Muhammad saw. adalah rasul Allah, yang mengandung arti bahwa beliau adalah bapak
ruhani seluruh umat manusia dan
beliau juga Khātaman Nabiyyīn, yang maksudnya bahwa beliau adalah bapak
ruhani seluruh nabi. Maka bila
beliau saw. merupakan bapak ruhani
semua orang beriman dan semua nabi, betapa beliau saw. dapat
disebut abtar atau tak
berketurunan.
Apabila ungkapan Khātaman Nabiyyīn ini diambil dalam arti
bahwa Nabi Besar Muhammad saw. beliau
itu nabi yang terakhir, dan bahwa tidak ada nabi akan datang sesudah beliau,
maka ayat ini akan nampak sumbang bunyinya dan tidak mempunyai pertautan dengan
konteks ayat, dan daripada menyanggah
ejekan orang-orang kafir bahwa beliau saw.
adalah seorang abtar ( tidak
berketurunan), malahan mendukung dan menguatkannya.
Kenapa demikian? Sebab akan
berarti Nabi Besar Muhammad saw.
bukan bapak salah seorang laki-laki jasmani bangsa Arab mana pun, juga beliau saw. pun bukan seorang bapak ruhani, karena dengan pengutusan
beliau saw. dengan membawa syariat
yang terakhir dan tersempurna
(agama Islam – QS.4) maka silsilah nikmat-nikmat
keruhanian (QS.4:70-71; QS.5:21) yang sebelumnya terbuka bagi kaum-kaum sebelumnya yang ruhaninya belum dewasa,
tiba-tiba menjadi tertutup rapat
alias abtar setelah keadaan ruhani umat manusia telah mencapai kedewasaannya untuk mengamalkan
ajaran Islam (Al-Quran).
Benarkah demikian makna Khātaman Nabiyyīn?
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 8 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar