Senin, 27 Mei 2013

Orang-orang yang Dibangkitkan Dalam Keadaan "Buta" & Kisah Monumental "Dua Putra Adam"



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 128


      Orang-orang yang  Dibangkitkan Dalam Keadaan Buta &
 Kisah Monumental  
Dua Putra Adam  

 Oleh

 Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam  akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan    jawaban Nabi Nuh a.s. terhadap berbagai keberatan para pemuka kaumnya tentang  pendakwaan beliau saw. sebagai Rasul Allah dan keberadaan  orang-orang  yang beriman kepada beliau a.s., firman-Nya:
قَالَ یٰقَوۡمِ اَرَءَیۡتُمۡ اِنۡ کُنۡتُ عَلٰی بَیِّنَۃٍ مِّنۡ رَّبِّیۡ  وَ اٰتٰىنِیۡ رَحۡمَۃً مِّنۡ عِنۡدِہٖ فَعُمِّیَتۡ عَلَیۡکُمۡ ؕ اَنُلۡزِمُکُمُوۡہَا وَ اَنۡتُمۡ لَہَا کٰرِہُوۡنَ ﴿﴾ 
Ia (Nuh) berkata: “Hai kaumku, bagaimana pandangan kamu, jika aku berdiri atas suatu Tanda yang nyata dari Tuhan-ku, dan Dia telah menganugerahkan  kepadaku rahmat dari sisi-Nya tetapi itu tetap saja tidak jelas (samar) bagi kamu? Apakah  kami akan memaksakannya  kepada kamu, sedangkan  kamu tidak menyukainya?  (Hūd [11]:29).

Orang-orang  yang Buta Mata Ruhaninya

     Menurut Nabi Nuh a.s.,  begitu banyak Tanda-tanda serta dalil-dalil dari Allah Swt. yang mendukung kebenaran pendakwaan beliau a.s. sebagai Rasul Allah, hanya saja masalahnya bukan pada diri beliau a.s. melainkan pada diri para penentang  Nabi Nuh a.s.   yakni   فَعُمِّیَتۡ عَلَیۡکُمۡ    -- yakni “kalian tetap membuta  terhadap Tanda-tanda dan Rahmat-rahmat Ilahi yang  mendukung pendakwaan-Ku”. Dengan demikian benarlah firman Allah Swt. berikut ini mengenai orang-orang yang buta mata ruhaninya di dunia dan di akhirat nanti:
وَ مَنۡ کَانَ فِیۡ ہٰذِہٖۤ  اَعۡمٰی فَہُوَ فِی الۡاٰخِرَۃِ   اَعۡمٰی  وَ اَضَلُّ  سَبِیۡلًا ﴿﴾
Dan barangsiapa buta di dunia ini maka di akhirat  pun ia akan buta juga  dan bahkan  lebih tersesat dari jalan. (Bani Israil [17]:73).
     Mereka yang tidak mempergunakan mata ruhani mereka dengan cara yang wajar di dunia ini akan tetap  luput dari penglihatan ruhani di dalam akhirat. Al-Quran menyebut mereka yang tidak merenungkan Tanda-tanda Allah serta tidak memperoleh manfaat darinya adalah  buta”. Orang-orang seperti itu di alam akhirat pun akan tetap dalam keadaan buta. Firman-Nya lagi: 
وَ مَنۡ اَعۡرَضَ عَنۡ ذِکۡرِیۡ فَاِنَّ لَہٗ مَعِیۡشَۃً ضَنۡکًا وَّ نَحۡشُرُہٗ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ  اَعۡمٰی ﴿﴾  قَالَ رَبِّ  لِمَ حَشَرۡتَنِیۡۤ  اَعۡمٰی وَ قَدۡ کُنۡتُ  بَصِیۡرًا ﴿﴾ قَالَ  کَذٰلِکَ اَتَتۡکَ اٰیٰتُنَا فَنَسِیۡتَہَا ۚ  وَکَذٰلِکَ  الۡیَوۡمَ  تُنۡسٰی ﴿﴾  وَ کَذٰلِکَ نَجۡزِیۡ مَنۡ اَسۡرَفَ وَ لَمۡ  یُؤۡمِنۡۢ بِاٰیٰتِ رَبِّہٖ ؕ وَ لَعَذَابُ الۡاٰخِرَۃِ اَشَدُّ وَ اَبۡقٰی ﴿﴾ اَفَلَمۡ یَہۡدِ لَہُمۡ کَمۡ اَہۡلَکۡنَا قَبۡلَہُمۡ مِّنَ الۡقُرُوۡنِ یَمۡشُوۡنَ فِیۡ مَسٰکِنِہِمۡ ؕ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ  لَاٰیٰتٍ  لِّاُولِی  النُّہٰی ﴿﴾٪
Dan  barangsiapa ber­paling dari mengingat Aku maka sesungguhnya baginya ada kehidupan yang sempit, dan Kami akan membangkit-kannya pada Hari Kiamat dalam ke-adaan buta.  Ia berkata: "Ya Tuhan­ku, mengapa Engkau mem­bangkitkan aku dalam keadaan buta, padahal sesungguhnya dahulu aku dapat melihat?”  Dia  berfirman: "Demi­kianlah telah datang kepada kamu Tanda-tanda Kami, tetapi engkau melupakannya dan demikian pula engkau dilupakan pada hari ini." Dan demikianlah Kami memberi balasan orang yang me­langgar dan ia tidak beriman kepada Tanda-tanda Tuhan-nya, dan  niscaya azab  akhirat itu lebih keras dan lebih kekal. Maka apakah tidak  mem­beri petunjuk kepada mereka   berapa banyak generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, mereka berja-lan-jalan di tempat-tempat tinggal mereka yang telah hancur? Sesungguhnya dalam hal yang demikian itu benar-benar ada Tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Thā Hā [20]:125-129).
 Seseorang yang sama sekali tidak ingat kepada Allah Swt. di dunia serta menjalani cara hidup yang menghalangi dan menghambat perkembangan ruhaninya – khususnya mendustakan dan menjadi penentang para Rasul Allah --  dan dengan demikian membuat dirinya tidak layak menerima nur dari Allah Swt. akan dilahirkan dalam keadaan buta di waktu kebangkitannya kembali pada kehidupan di akhirat. Hal itu menjadi demikian  karena ruhnya di dunia ini - yang akan berperan sebagai tubuh  bagi ruh yang lebih maju ruhaninya di alam akhirat - telah menjadi buta, sebab ia telah menjalani kehidupan yang bergelimang dosa di dunia ini.

Pengulangan Kisah Monumental “Dua Putra Adam

  Sebagai jawaban terhadap keluhan orang kafir mengapa ia dibangkitkan buta padahal dalam kehidupan sebelumnya di dunia ia memiliki penglihatan, Allah Swt. akan mengatakan bahwa ia telah menjadi buta ruhani dalam kehidupannya di dunia sebab telah menjalani kehidupan yang bergelimang dosa, dan karena itu ruhnya — yang akan berperan sebagai tubuh untuk ruh lain yang ruhaninya jauh lebih berkembang di akhirat, maka di hari kemudian ia dilahirkan buta.
 Ayat ini dapat pula berarti bahwa karena orang kafir tidak mengembangkan dalam dirinya sifat-sifat Ilahi dan tetap asing dari sifat-sifat itu, maka pada hari kebangkitan — ketika sifat-sifat itu  akan dinampakkan  dengan segala keagungan dan kemuliaan — ia sebagai seseorang yang terasing dari sifat­-sifat itu  tidak akan mampu mengenalnya dan dengan demikian akan berdiri seperti orang buta yang tidak mempunyai ingatan atau kenangan sedikit pun kepada sifat-sifat itu.
Itulah sebabnya ketika  para malaikat mengetahui bahwa Adam (Khalifah Allah) mampu mengemukakan Al-Asmā  (nama-nama) yang diajarkan Allah Swt. kepadanya secara khusus  maka ia serta-merta “sujud” (patuh taat)  kepada “Adam” ketika diperintahkan Allah Swt. untuk “sujud” kepadanya, kecuali iblis, karena ia bersikap takabur  menganggap dirinya lebih mulia daripada Adam  (Khalifah Allah), sehingga ia  diusir  Allah Swt. dari “surga keridhaan-Nya   (QS.2:21-35; QS.7:12-14; QS.15:29-36; QS.38:72-79).
 Kedengkian iblis dan para pengikutnya terhadap Adam dan istrinya  atau jama’ahnya tersebut   diabadikan sebagai kisah monumental lainnya yaitu kisah “dua putra Adam  yang  salah satu  dari “dua putra Adam tersebut   pengorbanannya  tidak dikabulkan (ditolak) oleh Allah Swt.  (QS.5:28-35),  lalu  karena kedengkiannya -- ia “membunuh saudaranya” yang pengorbanannya dikabulkan (diterima) Allah Swt.. Dengan demikian  kisah monumental  dua putra Adam” tersebut  akan senantiasa berulang, termasuk di Akhir Zaman ini, firman-Nya:
وَ اتۡلُ عَلَیۡہِمۡ  نَبَاَ ابۡنَیۡ اٰدَمَ  بِالۡحَقِّ ۘ اِذۡ قَرَّبَا قُرۡبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنۡ اَحَدِہِمَا وَ لَمۡ یُتَقَبَّلۡ مِنَ الۡاٰخَرِ ؕ قَالَ لَاَقۡتُلَنَّکَ ؕ قَالَ  اِنَّمَا یَتَقَبَّلُ  اللّٰہُ مِنَ  الۡمُتَّقِیۡنَ ﴿﴾  لَئِنۡۢ بَسَطۡتَّ اِلَیَّ یَدَکَ لِتَقۡتُلَنِیۡ مَاۤ   اَنَا بِبَاسِطٍ یَّدِیَ اِلَیۡکَ لِاَقۡتُلَکَ ۚ اِنِّیۡۤ  اَخَافُ اللّٰہَ  رَبَّ  الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ اِنِّیۡۤ  اُرِیۡدُ اَنۡ تَبُوۡٓاَ بِاِثۡمِیۡ وَ اِثۡمِکَ فَتَکُوۡنَ مِنۡ اَصۡحٰبِ النَّارِ ۚ وَ ذٰلِکَ جَزٰٓؤُا الظّٰلِمِیۡنَ ﴿ۚ﴾
Dan ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua anak  Adam dengan sebenarnya, ketika keduanya  memberikan pengorbanan, maka dika-bulkan salah seorang dari keduanya itu  sedangkan dari yang lain tidak dikabulkan, lalu ia berkata: “Niscaya  engkau akan kubunuh.” Saudaranya berkata: “Sesungguhnya Allah hanya mengabulkan pengorbanan dari orang-orang yang bertakwa. Jika engkau benar-benar menjangkaukan tangan engkau terhadapku untuk membunuhku, sekali-kali aku tidak akan menjangkaukan tanganku terhadap engkau untuk membunuh engkau, sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seluruh alam. Sesungguhnya aku menginginkan bahwa engkau menanggung dosaku  dan dosa engkau sendiri, maka engkau akan menjadi penghuni Api, dan demikianlah balasan ba-gi orang-orang yang zalim.” (Al-Māidah [5]:28-30).

Kedengkian Kain terhadap Habel

       Sebutan “kedua anak Adam,” secara kiasan maksudnya ialah dua pribadi siapa saja dari antara segenap keturunan umat manusia (Bani Adam). Perumpamaan itu pun menggambarkan sikap tidak bersahabat kaum Bani Israil terhadap keturunan Bani Isma’il, oleh karena silsilah kenabian telah dipindahkan Allah Swt. dari mereka kepada kaum Bani Isma’il dalam pribadi  Nabi Besar Muhammad saw..
  Urīdu (aku menginginkan) diserap dari kata rāda yang kadang-kadang tidak menyatakan keinginan yang sebenarnya melainkan hanya menerangkan suatu keadaan atau kondisi praktis yang agaknya menjurus kepada suatu situasi tertentu (QS.18:78). Ayat ini tidak berarti bahwa Habel menghendaki saudaranya, Kain, dicampakkan ke dalam neraka. Apa yang dimaksud olehnya hanya akibat wajar tapi pasti dari sikapnya sendiri yang tidak-agresip (pengalah) itu  yaitu   saudaranya akan masuk neraka.
   Itsmi artinya “dosa yang dibuat terhadapku.” Di sini calon korban itu hanya menggambarkan akibat dari perbuatan yang akan dilakukan oleh saudaranya. Ungkapan ini dapat juga dijelaskan dengan jalan lain sebagai berikut: Menurut riwayat Nabi Besar Muhammad saw. bersabda bahwa pada Hari Peradilan perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan orang-orang zalim, akan dipindahkan kepada orang-orang yang dizalimi  oleh mereka, dan seandainya  orang-orang zalim sama sekali tidak pernah berbuat baik, maka dosa orang-orang yang dizalimi  akan diperhitungkan kepada orang-orang zalim sehingga dengan demikian, orang-orang fasik  bukan saja menanggung dosa mereka sendiri, tetapi pula dosa-dosa orang yang dizalimi (Muslim, bab al-Birr wa’l Shila), itulah makna ayat:
اِنِّیۡۤ  اُرِیۡدُ اَنۡ تَبُوۡٓاَ بِاِثۡمِیۡ وَ اِثۡمِکَ فَتَکُوۡنَ مِنۡ اَصۡحٰبِ النَّارِ ۚ وَ ذٰلِکَ جَزٰٓؤُا الظّٰلِمِیۡنَ ﴿ۚ﴾
Sesungguhnya aku menginginkan bahwa engkau menanggung dosaku  dan dosa engkau sendiri, maka engkau akan menjadi penghuni Api, dan demikianlah balasan bagi orang-orang yang zalim.”  (Al-Māidah [5]:30).
      Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai tindak “pembunuhan” yang dilakukan Kain terhadap Habel atas dasar kedengkian:
فَطَوَّعَتۡ  لَہٗ نَفۡسُہٗ  قَتۡلَ اَخِیۡہِ فَقَتَلَہٗ  فَاَصۡبَحَ  مِنَ  الۡخٰسِرِیۡنَ ﴿﴾  فَبَعَثَ اللّٰہُ غُرَابًا یَّبۡحَثُ فِی الۡاَرۡضِ لِیُرِیَہٗ کَیۡفَ یُوَارِیۡ سَوۡءَۃَ اَخِیۡہِ ؕ قَالَ یٰوَیۡلَتٰۤی اَعَجَزۡتُ اَنۡ  اَکُوۡنَ مِثۡلَ  ہٰذَا الۡغُرَابِ فَاُوَارِیَ سَوۡءَۃَ اَخِیۡ ۚ فَاَصۡبَحَ  مِنَ  النّٰدِمِیۡنَ ﴿ۚۛۙ﴾
Tetapi nafsunya telah membuat dia taat kepadanya supaya membunuh saudaranya, lalu   dia membunuhnya, maka dia pun menjadi termasuk orang-orang yang  rugiLalu Allah mengirim seekor burung gagak yang menggaruk-garuk di tanah  untuk memperlihatkan kepadanya, bagaimana cara  menyembunyikan mayat saudaranya. Ia berkata: “Celaka aku! Tidak sanggupkah aku berbuat seperti gagak ini supaya dapat kusembunyikan mayat saudara-ku?” Maka jadilah ia di antara orang-orang yang menyesal.  (Al-Māidah [5]:31-32).

Seakan-akan “Membunuh Seluruh Manusia” &
“Menghidupkan Seluruh Manusia”

    Para mufasirin berlainan pendapat mengenai peristiwa burung gagak itu — apakah benar-benar terjadi ataukah hanya sekedar perumpamaan. Tidak mustahil bahwa peristiwa demikian itu, sungguh-sungguh terjadi. Selanjutnya Allah Swt. berirman:
مِنۡ اَجۡلِ ذٰلِکَ ۚۛؔ کَتَبۡنَا عَلٰی بَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ اَنَّہٗ مَنۡ قَتَلَ نَفۡسًۢا بِغَیۡرِ نَفۡسٍ اَوۡ فَسَادٍ فِی الۡاَرۡضِ فَکَاَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِیۡعًا ؕ وَ مَنۡ  اَحۡیَاہَا فَکَاَنَّمَاۤ اَحۡیَا النَّاسَ جَمِیۡعًا ؕ وَ لَقَدۡ جَآءَتۡہُمۡ رُسُلُنَا بِالۡبَیِّنٰتِ ۫ ثُمَّ  اِنَّ کَثِیۡرًا مِّنۡہُمۡ بَعۡدَ ذٰلِکَ فِی الۡاَرۡضِ لَمُسۡرِفُوۡنَ ﴿﴾ اِنَّمَا جَزٰٓؤُا الَّذِیۡنَ یُحَارِبُوۡنَ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ وَ یَسۡعَوۡنَ فِی الۡاَرۡضِ فَسَادًا اَنۡ یُّقَتَّلُوۡۤا اَوۡ یُصَلَّبُوۡۤا اَوۡ تُقَطَّعَ اَیۡدِیۡہِمۡ وَ اَرۡجُلُہُمۡ مِّنۡ خِلَافٍ اَوۡ یُنۡفَوۡا مِنَ  الۡاَرۡضِ ؕ ذٰلِکَ لَہُمۡ خِزۡیٌ فِی الدُّنۡیَا وَ لَہُمۡ فِی الۡاٰخِرَۃِ عَذَابٌ عَظِیۡمٌ ﴿ۙ﴾  اِلَّا الَّذِیۡنَ تَابُوۡا مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ تَقۡدِرُوۡا عَلَیۡہِمۡ ۚ فَاعۡلَمُوۡۤا اَنَّ اللّٰہَ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ ﴿٪﴾
Oleh sebab itu Kami tetapkan bagi Bani Israil bahwa: Barangsiapa yang membunuh seseorang,  padahal orang itu tidak pernah membunuh orang lain atau  telah mengadakan kerusakan  di bumi, maka seolah-olah ia membunuh seluruh manusia;  dan barangsiapa menyelamatkan nyawa seseorang maka ia seolah-olah menghidupkan seluruh manusia. Dan sungguh benar-benar telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan Tanda-tanda yang nyata, kemudian sesudah itu  sungguh kebanyakan dari mereka benar-benar melampaui batas di bumi. (Al-Māidah [5]:33).
      Apa yang diisyaratkan dalam ayat ini ialah suatu peristiwa yang serupa dengan apa yang tersebut di sini mengenai kedua putra Adam, tetapi peristiwa yang mengandung arti yang jauh lebih luas lagi penting itu, akan terjadi kelak di kemudian hari. Seorang nabi Allah akan muncul di antara saudara-saudara Bani Israil (Ulangan 18:15-19; QS.46:11) yakni misal  Nabi Musa a.s. atau Nabi Besar Muhammad saw. yang berasal dari Bani Isma’il.
    Kenyataan ini akan menimbulkan kemarahan kaum Bani Israil terhadap nabi itu atau nabi yang seperti Musa  itu dan mereka akan menjadi haus darah karena disulut oleh rasa iri hati (kedengkian), persis seperti Kain telah menjadi haus darah terhadap saudaranya, Habel.  Nabi Allah tersebut bukan sembarang wujud.
     Dialah yang akan menjadi Pembaharu Dunia dan ditakdirkan membawa syariat abadi bagi segenap umat manusia (QS.7:158-159; QS.21:108; QS.25:2; QS.34:29; Matius 23:39; Yohanes 14:16, 26 &16:7-14; Ulangan 18:18 & 33:2; Yesaya 21:13-17 20:62; Syirul- Asyar 1:5-5 dan Habakuk 3:7), yang seluruh masa depannya bergantung padanya dan  karena itu membunuhnya adalah sama dengan membunuh seluruh umat manusia dan menyelamatkan jiwanya berarti sama dengan menyelamatkan seluruh umat manusia.
      Kedengkian para pemuka kaum  di kalangan Bani Israil  terhadap  Bani Isma’il atau umat Islam sangat wajar terjadi, sebab walau pun Bani Israil dan Bani Isma’il (umat Islam)  adalah sama-sama keturunan Nabi Ibrahim a.s., tetapi melalui dua putra beliau a.s. yang berbeda, yakni melalui jalur keturunan Nabi Ishaq a.s. dan jalur keturunan Nabi Isma’il a.s..

Rangkaian Kedengkian di Kalangan Bani Israil

     Kenyataan sejarah kenabian di kalangan Bani Israil membuktikan bahwa rangkaian kedengkian warisan Kain terhadap Habel tersebut bahkan berlangsung di kalangan Bani Israil sendiri, yakni terhadap para Rasul Allah yang dibangkitkan dari keturunan Nabi Ya’qub a.s. (Israil) mulai dari Nabi Yusuf a.s. (QS.12:1-21; QS.40:35-36) sampai dengan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., firman-Nya:
وَ لَقَدۡ جَآءَکُمۡ یُوۡسُفُ مِنۡ قَبۡلُ بِالۡبَیِّنٰتِ فَمَا زِلۡتُمۡ فِیۡ  شَکٍّ  مِّمَّا جَآءَکُمۡ بِہٖ ؕ حَتّٰۤی  اِذَا ہَلَکَ قُلۡتُمۡ لَنۡ یَّبۡعَثَ اللّٰہُ  مِنۡۢ بَعۡدِہٖ  رَسُوۡلًا ؕ کَذٰلِکَ یُضِلُّ اللّٰہُ مَنۡ ہُوَ  مُسۡرِفٌ مُّرۡتَابُۨ ﴿ۚۖ﴾ الَّذِیۡنَ یُجَادِلُوۡنَ فِیۡۤ  اٰیٰتِ اللّٰہِ بِغَیۡرِ سُلۡطٰنٍ اَتٰہُمۡ ؕ کَبُرَ مَقۡتًا عِنۡدَ اللّٰہِ وَ عِنۡدَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا ؕ کَذٰلِکَ یَطۡبَعُ اللّٰہُ  عَلٰی کُلِّ  قَلۡبِ مُتَکَبِّرٍ  جَبَّارٍ ﴿﴾
Dan sungguh benar-benar telah datang kepada kamu Yusuf sebelum ini dengan bukti-bukti yang nyata, tetapi kamu selalu dalam keraguan dari apa yang dengannya dia datang kepadamu, hingga apabila ia telah mati  kamu berkata: “Allah  tidak akan per-nah mengutus seorang rasul pun sesudahnya.” Demikianlah Allah me-nyesatkan  barangsiapa yang melampaui batas, yang ragu-ragu. Yaitu orang-orang yang ber-tengkar mengenai  Tanda-tanda Allah tanpa dalil yang datang kepada mereka. Sangat besar kebencian di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang beriman, demikianlah Allah mencap setiap  hati orang sombong lagi  sewenang-senang. (Al-Mu’mīn [40]:35-36).
   Nabi-nabi telah senantiasa datang ke dunia semenjak waktu yang jauh silam, tetapi begitu busuknya pikiran orang-orang — setiap kali datang seorang nabi baru, mereka menolak dan menentangnya, dan ketika nabi Allah itu   wafat orang-orang yang kemudian  beriman kepada nabi Allah itu berkata bahwa tidak ada nabi akan datang lagi dan pintu wahyu telah tertutup untuk selama-lamanya (QS.72:8).
  Selanjutnya mengenai pendustaan terhadap para Rasul Allah yang dibangkitkan di kalangan Bani Israil mulai dari Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  Allah Swt. berfirman:
وَ لَقَدۡ اٰتَیۡنَا مُوۡسَی الۡکِتٰبَ وَ قَفَّیۡنَا مِنۡۢ بَعۡدِہٖ بِالرُّسُلِ ۫ وَ اٰتَیۡنَا عِیۡسَی ابۡنَ مَرۡیَمَ الۡبَیِّنٰتِ وَ اَیَّدۡنٰہُ بِرُوۡحِ الۡقُدُسِ ؕ اَفَکُلَّمَا جَآءَکُمۡ رَسُوۡلٌۢ بِمَا لَا تَہۡوٰۤی اَنۡفُسُکُمُ اسۡتَکۡبَرۡتُمۡ ۚ  فَفَرِیۡقًا کَذَّبۡتُمۡ  ۫ وَ فَرِیۡقًا تَقۡتُلُوۡنَ ﴿﴾ وَ قَالُوۡا قُلُوۡبُنَا غُلۡفٌ ؕ بَلۡ لَّعَنَہُمُ اللّٰہُ بِکُفۡرِہِمۡ  فَقَلِیۡلًا مَّا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾ وَ لَمَّا جَآءَہُمۡ کِتٰبٌ مِّنۡ عِنۡدِ اللّٰہِ مُصَدِّقٌ لِّمَا مَعَہُمۡ  ۙ وَ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ یَسۡتَفۡتِحُوۡنَ عَلَی الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا ۚۖ فَلَمَّا جَآءَہُمۡ مَّا عَرَفُوۡا کَفَرُوۡا بِہٖ ۫ فَلَعۡنَۃُ اللّٰہِ عَلَی الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾ بِئۡسَمَا اشۡتَرَوۡا بِہٖۤ اَنۡفُسَہُمۡ  اَنۡ یَّکۡفُرُوۡا بِمَاۤ  اَنۡزَلَ اللّٰہُ  بَغۡیًا اَنۡ یُّنَزِّلَ اللّٰہُ مِنۡ فَضۡلِہٖ عَلٰی مَنۡ یَّشَآءُ مِنۡ عِبَادِہٖ ۚ فَبَآءُوۡ بِغَضَبٍ عَلٰی غَضَبٍ ؕ وَ  لِلۡکٰفِرِیۡنَ عَذَابٌ مُّہِیۡنٌ ﴿﴾ وَ اِذَا قِیۡلَ لَہُمۡ  اٰمِنُوۡا بِمَاۤ اَنۡزَلَ اللّٰہُ قَالُوۡا نُؤۡمِنُ بِمَاۤ  اُنۡزِلَ عَلَیۡنَا وَ یَکۡفُرُوۡنَ بِمَا وَرَآءَہٗ ٭ وَ ہُوَ الۡحَقُّ مُصَدِّقًا لِّمَا مَعَہُمۡ  ؕ قُلۡ فَلِمَ تَقۡتُلُوۡنَ اَنۡۢبِیَآءَ اللّٰہِ مِنۡ قَبۡلُ اِنۡ کُنۡتُمۡ مُّؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾ وَ لَقَدۡ جَآءَکُمۡ مُّوۡسٰی بِالۡبَیِّنٰتِ ثُمَّ اتَّخَذۡتُمُ الۡعِجۡلَ مِنۡۢ بَعۡدِہٖ وَ اَنۡتُمۡ ظٰلِمُوۡنَ﴿﴾
Dan  sungguh   Kami benar-benar telah  berikan Alkitab kepada Musa dan Kami mengikutkan rasul-rasul di belakangnya,   Kami  berikan kepada Isa Ibnu Maryam Tanda-tanda yang nyata, dan juga Kami memperkuatnya dengan  Ruhulqudus. Maka apakah patut setiap datang kepada kamu seorang rasul dengan membawa apa yang tidak disukai oleh dirimu  kamu berlaku takabur, lalu  sebagian kamu dustakan dan sebagian lainnya kamu bunuh?    Dan mereka berkata:  Hati kami tertutup.” Tidak,  bahkan Allah telah mengutuk mereka karena kekafiran mereka maka sedikit sekali apa yang mereka imani.   Dan tatkala datang kepada mereka sebuah Kitab yakni  Al-Quran dari Allah  menggenapi apa yang ada pada mereka, sedangkan sebelum itu mereka senantiasa memohon kemenangan atas orang-orang kafir, tetapi tatkala  datang kepada mereka  apa yang mereka  kenali itu lalu mereka kafir  kepadanya  maka laknat Allah atas orang-orang kafir.   Sangat buruk hal yang  dengan itu mereka telah menjual dirinya   yakni  mereka  kafir kepada apa yang diturunkan Allah, karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, lalu mereka ditimpa kemurkaan demi kemurkaan, dan bagi orang-orang kafir ada azab yang menghinakan. Dan   apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kepada apa yang diturunkan Allah”, mereka berkata: “Kami hanya beriman kepada apa yang telah diturunkan kepada kami”, dan mereka kafir  kepada yang diturunkan sesudahnya, padahal  itulah haq (kebenaran) yang menggenapi yang ada pada mereka. Katakanlah:  Lalu mengapa kamu  membunuh nabi-nabi Allah sebelum ini, jika kamu sungguh orang-orang beriman?”   Dan  sungguh  Musa benar-benar telah datang kepada kamu  dengan Tanda-tanda yang nyata, kemudian sepeninggalnya  kamu menjadikan anak sapi sebagai sembahan dan ka-mu orang-orang  yang zalim. (Al-Baqarah [2]:88-93).

Kesedihan Nabi Musa a.s. atas Kedurhakaan Kaumnya  dan
Nubuatan Nabi Isa Ibnu Maryam Mengenai Nabi Ahmad Saw.

     Ayat 90 “sedangkan sebelum itu mereka senantiasa memohon kemenangan  atas orang-orang kafir  berarti bahwa orang-orang Yahudi biasa membukakan kepada orang-orang musyrik Arab kenyataan bahwa ada nubuatan-nubuatan dalam Kitab-kitab Suci mereka tentang kedatangan seorang Nabi yang akan menyebarkan kebenaran ke seluruh dunia (Ulangan 18:18 dan 28:1-2; QS.2:77). Tetapi ketika Nabi Allah itu sungguh-sungguh muncul, bahkan orang-orang dari antara mereka yang telah melihat Tanda-tanda dari Allah Swt.  menjadi sempurna dalam diri beliau saw.,  mereka berpaling dari beliau saw..
     Atau mungkin pula artinya bahwa sebelum diutusnya Nabi Besar Muhammad saw. orang-orang Yahudi biasa mendoa dengan khusuk kepada Tuhan agar membangkitkan seorang nabi yang akan menyebabkan agama yang benar itu menang terhadap agama-agama palsu (Hisyam, 1, 150), tetapi  ketika Nabi Allah yang untuknya mereka terus-terus mendoa itu sungguh-sungguh datang dan keunggulan haq (kebenaran) di atas kepalsuan mulai nampak mereka menolaknya dan sebagai akibatnya penolakan itu menimpakan atas mereka laknat Allah Swt..  
       Berikut firman-Nya  mengenai kesedihan Nabi Musa a.s. terhadap kedurhakaan kaum beliau (Bani Israil) dan nubuatan Nabi isa Ibnu Maryam a.s. tentang kedatangan Nabi Ahmad saw. atau Nabi Besar Muhammad saw., sebagai pemberitahuan mengenai akan dipindahkan-Nya nikmat kenabian dari kalangan Bani Israil kepada Bani Isma’il, firman-Nya:
وَ اِذۡ  قَالَ مُوۡسٰی لِقَوۡمِہٖ یٰقَوۡمِ لِمَ تُؤۡذُوۡنَنِیۡ  وَ قَدۡ تَّعۡلَمُوۡنَ  اَنِّیۡ  رَسُوۡلُ اللّٰہِ  اِلَیۡکُمۡ ؕ فَلَمَّا  زَاغُوۡۤا اَزَاغَ  اللّٰہُ قُلُوۡبَہُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ  لَا یَہۡدِی الۡقَوۡمَ الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿﴾   وَ اِذۡ قَالَ عِیۡسَی ابۡنُ  مَرۡیَمَ یٰبَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ  اِنِّیۡ  رَسُوۡلُ  اللّٰہِ  اِلَیۡکُمۡ مُّصَدِّقًا  لِّمَا بَیۡنَ  یَدَیَّ  مِنَ  التَّوۡرٰىۃِ وَ مُبَشِّرًۢا  بِرَسُوۡلٍ یَّاۡتِیۡ  مِنۡۢ  بَعۡدِی اسۡمُہٗۤ  اَحۡمَدُ ؕ فَلَمَّا جَآءَہُمۡ  بِالۡبَیِّنٰتِ قَالُوۡا ہٰذَا  سِحۡرٌ  مُّبِیۡنٌ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, mengapa kamu menyakitiku,  padahal kamu sungguh mengetahui bahwa aku Rasul Allah yang diutus kepada kamu?” Maka tatkala mereka menyimpang dari jalan benar Allah pun menyimpangkan hati mereka, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik (durhaka).  Dan ingatlah ketika Isa ibnu Maryam berkata:  ”Hai Bani Israil, sesungguhnya aku Rasul Allah kepada kamu menggenapi apa yang ada sebe-lumku yaitu Taurat, dan memberi kabar gembira mengenai seorang rasul yang akan datang sesudahku namanya Ahmad.” Maka tatkala ia datang kepada mereka dengan bukti-bukti yang jelas mereka berkata: “Ini adalah  sihir yang nyata.” (Ash-Shaf [61]:6-7).
   Mungkin tidak ada nabi Alah yang begitu banyak menderita kepedihan hati karena perbuatan para pengikutnya selain Nabi Musa a.s. Kaum Nabi Musa s.s.  telah menyaksikan lasykar Firaun tenggelam di hadapan mata kepala mereka sendiri, namun demikian baru saja mereka melintasi lautan mereka telah mencoba lagi kembali kepada kemusyrikan, dan karena mereka melihat suatu kaum penyembah berhala, mereka meminta kepada Nabi Musa a.s. membuatkan bagi mereka berhala semacam itu juga (QS.7:139).
 Ketika mereka disuruh bergerak memasuki Kanaan – negeri yang telah dijanjikan Allah Swt. akan diberikan kepada mereka, tetapi  mereka sambil mencemoohkan dan dengan bersitebal-kulit-muka mereka mengatakan kepada Nabi Musa a.s.  agar beliau sendiri pergi berperang bersama Tuhan beliau yang amat dipercayai beliau, mereka tidak mau bergerak barang satu tapak pun dari tempat mereka bermukim (QS.5:25).
 Jadi  Nabi Musa a.s.  – dalam usaha beliau memanggil mereka kembali dari kemusyrikan berkali-kali dihina dan dikecewakan oleh kaum yang justru telah diselamatkan beliau dari penindasan perbudakan Fir’aun itu. Mereka malahan mengumpat dan memfitnah Nabi Musa a.s..

Peringatan Allah Swt. Kepada Umat Islam

    Sehubungan dengan berbagai macam kedurhakaan yang  telah dilakukan oleh kaum Nabi Musa a.s. tersebut Allah Swt. telah memperingatkan umat Islam agar tidak melakukan keburukan yang sama terhadap Nabi Besar Muhammad saw., yang adalah misal Nabi Musa a.s.  (QS.46:11):
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اٰذَوۡا مُوۡسٰی فَبَرَّاَہُ  اللّٰہُ مِمَّا قَالُوۡا ؕ وَ کَانَ عِنۡدَ اللّٰہِ  وَجِیۡہًا ﴿ؕ﴾ یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰہَ وَ قُوۡلُوۡا  قَوۡلًا  سَدِیۡدًا  ﴿ۙ﴾  یُّصۡلِحۡ  لَکُمۡ  اَعۡمَالَکُمۡ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ذُنُوۡبَکُمۡ ؕ وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ  وَ رَسُوۡلَہٗ  فَقَدۡ  فَازَ  فَوۡزًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu seperti   orang-orang yang telah menyusahkan Musa, tetapi Allah membersihkannya dari apa yang mereka katakan. Dan ia di sisi Allah adalah orang yang terhormat. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang jujur. Dia akan memperbaiki  bagi kamu amal-amalmu dan akan mengampuni bagi kamu dosa-dosamu. Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia akan meraih kemenangan besar. (Al-Ahzāb [33]:70-72).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 14 Mei  2013




Tidak ada komentar:

Posting Komentar