بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 91
Makna Dialog Maryam binti ‘Imran dengan Malaikat
tentang Kelahiran
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam bagian
akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan kesaksian orang yang
melihat secara langsung peristiwa penyaliban
Nabi Isa Ibnu Maryam dalam buku The Crucifixion by an Eye Witness,"
yaitu sebuah buku yang untuk pertama kalinya diterbitkan pada tahun 1873 di
Amerika Serikat, merupakan terjemahan dalam bahasa Inggeris dari sebuah naskah
surat dalam bahasa Latin purba yang ditulis 7 tahun sesudah peristiwa salib oleh seorang warga (golongan) Essene di Yerusalem kepada
seorang anggota perkumpulan itu di Iskandaria, memberi dukungan yang kuat
kepada pendapat bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah diturunkan dari salib dalam keadaan masih hidup.
Kembali kepada kabar gembira yang disampaikan malaikat
kepada Maryam binti ‘Imran tentang kelahiran Isa Ibnu Maryam, padahal ia telah
bersumpah untuk tidak akan menikah selama hidupnya, firman-Nya:
وَ اِذۡ
قَالَتِ الۡمَلٰٓئِکَۃُ یٰمَرۡیَمُ اِنَّ اللّٰہَ اصۡطَفٰکِ وَ طَہَّرَکِ وَ
اصۡطَفٰکِ عَلٰی نِسَآءِ الۡعٰلَمِیۡنَ
﴿﴾ یٰمَرۡیَمُ اقۡنُتِیۡ لِرَبِّکِ وَ
اسۡجُدِیۡ وَ ارۡکَعِیۡ مَعَ
الرّٰکِعِیۡنَ ﴿﴾ ذٰلِکَ مِنۡ
اَنۡۢبَآءِ الۡغَیۡبِ نُوۡحِیۡہِ اِلَیۡکَ ؕ وَ مَا کُنۡتَ لَدَیۡہِمۡ اِذۡ
یُلۡقُوۡنَ اَقۡلَامَہُمۡ اَیُّہُمۡ یَکۡفُلُ مَرۡیَمَ ۪ وَ مَا کُنۡتَ
لَدَیۡہِمۡ اِذۡ یَخۡتَصِمُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika para malaikat berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya Allah
telah memilih engkau, mensucikan
engkau, dan telah memilih engkau di atas
perempuan-perempuan di seluruh alam di masa engkau. Hai Maryam, patuhilah Tuhan engkau, sujudlah dan rukuklah yakni sembahlah Allah bersama orang-orang yang rukuk (yang menyembah Allah)” (Āli
‘Imran [3]:43-44).
Berbagai Makna Keterkejutan
Siti Maryam &
Rekayasa Pernikahannya
dengan Yusuf
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai keterkejutan Maryam menerima kabar
gembira tersebut, firman-Nya:
قَالَتۡ
رَبِّ اَنّٰی یَکُوۡنُ لِیۡ وَلَدٌ وَّ لَمۡ یَمۡسَسۡنِیۡ بَشَرٌ ؕ قَالَ کَذٰلِکِ
اللّٰہُ یَخۡلُقُ مَا یَشَآءُ ؕ اِذَا
قَضٰۤی اَمۡرًا فَاِنَّمَا یَقُوۡلُ لَہٗ
کُنۡ فَیَکُوۡنُ ﴿﴾
Ia, Maryam, berkata:
“Ya Tuhan-ku, bagaimana mungkin aku akan mempunyai anak laki-laki, padahal aku
tidak pernah disentuh seorang laki-laki pun?” Ia, Jibril, berkata: “Demikianlah kekuasaan
Allah, Dia menciptakan apa yang Dia
ke-hendaki. Apabila
Dia memutuskan sesuatu urusan maka
Dia berfirman mengenainya: “Jadilah!”
maka itu terjadi. (Āli
‘Imran [3]:48).
Kabar
akan mendapat anak tersebut -- betapa pun menggembirakannya dalam keadaan lazim -- niscaya telah membingungkan sekali Siti Maryam yang ketika itu bukan saja belum bersuami, bahkan telah direncanakan untuk tetap tak bersuami seumur hidup.
Ayat ini melukiskan kebingungan
beliau yang sewajarnya. Hal itu menunjukkan bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
benar-benar tidak berayah, seperti diisyaratkan oleh kata-kata Siti Maryam: aku tidak pernah disentuh seorang laki-laki.
Setelah diwakafkan untuk berbakti di rumah peribadatan oleh ibunya
(QS.3:36-38), Siti Maryam tidak
dapat menikah sesuai dengan sumpahnya
untuk hidup tidak bersuami. Jika
beliau terpaksa harus menikah dan mendapat anak secara wajar maka tiada alasan bagi beliau untuk terkejut ketika kelahiran seorang anak
dikabarkan kepada beliau oleh malaikat dalam suatu kasyaf.
Tidak ada gadis yang normal akan terkejut, bila kepadanya
diberitahukan dalam kasyaf bahwa ia
akan melahirkan seorang anak
laki-laki, sebab tentunya ia akan berkesimpulan bahwa anak yang dijanjikan itu akan dilahirkan sesudah ia menikah.
Dalam Injil Maryam, sumpah
tidak akan bersuami itu jelas
disebut. Kita dapatkan hal itu dalam fasal 5 Injil tersebut, bahwa ketika Imam Besar membuat perintah umum bahwa
semua gadis penghuni rumah peribadatan yang telah mencapai
umur empat belas tahun, harus pulang ke rumah masing-masing, semua gadis
menepati perintah itu, tetapi “Siti
Maryam, sang gadis Tuhan” saja yang menjawab tidak dapat mematuhi perintah
itu; dan sebagai alasan penolakan beliau mengemukakan bahwa beliau dan orangtua
beliau telah menyerahkan beliau untuk berbakti
kepada Tuhan, dan bahwa beliau bersumpah
untuk tetap menggadis bagi Tuhan, dan
beliau telah memutuskan tidak akan melanggar sumpah itu (Injil Maryam 5:4,5,6).
Jadi, pernikahan beliau di kemudian hari dengan Yusuf -- yang dirancang oleh
para pendeta yang heboh karena mengetahui gadis Maryam sedang hamil
(QS.3:45) bertentangan dengan sumpahnya
dan berlawanan dengan hasrat beliau sendiri. Tetapi beliau terpaksa oleh keadaan untuk menikah,
ketika beliau menyadari bahwa beliau telah mengandung.
Para Imam
terpaksa harus mengatur pernikahan
beliau untuk menghindarkan kehebohan.
Tetapi tidak nampak dari Injil
bagaimana Yusuf telah dibuat
menyetujui, sebab jelas bahwa ia tidak
mengetahui keadaan hamilnya Siti
Maryam pada saat pernikahan
terjadi (Matius 1:18,19).
Agaknya beberapa dalih yang dapat diterima telah ditemukan untuk membenarkan pelanggaran sumpah itu.
Informasi Al-Quran Mengenai
Siti Maryam
Lebih Terinci daripada Injil & Makna “Ruh Kami”
Firman Allah Swt. berikut ini
mengemukakan hal-hal lainnya tentang Maryam yang tidak dikemukakan dalam
QS.3:46-47 sebelumnya :
وَ اذۡکُرۡ
فِی الۡکِتٰبِ مَرۡیَمَ ۘ اِذِ انۡتَبَذَتۡ مِنۡ اَہۡلِہَا مَکَانًا شَرۡقِیًّا
﴿ۙ﴾ فَاتَّخَذَتۡ مِنۡ دُوۡنِہِمۡ حِجَابًا ۪۟ فَاَرۡسَلۡنَاۤ اِلَیۡہَا رُوۡحَنَا فَتَمَثَّلَ لَہَا بَشَرًا سَوِیًّا ﴿﴾ قَالَتۡ اِنِّیۡۤ
اَعُوۡذُ بِالرَّحۡمٰنِ مِنۡکَ اِنۡ کُنۡتَ تَقِیًّا ﴿﴾ قَالَ
اِنَّمَاۤ اَنَا رَسُوۡلُ رَبِّکِ
٭ۖ لِاَہَبَ لَکِ غُلٰمًا زَکِیًّا ﴿﴾ قَالَتۡ اَنّٰی یَکُوۡنُ لِیۡ غُلٰمٌ وَّ لَمۡ
یَمۡسَسۡنِیۡ بَشَرٌ وَّ
لَمۡ اَکُ بَغِیًّا ﴿﴾ قَالَ
کَذٰلِکِ ۚ قَالَ رَبُّکِ ہُوَ
عَلَیَّ ہَیِّنٌ ۚ وَ
لِنَجۡعَلَہٗۤ اٰیَۃً لِّلنَّاسِ وَ رَحۡمَۃً مِّنَّا ۚ وَ کَانَ اَمۡرًا مَّقۡضِیًّا ﴿﴾
Dan
ceriterakanlah di dalam Kitab itu
mengenai Maryam, ketika ia
mengasingkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur, maka ia membuat di antara mereka tabir lalu Kami mengutus kepadanya malaikat Kami (rūhanā) lalu ia menampak kepadanya berupa manusia sempurna. Ia, Maryam berkata: "Sesungguhnya aku berlindung kepada Yang Maha
Pemurah dari engkau, jika engkau
bertakwa. Ia, malaikat,
menjawab: "Sesungguhnya aku seorang utusan Tuhan engkau supaya
aku memberikan kabar gembira kepada engkau mengenai seorang anak laki-laki suci." Ia, Maryam, berkata: ”Bagaimanakah akan menjadikan seorang anak laki-laki bagiku,
padahal tidak ada seorang manusia
menyentuhku, dan aku tidak berzina?”
Ia, malaikat, berkata: "Demi-kianlah.” Tuhan engkau berfirman:
"Itu mudah bagi-Ku, dan supaya Kami menjadikan dia suatu Tanda bagi
manusia serta suatu
rahmat dari Kami, dan hal itu adalah perkara
yang telah diputuskan. “(Maryam [19]:17-22).
Kiranya tepat benar dan pada tempatnya
mengemukakan beberapa kenyataan mengenai Siti
Maryam dalam Al-Quran dan Perjanjian
Baru, sebagai pendahuluan bagi uraian yang agak terinci mengenai kelahiran Isa Al-Masih a.s. tanpa
ayah seperti dikemukakan dalam beberapa ayat berikut ini. Perjanjian
Baru praktis tidak memberi penjelasan
apa pun mengenai kehidupan Siti
Maryam sebelum beliau hamil.
Injil-Injil Matius dan Lukas memberi
gambaran-gambaran yang sangat singkat, lagi sebentar-sebentar menyimpang dan
pokok mengenai keadaan-keadaan Siti Maryam sebelum terjadi peristiwa penting
tersebut, sedangkan Injil Markus dan Injil Yahya sama sekali bungkam mengenai itu.
Menurut Matius ketika Siti Maryam hendak dinikahkan dengan Yusuf, pada waktu itu beliau telah mengandung. Yusuf berniat secara diam-diam melepaskan beliau tetapi dicegah oleh seorang malaikat yang
berkata kepadanya dalam mimpi agar jangan mengambil tindakan terlampau jauh
itu:
"Hai Yusuf anak Daud,
janganlah engkau kuatir menerima Maryam itu menjadi istrimu, karena
kandungannya itu terbit dari Ruhulqudus” (Matius
1:1920).
Tetapi Al-Quran menguraikan dengan cara yang jauh
lebih terinci mengenai keluarga Siti Maryam dengan mengemukakan
keadaan-keadaan yang bertalian dengan kelahirannya,
nazar ibunya, diwakafkannya beliau untuk mengkhidmati rumah ibadah, dan pada
akhirnya mengenai beliau mengandung
Isa a.s. (QS.3:36-37 & 48).
Surah Maryam
ini memberi uraian yang lebih terinci lagi mengenai Siti Maryam ketika beliau mengandung Nabi Isa a.s. dan mengenai apa yang menimpa diri beliau dan Nabi Isa Ibnu Maryam
a.s. setelah dilahirkan
dan setelah Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. mendapat tugas sebagai utusan (rasul) Allah,
dengan demikian mengemukakan segala hal terinci mengenai Siti Maryam
yang ada sangkut-pautnya dengan masalah penting berkenaan dengan masalah kenabian,
yang tidak lama lagi akan dipindahkan
dari keturunan (Bani) Ishaq kepada
keturunan (Bani) Isma’il, hal ini merupakan masalah terpokok dalam Surah ini.
Dalam ayat ini telah disinggung secara khusus mengenai
"suatu tempat di sebelah Timur"
nampaknya untuk mengisyaratkan kepada adat kebiasaan kaum Yahudi semenjak
dahulu kala untuk mengeramatkan arti Timur.
Baik orang-orang Yahudi maupun orang-orang Kristen, kedua-duanya memandang Timur itu dengan penghormatan yang khas.
Mereka mendirikan tempat-tempat ibadah mereka menghadap jurusan Timur.
Kata rūh dalam kalimat “lalu Kami mengutus kepadanya rūhanā
(malaikat Kami) lalu ia menampak kepadanya berupa manusia sempurna“
berarti: ruh atau jiwa, nafas yang
memenuhi seluruh jisim, dan apabila nafas berhenti maka orang akan mati; wahyu Ilahi atau ilham;
Al-Quran; malaikat; kegembiraan dan
kebahagiaan; rahmat (Lexicon Lane).
Dari berbagai arti rūh dan kalimah
tersebut di atas jelaslah bahwa tidak ada kedudukan
ruhani yang istimewa pada Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.. Kata-kata itu dan
ucapan-ucapan lainnya yang seperti itu dipakai dalam Al-Quran mengenai nabi-nabi lainnya, dan juga mengenai orang-orang shalih lainnya seperti Siti Maryam (QS.15:30; QS.32:10;
QS.58:23).
Kata-kata itu telah dipergunakan semata-mata
untuk membersihkan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dan Siti Maryam
dari noda-noda yang dilemparkan oleh orang-orang Yahudi kepada kedua mereka
itu -- sebagai pezina dan anak haram -- dan
bukan memberikan kepada mereka suatu kedudukan ruhani istimewa, sehingga
harus dipertuhankan (QS.5:117-119).
Makna Dialog Siti Maryam dengan Malaikat dalam Kasyaf
Ungkapan ini menunjukkan. bahwa kabar gembira dari Allah Swt. mengenai kelahiran seorang putra agung
itu tidak disampaikan kepada Siti Maryam
berupa kata-kata yang diucapkan dan beliau dapat mendengarnya, melainkan berupa
mimpi atau kasyaf. Jadi, dalam kasyaf
tersebut satu malaikat datang kepada beliau berupa seorang laki-laki segar bugar menyampaikan kepada beliau amanat Ilahi mengenai kelahiran seorang
putra. Jadi bukanlah suatu ruh yang
masuk ke dalam tubuh Siti Maryam melainkan hanya satu malaikat dalam wujud seorang laki-laki dan nampak kepada beliau dalam kasyaf.
Seperti jelas dari ayat yang mendahuluinya apa
yang dilihat Siti Maryam hanyalah sebuah kasyaf, dan pada umumnya bila seseorang melihat
sesuatu yang tidak disukainya dalam keadaan bangun maka tidak disukainya pula hal itu bila
dilihatnya dalam kasyaf.
Ketika Siti Maryam melihat malaikat itu sedang berdiri
di hadapannya berupa seorang laki-laki, maka sebagai seorang perempuan
shalih sangat wajar beliau terperanjat dan menjadi bingung seperti
pula beliau akan terperanjat dan
menjadi bingung seandainya dalam keadaan bangun melihat seorang laki-laki di
dekat beliau, karena itu sudah sewajarnya kalau beliau mohon perlindungan Ilahi
terhadap orang itu: “Ia, Maryam berkata:
"Sesungguhnya aku
berlindung kepada Yang Maha Pemurah dari engkau, jika engkau bertakwa.”
Ia, malaikat, menjawab:
"Sesungguhnya aku seorang utusan Tuhan engkau supaya
aku memberikan kabar gembira kepada engkau mengenai seorang anak laki-laki suci."
(ayat 19-20).
Kata "utusan" menunjukkan bahwa malaikat itu hanya pengemban
amanat Tuhan, dan bahwa malaikat
itu tidak datang untuk memberi Siti
Maryam seorang anak melainkan hanya membawa kabar
gembira mengenai kelahiran seorang
anak. Siapa yang tidak mengetahui bahwa Allah-lah
yang mengaruniakan anak dan bukan malaikat? Tugas malaikat hanya terbatas pada penyampaian kehendak dan keputusan Tuhan
saja. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
Ia, Maryam, berkata: ”Bagaimanakah akan menjadikan seorang anak laki-laki bagiku,
padahal tidak ada seorang manusia menyentuhku,
dan aku tidak berzina?” (ayat 21).
Peristiwa yang
disinggung dalam ayat 21 dan ayat-ayat sebelumnya terjadi dalam suatu kasyaf,
dan dalam kasyaf atau mimpi orang dapat mengalami aneka-ragam
perasaan pada saat-saat yang berlainan. Kadangkala perasaan dan bicaranya
dalam mimpi itu dikuasai dan berada
di bawah pengaruh mimpi, sedang pada
waktu lain tidak demikian keadaannya, dan ia mempunyai perasaan dan berbicara
seperti ia akan merasa dan berbicara dalam keadaan bangun.
Sebagai misal, jika dalam mimpi seorang bergirang hati atas wafat anaknya maka perasaannya
akan dianggap sebagai berada di bawah pengaruh suasana mimpi, sebab dalam
keadaan bangun tidak seorang pun manusia
yang waras akan bergirang hati atas kematian anaknya.
Sebagai “Tanda” dan “Rahmat” dari
Allah Swt.
Jadi, jika kata-kata yang diucapkan oleh Siti Maryam
ketika beliau melihat malaikat dalam
kasyaf itu ada di bawah pengaruh kasyaf,
maka kata-kata itu akan mengandung arti
bahwa ketika kabar gembira itu
disampaikan kepada beliau, saat itu beliau menjadi heran bercampur gembira,
apakah benar Allah Swt. akan
memperlihatkan mukjizat semacam itu dengan menganugerahi beliau seorang anak padahal beliau seorang gadis.
Tetapi jika kata-kata yang diucapkan Siti
Maryam ketika disampaikan kabar gembira mengenal lahirnya seorang anak itu dianggap pernyataan wajar dari beliau, maka kata-kata itu
akan menunjukkan bahwa beliau sama sekali kehilangan
akal dan dicekam rasa takut demi
terpikir bahwa beliau akan melahirkan
seorang anak, padahal beliau seorang gadis.
Dalam keadaan pertama, keheranan beliau itu timbul
dari rasa sangat senang atas karunia besar yang Allah Swt. akan anugerahkan kepada Siti Maryam;
dan dalam keadaan kedua, keheranan itu menunjukkan cetusan rasa kebingungan beliau, dan
menggambarkan ketakutan yang
menguasai jiwa beliau pada saat itu.
Sedang kata-kata “padahal
tidak ada seorang manusia menyentuhku” menunjukkan, bahwa Siti Maryam akan
memperoleh seorang anak tanpa menaiki
jenjang pernikahan yang resmi, jika
tidak demikian, sangkalan bahwa
beliau tidak pernah mengenal seorang
laki-laki dalam keadaan sebagai suami
beliau tidak ada artinya, dan kata-kata
“dan aku tidak berzina”
mengisyaratkan kepada sangkalan
adanya beliau mengenal seorang laki-laki
di luar pernikahan.
Dalam jawabannya kepada malaikat rupanya beliau
memikirkan sumpah beliau akan tetap mendara, yang meniadakan segala
kemungkinan memperoleh keturunan.
Seandainya beliau mengira bahwa janji
yang diberikan dalam ayat terdahulu
menunjuk kepada kelahiran seorang anak sebagai hasil hubungan suami-istri pada suatu waktu yang akan
datang — seperti dianggap oleh beberapa ahli tafsir Al-Quran — kemudian tidak
ada alasan bagi beliau untuk menyatakan keheranan
apa pun, firman-Nya:
Ia, malaikat,
berkata: "Demikianlah.” Tuhan
engkau berfirman: "Itu mudah
bagi-Ku, dan supaya Kami menjadikan
dia suatu Tanda bagi manusia serta suatu rahmat dari Kami, dan hal itu adalah perkara yang telah diputuskan.“ (Maryam [19]:22).
Ungkapan “supaya
Kami menjadikan dia suatu Tanda bagi manusia” berarti kelahiran
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. tanpa ayah yang sungguh merupakan suatu Tanda besar bagi Bani Israil, hal itu
mengisyaratkan bakal terjadi perpindahan
kenabian dari keturunan (Bani) Israil
kepada keturunan (Bani) Isma’il, dan
merupakan peringatan kepada Bani Israil bahwa ruhani
mereka telah begitu rusak serta akhlak mereka telah begitu mundur, sehingga tidak ada seorang laki-laki di antara mereka yang layak menjadi ayah seorang nabi Allah.
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 7 April 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar