Senin, 29 April 2013

Pengulangan Dialog Maryam binti 'Imran dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dengan Para Pemuka (Ulama) Agama Yahudi di Akhir Zaman




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 106


 Pengulangan Dialog  Maryam binti ‘Imran dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dengan Para Pemuka (Ulama) Agama Yahudidi Akhir Zaman

 Oleh

 Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam   bagian akhir  Bab  sebelumnya  telah dikemukakan  mengenai  pujian dua orang ulama besar Hindustan terhadap pengkhidmatan Mirza Ghulam Ahmad a.s. dalam membela kesempurnaan agama Islam (Al-Quran) dan  kesucian akhlak serta ruhani Nabi Besar Muhammad saw.  dari  berbagai kritikan dan penghinaan zalim para pemuka agama-agama lainnya di Hindustan, sebelum beliau diperintahkan Allah Swt. untuk mendakwakan sebagai  Imam Mahdi dan Al-Masih Mau’ud yang kedatangannya dijanjikan oleh Allah Swt. mau pun oleh Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ  رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ  الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ  عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ لَوۡ  کَرِہَ  الۡمُشۡرِکُوۡنَ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama,  walaupun orang musyrik tidak menyukai. (Ash-Shaf [61]:10).

Buku Barahīn-i-Ahmadiyyah

   Salah satu karya tulis  Mirza Ghulam Ahmad a.s. yang sangat terkenal -- sebelum diperintahkan Allah Swt. untuk mendakwakan  diri sebagai  Al-Mahdi dan Al-Masih Mau’ud -- adalah Barahīn-i-Ahmadiyyah sebanyak 4 jilid,  yang berisi 300 dalil Al-Quran  mengenai  Kesempurnaan Islam dan Keagungan Nabi Besar Muhammad saw.. Sedangkan salah satu karya tulis beliau a.s. yang paling terkenal setelah pendakwaan adalah Islami Ushul Ki Filosofi (Falsafah Ajaran Islam), yang dalam Konferensi Agama-agama di kota Lahore makalah karya Mirza Ghulam Ahmad a.s. tersebut oleh panitia  telah menyatakan sebagai  paling unggul dari seluruh makalah yang dibacakan oleh wakil-wakil berbagai agama.
   Dalam rangka membangkitkan semangat para penentang ajaran Islam dan Nabi Besar Muhammad saw.,  Mirza Ghulam Ahmad a.s. telah menyebarkan pengumuman bahwa kepada yang berani menjawab (membantah) keakuratan  dalil-dalil Al-Quran yang beliau kemukakan dalam buku Barahīn-i-Ahmadiyyah – akan diberi hadiah 10.000 rupees, yang pada saat itu merupakan jumlah yang sangat besar. Tetapi sampai akhir hayat beliau   tidak ada seorang pun yang berani menyambut tantangan beliau.
   Sebelumnya,  Mirza Ghulam Ahmad tidak begitu dikenal, dan beliau berjuang sendirian. Namun setelah penerbitan buku Barahīn-i- Ahmadiyyah, keadaan menjadi berubah dan beliau mulai dikenal dan tampil secara terbuka. Buku Barahiin-i- Ahmadiyyah mendapat sambutan yang sangat besar dari kalangan umat Islam.
    Buku Barahīn-i- Ahmadiyyah ini telah menimbulkan suatu kejutan dan gejolak revolusi besar bagi pihak-pihak non-Islam maupun bagi kalangan Islam sendiri. Para pemuka Islam yang tadinya telah kehilangan nyali menghadapi gempuran hebat kritikan   bahkan penentangan serta penghinaan dari para pemuka non-Muslim mengenai agama Islam (Al-Quran) dan Nabi Besar Muhammad saw.,   seolah-olah mendapatkan seorang pembela Islam yang ulung,  sehingga mereka serentak berdiri di belakang Mirza Ghulam Ahmad mendukungnya dalam menghadapi serangan-serangan pihak non-Islam tersebut.

Pujian Dua Ulama Besar Hindustan

    Berikut ini beberapa kutipan sambutan dan dukungan tokoh-tokoh Islam India (Hindustan) pada masa itu:
      (1) Mlv. Muhammad Hussein Batalvi, seorang tokoh terkemuka dari kelompok Ahli Hadits (Wahabi) di India, banyak memberikan sanjungan terhadap buku Barahiin-i Ahmadiyyah maupun terhadap penulisnya. Beliau ini pada awalnya adalah seorang tokoh yang sangat mendukung perjuangan  Mirza Ghulam Ahmad a.s., namun pada akhirnya – setelah pendakwaan sebagai Al-Masih Mau’ud a.s. -- ulama golongan Ahli Hadits (Wahabi) Hindustan tersebut berubah menjadi penentang keras beliau a.s.. Di dalam salah satu risalahnya, Isyaatus-Sunnah, Mlv.Muhammad Hussein Batalvi menuliskan kesaksiannya tentang keluarbiasaan buku Barahīn-i- Ahmadiyah dan penulisnya:
"Menurut pendapat saya -- pada zaman sekarang dan sesuai kondisi yang berlaku -- buku ini adalah sedemikian rupa, yangmana sampai saat ini di dalam Islam tidak ada bandingannya yang telah ditulis, dan tidak pula ada khabar di masa mendatang.... Penulisnya pun -- dalam hal memberikan bantuan kepada Islam dari segi harta, jiwa, tulisan maupun lisan -- sangat teguh dan kukuh pada langkah-langkahnya. Sehingga sangat sedikit ditemukan contoh yang seperti beliau, walau dari kalangan umat Islam terdahulu sekali pun..." (Risalah Isyaatus-Sunnah jld.7, no.6-11; Swanah Fazl Umar, Jld.I, hal.20).
     (2)  Berikut ini ulasan dari seorang tokoh Sufi terkenal di Hindustan yang berasal dari Ludhiana. Yaitu  Sufi Ahmad Jaan.   Banyak murid maupun pengikut beliau yang menjadi tokoh-tokoh pemuka agama Islam saat itu. Sang Sufi ini menuliskan ulasan tentang buku Barahīn-i- Ahmadiyyah di dalam sebuah selebaran beliau yang berjudul Isytihar Wajibul Izhar:
"Di zaman abad ke empatbelas telah berkecamuk sebuah tofan kebobrokan di dalam setiap agama. Seperti yang dikatakan orang: orang-orang kafir baru banyak bermunculan, dan orang-orang Islam baru pun banyak bermunculan. Tidak diragukan lagi, diperlukan sebuah buku dan seorang mujaddid seperti Barahīn-i Ahmadiyyah serta penulisnya Maulana Mirza Ghulam Ahmad Sahib., yang dengan berbagai cara siap untuk membuktikan da'wah Islam atas para penentang.
Beliau bukanlah berasal dari kalangan ulama maupun cendekiawan umum, melainkan secara khusus [datang] untuk tugas ini sebagai utusan dari Allah; penerima ilham dan yang bercakap-cakap dengan Allah.... Sang penulis adalah mujaddid, mujtahid, muhaddats bagi abad-keempat belas ini, dan merupakan seorang yang kamil dari kalangan umat ini. Hadits Nabawi ini pun mendukung beliau: 'Ulama ummati kalanbiyaa Bani Israil (‘ulama umatku seperti para nabi Bani Israil)... .......
Wahai para penelaah! Dengan niat yang benar serta dengan semangat kebenaran yang sempurna saya menyampaikan hal ini, bahwa tidak diragukan lagi bahwasanya Mirza Sahib adalah mujaddid era ini; pedoman  bagi para pencari jalan [kebenaran]; matahari bagi orang-orang yang berhati batu; penunjuk jalan bagi orang-orang yang sesat; pedang nyata bagi para pengingkar Islam; hujjah sempurna bagi para pendengki.
Yakinilah bahwa tidak akan datang lagi masa yang seperti ini. Ketahuilah, bahwa masa ujian telah tiba, dan Hujjah Ilahi telah tegak. Dan bagaikan matahari jagat raya  telah diutus seorang Haadi Kamil (pemberi petunjuk yang sempurna), supaya ia menganugerahkan nur kepada orang-orang yang benar dan mengeluarkan [mereka] dari kegelapan dan kesesatan serta akan menghujjat para pendusta". (Isytihar Wajibul Izhar;  Swanah Fazl Umar, jld.I, hal.21-22)

Berbalik, Menjadi Penentang Paling Keras

   Tetapi ketika Mirza Ghulam Ahmad  --  setelah mengalami maqam (martabat)  keruhanian yang dimisalkan sebagai Maryam binti ‘Imran  yang menjaga kesucian dirinya, melalui “tiupan ruh” dari Allah  meningkat ke martabat ruhani  yang dimisalkan sebagai “kelahiran Isa Ibnu Maryam” (QS.66:13) dari rahim Maryam tanpa ayah,   maka sebagaimana halnya “kehamilan Maryam” dan “kelahiran Ibnu Maryam” yang tanpa ayah tersebut telah menimbulkan kehebohan besar di kalangan para pendeta Yahudi (QS.3:43-55).
   Demikian  pula ketika Mirza Ghulam Ahmad,  atas perintah Allah Swt. mendakwakan diri  sebagai Imam Mahdi dan juga sebagai Al-Masih Mau’ud a.s., maka di kalangan para ulama Islam pun timbul kehebohan besar, dan mereka yang sebelumnya menyanjung-nyanjung pengkhidmatan besar yang dilakukan Mirza Ghulam Ahmad  terhadap Islam dan Nabi Besar Muhammad saw. mereka berbalik melakukan berbagai hujatan dan fitnah keji terhadap beliau.
   Dan  salah seorang yang paling aktif di kalangan para ulama Hindustan yang  melakukan hujatan dan fitnah keji tersebut adalah Mlv. Muhammad Hussein Batalwi itulah. Ia menulis dalam risalahnya Isya’atus Sunnah – yang sebelumnya digunakan untuk memuji-muji peran Mirza Ghulam Ahmad a.s. – bahwa sebagaimana  sebelumnya dialah yang   telah memasyhurkan Mirza Ghulam Ahmad maka sekarang pun dia pulalah yang akan menjatuhkannya (menghinakannya). 
  Bukan hanya sampai batas pernyataan yang takabur itu saja, Mlv. Muhammad Hussein Batalwi pun telah berkeliling  menemui 200 ulama Hindustan untuk mengumpulkan fatwa sesat  berkenaan Mirza Ghulam Ahmad dan para pengikut beliau (Jemaat Ahmadiyah). Fatwa Sesat  karya Mlv. Muhammad Hussein Batalwi inilah yang menjadi rujukan dan cikal-bakal  fatwa-fatwa sesat lainnya yang berkembang di negara-negara Islam, termasuk di NKRI ini melalui MUI Pusat pada masa kepemimpinan Buya Hamka.
   Pada hakikatnya apa yang terjadi pada diri Mirza Ghulam Ahmad a.s. di masa kehidupannya tersebut nubuatan  (kabar gaib) mengenainya  terdapat dalam Al-Quran, yakni merupakan pengulangan apa yang dialami oleh Maryam binti Imran dan putranya,  Nabi Isa  Ibnu Maryam a.s.. Sebab kisah-kisah dalam Al-Quran bukanlah semata-mata kisah-kisah kaum purbalaka belaka – sebagaimana disangka banyak orang (QS. 6:26; QS.8:32; QS.16:25; QS.23:84; QS.25:6; QS.27:69; QS.46:18; QS.68:16; QS.83:14) – melainkan mengandung nubuatan (kabar-gaib) yang akan kembali terjadi pada masa-masa yang telah ditentukan, termasuk di Akhir Zaman ini sehubungan dengan pendakwaan Mirza Ghulam Ahmad a.s. sebagai  Imam Mahdi dan Al-Masih Mau’ud a.s..

Penggenapan  Nubuatan  dalam Kisah Maryam binti Maryam
dan  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.

    Semua penentangan dan berbagai fitnah serta fatwa  keji dan zalim yang dikobarkan oleh Mlv. Muhammad Hussein Batalwi terhadap  Mirza Ghulam Ahmad a.s. setelah  atas perintah Allah Swt. beliau mendakwakan diri sebagai Imam Mahdi a.s. dan Al-Masih Mau’ud a.s. tersebut persis sama dengan penderitaan yang dialami oleh Maryam binti‘Imran dan putranya, Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.,  dari para pemuka kaum Yahudi, berikut firman-Nya mengenai peristiwa kehamilan dan masa melahirkan bayi yang dialami oleh Maryam binti ‘Imran:
فَحَمَلَتۡہُ  فَانۡتَبَذَتۡ بِہٖ مَکَانًا قَصِیًّا ﴿﴾  فَاَجَآءَہَا الۡمَخَاضُ  اِلٰی جِذۡعِ  النَّخۡلَۃِ ۚ قَالَتۡ یٰلَیۡتَنِیۡ مِتُّ قَبۡلَ ہٰذَا  وَ کُنۡتُ نَسۡیًا مَّنۡسِیًّا﴿﴾  فَنَادٰىہَا مِنۡ تَحۡتِہَاۤ  اَلَّا تَحۡزَنِیۡ قَدۡ جَعَلَ  رَبُّکِ  تَحۡتَکِ  سَرِیًّا ﴿﴾  وَ ہُزِّیۡۤ  اِلَیۡکِ بِجِذۡعِ النَّخۡلَۃِ  تُسٰقِطۡ عَلَیۡکِ  رُطَبًا جَنِیًّا ﴿۫﴾ فَکُلِیۡ وَ اشۡرَبِیۡ وَ قَرِّیۡ عَیۡنًا ۚ فَاِمَّا تَرَیِنَّ مِنَ الۡبَشَرِ اَحَدًا ۙ فَقُوۡلِیۡۤ  اِنِّیۡ نَذَرۡتُ لِلرَّحۡمٰنِ صَوۡمًا فَلَنۡ اُکَلِّمَ الۡیَوۡمَ  اِنۡسِیًّا﴿ۚ﴾
Maka Maryam mengandungnya,   lalu ia mengasingkan diri bersamanya ke suatu tempat yang jauh.   Maka rasa sakit melahirkan  memaksanya pergi ke sebatang pohon kurma. Ia berkata: "Alangkah baiknya jika aku mati sebelum ini dan aku menjadi sesuatu yang dilupakan sama sekali!"  Maka ia, malaikat, menyerunya dari arah bawah dia: "Janganlah engkau bersedih hati,  sungguh Tuhan engkau telah membuat anak sungai  di   bawah engkau, dan  goyangkan ke arah engkau pelepah batang kurma itu, ia akan menjatuhkan berturut-turut atas engkau buah kurma yang matang lagi segar. Maka makanlah dan minumlah, dan sejukkanlah mata engkau Dan jika engkau melihat seorang manusia maka katakanlah: "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah maka aku tidak akan pernah bercakap-cakap pada hari ini dengan seorang manusia pun.  (Maryam [19]:23-27).
Penjelasan secara terinci ayat-ayat ini telah dikemukakan  dalam beberapa Bab sebelumnya  (lihat Bab 85 s/d   Bab 93). Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
فَاَتَتۡ بِہٖ  قَوۡمَہَا تَحۡمِلُہٗ ؕ قَالُوۡا  یٰمَرۡیَمُ لَقَدۡ جِئۡتِ  شَیۡئًا فَرِیًّا ﴿﴾  یٰۤاُخۡتَ ہٰرُوۡنَ مَا کَانَ  اَبُوۡکِ امۡرَ اَ سَوۡءٍ وَّ مَا  کَانَتۡ  اُمُّکِ  بَغِیًّا﴿ۖۚ﴾  فَاَشَارَتۡ اِلَیۡہِ ؕ قَالُوۡا کَیۡفَ نُکَلِّمُ مَنۡ  کَانَ فِی  الۡمَہۡدِ  صَبِیًّا ﴿﴾
Maka Maryam membawa dia (Isa Ibnu Maryam), kepada kaumnya dengan menunggangkannya. Mereka ber­kata: "Hai Maryam, sungguh  engkau benar-benar telah berbuat sesuatu hal yang keji. Hai saudara perempuan Harun, ayah engkau sama sekali bukan  seorang buruk dan  ibu engkau   sekali-kali  bukan seorang pezina!" Maka ia, Maryam,  memberi isyarah kepadanya (Isa Ibnu Maryam).  Mereka berkata: "Bagaimana kami akan bercakap dengan seorang anak masih dalam buaian?"   (Maryam [19]:28-30).

Pengulangan   Dialog Maryam binti ‘Imran
dengan Para Pemuka Agama Yahudi

Dari Injil nampak. bahwa sesudah kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. di Bethlehem, Yusuf telah membawa Siti Maryam ke Mesir untuk memenuhi perintah Ilahi. Di sana mereka berdiam untuk beberapa tahun lamanya dan barusesudah wafat Herodes keluarga itu pulang kembali ke Nazaret dan bermukim di sana (Matius 2:13-23).
Terdapat pula satu nubuatan dalam Bible  bahwa Yesus akan datang kepada kaumnya bersama ibunda beliau dengan menunggang seekor keledai (Matius 21:4-7). Yesus dan Siti Maryam sungguh­-sungguh menunggang keledai tatkala mereka memasuki Yerusalem. Ungkapan tahmiluhū  (menunggangkannya) mungkin pula menunjuk kepada nubuatan Bible tersebut. Ayat ini menunjuk kepada masa sebelum Yesus mencapai tingkat kenabian seperti nampak dari ayat-ayat 31-34 selanjutnya.
 Kata  fariy (sesuatu yang keji) pada kalimat “Hai Maryam,  sungguh  engkau benar-benar telah berbuat sesuatu hal yang keji berarti pula orang yang mengada-adakan dusta (Lexicon Lane). Dengan mempergunakan kata ini para pemuka Yahudi menuduh secara halus  bahwa  Maryam binti ‘Imran seorang perempuan  yang tidak baik dan Isa Al-Masih tukang mengada-adakan dusta dan seorang nabi palsu.
Ada kisah yang menarik mengenai tuduhan para pemuka agama Yahudi kepada Maryam binti ‘Imran dan putranya, Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., yang juga terjadi dengan Mirza Ghulam Ahmad a.s., firman-Nya:
...قَالُوۡا  یٰمَرۡیَمُ لَقَدۡ جِئۡتِ  شَیۡئًا فَرِیًّا ﴿﴾  یٰۤاُخۡتَ ہٰرُوۡنَ مَا کَانَ  اَبُوۡکِ امۡرَ اَ سَوۡءٍ وَّ مَا  کَانَتۡ  اُمُّکِ  بَغِیًّا﴿ۖۚ﴾
Mereka ber­kata: "Hai Maryam,  sungguh  engkau benar-benar telah berbuat sesuatu hal yang keji.  Hai saudara perempuan Harun, ayah engkau sama sekali bukan  seorang buruk dan  ibu engkau   sekali-kali  bukan seorang pezina!" (Maryam [19]:28-29).
      Yakni  salah seorang ulama Hindustan  di Qadian yang sangat menghormati Mirza Ghulam Murtadha -- ayahanda Mirza Ghulam Ahmad a.s. – ketika ia mendengar pendakwaan   Mirza Ghulam Ahmad a.s., diceritakan  ulama itu berkata sambil menangis: “Mengapa ia melakukan hal yang tidak benar (kedustaan) itu, padahal ayahnya adalah seorang yang sangat baik!”

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar, 23 April 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar