بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 105
Penciptaan Insan
Kamil
(Manusia Sempurna) dari ‘Alaqah
(Segumpal Darah Lengket)
&
Shulthanul
Qalam (Raja
Pena)
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam bagian akhir Bab
sebelumnya telah dikemukakan mengenai
adanya persamaan antara rahim
ibu dengan hati manusia dan makna
kata ‘alaqah (darah yang lengket)
serta hubungannya dengan rahim,
firman-Nya:
وَ لَقَدۡ خَلَقۡنَا
الۡاِنۡسَانَ مِنۡ سُلٰلَۃٍ مِّنۡ طِیۡنٍ
﴿ۚ﴾ ثُمَّ جَعَلۡنٰہُ نُطۡفَۃً
فِیۡ قَرَارٍ مَّکِیۡنٍ ﴿۪﴾ ثُمَّ
خَلَقۡنَا النُّطۡفَۃَ عَلَقَۃً
فَخَلَقۡنَا الۡعَلَقَۃَ مُضۡغَۃً فَخَلَقۡنَا الۡمُضۡغَۃَ عِظٰمًا
فَکَسَوۡنَا الۡعِظٰمَ لَحۡمًا ٭ ثُمَّ اَنۡشَاۡنٰہُ خَلۡقًا اٰخَرَ ؕ فَتَبٰرَکَ
اللّٰہُ اَحۡسَنُ الۡخٰلِقِیۡنَ ﴿ؕ﴾
Dan
sungguh Kami benar-benar telah
menciptakan insan (manusia) dari sari
tanah liat, kemudian Kami menjadikannya air mani di dalam tempat
penyimpanan yang kokoh. Kemudian
Kami menciptakan air mani menjadi ‘alaqah (segumpal darah lengket), maka
Kami menciptakan segumpal darah lengket itu
menjadi segumpal daging, maka Kami
menciptakan dari segumpal daging itu
tulang-tulang, kemudian Kami membungkus tulang-tulang itu dengan
daging, kemudian Kami menumbuhkannya
menjadi makhluk lain, maka Maha Berkat Allah, sebaik-baik Pencipta.
(Al-Mu’minūn
[23]:13-15).
Sehubungan dengan ‘alaqah
(segumpal darah lengket) dalam kalimat,
“Kemudian Kami menciptakan air mani menjadi ‘alaqah (segumpal darah lengket), maka Kami menciptakan segumpal
darah lengket itu menjadi segumpal daging”, Allah Swt. dalam wahyu
Al-Quran pertama yang diwahyukan-Nya
kepada Nabi Besar Muhammad saw. berfirman:
اِقۡرَاۡ
بِاسۡمِ رَبِّکَ الَّذِیۡ خَلَقَ ۚ﴿﴾ خَلَقَ الۡاِنۡسَانَ مِنۡ عَلَقٍ ۚ﴿﴾ اِقۡرَاۡ وَ رَبُّکَ الۡاَکۡرَمُ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡ عَلَّمَ بِالۡقَلَمِ ۙ﴿﴾ عَلَّمَ الۡاِنۡسَانَ مَا لَمۡ یَعۡلَمۡ ؕ﴿﴾
Bacalah
dengan nama Rabb (Tuhan) engkau yang menciptakan,
menciptakan
insan (manusia) dari ‘alaqah
(segumpal darah lengket). Bacalah,
dan Rabb (Tuhan) engkau
Maha Mulia, Yang mengajar dengan pena, mengajar insan (manusia) apa yang tidak diketahuinya.
(Al-‘Alaq [96]:2-6).
Semakin
sering Al-Quran dibaca dan didakwahkan ke seluruh dunia, akan
semakin tambah jua kekudusan Allah dan kehormatan
manusia diakui dan dihargai.
Peran Besar Pena dalam Penyebaran Ilmu-ilmu Al-Quran
Ayat “Yang mengajar
dengan pena” nampaknya mengandung suatu nubuatan bahwa pena akan memainkan suatu peranan sangat penting dalam pengalihan Al-Quran ke dalam bentuk tulisan dan dalam pemeliharaan serta penjagaan
dari bahaya hilang atau dari gangguan
campur-tangan manusia.
Lebih lanjut
ayat ini menunjuk kepada sumbangan besar yang akan diberikan oleh
pena kepada penyebaran dan penyiaran ilmu-ilmu
ruhani dan rahasia-rahasia Ilahi
dengan perantaraan Al-Quran serta
penyebaran ilmu-ilmu duniawi, yang
dengan mempelajari Al-Quran mendapat
dorongan besar ke arah upaya itu. Sungguh bermakna sekali bahwa pena
disebut dengan seringnya dalam sebuah Kitab
yang telah diwahyukan ditengah-tengah
suatu bangsa yang butahuruf yang sedikit pun tidak menghargai pena dan yang jarang
mempergunakannya, dan yang diwahyukan
kepada orang yang tidak dapat membaca
dan menulis, firman-Nya:
ہُوَ
الَّذِیۡ بَعَثَ فِی الۡاُمِّیّٖنَ
رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا
عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ وَ
یُزَکِّیۡہِمۡ وَ
یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾ وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ ذٰلِکَ فَضۡلُ
اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ
ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa
yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka
Tanda-tanda-Nya, mensucikan mereka,
dan mengajarkan kepada mereka Kitab
dan Hikmah walaupun
sebelumnya mereka berada dalam kesesatan
yang nyata. Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang
belum bertemu dengan mereka. Dan Dia-lah
Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana. Itulah karunia
Allah, Dia menganugerahkannya kepada
siapa yang Dia kehendaki, dan Allah
mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah
[62]:3-5).
Tugas suci Nabi Besar
Muhammad saw. meliputi penunaian keempat
macam kewajiban mulia yang disebut
dalam ayat 3. Tugas agung dan mulia
itulah yang dipercayakan kepada beliau saw., sebab untuk kedatangan beliau saw.
di tengah-tengah orang-orang Arab buta
huruf itu leluhur beliau, Nabi Ibrahim a.s.., telah memanjatkan
doa beberapa ribu tahun yang lampau ketika dengan disertai putranya, Nabi
Isma’il a.s., beliau mendirikan (meninggikan) kembali dasar
(pondasi) Ka’bah (BaitulLāh - QS.2:130).
Pada hakikatnya tidak ada Pembaharu
dapat benar-benar berhasil dalam misinya bila ia tidak menyiapkan dengan contoh mulia dan quat-qudsiahnya (daya pensuciannya), suatu Jemaat yang pengikut-pengikutnya terdiri dari orang-orang mukhlis, patuh, dan bertakwa, yang
kepada mereka itu mula-mula mengajarkan cita-cita
dan asas-asas ajarannya serta
mengajarkan falsafat, arti, dan kepentingan cita-cita dan asas-asas ajarannya itu, kemudian mengirimkan pengikut-pengikutnya ke
luar negeri untuk mendakwahkan ajaran
itu kepada bangsa lain.
Didikan yang Nabi Besar
Muhammad saw. berikan kepada para
pengikut beliau saw. memperluas dan mempertajam kecerdasan mereka, dan filsafat ajaran beliau saw. menimbulkan
dalam diri mereka keyakinan iman, dan
contoh mulia beliau saw. menciptakan
di dalam diri mereka kesucian hati.
Kenyataan-dasar agama itulah yang
diisyaratkan oleh ayat ini.
Pengutusan Kedua Kali Nabi Besar
Muhammad Saw.
Secara Ruhani di Akhir Zaman
Ayat 4 وَّ اٰخَرِیۡنَ
مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ --
“Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka”
bahwa ajaran Nabi Besar Muhammad saw. ditujukan
bukan kepada bangsa Arab belaka -- yang
di tengah-tengah bangsa itu beliau saw. dibangkitkan – tetapi kepada
seluruh bangsa bukan-Arab juga, dan
bukan hanya kepada orang-orang sezaman
beliau saw., melainkan juga kepada keturunan
(generasi) demi keturunan manusia
yang akan datang hingga Kiamat.
Atau ayat 4 ini dapat juga berarti bahwa Nabi Besar Muhammad saw. akan dibangkitkan
lagi secara ruhani di antara kaum yang belum pernah tergabung dalam (bersama) para pengikut (umat Islam) semasa hidup
beliau saw.. Isyarat di dalam ayat ini dan di dalam hadits Nabi saw. yang
termasyhur, tertuju kepada pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. untuk kedua kali dalam wujud Al-Masih
Mau’ud a.s. (Al-Masih
yang dijanjikan) di Akhir Zaman,
sebagai Rasul Akhir Zaman (QS.61:10) yang kedatangannya sedang
ditunggu-tunggu oleh semua umat beragama
dengan nama yang berbeda-beda,
seakan-akan para rasul Allah
dibangkitkan lagi untuk yang kedua kalinya (QS.77:12-29).
Sehubungan ayat وَّ اٰخَرِیۡنَ
مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ -- “Dan
juga akan membangkitkannya pada
kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka” Abu Hurairah
r.a. . berkata: “Pada suatu hari kami sedang duduk-duduk bersama
Rasulullah saw., ketika Surah Al-Jumu’ah diturunkan. Saya minta
keterangan kepada Rasulullah saw.: “Siapakah yang diisyaratkan oleh
kata-kata Dan Dia akan
membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka yang belum bertemu dengan
mereka?” – Salman al-Farsi (Salman asal Parsi) sedang duduk di antara kami. Setelah saya berulang-ulang mengajukan pertanyaan itu, Rasulullah
saw. sambil meletakkan tangan beliau saw. pada Salman al-Farisi bersabda:
“Bila iman
telah terbang ke Bintang Tsuraya, seorang lelaki dari mereka ini pasti akan
menemukannya.” (Bukhari).
Al-Masih Mau’ud a.s.
Hadits Nabi Besar Muhammad saw. tersebut
menunjukkan bahwa ayat ini
dikenakan kepada seorang lelaki dari keturunan Parsi. Pendiri Jemaat Ahmadiyah yakni Mirza
Ghulam Ahmad a.s. atau Al-Masih Mau’ud a.s., adalah dari keturunan Parsi.
Hadits Nabi Nabi Besar Muhammad saw.
lainnya menyebutkan bahwa kedatangan Al-Masih
Mau’ud a.s. adalah pada saat ketika tidak ada yang tertinggal di dalam Al-Quran kecuali kata-katanya, dan tidak ada yang tertinggal di dalam Islam selain namanya, yaitu, jiwa ajaran
Islam yang sejati akan lenyap (Baihaqi).
Yakni setelah umat Islam mengalami masa
kejayaan yang pertama selama 3 abad (300
tahun), akibat ketidak-bersyukuran
umat Islam sendiri yang mulai saling bertentangan
maka Allah Swt. secara bertahap menarik
kembali “ruh” Islam (Al-Quran) kepada-Nya dalam masa 1000 tahun, firman-Nya:
یُدَبِّرُ الۡاَمۡرَ مِنَ السَّمَآءِ
اِلَی الۡاَرۡضِ ثُمَّ یَعۡرُجُ
اِلَیۡہِ فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ
مِقۡدَارُہٗۤ اَلۡفَ سَنَۃٍ مِّمَّا
تَعُدُّوۡنَ ﴿﴾
Dia
mengatur perintah dari langit sampai bumi, kemudian perintah
itu akan naik kepada-Nya dalam satu
hari, yang hitungan lamanya seribu
tahun dari apa yang kamu hitung. (As-Sajdah [31]:6).
Ayat ini menunjuk kepada suatu pancaroba sangat hebat, yang ditakdirkan
akan menimpa Islam dalam
perkembangannya yang penuh dengan perubahan itu. Islam akan melalui suatu masa kemajuan
dan kesejahteraan yang mantap selama 3 abad pertama kehidupannya. Nabi Besar
Muhammad saw. diriwayatkan
pernah menyinggung secara jitu mengenai kenyataan itu dalam sabda beliau saw.:
“Abad terbaik ialah abad di kala aku hidup,
kemudian abad berikutnya, kemudian abad sesudah itu” (Tirmidzi & Bukhari,
Kitab-usy-Syahadat).
Islam mulai
mundur sesudah 3 abad pertama masa keunggulan dan keme-nangan yang tiada
henti-hentinya. Peristiwa kemunduran dan kemerosotannya ber-langsung dalam masa
1000 tahun (10 abad) berikutnya.
Kepada masa 1000 tahun inilah, telah
diisyaratkan dengan kata-kata: “Kemudian perintah itu akan naik kepada-Nya
dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun.” Dalam hadits lain Nabi
Besar Muhammad saw. diriwayatkan pernah bersabda bahwa iman akan terbang ke Bintang Tsuraya
dan seseorang dari keturunan Parsi akan mengembalikannya ke
bumi (Bukhari, Kitab-ut-Tafsir).
“Shulthanul Qalam” (Raja Pena)
Jadi, Al-Quran dan hadits kedua-duanya
sepakat bahwa QS.63:4 menunjuk kepada
kedatangan kedua kali Nabi Besar Muhammad saw. dalam wujud Hadhrat Al-Masih Mau’ud a.s., dan dengan kedatangan Al-Masih Mau’ud a.s. – yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s., Pendiri Jemaat Ahmadiyah -- dalam abad ke-14
sesudah Hijrah, laju kemerosotan Islam telah terhenti dan kebangkitan Islam kembali mulai berlaku.
Kembali kepada firman Allah Swt.
berkenaan dengan Nabi Besar Muhammad
saw. mengenai wahyu Al-Quran pertama
yang diterima beliau saw. dan mengenai keadaan beliau saw. sebagai seorang Rasul Allah yang butahuruf (ummiy):
اِقۡرَاۡ
بِاسۡمِ رَبِّکَ الَّذِیۡ خَلَقَ ۚ﴿﴾ خَلَقَ الۡاِنۡسَانَ مِنۡ عَلَقٍ ۚ﴿﴾ اِقۡرَاۡ وَ رَبُّکَ الۡاَکۡرَمُ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡ عَلَّمَ بِالۡقَلَمِ ۙ﴿﴾ عَلَّمَ الۡاِنۡسَانَ مَا لَمۡ یَعۡلَمۡ ؕ﴿﴾
Bacalah
dengan nama Rabb (Tuhan) engkau yang menciptakan,
menciptakan
insan (manusia) dari ‘alaqah
(segumpal darah lengket). Bacalah,
dan Rabb (Tuhan) engkau
Maha Mulia, Yang mengajar dengan pena, mengajar insan (manusia) apa yang tidak diketahuinya.
(Al-‘Alaq [96]:2-6).
Firman-Nya lagi:
ہُوَ الَّذِیۡ بَعَثَ فِی
الۡاُمِّیّٖنَ رَسُوۡلًا
مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ
وَ یُزَکِّیۡہِمۡ وَ یُعَلِّمُہُمُ
الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭
وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾ وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ ذٰلِکَ فَضۡلُ
اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ
ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa
yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka
Tanda-tanda-Nya, mensucikan mereka,
dan mengajarkan kepada mereka Kitab
dan Hikmah walaupun
sebelumnya mereka berada dalam kesesatan
yang nyata. Dan juga akan
membangkitkannya pada kaum lain dari
antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka. Dan Dia-lah
Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana. Itulah karunia
Allah, Dia menganugerahkannya kepada
siapa yang Dia kehendaki, dan Allah
mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah
[62]:3-5).
Berbeda dengan keadaan Nabi Besar Muhammad saw. pada pengutusan
beliau saw. yang pertama di kalangan bangsa
Arab yang butahuruf, pada
pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. yang kedua kali secara ruhani di Akhir Zaman dalam wujud Al-Masih Mau’ud a.s., keadaan beliau
saw. bukan lagi sebagai Rasul Allah yang butahuruf melainkan sebagai Rasul Allah atau Rasul
Akhir Zaman yang diberi gelar
oleh Allah Swt. sebagai Sulthanul Qalam (Raja Pena).
Dengan demikian benarlah pernyataan Allah
Swt. dalam wahyu pertama Al-Quran
yang diwahyukan kepada Nabi Besar Muhammad saw. sebelum ini sehubungan dengan qalam (pena):
اِقۡرَاۡ
بِاسۡمِ رَبِّکَ الَّذِیۡ خَلَقَ ۚ﴿﴾ خَلَقَ الۡاِنۡسَانَ مِنۡ عَلَقٍ ۚ﴿﴾ اِقۡرَاۡ وَ رَبُّکَ الۡاَکۡرَمُ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡ عَلَّمَ بِالۡقَلَمِ ۙ﴿﴾ عَلَّمَ الۡاِنۡسَانَ مَا لَمۡ یَعۡلَمۡ ؕ﴿﴾
Bacalah
dengan nama Rabb (Tuhan) engkau yang menciptakan,
menciptakan
insan (manusia) dari ‘alaqah
(segumpal darah lengket). Bacalah,
dan Rabb (Tuhan) engkau
Maha Mulia, Yang mengajar dengan pena, mengajar insan (manusia) apa yang tidak diketahuinya.
(Al-‘Alaq [96]:2-6).
Melalui “pedang pena” -- yakni karya-karya tulis tentang ajaran Islam (Al-Quran) yang paling sempurna serta tentang keagungan akhlak
dan ruhani Nabi Besar Muhammad saw. -- itulah Mirza Ghulam Ahmad a.s. telah menulis
sekitar 86 judul karya
tulis yang tidak ada seorang lawan
Islam pun mampu menjawab berbagai
argumentasi secara naqli dan aqli yang beliau a.s.
kemukakan.
Pujian Terhadap
Buku “Barahiin-i-Ahmadiyya” dan
Penulisnya
Salah satu karya tulis Mirza Ghulam
Ahmad a.s. yang sangat terkenal -- sebelum diperintahkan Allah Swt. untuk
mendakwakan diri sebagai Al-Mahdi dan Al-Masih Mau’ud -- adalah
Barahiin-i-Ahmadiyyah
sebanyak 4 jilid, yang berisi
300 dalil Al-Quran mengenai Kesempurnaan
Islam dan Keagungan Nabi Besar Muhammad
saw.. Sedangkan salah satu karya tulis beliau a.s. yang paling terkenal
setelah pendakwaan adalah Islami
Ushul
Ki Filosofi (Falsafah Ajaran Islam).
Dalam rangka membangkitkan semangat para penentang ajaran Islam dan Nabi
Besar Muhammad saw., Mirza Ghulam
Ahmad a.s. telah menyebarkan pengumuman
bahwa kepada yang berani menjawab
(membantah) keakuratan dalil-dalil Al-Quran yang beliau
kemukakan dalam buku Barahiin-i-Ahmadiyyah – akan diberi
hadiah 10.000 rupees, yang pada saat
itu (1835-1908) merupakan jumlah yang sangat
besar. Tetapi sampai akhir hayat beliau
tidak ada seorang pun yang berani menyambut tantangan beliau.
Sebelumnya, Mirza
Ghulam Ahmad tidak begitu dikenal, dan beliau berjuang sendirian. Namun setelah
penerbitan buku Barahiin-i-
Ahmadiyyah, keadaan menjadi berubah dan beliau mulai dikenal dan tampil
secara terbuka. Buku Barahiin-i-
Ahmadiyyah mendapat sambutan
yang sangat besar dari kalangan umat Islam.
Buku Barahiin-i- Ahmadiyyah ini telah menimbulkan suatu kejutan
dan gejolak revolusi besar bagi
pihak-pihak non-Islam maupun bagi
kalangan Islam sendiri. Para pemuka Islam yang tadinya telah
kehilangan nyali menghadapi gempuran
hebat kritikan bahkan penentangan
serta penghinaan dari para pemuka
non-Muslim mengenai agama Islam
(Al-Quran) dan Nabi Besar Muhammad saw., seolah-olah mendapatkan seorang pembela Islam yang ulung, sehingga mereka serentak berdiri di belakang Mirza Ghulam Ahmad mendukungnya dalam
menghadapi serangan-serangan pihak
non-Islam.
Berikut ini beberapa kutipan sambutan dan
dukungan tokoh-tokoh Islam India pada masa itu.
(1) Mlv.
Muhammad Hussein Batalvi, seorang tokoh terkemuka dari kelompok Ahli Hadits
(Wahabi) di India, banyak memberikan sanjungan terhadap buku Barahiin-i Ahmadiyyah maupun
terhadap penulisnya. Ulama ini
pada awalnya adalah seorang tokoh yang sangat mendukung perjuangan Mirza Ghulam Ahmad a.s., namun
pada akhirnya – setelah pendakwaan sebagai Al-Masih
Mau’ud a.s. -- ulama Hindustan tersebut berubah menjadi penentang keras beliau a.s..
Di dalam
salah satu risalahnya, Isyaatus-Sunnah, Mlv.Muhammad
Hussein Batalvi menuliskan kesaksiannya
tentang buku Barahiin-i- Ahmadiyah:
"Menurut pendapat saya -- pada zaman sekarang dan sesuai
kondisi yang berlaku -- buku ini adalah sedemikian rupa, yangmana sampai saat
ini di dalam Islam tidak ada bandingannya yang telah ditulis, dan tidak pula
ada khabar di masa mendatang.... Penulisnya pun -- dalam hal memberikan bantuan
kepada Islam dari segi harta, jiwa, tulisan maupun lisan -- sangat teguh dan
kukuh pada langkah-langkahnya. Sehingga sangat sedikit ditemukan contoh yang
seperti beliau, walau dari kalangan umat Islam terdahulu sekali pun..." (Risalah
Isyaatus-Sunnah jld.7, no.6-11; Swanah Fazl Umar, Jld.I, hal.20).
(2) Berikut ini ulasan dari seorang tokoh Sufi terkenal di Hindustan yang berasal
dari Ludhiana. Yaitu Sufi Ahmad Jaan.
Banyak murid maupun pengikut beliau yang
menjadi tokoh-tokoh pemuka agama Islam saat itu. Sang Sufi ini menuliskan ulasan tentang buku Barahiin-i- Ahmadiyyah di dalam sebuah selebaran beliau yang berjudul Isytihar
Wajibul Izhar:
"Di zaman abad ke empatbelas telah berkecamuk sebuah tofan kebobrokan di dalam setiap agama.
Seperti yang dikatakan orang: orang-orang
kafir baru banyak bermunculan, dan orang-orang
Islam baru pun banyak bermunculan. Tidak diragukan lagi, diperlukan sebuah buku dan seorang mujaddid seperti Barahiin-i Ahmadiyyah serta penulisnya Maulana Mirza Ghulam Ahmad
Sahib. [Yaitu] yang dengan berbagai cara siap untuk membuktikan da'wah Islam atas para penentang.
Beliau bukanlah berasal dari kalangan ulama maupun cendekiawan umum,
melainkan secara khusus [datang] untuk tugas
ini sebagai utusan dari Allah;
penerima ilham dan yang bercakap-cakap dengan Allah.... Sang penulis adalah mujaddid, mujtahid, muhaddats bagi
abad-keempat belas ini, dan merupakan seorang
yang kamil dari kalangan umat ini. Hadits Nabawi ini pun mendukung beliau: 'Ulama ummati kalanbiyaa Bani Israil'.......
Wahai para penelaah! Dengan niat yang benar serta dengan semangat
kebenaran yang sempurna saya menyampaikan hal ini, bahwa tidak diragukan lagi
bahwasanya Mirza Sahib adalah mujaddid era ini. [Beliau merupakan] 'pedoman' bagi para pencari jalan [kebenaran]; matahari bagi orang-orang yang berhati batu; penunjuk jalan bagi orang-orang yang sesat; pedang nyata bagi para pengingkar Islam; hujjah sempurna bagi para pendengki.
Yakinilah bahwa tidak akan datang lagi masa yang seperti ini.
Ketahuilah, bahwa masa ujian telah tiba, dan Hujjah Ilahi telah tegak. Dan bagaikan matahari jagat raya telah
diutus seorang Haadi Kamil (pemberi
petunjuk yang sempurna), supaya ia menganugerahkan nur kepada orang-orang yang benar dan mengeluarkan [mereka] dari kegelapan dan kesesatan serta akan menghujjat
para pendusta". (Isytihar Wajibul Izhar; Swanah
Fazl Umar, jld.I, hal.21-22)
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 22 April 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar