Kamis, 25 April 2013

Penciptaan "Insan Kamil" (Manusia Sempurna) dari 'Alaqah (Segumpal Darah Lengket) & "Shulthanul Qalam" (Raja Pena)




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 105


 Penciptaan Insan Kamil 
(Manusia Sempurna) dari  ‘Alaqah  
(Segumpal Darah  Lengket)
&
Shulthanul Qalam (Raja Pena)

 Oleh

 Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam   bagian akhir  Bab  sebelumnya  telah dikemukakan  mengenai  adanya persamaan antara rahim ibu dengan hati manusia dan makna kata ‘alaqah (darah yang lengket) serta hubungannya dengan rahim,  firman-Nya:   
وَ لَقَدۡ خَلَقۡنَا الۡاِنۡسَانَ مِنۡ سُلٰلَۃٍ  مِّنۡ طِیۡنٍ ﴿ۚ﴾  ثُمَّ  جَعَلۡنٰہُ  نُطۡفَۃً  فِیۡ قَرَارٍ مَّکِیۡنٍ ﴿۪﴾   ثُمَّ خَلَقۡنَا النُّطۡفَۃَ عَلَقَۃً  فَخَلَقۡنَا الۡعَلَقَۃَ مُضۡغَۃً فَخَلَقۡنَا الۡمُضۡغَۃَ عِظٰمًا فَکَسَوۡنَا الۡعِظٰمَ لَحۡمًا ٭ ثُمَّ اَنۡشَاۡنٰہُ خَلۡقًا اٰخَرَ ؕ فَتَبٰرَکَ اللّٰہُ  اَحۡسَنُ  الۡخٰلِقِیۡنَ ﴿ؕ﴾
Dan sungguh  Kami benar-benar  telah menciptakan  insan (manusia) dari sari tanah liat, kemudian Kami menjadikannya air mani di dalam tempat penyimpanan yang kokoh.  Kemudian Kami menciptakan air mani menjadi ‘alaqah (segumpal darah lengket), maka Kami menciptakan  segumpal darah lengket itu menjadi segumpal daging, maka Kami menciptakan dari segumpal daging itu tulang-tulang, kemudian Kami membungkus tulang-tulang itu dengan daging, kemudian Kami menumbuhkannya menjadi makhluk lain,  maka Maha Berkat Allah, sebaik-baik Pencipta. (Al-Mu’minūn [23]:13-15).
    Sehubungan dengan  ‘alaqah (segumpal darah lengket) dalam kalimat,  Kemudian Kami menciptakan air mani menjadi ‘alaqah (segumpal darah lengket), maka Kami menciptakan  segumpal darah lengket itu menjadi segumpal daging”, Allah Swt. dalam wahyu Al-Quran  pertama yang diwahyukan-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw. berfirman:
اِقۡرَاۡ بِاسۡمِ رَبِّکَ الَّذِیۡ خَلَقَ ۚ﴿﴾   خَلَقَ الۡاِنۡسَانَ مِنۡ عَلَقٍ ۚ﴿﴾   اِقۡرَاۡ وَ رَبُّکَ الۡاَکۡرَمُ ۙ﴿﴾  الَّذِیۡ عَلَّمَ بِالۡقَلَمِ ۙ﴿﴾  عَلَّمَ الۡاِنۡسَانَ مَا لَمۡ  یَعۡلَمۡ ؕ﴿﴾
Bacalah dengan nama Rabb (Tuhan) engkau yang  menciptakan,   menciptakan insan  (manusia) dari  ‘alaqah (segumpal darah lengket). Bacalah, dan Rabb (Tuhan)  engkau   Maha Mulia,  Yang mengajar dengan pena,    mengajar insan  (manusia) apa yang tidak diketahuinya.   (Al-‘Alaq [96]:2-6).
      Semakin sering Al-Quran dibaca dan didakwahkan ke seluruh dunia, akan semakin tambah jua kekudusan Allah  dan kehormatan manusia diakui dan dihargai.

Peran Besar Pena dalam Penyebaran Ilmu-ilmu Al-Quran

Ayat “Yang mengajar dengan pena” nampaknya mengandung suatu nubuatan bahwa pena akan memainkan suatu peranan sangat penting dalam pengalihan Al-Quran ke dalam bentuk tulisan dan dalam pemeliharaan serta penjagaan dari bahaya hilang atau dari gangguan campur-tangan manusia.
Lebih lanjut ayat ini menunjuk kepada   sumbangan besar yang akan diberikan oleh pena kepada penyebaran dan penyiaran ilmu-ilmu ruhani dan rahasia-rahasia Ilahi dengan perantaraan Al-Quran serta penyebaran ilmu-ilmu duniawi, yang dengan mempelajari Al-Quran mendapat dorongan besar ke arah upaya itu. Sungguh bermakna sekali bahwa pena disebut dengan seringnya dalam sebuah Kitab yang telah diwahyukan ditengah-tengah suatu bangsa yang butahuruf  yang sedikit pun tidak menghargai pena dan yang jarang mempergunakannya, dan yang diwahyukan kepada orang yang tidak dapat membaca dan menulis, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡ  بَعَثَ فِی  الۡاُمِّیّٖنَ  رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ  یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  اٰیٰتِہٖ  وَ  یُزَکِّیۡہِمۡ وَ  یُعَلِّمُہُمُ  الۡکِتٰبَ وَ  الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾       وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾  ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾ 

Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf  seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya,  mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata.   Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.  Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah [62]:3-5). 
 Tugas suci Nabi Besar Muhammad saw.  meliputi penunaian keempat macam kewajiban mulia yang disebut dalam ayat 3.  Tugas agung dan mulia itulah yang dipercayakan kepada beliau saw., sebab untuk kedatangan beliau saw. di tengah-tengah orang-orang Arab buta huruf itu leluhur beliau, Nabi Ibrahim a.s.., telah memanjatkan doa beberapa ribu tahun yang lampau ketika dengan disertai putranya, Nabi Isma’il a.s., beliau mendirikan (meninggikan)  kembali dasar (pondasi) Ka’bah (BaitulLāh - QS.2:130).
 Pada hakikatnya tidak ada Pembaharu dapat benar-benar berhasil dalam misinya bila ia tidak menyiapkan dengan contoh mulia dan quat-qudsiahnya (daya pensuciannya), suatu Jemaat yang pengikut-pengikutnya terdiri dari orang-orang mukhlis, patuh, dan bertakwa, yang kepada mereka itu mula-mula mengajarkan cita-cita dan asas-asas ajarannya serta mengajarkan falsafat, arti, dan kepentingan cita-cita dan asas-asas ajarannya itu,  kemudian mengirimkan pengikut-pengikutnya ke luar negeri untuk mendakwahkan ajaran itu kepada bangsa lain.
Didikan yang  Nabi Besar Muhammad saw.   berikan kepada para pengikut beliau saw. memperluas dan mempertajam kecerdasan mereka, dan filsafat ajaran beliau saw. menimbulkan dalam diri mereka keyakinan iman, dan contoh mulia beliau saw. menciptakan di dalam diri mereka kesucian hati. Kenyataan-dasar agama itulah yang diisyaratkan oleh ayat ini.

Pengutusan Kedua Kali Nabi Besar Muhammad Saw.
Secara Ruhani di Akhir Zaman
  Ayat 4  وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ        --  “Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka” bahwa ajaran  Nabi Besar Muhammad saw.   ditujukan bukan kepada bangsa Arab belaka -- yang di tengah-tengah bangsa itu beliau saw. dibangkitkan – tetapi   kepada seluruh bangsa bukan-Arab juga, dan bukan hanya kepada orang-orang sezaman beliau saw., melainkan juga kepada keturunan (generasi) demi keturunan manusia yang akan datang hingga Kiamat.
Atau ayat 4 ini dapat juga berarti bahwa  Nabi Besar Muhammad saw.  akan dibangkitkan lagi secara ruhani di antara kaum yang belum pernah tergabung dalam (bersama) para pengikut (umat Islam) semasa hidup beliau saw.. Isyarat di dalam ayat ini dan di dalam hadits Nabi saw. yang termasyhur, tertuju kepada pengutusan Nabi Besar Muhammad saw.    untuk kedua kali dalam wujud  Al-Masih Mau’ud a.s. (Al-Masih yang dijanjikan) di Akhir Zaman, sebagai Rasul Akhir Zaman  (QS.61:10) yang kedatangannya sedang ditunggu-tunggu oleh semua umat beragama dengan nama yang berbeda-beda, seakan-akan para rasul Allah dibangkitkan lagi untuk yang kedua kalinya (QS.77:12-29).
  Sehubungan ayat وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ      --  “Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka” Abu Hurairah r.a. . berkata: “Pada suatu hari kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah saw.,  ketika Surah Al-Jumu’ah diturunkan. Saya minta keterangan kepada Rasulullah saw.: “Siapakah yang diisyaratkan oleh kata-kata  Dan Dia akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka yang belum bertemu dengan mereka?” – Salman al-Farsi (Salman asal Parsi) sedang duduk di antara kami. Setelah saya berulang-ulang mengajukan pertanyaan itu, Rasulullah saw. sambil meletakkan tangan beliau saw. pada Salman  al-Farisi bersabda:
“Bila iman telah terbang ke Bintang Tsuraya, seorang lelaki dari mereka ini pasti akan menemukannya.” (Bukhari).

Al-Masih Mau’ud a.s.

   Hadits Nabi Besar Muhammad saw. tersebut  menunjukkan bahwa ayat ini dikenakan kepada seorang lelaki dari keturunan Parsi.  Pendiri Jemaat Ahmadiyah yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s. atau  Al-Masih Mau’ud a.s.,  adalah dari keturunan Parsi.
      Hadits Nabi Nabi Besar Muhammad saw. lainnya menyebutkan bahwa kedatangan Al-Masih Mau’ud a.s. adalah pada saat ketika tidak ada yang tertinggal di dalam Al-Quran kecuali kata-katanya, dan tidak ada yang tertinggal di dalam Islam selain namanya, yaitu, jiwa ajaran Islam yang sejati akan lenyap (Baihaqi).
       Yakni setelah umat Islam mengalami masa kejayaan yang pertama selama 3 abad (300 tahun), akibat ketidak-bersyukuran umat Islam sendiri yang mulai saling bertentangan maka Allah Swt. secara bertahap menarik kembali “ruh” Islam (Al-Quran) kepada-Nya dalam masa 1000 tahun, firman-Nya:
یُدَبِّرُ الۡاَمۡرَ مِنَ السَّمَآءِ  اِلَی الۡاَرۡضِ ثُمَّ یَعۡرُجُ  اِلَیۡہِ  فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ مِقۡدَارُہٗۤ اَلۡفَ سَنَۃٍ  مِّمَّا تَعُدُّوۡنَ ﴿﴾
Dia mengatur perintah dari langit sampai bumi, kemudian perintah itu akan naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun dari apa yang kamu hitung.  (As-Sajdah [31]:6).
   Ayat ini menunjuk kepada suatu pancaroba sangat hebat, yang ditakdirkan akan menimpa Islam dalam perkembangannya yang penuh dengan perubahan itu. Islam akan melalui suatu masa kemajuan dan kesejahteraan yang mantap selama 3 abad pertama kehidupannya. Nabi Besar Muhammad saw.  diriwayatkan pernah menyinggung secara jitu mengenai kenyataan itu dalam sabda beliau saw.:
“Abad terbaik ialah abad di kala aku hidup, kemudian abad berikutnya, kemudian abad sesudah itu” (Tirmidzi & Bukhari, Kitab-usy-Syahadat).
Islam mulai mundur sesudah 3 abad pertama masa keunggulan dan keme-nangan yang tiada henti-hentinya. Peristiwa kemunduran dan kemerosotannya ber-langsung dalam masa 1000 tahun (10 abad)  berikutnya.
       Kepada masa 1000 tahun inilah, telah diisyaratkan dengan kata-kata: “Kemudian perintah itu akan naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun.” Dalam hadits lain Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan pernah bersabda bahwa iman akan terbang ke Bintang Tsuraya dan seseorang dari keturunan Parsi akan mengembalikannya ke bumi (Bukhari, Kitab-ut-Tafsir).

Shulthanul Qalam” (Raja Pena)

     Jadi, Al-Quran dan hadits kedua-duanya sepakat bahwa QS.63:4  menunjuk kepada kedatangan kedua kali Nabi Besar Muhammad saw.  dalam wujud Hadhrat Al-Masih Mau’ud a.s., dan dengan kedatangan   Al-Masih Mau’ud a.s. – yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s., Pendiri Jemaat Ahmadiyah -- dalam abad ke-14 sesudah Hijrah, laju kemerosotan Islam  telah terhenti dan kebangkitan Islam kembali mulai berlaku.
      Kembali kepada firman Allah Swt. berkenaan dengan  Nabi Besar Muhammad saw. mengenai wahyu Al-Quran pertama yang diterima beliau saw. dan mengenai keadaan beliau saw. sebagai seorang Rasul Allah yang butahuruf (ummiy): 
اِقۡرَاۡ بِاسۡمِ رَبِّکَ الَّذِیۡ خَلَقَ ۚ﴿﴾   خَلَقَ الۡاِنۡسَانَ مِنۡ عَلَقٍ ۚ﴿﴾   اِقۡرَاۡ وَ رَبُّکَ الۡاَکۡرَمُ ۙ﴿﴾  الَّذِیۡ عَلَّمَ بِالۡقَلَمِ ۙ﴿﴾  عَلَّمَ الۡاِنۡسَانَ مَا لَمۡ  یَعۡلَمۡ ؕ﴿﴾
Bacalah dengan nama Rabb (Tuhan) engkau yang  menciptakan,   menciptakan insan  (manusia) dari  ‘alaqah (segumpal darah lengket). Bacalah, dan Rabb (Tuhan) engkau   Maha Mulia,  Yang mengajar dengan pena, mengajar insan (manusia) apa yang tidak diketahuinya.   (Al-‘Alaq [96]:2-6).
Firman-Nya lagi:
ہُوَ الَّذِیۡ  بَعَثَ فِی  الۡاُمِّیّٖنَ  رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ  یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  اٰیٰتِہٖ  وَ  یُزَکِّیۡہِمۡ وَ  یُعَلِّمُہُمُ  الۡکِتٰبَ وَ  الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾       وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾  ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾ 
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf  seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya,  mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata.  Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka.  Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.  Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah [62]:3-5). 
     Berbeda dengan keadaan  Nabi Besar Muhammad saw. pada pengutusan beliau saw. yang pertama di kalangan bangsa Arab yang butahuruf, pada pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. yang kedua kali secara ruhani di Akhir Zaman dalam wujud Al-Masih Mau’ud a.s., keadaan beliau saw.  bukan lagi sebagai Rasul Allah yang butahuruf melainkan sebagai Rasul Allah  atau Rasul Akhir Zaman yang diberi gelar oleh Allah  Swt. sebagai Sulthanul Qalam (Raja Pena).
      Dengan demikian benarlah pernyataan Allah Swt. dalam wahyu pertama Al-Quran yang diwahyukan kepada Nabi Besar Muhammad saw. sebelum ini sehubungan dengan qalam (pena):
اِقۡرَاۡ بِاسۡمِ رَبِّکَ الَّذِیۡ خَلَقَ ۚ﴿﴾   خَلَقَ الۡاِنۡسَانَ مِنۡ عَلَقٍ ۚ﴿﴾   اِقۡرَاۡ وَ رَبُّکَ الۡاَکۡرَمُ ۙ﴿﴾  الَّذِیۡ عَلَّمَ بِالۡقَلَمِ ۙ﴿﴾  عَلَّمَ الۡاِنۡسَانَ مَا لَمۡ  یَعۡلَمۡ ؕ﴿﴾
Bacalah dengan nama Rabb (Tuhan) engkau yang  menciptakan,   menciptakan insan  (manusia) dari  ‘alaqah (segumpal darah lengket). Bacalah, dan Rabb (Tuhan)  engkau   Maha Mulia,  Yang mengajar dengan pena,    mengajar insan  (manusia) apa yang tidak diketahuinya.   (Al-‘Alaq [96]:2-6).
      Melalui “pedang pena  -- yakni karya-karya tulis tentang ajaran Islam (Al-Quran) yang paling sempurna  serta tentang keagungan   akhlak dan ruhani Nabi Besar Muhammad saw.  --  itulah Mirza Ghulam Ahmad a.s.  telah menulis sekitar 86 judul  karya tulis yang tidak ada seorang lawan Islam pun mampu menjawab berbagai argumentasi secara naqli dan aqli  yang beliau a.s. kemukakan.

Pujian Terhadap Buku “Barahiin-i-Ahmadiyya” dan Penulisnya

      Salah satu karya tulis  Mirza Ghulam Ahmad a.s. yang sangat terkenal -- sebelum diperintahkan Allah Swt. untuk mendakwakan  diri sebagai  Al-Mahdi dan Al-Masih Mau’ud -- adalah Barahiin-i-Ahmadiyyah sebanyak 4 jilid,  yang berisi 300 dalil Al-Quran  mengenai  Kesempurnaan Islam dan Keagungan Nabi Besar Muhammad saw.. Sedangkan salah satu karya tulis beliau a.s. yang paling terkenal setelah pendakwaan adalah Islami Ushul Ki Filosofi (Falsafah Ajaran Islam).
    Dalam rangka membangkitkan semangat para penentang ajaran Islam dan Nabi Besar Muhammad saw.,  Mirza Ghulam Ahmad a.s. telah menyebarkan pengumuman bahwa kepada yang berani menjawab (membantah) keakuratan  dalil-dalil Al-Quran yang beliau kemukakan dalam buku Barahiin-i-Ahmadiyyah – akan diberi hadiah 10.000 rupees, yang pada saat itu (1835-1908) merupakan jumlah yang sangat besar. Tetapi sampai akhir hayat beliau   tidak ada seorang pun yang berani menyambut tantangan beliau.
   Sebelumnya,  Mirza Ghulam Ahmad tidak begitu dikenal, dan beliau berjuang sendirian. Namun setelah penerbitan buku Barahiin-i- Ahmadiyyah, keadaan menjadi berubah dan beliau mulai dikenal dan tampil secara terbuka. Buku Barahiin-i- Ahmadiyyah mendapat sambutan yang sangat besar dari kalangan umat Islam.
    Buku Barahiin-i- Ahmadiyyah ini telah menimbulkan suatu kejutan dan gejolak revolusi besar bagi pihak-pihak non-Islam maupun bagi kalangan Islam sendiri. Para pemuka Islam yang tadinya telah kehilangan nyali menghadapi gempuran hebat kritikan   bahkan penentangan serta penghinaan dari para pemuka non-Muslim mengenai agama Islam (Al-Quran) dan Nabi Besar Muhammad saw.,   seolah-olah mendapatkan seorang pembela Islam yang ulung,  sehingga mereka serentak berdiri di belakang Mirza Ghulam Ahmad mendukungnya dalam menghadapi serangan-serangan pihak non-Islam.
   Berikut ini beberapa kutipan sambutan dan dukungan tokoh-tokoh Islam India pada masa itu.
      (1) Mlv. Muhammad Hussein Batalvi, seorang tokoh terkemuka dari kelompok Ahli Hadits (Wahabi) di India, banyak memberikan sanjungan terhadap buku Barahiin-i Ahmadiyyah maupun terhadap penulisnya. Ulama ini pada awalnya adalah seorang tokoh yang sangat mendukung perjuangan  Mirza Ghulam Ahmad a.s., namun pada akhirnya – setelah pendakwaan sebagai Al-Masih Mau’ud a.s. -- ulama Hindustan tersebut berubah menjadi penentang keras beliau a.s.. 
      Di dalam salah satu risalahnya, Isyaatus-Sunnah, Mlv.Muhammad Hussein Batalvi menuliskan kesaksiannya tentang buku Barahiin-i- Ahmadiyah:
"Menurut pendapat saya -- pada zaman sekarang dan sesuai kondisi yang berlaku -- buku ini adalah sedemikian rupa, yangmana sampai saat ini di dalam Islam tidak ada bandingannya yang telah ditulis, dan tidak pula ada khabar di masa mendatang.... Penulisnya pun -- dalam hal memberikan bantuan kepada Islam dari segi harta, jiwa, tulisan maupun lisan -- sangat teguh dan kukuh pada langkah-langkahnya. Sehingga sangat sedikit ditemukan contoh yang seperti beliau, walau dari kalangan umat Islam terdahulu sekali pun..." (Risalah Isyaatus-Sunnah jld.7, no.6-11; Swanah Fazl Umar, Jld.I, hal.20).
      (2)  Berikut ini ulasan dari seorang tokoh Sufi terkenal di Hindustan yang berasal dari Ludhiana. Yaitu  Sufi Ahmad Jaan.   Banyak murid maupun pengikut beliau yang menjadi tokoh-tokoh pemuka agama Islam saat itu. Sang Sufi ini menuliskan ulasan tentang buku Barahiin-i- Ahmadiyyah di dalam sebuah selebaran beliau yang berjudul Isytihar Wajibul Izhar:
"Di zaman abad ke empatbelas telah berkecamuk sebuah tofan kebobrokan di dalam setiap agama. Seperti yang dikatakan orang: orang-orang kafir baru banyak bermunculan, dan orang-orang Islam baru pun banyak bermunculan. Tidak diragukan lagi, diperlukan sebuah buku dan seorang mujaddid seperti Barahiin-i Ahmadiyyah serta penulisnya Maulana Mirza Ghulam Ahmad Sahib. [Yaitu] yang dengan berbagai cara siap untuk membuktikan da'wah Islam atas para penentang.
Beliau bukanlah berasal dari kalangan ulama maupun cendekiawan umum, melainkan secara khusus [datang] untuk tugas ini sebagai utusan dari Allah; penerima ilham dan yang bercakap-cakap dengan Allah.... Sang penulis adalah mujaddid, mujtahid, muhaddats bagi abad-keempat belas ini, dan merupakan seorang yang kamil dari kalangan umat ini. Hadits Nabawi ini pun mendukung beliau: 'Ulama ummati kalanbiyaa Bani Israil'.......
Wahai para penelaah! Dengan niat yang benar serta dengan semangat kebenaran yang sempurna saya menyampaikan hal ini, bahwa tidak diragukan lagi bahwasanya Mirza Sahib adalah mujaddid era ini. [Beliau merupakan] 'pedoman' bagi para pencari jalan [kebenaran]; matahari bagi orang-orang yang berhati batu; penunjuk jalan bagi orang-orang yang sesat; pedang nyata bagi para pengingkar Islam; hujjah sempurna bagi para pendengki.
Yakinilah bahwa tidak akan datang lagi masa yang seperti ini. Ketahuilah, bahwa masa ujian telah tiba, dan Hujjah Ilahi telah tegak. Dan bagaikan matahari jagat raya  telah diutus seorang Haadi Kamil (pemberi petunjuk yang sempurna), supaya ia menganugerahkan nur kepada orang-orang yang benar dan mengeluarkan [mereka] dari kegelapan dan kesesatan serta akan menghujjat para pendusta". (Isytihar Wajibul Izhar;  Swanah Fazl Umar, jld.I, hal.21-22)

 (Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar, 22 April 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar