بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 86
Kehebohan
Kalangan Pendeta
Akibat Hamilnya
Gadis Maryam
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam Bab
sebelumnya telah dikemukakan firman Allah Swt. mengenai pengabulan
doa istri ‘Imran untuk bayi
perempuan yang dilahirkannya, dan juga mengenai bangkitnya semangat dan harapan Nabi Zakaria a.s. tentang keberlangsungan silsilah Nabi Ya’qub a.s. atau silsilah kenabian di kalangan Bani Israil, serta hubungannya dengan misal-misal (perumpamaan-perumpamaan) dalam QS.66:11-13
mengenai istri-istri durhaka Nabi Nuh
a,s, dan Nabi Luth a.s.; istri Fir’aun;
dan Maryam binti ‘Imran, yang
kesemuanya itu adalah perempuan, firman-Nya:
فَلَمَّا وَضَعَتۡہَا قَالَتۡ رَبِّ اِنِّیۡ
وَضَعۡتُہَاۤ اُنۡثٰی ؕ وَ اللّٰہُ
اَعۡلَمُ بِمَا وَضَعَتۡ ؕ وَ لَیۡسَ الذَّکَرُ
کَالۡاُنۡثٰی ۚ وَ اِنِّیۡ سَمَّیۡتُہَا مَرۡیَمَ وَ اِنِّیۡۤ اُعِیۡذُہَا بِکَ وَ ذُرِّیَّتَہَا مِنَ
الشَّیۡطٰنِ الرَّجِیۡمِ ﴿﴾
Maka tatkala
ia yakni istri ’Imran telah melahirkannya ia berkata: “Ya
Tuhan-ku, sesungguhnya bayi yang
kulahirkan ini seorang perempuan; dan Allah
lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu, sedangkan anak lelaki yang diharapkannya itu tidaklah sama baiknya seperti anak perempuan ini; dan
bahwa aku menamainya Maryam, dan
sesungguhnya aku memohon perlindungan
Engkau untuknya dan keturunannya
dari syaitan yang terkutuk.”
(Āli ‘Imran [3]:37).
Kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Tanpa Ayah
Sebagai As-Sā’ah (Tanda Saat/Kiamat)
Ada pun yang menarik dari ketiga perempuan dalam perumpamaan-perumpamaan tersebut adalah Maryam
binti ‘Imran, karena kenyataannya ia
kemudian hamil sekali pun ia sedang dalam melaksanakan nazar ibunya yaitu untuk tetap menggadis seumur hidupnya.
Itulah sebabnya Allah Swt. telah menyebut kelahiran
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. tanpa ayah
dari rahim gadis Maryam binti ‘Imran
telah disebut sebagai as-Sā’ah (tanda
Saat/tanda Kiamat) bagi Bani Israil,
firman-Nya:
اِنۡ ہُوَ
اِلَّا عَبۡدٌ اَنۡعَمۡنَا عَلَیۡہِ وَ جَعَلۡنٰہُ مَثَلًا
لِّبَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ ﴿ؕ﴾ وَ لَوۡ
نَشَآءُ لَجَعَلۡنَا مِنۡکُمۡ
مَّلٰٓئِکَۃً فِی الۡاَرۡضِ یَخۡلُفُوۡنَ ﴿﴾ وَ اِنَّہٗ
لَعِلۡمٌ لِّلسَّاعَۃِ فَلَا تَمۡتَرُنَّ بِہَا وَ اتَّبِعُوۡنِ ؕ
ہٰذَا صِرَاطٌ مُّسۡتَقِیۡمٌ ﴿﴾ وَ لَا
یَصُدَّنَّکُمُ الشَّیۡطٰنُ ۚ اِنَّہٗ لَکُمۡ
عَدُوٌّ مُّبِیۡنٌ﴿﴾
Ia (Isa) tidak
lain melainkan seorang hamba yang
telah Kami anugerahi nikmat kepadanya, dan Kami menjadikan dia suatu perumpamaan (misal)
bagi
Bani Israil. Dan seandainya Kami menghendaki niscaya Kami
menjadikan malaikat dari antara kamu
sebagai penerus di bumi. Tetapi sesungguhnya ia benar-benar pengetahuan mengenai Saat, maka janganlah kamu ragu-ragu mengenainya
dan ikutilah aku, inilah jalan lurus. Dan janganlah syaitan menghalang-halangi kamu, sesungguhnya ia bagi kamu adalah musuh yang nyata. (Az-Zukhruf [43]:60-63).
Atas dasar itu pulalah Allah Swt – selain
menjadikan istri-istri durhaka Nabi
Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s. sebagai misal
orang-orang yang kafir kepada Rasul
Allah; dan istri Fir’aun sebagai misal
orang-orang yang beriman kepada Rasul Allah -- juga telah menjadikan Maryam binti ‘Imran, yang kemudian melahirkan Isa Ibnu Maryam, sebagai misal
dari hamba-hamba Allah Swt. yang karena
mereka benar-benar menjaga kesucian
jiwanya lalu mengalami “kehamilan dan kelahiran ruhani” melalui “peniupan Ruh” oleh Allah Swt., firman-Nya:
ضَرَبَ
اللّٰہُ مَثَلًا لِّلَّذِیۡنَ
کَفَرُوا امۡرَاَتَ نُوۡحٍ وَّ
امۡرَاَتَ لُوۡطٍ ؕ کَانَتَا تَحۡتَ
عَبۡدَیۡنِ مِنۡ عِبَادِنَا صَالِحَیۡنِ فَخَانَتٰہُمَا فَلَمۡ یُغۡنِیَا
عَنۡہُمَا مِنَ اللّٰہِ شَیۡئًا وَّ قِیۡلَ ادۡخُلَا النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِیۡنَ ﴿﴾ وَ ضَرَبَ اللّٰہُ
مَثَلًا لِّلَّذِیۡنَ اٰمَنُوا امۡرَاَتَ فِرۡعَوۡنَ ۘ اِذۡ قَالَتۡ رَبِّ ابۡنِ لِیۡ عِنۡدَکَ
بَیۡتًا فِی الۡجَنَّۃِ وَ
نَجِّنِیۡ مِنۡ فِرۡعَوۡنَ وَ عَمَلِہٖ وَ نَجِّنِیۡ مِنَ الۡقَوۡمِ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ مَرۡیَمَ
ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ الَّتِیۡۤ اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ مِنۡ
رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ مِنَ
الۡقٰنِتِیۡنَ ﴿٪﴾
Allah mengemukakan istri Nuh dan istri Luth sebagai misal bagi orang-orang kafir. Keduanya di bawah [asuhan] dua hamba dari hamba-hamba Kami yang saleh, tetapi keduanya berbuat khianat kepada kedua suami mereka, maka
mereka berdua sedikit pun tidak dapat
membela kedua istri mereka itu di hadapan Allah, dan dikatakan kepada
mereka: “Masuklah kamu berdua
ke dalam Api beserta orang-orang yang masuk.” Dan Allah mengemukakan istri Fir’aun sebagai misal bagi orang-orang beriman, ketika ia berkata: “Hai Tuhan, buatkanlah bagiku di sisi Engkau sebuah rumah di surga,
dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan
perbuatannya, dan selamatkanlah aku
dari kaum yang zalim, Dan juga Maryam putri ‘Imran, yang telah memelihara kesuciannya, maka Kami
meniupkan ke dalamnya Ruh Kami, dan ia
menggenapi firman Tuhan-nya dan Kitab-kitab-Nya,
dan ia termasuk orang-orang yang patuh.
(At-Tahrīm
[66]:11-13).
Pernyataan
Allah Swt. dalam Al-Quran mengenai pencabutan
dan pemindahan nikmat (silsilah) kenabian dari kalangan Bani Israil kepada Bani Ismail (umat Islam) tersebut sesuai dengan nubuatan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
(Yesus Kristus) -- pada bagian akhir Bab
sebelumnya -- mengenai akan dihancurkannya
kota Yerusalem yang kedua kali:
“Yerusalem, Yerusalem,
engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari
dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu
mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di
bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau.
Lihatlah rumahmu ini akan ditinggalkan
dan menjadi sunyi. Dan Aku berkata kepadamu: Mulai sekarang kamu tidak akan melihat Aku lagi, hingga kamu
berkata: “Diberkatilah Dia yang datang
dalam nama Tuhan!” (Matius 23:37-39).
Kecaman
keras serta nubuatan Nabi Isa
Ibnu Maryam a.s. atau Yesus Kristus
mengenai kehancuran “Yerusalem”
tersebut mengisyaratkan kepada kehancuran Yerusalem
yang kedua kali melalui serbuan dahsyat
balatentara raja Nebukadnezar dari Babilonia (II Raja-raja 25:1-21;
QS.2:260; QS.17:5-11), sebagai hukuman
Allah Swt. atas orang-orang Yahudi
setelah peristiwa penyaliban Nabi Isa
Ibnu Maryam a.s. pada th. 70 M (Matius 24:15-22), sesuai
dengan nubuatan dan juga peringatan bagi umat
Islam dalam Al-Quran (QS.17:5-11).
Kenapa demikian? Sebab pernyataan bahwa
pengutusan Isa Ibnu Maryam a.s. merupakan as-Sā’ah
(tanda Saat/tanda Kiamat) berlaku juga bagi Bani
Isma’il ketika Allah Swt. mengutus misal Isa Ibnu Maryam a.s. di Akhir
Zaman (QS.43:58) dari kalangan umat Islam, yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s.,
Pendiri Jemaat Ahmadiyah (QS.61:10; QS.7:35-37), firman-Nya:
وَ لَمَّا
ضُرِبَ ابۡنُ مَرۡیَمَ مَثَلًا اِذَا قَوۡمُکَ مِنۡہُ یَصِدُّوۡنَ ﴿﴾ وَ قَالُوۡۤاءَ اٰلِہَتُنَا خَیۡرٌ اَمۡ ہُوَ ؕ مَا
ضَرَبُوۡہُ لَکَ اِلَّا جَدَلًا ؕ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ خَصِمُوۡنَ
﴿﴾
Dan
apabila Ibnu Maryam dikemukakan sebagai
misal tiba-tiba kaum engkau
meneriakkan penentangan terhadapnya, dan
mereka berkata: "Apakah tuhan-tuhan
kami lebih baik ataukah dia?"
Mereka tidak menyebutkan hal itu kepada engkau melainkan perbantahan semata. Bahkan mereka adalah kaum yang biasa berbantah. (Az-Zukhruf [43]:58-59).
Shadda
(yashuddu) berarti: ia menghalangi dia dari sesuatu, dan shadda
(yashiddu) berarti: ia mengajukan sanggahan (protes) (Aqrab-ul-Mawarid). Kedatangan Al-Masih
a.s. yang dilahirkan tanpa ayah merupakan tanda bahwa orang-orang Yahudi akan dihinakan
dan direndahkan serta akan kehilangan kenabian untuk
selama-lamanya.
Karena matsal berarti sesuatu
yang semacam dengan atau sejenis dengan yang lain (QS.6:39), ayat
ini, di samping arti yang diberikan dalam ayat ini, dapat pula berarti bahwa
bila kaum Nabi Besar Muhammad saw —
yaitu kaum Muslimin — diberitahu bahwa orang
lain seperti dan merupakan sesama (mitsal) Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. akan dibangkitkan di antara
mereka untuk memperbaharui mereka dan
mengembalikan kejayaan ruhani mereka
yang telah hilang.
Namun bukannya bergembira atas kabar gembira itu malah mereka berteriak mengajukan protes. Jadi, ayat ini dapat dianggap mengisyaratkan kepada
kedatangan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
untuk kedua kalinya, dalam
wujud Mirza Ghulam Ahmad a.s., Pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah, sekali
gus sebagai perwujudan pengutusan kedua
kali Nabi Besar Muhammad saw. secara ruhani
di Akhir Zaman (QS.61:10; QS.63:3-5).
Kehamilan Gadis Maryam binti Imran
Ketika Sedang Melaksanakan Nazar Ibunya
Ketiga macam misal (perumpamaan) dalam QS.66:11-13 mengenai 3 macam perempuan tersebut, sangat
erat hubungannya dengan masalah lembaga pernikahan dan “rahim” perempuan -- baik “rahim” secara jasmani mau pun “rahim”
secara ruhani yakni hati
(kalbu) manusia -- sebagai bukti
bahwa betapa sakralnya lembaga pernikahan
dan rahim perempuan dalam pandangan Islam (Al-Quran).
Dengan demikian jelaslah bahwa dalam kasus
kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
dari rahim gadis Maryam melalui “peniupan Ruh” oleh Allah Swt. sama
sekai tidak ada hubungannya dengan pemahaman keliru bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam
a.s. adalah “anak Allah” dalam arti harfiah sebagaimana yang
dikemukakan Paulus dalam semua Surat
kirimannya, melainkan sebagai as-Sā’ah
(tanda Saat/Kiamat) bagi Bani Israil dan juga sebagai “penghinaan” Allah Swt. kepada kaum laki-laki Bani Israil,
bahwa:
“Karena kalian senantiasa mendustakan dan menentang – dan bahkan berusaha membunuh – para rasul Allah yang dibangkitkan di
kalangan kalian (QS.2:88-89; Matius 23:37-39), maka sebagai tanda bahwa nikmat kenabian dari kalian akan dicabut dan akan dipindahkan
kepada saudara kalian dari kalangan Bani Isma’il (Ulangan 18:15-19), karena
itu nabi terakhir yang dijanjikan
kepada kalian akan lahir tanpa ayah, sebab
ibunya
merangkap sebagai ayahnya itulah sebabnya ia dinamakan Isa Ibnu Maryam (Isa anak Maryam).”
Sesuai dengan hal tersebut Allah Swt.
telah berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw. mengenai kehamilan gadis Maryam
dan kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., yang sangat menghebohkan kalangan para pendeta Yahudi yang di rumah peribadatan
itulah gadis Maryam melaksanakan nazar ibunya untuk tetap menggadis seumur hidupnya:
وَ اِذۡ
قَالَتِ الۡمَلٰٓئِکَۃُ یٰمَرۡیَمُ اِنَّ اللّٰہَ اصۡطَفٰکِ وَ طَہَّرَکِ وَ
اصۡطَفٰکِ عَلٰی نِسَآءِ الۡعٰلَمِیۡنَ
﴿﴾ یٰمَرۡیَمُ اقۡنُتِیۡ لِرَبِّکِ وَ
اسۡجُدِیۡ وَ ارۡکَعِیۡ مَعَ
الرّٰکِعِیۡنَ ﴿﴾ ذٰلِکَ مِنۡ
اَنۡۢبَآءِ الۡغَیۡبِ نُوۡحِیۡہِ اِلَیۡکَ ؕ وَ مَا کُنۡتَ لَدَیۡہِمۡ اِذۡ
یُلۡقُوۡنَ اَقۡلَامَہُمۡ اَیُّہُمۡ یَکۡفُلُ مَرۡیَمَ ۪ وَ مَا کُنۡتَ
لَدَیۡہِمۡ اِذۡ یَخۡتَصِمُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika para malaikat berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya Allah
telah memilih engkau, mensucikan
engkau, dan telah memilih engkau di atas perempuan-perempuan
di seluruh alam di masa engkau. Hai Maryam, patuhilah Tuhan engkau, sujudlah
dan rukuklah yakni sembahlah Allah
bersama orang-orang yang rukuk
(yang menyembah Allah)” (Āli
‘Imran [3]:43-44).
Makna Terbatas Istilah “Seluruh
Alam”
Mengenai Keistimewaan Siti Maryam
Penggunaan kata “malaikat-malaikat” dalam bentuk jamak mempunyai arti tersendiri.
Jika dimaksudkan hanya menyampaikan amanat
saja, satu malaikat pun dapat
menjalankan tugas sebagai pembawa amanat.
Dalam gaya bahasa Al-Quran penggunaan bentuk
jamak mengandung arti bahwa oleh karena Allah Swt. berkehendak mendatangkan
suatu perubahan besar di dunia
mengenai berbagai iklim kehidupan
dengan perantaraan putra Siti Maryam,
Dia memerintahkan semua malaikat -- yang mempunyai beragam-ragam tugas di
bidang mereka masing-masing -- supaya ikut serta membawa amanat itu, dengan demikian meminta semua malaikat membantunya dalam melaksanakan perubahan yang dikehendaki.
Dalam
ayat 43 kata “memilih” berkenaan dengan Siti Maryam dipakai dua kali. Di tempat
yang pertama, kata itu digunakan mengenai Siti Maryam, tanpa menyebut orang
lain siapa pun, menunjukkan kedudukan
mulia beliau secara mutlak; sedang di tempat kedua, kata itu dipakai pula
untuk menyatakan kemuliaan martabat
beliau dalam hubungan dengan perempuan-perempuan lain pada zaman
beliau.
Menurut kebiasaan Al-Quran
ungkapan nisāi-il-’alamīn di sini tidak ditujukan kepada perempuan-perempuan dari segala waktu dan zaman, melainkan khusus
hanya kepada golongan perempuan pada zaman Siti Maryam. Dengan demikian
jelaslah bahwa firman Allah Swt. tersebut sama sekali tidak ada hubungannya
dengan anggapan berlebihan mengenai Siti Maryam yang di kemudian hari akan “dipertuhankan” bersama dengan putra beliau, Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.5:117-119).
Firman Allah Swt. kepada Nabi
Besar Muhammad saw. tersebut semata-mata
sebagai bantahan mengenai berbagai fitnah
dan perhinaan yang dilakukan oleh
para pemuka agama Yahudi terhadap Siti Maryam dan putra, Nabi Isa Ibnu Maryam a.s, sebagai pezina dan anak
haram (QS.4:155-159; QS.19:28-35).
Kehebohan Di Kalangan Pendeta
Akibat Kehamilan Gadis
Maryam
Selain sebagai bantahan terhadap berbagai fitnah dan penghinaan terhadap Sti Maryam dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., firman Allah Swt. tersebut sekaligus sebagai kabar gaib (nubuatan) yang disampaikan Allah Swt. kepada Nabi Besar
Muhammad saw. guna membuktikan kebenaran janji
Allah Swt. mengenai akan dipindahkan-Nya nikmat kenabian
dari Bani Israil kepada Bani Isma’il setelah pengutusan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. yang dilahirkan tanpa ayah sebagai as-Sā’ah
(Tanda Saat/Kiamat QS.43:62), firman-Nya:
ذٰلِکَ مِنۡ اَنۡۢبَآءِ الۡغَیۡبِ نُوۡحِیۡہِ اِلَیۡکَ ؕ وَ مَا کُنۡتَ
لَدَیۡہِمۡ اِذۡ یُلۡقُوۡنَ اَقۡلَامَہُمۡ اَیُّہُمۡ یَکۡفُلُ
مَرۡیَمَ ۪ وَ مَا کُنۡتَ لَدَیۡہِمۡ اِذۡ یَخۡتَصِمُوۡنَ ﴿﴾
Yang
demikian itu sebagian dari kabar-kabar gaib yang Kami mewahyukannya kepada engkau. Dan engkau sekali-kali tidak bersama mereka ketika mereka melemparkan panah-panah mereka untuk
mengundi siapa di antara mereka yang akan memelihara
Maryam, dan engkau sekali-kali tidak bersama mereka ketika mereka berbantah. (Āli ‘Imran [3]:45).
Banyak fakta yang telah
dijelaskan oleh Al-Quran mengenai Siti Maryam, dan tidak terdapat dalam
Kitab-kitab Suci sebelumnya. Oleh karena itu fakta-fakta itu dibicarakan di
sini sebagai hal-hal yang “gaib.”
Seperti dituturkan dalam ayat-ayat berikutnya, Siti Maryam telah menjadi hamil,
padahal beliau sedang hidup mewakafkan
diri dan tinggal di tempat peribadatan.
Para pendeta menjadi resah ketika mereka mengetahui kenyataan yang mengejutkan itu. Mereka khawatir jangan-jangan telah terjadi perbuatan tidak senonoh dan perselisihan pun terjadi di antara
mereka sendiri, lalu mereka mengadakan undian
untuk menentukan siapa harus mengurus
Siti Maryam dan mengatur pernikahan
beliau dengan seseorang.
Orang bernama Yusuf, seorang
tukang kayu, seperti disebut dalam Injil, dianggap cocok untuk menjadi suaminya. Dibujuklah ia agar menerima
keadaan yang kisruh itu. Tentu saja
semuanya itu dilakukan secara rahasia
dan dengan demikian hal itu merupakan sesuatu
yang gaib dan telah disingkapkan oleh
Allah Swt. dalam Al-Quran.
Dengan demikian kehebohan yang terjadi di kalangan para
pendeta Yahudi akibat hamilnya gadis
Maryam tersebut sekali gus sebagai nubuatan (kabar gaib) untuk membuktikan bahwa rahbaniyah
sama sekali bukanlah ajaran dari Allah Swt. melainkan suatu bid’ah yang dibuat-buat
di kalangan agama Yahudi – yang akan melahirkan berbagai bentuk skandal yang berkaitan dengan masalah seks -- firman-Nya:
وَ لَقَدۡ اَرۡسَلۡنَا نُوۡحًا وَّ اِبۡرٰہِیۡمَ وَ جَعَلۡنَا
فِیۡ ذُرِّیَّتِہِمَا النُّبُوَّۃَ وَ الۡکِتٰبَ فَمِنۡہُمۡ مُّہۡتَدٍ ۚ وَ کَثِیۡرٌ مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾ ثُمَّ قَفَّیۡنَا عَلٰۤی اٰثَارِہِمۡ بِرُسُلِنَا وَ قَفَّیۡنَا بِعِیۡسَی ابۡنِ
مَرۡیَمَ وَ اٰتَیۡنٰہُ الۡاِنۡجِیۡلَ ۬ۙ
وَ جَعَلۡنَا فِیۡ قُلُوۡبِ الَّذِیۡنَ
اتَّبَعُوۡہُ رَاۡفَۃً وَّ رَحۡمَۃً ؕ وَ رَہۡبَانِیَّۃَۨ ابۡتَدَعُوۡہَا مَا کَتَبۡنٰہَا
عَلَیۡہِمۡ اِلَّا ابۡتِغَآءَ رِضۡوَانِ
اللّٰہِ فَمَا رَعَوۡہَا حَقَّ رِعَایَتِہَا
ۚ فَاٰتَیۡنَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مِنۡہُمۡ اَجۡرَہُمۡ ۚ وَ کَثِیۡرٌ مِّنۡہُمۡ
فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾
Dan sungguh
Kami benar-benar telah mengutus
Nuh dan Ibrahim, dan Kami meletakkan di antara benih keturunan
mereka berdua kenabian dan Kitab, maka sebagian mereka mengikuti petunjuk tetapi kebanyak-an
dari mereka itu fasik. Kemudian Kami
mengikutkan di atas jejak-jejak mereka rasul-rasul Kami, dan Kami mengikutkan pula Isa Ibnu
Maryam, dan Kami memberikan
kepadanya Injil, dan Kami menjadikan
dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. Dan cara hidup merahib yang dibuat-buat
mereka Kami sekali-kali tidak
mewajibkannya atas mereka, kecuali untuk mencari keridhaan Allah, tetapi mereka
tidak melaksanakannya sebagaimana seharusnya dilaksanakan, maka Kami menganugerahkan kepada orang-orang
yang beriman di antara mereka ganjaran
mereka, tetapi kebanyakan dari
mereka fasik. (Al-Hadīd [57]:27-28).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 2 April 2013
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus