بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 123
Al-Masih Akhir Zaman Merupakan As-Sā’ah (Tanda Saat) bagi Bani Isma’il di Akhir Zaman
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam akhir Bab
sebelumnya telah dikemukakan mengenai tiga tingkatan pembelaan Allah Swt. sehubungan
dengan Khātaman
Nabiyyīn, terhadap hujatan bahwa Nabi Besar Muhammad saw. – bertentangan
dengan adat istiadat jahiliyah
-- telah menikahi janda Zaid bin Haritsan
r.a., yang sebelumnya dijadikan “anak angkat”
oleh Nabi Besar Muhammad saw., kemudian dibatalkan
oleh Surah Al-Ahzab [33]:5-6, firman-Nya:
مَا کَانَ مُحَمَّدٌ اَبَاۤ اَحَدٍ
مِّنۡ رِّجَالِکُمۡ وَ لٰکِنۡ رَّسُوۡلَ اللّٰہِ وَ خَاتَمَ النَّبِیّٖنَ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ
بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمًا ﴿﴾
Muhammad bukanlah bapak salah
seorang laki-laki di antara laki-laki
kamu, akan
tetapi ia adalah Rasul Allah
dan khātaman Nabiyyīn dan Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu. Ahzāb [33]:41).
Dalam firman-Nya tersebut Allah Swt.
mengemukakan tiga alasan yang
menggugurkan secara telak tuduhan dusta para pemimpin kaum kafir Quraisy atau para
pemimpin bangsa Arab jahiliyah, yakni:
(1) مَا کَانَ
مُحَمَّدٌ اَبَاۤ اَحَدٍ مِّنۡ
رِّجَالِکُمۡ -- “Muhammad bukanlah bapak salah seorang
laki-laki di antara laki-laki kamu”, yakni: “Hai para penentang, kalian sendiri
menjadi saksi bahwa semua anak laki-laki Rasulullah saw. wafat pada waktu masih kecil, sehingga kalian sendiri telah menuduh beliau saw. sebagai seorang “abtar” (yang terputus keturunannya - QS.108:104), dengan demikian Rasulullah
saw. tidak memiliki hubungan darah
dengan seorang laki-laki bangsa Arab
mana pun, termasuk dengan Zaid bin
Haritsah, karena ia hanyalah seorang bekas “anak angkat”. Karena itu dalam pernikahan
Rasulullah saw. dengan Zainab – janda anak-angkatnya -- tersebut tidak ada kesalahan
serta tidak ada mudarat apa pun yang
dilakukan oleh Rasulullah saw.”
(2) وَ لٰکِنۡ
رَّسُوۡلَ اللّٰہِ -- “akan tetapi ia adalah Rasul Allah”, yakni Nabi Muhammad saw. bukan seorang “bapak
jasmani” seorang laki-laki bangsa Arab manapun melainkan kedudukannya sebagai Rasul Allah merupakan “bapak ruhani” semua orang beriman, yang mencakup bangsa-bangsa
yang bukan-Arab karena beliau saw.
merupakan rasul Allah untuk seluruh umat manusia (QS.7:159; QS.21:108-109;
QS.25:2; QS.34:29), dan istri-istrinya
merupakan ummul-mukminin (ibu orang-orang beriman - QS.33:7).
(3) وَ
خَاتَمَ النَّبِیّٖنَ - “dan khātaman Nabiyyīn”, yakni ia bukan hanya sekedar seorang Rasul Allah pembawa syariat terakhir dan tersempurna
untuk seluruh umat manusia (QS.5:4), bahkan Muhammad saw. adalah satu-satunya Rasul Allah yang bergelar khātaman Nabiyyīn yakni Cap
atau Segel atau Meterai Nabi-nabi atau nabi Allah yang paling mulia dan paling absah kenabiannya,
sehingga sangat mustahil baginya
melakukan kekeliruan dalam hal menikahi Zainab r.a. tersebut.
Itulah tiga macam pembelaan
Allah Swt. yang tak terbantahkan terhadap berbagai tuduhan dusta dan fitnah
yang dilontarkan para pemimpin bangsa Arab Jahiliyah berkenaan dengan pernikahan Nabi Besar Muhammad saw.
dengan Zainab r.a., janda dari
Zaid bin Haritsah r.a., yang menurut
adat istiadat bangsa Arab jahiliyah dilarang melakukannya, karena menurut
mereka kedudukan “anak angkat” sama
dengan “anak kandung”.
Kalau kata khātaman-nabiyyīn
hanya diartikan penutup nabi-nabi maka sama sekali tidak ada unsur pembelaan
Allah Swt. terhadap Nabi Besar
Muhammad saw., sebab tidak selamanya sesuatu yang kedudukannya terakhir
(penutup) berkonotasi (bermakna) baik (positif).
Berbagai Makna Khātaman Nabiyyīn
Khātam
berasal dari kata khatama yang berarti: ia memeterai, mencap, mensahkan
atau mencetakkan pada barang itu. Inilah arti-pokok kata itu. Adapun arti kedua
ialah: ia mencapai ujung benda itu; atau menutupi benda itu, atau melindungi
apa yang tertera dalam tulisan dengan memberi tanda atau mencapkan secercah
tanah liat di atasnya, atau dengan sebuah meterai jenis apa pun. Khātam
berarti juga sebentuk cincin stempel;
sebuah segel, atau meterai dan sebuah tanda; ujung atau bagian
terakhir dan hasil atau anak (cabang) suatu benda.
Kata khātam itu pun
berarti hiasan atau perhiasan; terbaik atau paling sempurna.
Kata-kata khatim, khatm dan khatam hampir sama artinya (Lexicon Lane, Al-Mufradat, Fath-ul-Bari, dan Zurqani). Maka kata khātaman
nabiyyin akan berarti: meterai para
nabi; yang terbaik dan paling sempurna dari antara nabi-nabi; hiasan dan perhiasan
nabi-nabi. Arti kedua ialah nabi
terakhir yang membawa syariat.
Sebagaimana telah diseinggung
sebelumnya, di Mekkah pada waktu semua putra (anak laki-laki) Nabi Besar Muhammad
saw. telah meninggal dunia semasa
masih kanak-kanak, musuh-musuh beliau saw. mengejek
beliau sebagai seorang abtar (yang tidak mempunyai anak laki-laki), yang
berarti karena ketiadaan ahliwaris lelaki
itu untuk menggantikan beliau saw. maka jemaat
beliau saw. (umat Islam) cepat atau lambat akan menemui kesudahan (Muhith).
Sebagai jawaban terhadap ejekan orang-orang kafir tersebut, secara tegas Allah Swt. menyatakan dalam
Surah Al-Kautsar bahwa bukan Nabi
Besar Muhammad saw. melainkan
musuh-musuh beliau saw. itulah yang akan abtar
(tidak akan berketurunan) -- baik dari segi jasmani maupun secara ruhani -- karena
banyak di antara keturunan jasmani
mereka yang mati dalam peperangan melawan Nabi Besar Muhammad
saw., atau mereka itu beriman kepada
beliau saw. serta menjadi putra-putra
ruhani Nabi Besar Muhammad saw., contohnya Khalid bin Walid r.a., Ikrimah r.a. anaknya Abu Jahal dll., firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ
الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾ اِنَّاۤ اَعۡطَیۡنٰکَ
الۡکَوۡثَرَ ؕ﴿﴾ فَصَلِّ لِرَبِّکَ وَ انۡحَرۡ ؕ﴿﴾ اِنَّ شَانِئَکَ ہُوَ الۡاَبۡتَرُ ﴿﴾
Aku baca
dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha
Penyayang. Sesungguhnya Kami telah menganugerahkan kepada engkau
berlimpah-limpah kebaikan. Maka shalatlah bagi Tuhan engkau dan berkorbanlah. Sesungguhnya musuh engkau, dialah yang tanpa
keturunan. (Al-Kautsar [108]:1-4).
Dengan demikian penyebutan abtar (terputus keturunannya) oleh para pemuka kaum kafir Quraisy terhadap Nabi
Besar Muhammad saw. -- sehuhungan
meninggalnya seluruh putera laki-laki beliau saw. di masa kecil – tenpa mereka
sadari setelah menjadi “boomerang” yang akibatnya
menimpa kepada bangsa Arab atau Bani Ismail , karena sebagaimana di
kalangan Bani Israil rasul Allah yang terakhir diutus di kalangan
mereka, yaitu Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.,
hubungan darahnya dengan Bani Israil hanya dari pihak perempuan, demikian pula dengan kewafatan putra-putra Nabi Besar Muhammad saw. pada waktu kecil pun telah
mengakibatkan hal yang sama berkenaan bangsa
Arab (Bani Isma’il), yakni Rasul
Allah yang bertugas untuk mewujudkan
kejayaan Islam yang kedua kali di Akhir Zaman ini (QS.61:10) pun hubungan darahnya dengan bangsa Arab (Bani Ismail) hanya melalui perempuan, yaitu Sayyidah Fatimah r.a. binti Rasulullah Saw. melalui jalur Imam Hasan r.a..
As-Sā’ah (Tanda Saat/Kiamat) bagi Bani Isma’il
Dengan demikian jelaslah bahwa sebagaimana Allah Swt. telah menyebut
pengutusan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. yang
dilahirkan tanpa ayah seorang laki-laki dari Bani Israil sebagai as-Sā’ah
(Tanda Saat/Kiamat) bagi Bani Israil
(QS.43:62), demikian juga kedatangan Al-Masih
Mau’ud a.s. atau Al-Masih Akhir Zaman
a.s. yang muncul dari kalangan umat
Islam pun – yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s. -- merupakan as-Sā’ah (Tanda Saat/Kiamat) bagi Bani Isma’il (bangsa Arab), firman-Nya:
وَ لَمَّا
ضُرِبَ ابۡنُ مَرۡیَمَ مَثَلًا اِذَا قَوۡمُکَ مِنۡہُ یَصِدُّوۡنَ ﴿﴾ وَ قَالُوۡۤاءَ اٰلِہَتُنَا خَیۡرٌ اَمۡ
ہُوَ ؕ مَا ضَرَبُوۡہُ لَکَ اِلَّا جَدَلًا ؕ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ خَصِمُوۡنَ
﴿﴾ اِنۡ ہُوَ اِلَّا عَبۡدٌ اَنۡعَمۡنَا عَلَیۡہِ وَ
جَعَلۡنٰہُ مَثَلًا لِّبَنِیۡۤ
اِسۡرَآءِیۡلَ ﴿ؕ﴾ وَ لَوۡ نَشَآءُ
لَجَعَلۡنَا مِنۡکُمۡ مَّلٰٓئِکَۃً
فِی الۡاَرۡضِ یَخۡلُفُوۡنَ ﴿﴾ وَ اِنَّہٗ
لَعِلۡمٌ لِّلسَّاعَۃِ فَلَا تَمۡتَرُنَّ بِہَا وَ اتَّبِعُوۡنِ ؕ
ہٰذَا صِرَاطٌ مُّسۡتَقِیۡمٌ ﴿﴾ وَ لَا
یَصُدَّنَّکُمُ الشَّیۡطٰنُ ۚ اِنَّہٗ
لَکُمۡ عَدُوٌّ مُّبِیۡنٌ ﴿﴾ وَ لَمَّا جَآءَ عِیۡسٰی بِالۡبَیِّنٰتِ قَالَ قَدۡ
جِئۡتُکُمۡ بِالۡحِکۡمَۃِ وَ
لِاُبَیِّنَ لَکُمۡ بَعۡضَ الَّذِیۡ
تَخۡتَلِفُوۡنَ فِیۡہِ ۚ فَاتَّقُوا اللّٰہَ
وَ اَطِیۡعُوۡنِ ﴿﴾ اِنَّ اللّٰہَ ہُوَ رَبِّیۡ
وَ رَبُّکُمۡ فَاعۡبُدُوۡہُ ؕ
ہٰذَا صِرَاطٌ مُّسۡتَقِیۡمٌ ﴿﴾
Dan
apabila Ibnu Maryam dikemukakan sebagai
misal tiba-tiba kaum engkau
meneriakkan penentangan terhadapnya, dan
mereka berkata: "Apakah tuhan-tuhan
kami lebih baik ataukah dia?" Mereka tidak menyebutkan hal itu kepada
engkau melainkan perbantahan semata.
Bahkan mereka adalah kaum yang biasa
berbantah. Ia (Isa) tidak
lain melainkan seorang hamba yang telah
Kami anugerahi nikmat kepadanya, dan
Kami menjadikan dia suatu
perumpamaan bagi Bani Israil. Dan seandainya Kami menghendaki niscaya Kami menjadikan malaikat dari antara
kamu sebagai penerus di bumi. Tetapi
sesungguhnya ia (Isa) benar-benar pengetahuan mengenai Saat, maka janganlah
ragu-ragu mengenainya dan ikutilah aku, inilah jalan lurus. Dan janganlah
syaitan menghalang-halangi kamu, sesungguhnya ia bagi kamu adalah musuh yang nyata. Dan tatkala
Isa datang dengan Tanda-tanda yang nyata ia berkata: "Sungguh aku
datang kepada kamu dengan hikmah,
dan menjelaskan beberapa hal kepada kamu
yang mengenainya kamu berselisih, maka bertakwalah
kepada Allah dan taatlah kepadaku.
Sesungguhnya Allah Dia-lah Tuhan-ku dan Tuhan
kamu maka sembahlah Dia, inilah jalan yang lurus." (Az-Zuhruf
[43]:58-65).
Shadda (yashuddu) berarti:
ia menghalangi dia dari sesuatu, dan shadda (yashiddu) berarti: ia
mengajukan sanggahan/protes (Aqrab-ul-Mawarid). Kedatangan
Al-Masih a.s. adalah tanda bahwa orang-orang Yahudi akan dihinakan dan direndahkan serta akan kehilangan kenabian untuk
selama-lamanya.
Karena matsal berarti
sesuatu yang semacam dengan atau sejenis dengan yang lain (QS.6:39), ayat 58 ini,
di samping arti yang diberikan dalam ayat ini, dapat pula berarti bahwa bila
kaum Nabi Besar Muhammad saw. —
yaitu kaum Muslimin — diberitahu bahwa orang
lain seperti dan merupakan sesama
(misal) Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. akan dibangkitkan di antara mereka
(QS.62:3-5), untuk memperbaharui
mereka dan mengembalikan kejayaan ruhani
mereka yang telah hilang (QS.61:10), maka dari bergembira
atas kabar gembira itu malah mereka
berteriak mengajukan protes. Jadi, ayat ini dapat dianggap mengisyaratkan
kepada kedatangan Nabi Isa Ibnu Maryam
a.s. untuk kedua
kalinya.
Pengutusan Para Malaikat
dan As-Sā’ah (Tanda Saat/Kiamat)
Mengenai
ayat وَ لَوۡ نَشَآءُ
لَجَعَلۡنَا مِنۡکُمۡ مَّلٰٓئِکَۃً
فِی الۡاَرۡضِ یَخۡلُفُوۡنَ -- “Dan seandainya Kami menghendaki niscaya Kami menjadikan malaikat dari antara
kamu sebagai penerus di bumi”, para
malaikat tidak dapat dijadikan contoh dan model bagi manusia; oleh karena itu, Allah Swt. senantiasa
mengutus manusia guna menyampaikan kehendak-Nya kepada manusia dan untuk menjadi contoh
dan teladan bagi manusia atau dari kalangan Bani Adam (QS.7:33-37) firman-Nya:
اَللّٰہُ یَصۡطَفِیۡ مِنَ الۡمَلٰٓئِکَۃِ
رُسُلًا وَّ مِنَ النَّاسِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ سَمِیۡعٌۢ بَصِیۡرٌ ﴿ۚ﴾
Allah senantiasa memilih rasul-rasul dari
antara malaikat-malaikat dan dari
antara manusia, sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat. (Al-Hajj [22]:75).
Kata "Saat" pada ayat وَ
اِنَّہٗ لَعِلۡمٌ لِّلسَّاعَۃِ
فَلَا تَمۡتَرُنَّ بِہَا وَ اتَّبِعُوۡنِ ؕ ہٰذَا صِرَاطٌ مُّسۡتَقِیۡمٌ - “Tetapi
sesungguhnya ia (Isa) benar-benar pengetahuan mengenai Saat, maka janganlah ragu-ragu mengenainya dan
ikutilah aku, inilah jalan lurus” dapat menyatakan waktu berakhirnya syariat Nabi Musa a.s. dan kata pengganti hu dalam innahu
dapat mengisyaratkan kepada Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. atau kepada Al-Quran, dan ayat ini dapat berarti
bahwa sesudah Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. kaum Bani Israil akan kehilangan
karunia kenabian, atau bahwa syariat
lain —ialah syariat Al-Quran— akan
menggantikan syariat Nabi Musa a.s..
Terlepasnya Kanaan (Palestina) -- “negeri yang dijanjikan” dari tangan umat Islam di Timur tengah pada tahun
1948, serta keadaan kacau-balau di kawasan Timur-Tengah
berupa peperangan
berkepanjangan antara sesama umat Islam
yang berbeda sekte serta mazhab
yang terus berkecamuk hingga
saat ini, pada hakikatnya merupakan Tanda
kebenaran as-Sā’ah (tanda Saat/Kiamat) bagi Bani Isma’il, bahwa Al-Masih
Akhir Zaman yang
kedatangannya ditunggu-tunggu oleh tiga kaum keturunan Nabi Ibrahim a.s. -- umat Yahudi, umat Kristen dan Umat Islam – Rasul Akhir Zaman tersebut telah
datang, namun mereka mendustakan
serta menentang Rasul Akhir Zaman tersebut, yakni Mirza
Ghulam Ahmad a.s., sehingga akibatnya
yang terjadi adalah sebagaimana firman Allah Swt. selanjutnya:
فَاخۡتَلَفَ
الۡاَحۡزَابُ مِنۡۢ بَیۡنِہِمۡ ۚ
فَوَیۡلٌ لِّلَّذِیۡنَ ظَلَمُوۡا مِنۡ
عَذَابِ یَوۡمٍ اَلِیۡمٍ ﴿﴾ ہَلۡ
یَنۡظُرُوۡنَ اِلَّا السَّاعَۃَ اَنۡ تَاۡتِیَہُمۡ بَغۡتَۃً وَّ ہُمۡ
لَا یَشۡعُرُوۡنَ ﴿﴾ اَلۡاَخِلَّآءُ یَوۡمَئِذٍۭ بَعۡضُہُمۡ لِبَعۡضٍ عَدُوٌّ اِلَّا الۡمُتَّقِیۡنَ ﴿ؕ﴾ یٰعِبَادِ لَا
خَوۡفٌ عَلَیۡکُمُ الۡیَوۡمَ وَ لَاۤ اَنۡتُمۡ تَحۡزَنُوۡنَ﴿ۚ﴾
Tetapi golongan-golongan di antara mereka
berselisih, maka celakalah bagi orang-orang zalim karena azab hari yang pedih. Tidaklah yang
mereka tunggu-tunggu selain Saat yang
akan datang kepada mereka secara tiba-tiba dan mereka tidak menyadari. Kawan-kawan
pada hari itu sebagian akan
bermusuhan dengan sebagian lain, kecuali orang-orang bertakwa. Allah berfirman: "Hai hamba-hamba-Ku, tidak ada ketakutan atas kamu pada
hari ini dan tidak pula ka-mu akan bersedih
hati” (Az-Zuhruf [43]:66-69).
Pada saat derita sengsara,
segala persahabatan dilupakan. Kawan-kawan saling menjauhi, bahkan berubah
menjadi musuh. Di tempat lain Al-Quran memberikan penjelasan yang terinci
mengenai keadaan orang-orang berdosa, bila mereka diharapkan kepada akibat-akibat buruk perbuatan buruk mereka. Berikut ini adalah
gambaran dahsyatnya azab pamungkas di Akhir Zaman ini yang, insya Allah, akan menimpa seluruh dunia,
firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ
الرَّحِیۡمِ﴿﴾ سَاَلَ سَآئِلٌۢ
بِعَذَابٍ وَّاقِعٍ ۙ﴿﴾ لِّلۡکٰفِرِیۡنَ لَیۡسَ لَہٗ دَافِعٌ ۙ﴿﴾ مِّنَ اللّٰہِ
ذِی الۡمَعَارِجِ ؕ﴿﴾ تَعۡرُجُ الۡمَلٰٓئِکَۃُ وَ الرُّوۡحُ
اِلَیۡہِ فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ
مِقۡدَارُہٗ خَمۡسِیۡنَ اَلۡفَ سَنَۃٍ ۚ﴿﴾ فَاصۡبِرۡ
صَبۡرًا جَمِیۡلًا ﴿﴾ اِنَّہُمۡ
یَرَوۡنَہٗ بَعِیۡدًا ۙ﴿﴾ وَّ
نَرٰىہُ قَرِیۡبًا ؕ﴿﴾ یَوۡمَ
تَکُوۡنُ السَّمَآءُ کَالۡمُہۡلِ ۙ﴿﴾ وَ تَکُوۡنُ
الۡجِبَالُ کَالۡعِہۡنِ ۙ﴿﴾ وَ
لَا یَسۡـَٔلُ حَمِیۡمٌ حَمِیۡمًا ﴿ۚ﴾
یُّبَصَّرُوۡنَہُمۡ ؕ یَوَدُّ الۡمُجۡرِمُ
لَوۡ یَفۡتَدِیۡ مِنۡ عَذَابِ یَوۡمِئِذٍۭ
بِبَنِیۡہِ ﴿ۙ﴾ وَ صَاحِبَتِہٖ وَ اَخِیۡہِ ﴿ۙ﴾ وَ فَصِیۡلَتِہِ الَّتِیۡ تُــٔۡوِیۡہِ ﴿ۙ﴾ وَ مَنۡ فِی
الۡاَرۡضِ جَمِیۡعًا ۙ ثُمَّ یُنۡجِیۡہِ
﴿ۙ﴾ کَلَّا ؕ اِنَّہَا
لَظٰی﴿ۙ﴾ نَزَّاعَۃً
لِّلشَّوٰی ﴿ۚۖ﴾ تَدۡعُوۡا
مَنۡ اَدۡبَرَ وَ تَوَلّٰی ﴿ۙ﴾ وَ جَمَعَ
فَاَوۡعٰی ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Seorang penanya menanyakan mengenai azab yang akan terjadi, untuk orang-orang
kafir, yang seorang pun dapat menghindarkan-nya, Azab itu dari Allah Yang memiliki tempat-tempat naik, malaikat-malaikat
dan ruh itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang ukurannya lima puluh ribu tahun. Maka bersabarlah dengan sabar yang baik. Sesungguhnya mereka memandang hari itu sangat jauh, mustahil, sedangkan Kami melihatnya dekat, pasti terjadi. Pada hari langit akan menjadi seperti
cairan tembaga, dan
gunung-gunung akan menjadi seperti bulu
domba yang dihamburkan. Dan tidak akan bertanya sahabat
karib kepada sahabat karib lainnya. Hari itu akan diperlihatkan dengan jelas kepada mereka. Orang
ber-dosa ingin seandainya dia dapat
menebus dirinya dari azab hari itu dengan anak-anaknya, dan isterinya serta saudaranya,
dan
kaum kerabatnya yang melindunginya,
dan bahkan semua
orang yang ada di bumi kemudian menyelamatkannya. Sekali-kali tidak dapat.
Sesungguhnya itu nyala api, yang melucuti
kulit kepala, yang memanggil orang yang membelakangi dan
yang berpaling, dan menimbun harta serta menahannya. (Al-Ma’arīj
[70]:1-19).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 9 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar