بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 104
Hubungan “Rahim”
Ibu dengan
Sifat Rahīmiyyat (Al-Rahīm - Maha Penyayang) Allah Swt.
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam bagian akhir
Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai makna “peniupan ruh” dari segi ruhani
berkenaan dengan Adam, yakni
menurunkan wahyu kepada Adam – seorang Khalifah Allah atau Rasul Allah -- firman-Nya:
وَ لَقَدۡ خَلَقۡنَا الۡاِنۡسَانَ مِنۡ صَلۡصَالٍ
مِّنۡ حَمَاٍ مَّسۡنُوۡنٍ ﴿ۚ﴾ وَ الۡجَآنَّ خَلَقۡنٰہُ مِنۡ قَبۡلُ مِنۡ
نَّارِ السَّمُوۡمِ ﴿﴾ وَ اِذۡ قَالَ رَبُّکَ لِلۡمَلٰٓئِکَۃِ
اِنِّیۡ خَالِقٌۢ بَشَرًا مِّنۡ صَلۡصَالٍ مِّنۡ حَمَاٍ
مَّسۡنُوۡنٍ ﴿﴾ فَاِذَا
سَوَّیۡتُہٗ وَ نَفَخۡتُ فِیۡہِ مِنۡ
رُّوۡحِیۡ فَقَعُوۡا لَہٗ سٰجِدِیۡنَ ﴿﴾ فَسَجَدَ الۡمَلٰٓئِکَۃُ کُلُّہُمۡ
اَجۡمَعُوۡنَ ﴿ۙ﴾ اِلَّاۤ اِبۡلِیۡسَ ؕ اَبٰۤی اَنۡ یَّکُوۡنَ مَعَ
السّٰجِدِیۡنَ ﴿﴾
Dan sungguh Kami
benar-benar telah menciptakan manusia dari tanah liat kering yang berdenting, dari lumpur hitam yang telah diberi
bentuk. Dan sebelumnya Kami telah menjadikan jin dari api angin panas. Dan
ingatlah ketika Tuhan engkau berfirman kepada para malaikat: ”Sesungguhnya Aku hendak menciptakan manusia dari tanah liat kering yang berdenting, dari lumpur hitam yang telah
diberi bentuk. Maka apabila
Aku telah membentuknya dengan sempurna dan Aku
telah meniupkan ruh-Ku ke dalamnya maka sujudlah
yakni patuh-taatlah kamu kepadanya.” Maka
malaikat-malaikat itu sujud
semuanya bersama-sama, kecuali iblis, ia menolak menjadi termasuk di antara mereka
yang sujud. (Al-Hijr [15]:27-31).
Pentingnya Memelihara Silaturahmi
(Hubungan Kekeluargaan)
Demikianlah
beberapa hakikat yang terkandung dalam ayat-ayat Surah Al-‘Alaq sebelum ini, yakni
kenapa Allah Swt. menyatakan bahwa Allah Swt. menciptaan insan (manusia) dari ‘alaqah (darah lengket) dalam rahim
ibu, sedangkan dalam Surah-surah lainnya
dikatakan dari “sari tanah liat” (QS.23:13) atau dari “tanah liat” (QS.32:8-9) sedangkan dalam firman-Nya tersebut dikatakan “dari tanah
liat kering yang berdenting, dari lumpur
hitam yang telah diberi bentuk“
serta bagaimana hubungannya dengan rahim ibu, firman-Nya:
اِقۡرَاۡ
بِاسۡمِ رَبِّکَ الَّذِیۡ خَلَقَ ۚ﴿﴾ خَلَقَ الۡاِنۡسَانَ مِنۡ عَلَقٍ ۚ﴿﴾ اِقۡرَاۡ وَ رَبُّکَ الۡاَکۡرَمُ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡ عَلَّمَ بِالۡقَلَمِ ۙ﴿﴾ عَلَّمَ الۡاِنۡسَانَ مَا لَمۡ یَعۡلَمۡ ؕ﴿﴾
Bacalah
dengan nama Rabb (Tuhan) engkau yang menciptakan,
menciptakan
manusia dari ‘alaqah
(segumpal darah lengket) (Al-‘Alaq [96]:2-3).
Hikmah
lain hubungan
antara rahim ibu dengan ‘alaqah (segumpal darah lengket) yang
secara bertahap di bawa sifat Rabbubiyyat
Allah Swt. berubah menjadi wujud bayi dalam
rahim ibu, adalah karena
ovum (cel telur) perempuan
yang dibuahi oleh sperma laki-laki dalam rahim bukan hanya sekedar menempel pada dinding rahim tetapi terus menenggelamkan dirinya ke dalam dinding rahim tersebut, sambil
menghisap sari-sari makanan yang dibawa pembuluh darah dalam dinding
rahim ibu, seperti halnya lintah yang menghisap darah, sesuai dengan arti lainnya dari ‘alaqah adalah lintah.
Dua Sifat utama Allah Swt. dalam ayat
pertama Al-Fatihah adalah Rahmaniyat dan Rahimiyat, yang umumnya masing-masing Sifat tersebut diterjemahkan
“Yang Maha Pemurah” (Al-Rahmān) dan “Yang Maha Penyayang” (Al-Rahīm). Allah Swt. telah menamakan “kandungan” perempuan dengan sebutan “rahim” dan Allah Swt. telah
memerintahkan manusia untuk berusaha
memelihara arham atau silaturahim (silaturahmi), firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ
اتَّقُوۡا رَبَّکُمُ
الَّذِیۡ خَلَقَکُمۡ مِّنۡ نَّفۡسٍ وَّاحِدَۃٍ وَّ خَلَقَ
مِنۡہَا زَوۡجَہَا وَ بَثَّ
مِنۡہُمَا رِجَالًا کَثِیۡرًا وَّ نِسَآءً ۚ وَ
اتَّقُوا اللّٰہَ الَّذِیۡ تَسَآءَلُوۡنَ بِہٖ وَ الۡاَرۡحَامَ ؕ اِنَّ
اللّٰہَ کَانَ عَلَیۡکُمۡ رَقِیۡبًا ﴿﴾
Hai manusia,
bertakwalah kepada Allah Rabb
(Tuhan) kamu Yang menciptakan kamu dari satu jiwa dan darinya
Dia menciptakan jodohnya sebagai pasangan serta mengembang-biakkan
dari keduanya banyak laki-laki
dan perempuan. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya
kamu saling meminta satu sama
lain, dan bertakwalah mengenai
hubungan arham (kekerabatan) sesungguhnya Allah senantiasa menjaga dan mengawasi
kamu (An-Nisā [4]:2).
Jadi, sebagaimana halnya terjadinya
proses terciptanya manusia dalam rahim ibu dimulai dengan menempelnya serta tenggelamnya sel telur (ovum) yang telah dibuahi ke
dalam dinding rahim ibu dan seterus
menjadi ‘alaqah (segumpah darah
lengket), dan berkembang terus menjadi mudghah
(segumpal daging tanpa bentuk) dan
seterusnya sehingga menjadi bayi yang
sempurna dalam rahim ibu (QS.22:6; QS.23:13-15), demikian pula seorang manusia dari segi keruhanian
akan mengalami kehamilan dan kelahiran ruhani apabila ia
melekatkan dan menenggelamkan dirinya pada Sifat Rahīmiyat Allah Swt. (Al-Rahīm).
Perbedaan Sifat Al-Rahmān dan Al-Rahīm
Kenapa demikian? Sebab Sifat Al-Rahīm hubungannya adalah dengan keimanan kepada Allah Swt. dan alam akhirat, sedangkan sifat Al-Rahmān (Rahmāniyat) hubungannya dengan kehidupan
dunia, karena itu Allah Swt. telah menciptakan tatanan alam semesta jasmani ini sama sekali
tidak ada hubungannya dengan masalah keimanan
atau ketakwaan manusia terhadap Allah
Swt. atau masalah adanya usaha
manusia melainkan semata-mata karena sifat Al-Rahmān
(Rahmāniyat – Maha Pemurah).
Itulah sebabnya pula
dengan Sifat Rahmāniyyat Allah Swt.
tersebut bukan hanya manusia
saja -- baik yang beriman mau pun yang kafir
-- yang mendapat manfaat dari
keberadaan tatanan alam semesta
berserta segala isinya, tetapi tumbuhan dan binatang-binatang pun mendapat manfaat pula dari Sifat Rahmāniyyat Allah Swt. tersebut
Namun karena tujuan diciptakannya dua
golongan manusia – yang disebut jin
dan ins -- tidak hanya sampai batas
kehidupan di dunia ini saja melainkan
harus melanjutkan kehidupannya di alam akhirat maka dari segi
ruhani, apabila manusia - sesuai
dengan tujuan utama diciptakannya yaitu
untuk beribadah kepada Allah Swt.
(QS.51:57) -- menginginkan kehidupan yang
baik di alam akhirat yang disebut kehidupan surgawi, maka wajib
baginya untuk melekatkan dan menenggelamkan dirinya pada Sifat
Rahīmiyat
Allah Swt. (Al-Rahīm – Maha
Penyayang), seperti menempelnya serta
tenggelamnya sel telur (ovum) yang
telah dibuahi ke
dalam dinding rahim ibu, sehingga
secara bertahap akan berkembang dan menjadi bayi
yang sempurna segala sesuatunya, yang siap
untuk mengarungi kehidupan di luar rahim ibu -- yakni kehidupan
dunia -- yang keadaannya jauh lebih luas
daripada kehidupan dalam rahim ibu, yang semata-mata tergantung
pada sifat Al-Rahmān (Rahmāniyat)
Allah Swt.
Jika manusia
tidak berusaha tidak berusaha melekatkan dan menenggelamkan dirinya
pada Sifat Rahīmiyat (Maha
Penyayang) Allah Swt. (Al-Rahīm) -- yakni melaksanakan kehidupan sesuai dengan hukum-hukum syariat, khususnya syariat Islam (Al-Quran) sebagaimana yang difahami dan diamalkan (disunnahkan) oleh Nabi Besar Muhammad saw. (QS,3:32; QS.33:22), maka ia akan bernasib
malang dan hina seperti darah haid yang dikeluarkan oleh rahim ibu, yakni ia akan ditolak oleh Sifat Rahīmiyat Allah Swt. (Al-Rahīm) dan di akhirat
ia akan menjadi penghuni neraka jahannam,
yang disediakan sebagai “rahim” bagi ruh-ruh
orang-orang yang berdosa yang
keadaannya cacat atau tidak sempurna agar setelah mengalami perbaikan akhirnya ruh-ruh yang cacat tersebut dapat beradaptasi dengan kehidupan akhirat yang disebut “kehidupan surgawi”.
Makna “Timbangan yang Berat”
Sehubungan
hal tersebut, berikut firman
Allah Swt. kepada Nabi Besar
Muhammad saw. mengenai perbedaan nasib
manusia di akhirat mengenai orang-orang yang berat timbangan amalnya
dan yang ringan timbangan amalnya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾
اَلۡقَارِعَۃُ ۙ﴿﴾ مَا الۡقَارِعَۃُ
ۚ﴿﴾ وَ
مَاۤ اَدۡرٰىکَ مَا الۡقَارِعَۃُ
ؕ﴿﴾ یَوۡمَ یَکُوۡنُ
النَّاسُ کَالۡفَرَاشِ الۡمَبۡثُوۡثِ ۙ﴿﴾ وَ تَکُوۡنُ
الۡجِبَالُ کَالۡعِہۡنِ الۡمَنۡفُوۡشِ ؕ﴿﴾
فَاَمَّا مَنۡ ثَقُلَتۡ مَوَازِیۡنُہٗ ۙ﴿﴾ فَہُوَ فِیۡ عِیۡشَۃٍ
رَّاضِیَۃٍ ؕ﴿﴾ وَ اَمَّا مَنۡ خَفَّتۡ مَوَازِیۡنُہٗ ۙ﴿﴾
فَاُمُّہٗ ہَاوِیَۃٌ ؕ﴿﴾ وَ مَاۤ اَدۡرٰىکَ مَا ہِیَہۡ ﴿ؕ﴾ نَارٌ حَامِیَۃٌ ﴿٪﴾
Aku baca
dengan nama
Allah, Maha Pemurah (Al-Rahmān),
Maha Penyayang (Al-Rahīm). Bencana besar! Apakah bencana besar itu? Dan apakah engkau mengetahui apa Bencana
Besar itu? Pada Hari itu manusia
akan menjadi seperti laron-laron bertebaran, dan gunung-gunung akan menjadi seperti bulu-bulu domba dihambur-hamburkan.
Maka adapun orang
yang berat timbangan amalnya,
maka ia
di dalam kehidupan yang menyenangkan. Dan
adapun orang yang ringan timbangan amalnya, maka ibu
inangnya adalah Hāwiyah. Dan apakah engkau mengetahui apa Hāwiyah itu? Yaitu api yang menyala-nyala! (Al-Qāri’ah [101]:1-12).
Kalau huruf al yang ditambahkan kepada
kata qāri’ah telah mengkhususkan bencana
dan memperhebat gambaran kengeriannya,
maka penambahan huruf mā (apa)
membuatnya lebih dahsyat lagi dan
lebih membinasakan.
Bencana
itu akan begitu berbahaya, sehingga orang mustahil dapat memba-yangkan kedahsyatannya, apalagi melukiskannya
dengan kata-kata. Lihat pula Surah Al-Haqqah
(QS.69:2-5), di tempat itu ungkapan serupa telah dipergunakan untuk menimbulkan
kesan serupa. Qāri’ah selain
merupakan bencana besar, berarti pula
azab yang datang secara tiba-tiba.
Karena
berada di luar jangkauan manusia untuk membayangkan betapa dah-syatnya bencana itu, maka hanya sebagian saja
dari akibat-akibatnya yang mengerikan telah
dikemukakan. Ayat ini dan ayat berikutnya memberikan sekelumit gambaran
mengenai kegelisahan dan kesengsaraan yang akan diakibatkannya.
Kejadian yang amat hebat lagi dahsyat itu akan mencerai-beraikan manusia bagaikan bulu-domba (wol) yang dihambur-hamburkan dan mereka tidak akan
memperoleh perlindungan di mana pun.
Bila
dipergunakan dalam hubungan dengan perorangan
kata mawāzin (timbangan amal
perbuatannya) berarti hasil
perbuatannya, tetapi bila dipergunakan dalam hubungan dengan suatu bangsa maka kata itu bermakna sarana-sarana kebendaan dan sumber-sumber daya. Menurut istilah peperangan zaman mutakhir ini rupanya
istilah “tonase” (ukuran bobot) merupakan terje-mahan tepat dari kata
itu.
Dalam
pengertian terakhir, ayat ini akan berarti bahwa suatu bangsa (negara) yang sumber
daya materinya besar atau tonase
kapal-kapal laut dan pesawat-pesawat terbangnya berat, akan mengungguli
lawan-lawannya, dan kenyataan itu akan meningkatkan wibawa dan kekuasaannya
dan sebagai akibatnya menambah kebahagiaannya.
Tetapi jika
yang dimaksudkan adalah bobot
timbangan “amal-amal shaleh” yang
dilakukan ketika hidup di dunia -- yakni
dengan cara mensyukuri Sifat Rahmāniyat
(Maha Pemurah) Allah Swt. dengan cara syukur
yang hakiki (QS.2:202-203) -- maka makna kalimat orang yang berat timbangan amalnya maka ia di dalam kehidupan yang menyenangkan, artinya ia akan menjadi penghuni kehidupan surgawi di alam akhirat yang menyenangkan karena membawa
bekal keimanan dan amal shaleh yang berat timbangannya.
Neraka Jahannam Merupakan Rahim
bagi Orang-orang Berdosa
Sedangkan
makna kalimat Dan adapun orang yang
ringan timbangan amalnya, maka ibu inangnya adalah Hāwiyah. Dan apakah engkau mengetahui apa Hāwiyah itu? Yaitu
api yang menyala-nyala! (Al-Qāri’ah
[101]:1-12) mengandung makna:
(1) Sebagaimana keadaan
bayi yang dilahirkan dalam keadaan prematur
maka agar dapat beradaptasi langsung dengan kehidupan
di luar rahim ibunya ia terlebih dulu
harus memerlukan berbagai tindakan
(upaya rehabilitasi) untuk menyelamatkan kehidupannya,
misalnya dimasukkan ke dalam incubator
dan beberapa upaya rehabilitasi bagian-bagian
tubuhnya yang cacat.
Demikian pula halnya dengan keadaan ruh manusia yang ketika mengalami kematian dalam keadaan cacat akibat dosa-dosa yang dilakukannya semasa hidupnya di dunia, sebelum dapat
memasuki alam akhirat yang disebut “kehidupan surgawi”, maka ruh-ruh
yang cacat -- seperti halnya bayi-
bayi yang dilahirkan premature atau dalam keadaan cacat --
itu pun harus terlebih dulu mengalami rehabilitasi di alam akhirat yang disebut neraka jahannam.
(2) Dengan demikian jelaslah bahwa menurut Allah Swt. hubungan orang-orang berdosa dengan neraka akan serupa dengan hubungan bayi dengan rahim ibunya. Seperti halnya mudigah (janin)
tumbuh melalui berbagai tingkat perkembangan di dalam rahim ibu hingga pada akhimya ia lahir dalam bentuk bayi manusia utuh, demikian pulalah
keadaan orang-orang bersalah yang
akan melalui berbagai tingkat siksaan
batin di alam akhirat, hingga pada
akhirnya ruh mereka menjadi samasekali
bersih dari noda dosa dan memperoleh kelahiran
baru. Jadi, azab neraka itu dimaksudkan
membuat orang-orang jahat bertobat
dari dosa-dosa mereka dan memperbaiki diri mereka sendiri.
Jadi, menurut pandangan Islam, neraka merupakan suatu panti asuhan atau tempat rehabilitasi yang
tentu saja sangat tidak menyenangkan atau sangat
menyakitkan bagi yang mengalaminya karena di sana ruh-ruh orang yang direhabilitasi akan merasakan langsung penderitaan pelaksanaan rehabilitasi tersebut sampai siap untuk dapat beradaptasi dengan kehidupan akhirat yang disebut kehudupan dalam surga.
Itulah sebabnya
Nabi Besar Muhammad saw. telah bersabda bahwa akan datang masanya bahwa pintu-pintu dan jendela-jendela neraka akan bergerak-gerak seperti ditiup angin, bagaikan rumah kosong yang telah ditinggalkan penghuninya,, karena semua penghuni neraka telah masuk ke dalam surga,
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 21 April 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar