Senin, 22 April 2013

Hubungan "Rahim" Ibu dengan Sifat Rahiimiyyat (Al-Rahiim - Maha Penyayang) Allah Swt.




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 104


Hubungan “Rahim” Ibu dengan
 Sifat Rahīmiyyat (Al-Rahīm - Maha Penyayang) Allah Swt.

 Oleh


 Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam   bagian akhir  Bab  sebelumnya  telah dikemukakan  mengenai  makna “peniupan ruh” dari segi ruhani berkenaan dengan Adam,  yakni  menurunkan wahyu kepada Adam – seorang Khalifah Allah  atau Rasul Allah -- firman-Nya:
وَ لَقَدۡ خَلَقۡنَا الۡاِنۡسَانَ مِنۡ صَلۡصَالٍ مِّنۡ حَمَاٍ مَّسۡنُوۡنٍ ﴿ۚ﴾ وَ الۡجَآنَّ خَلَقۡنٰہُ مِنۡ قَبۡلُ مِنۡ نَّارِ السَّمُوۡمِ ﴿﴾ وَ اِذۡ قَالَ رَبُّکَ لِلۡمَلٰٓئِکَۃِ  اِنِّیۡ خَالِقٌۢ بَشَرًا مِّنۡ صَلۡصَالٍ مِّنۡ  حَمَاٍ  مَّسۡنُوۡنٍ ﴿﴾  فَاِذَا سَوَّیۡتُہٗ  وَ نَفَخۡتُ فِیۡہِ  مِنۡ  رُّوۡحِیۡ فَقَعُوۡا  لَہٗ   سٰجِدِیۡنَ ﴿﴾ فَسَجَدَ  الۡمَلٰٓئِکَۃُ  کُلُّہُمۡ  اَجۡمَعُوۡنَ ﴿ۙ﴾   اِلَّاۤ  اِبۡلِیۡسَ ؕ اَبٰۤی اَنۡ یَّکُوۡنَ مَعَ السّٰجِدِیۡنَ ﴿﴾
Dan sungguh  Kami benar-benar telah menciptakan manusia dari tanah liat kering yang berdenting, dari lumpur hitam yang telah diberi bentuk.  Dan sebelumnya Kami telah menjadikan  jin dari api angin panas. Dan ingatlah ketika Tuhan engkau berfirman kepada para malaikat:  ”Sesungguhnya Aku hendak menciptakan manusia dari tanah liat kering yang berdenting, dari lumpur hitam yang telah diberi bentuk. Maka  apabila Aku telah membentuknya  dengan sempurna dan Aku telah meniupkan ruh-Ku ke dalamnya maka  sujudlah yakni patuh-taatlah  kamu kepadanya.”   Maka  malaikat-malaikat itu sujud semuanya bersama-sama,   kecuali iblis, ia menolak   menjadi termasuk di antara  mereka yang sujud. (Al-Hijr [15]:27-31).

Pentingnya Memelihara Silaturahmi
(Hubungan Kekeluargaan)

Demikianlah beberapa  hakikat yang terkandung dalam ayat-ayat  Surah Al-‘Alaq sebelum  ini, yakni  kenapa Allah Swt. menyatakan bahwa Allah Swt. menciptaan insan (manusia) dari ‘alaqah (darah lengket) dalam  rahim ibu,  sedangkan dalam Surah-surah lainnya dikatakan dari “sari  tanah liat” (QS.23:13) atau dari “tanah liat” (QS.32:8-9)  sedangkan dalam   firman-Nya tersebut dikatakan “dari tanah liat kering yang berdenting, dari lumpur hitam yang telah diberi bentuk“ serta bagaimana hubungannya dengan rahim ibu,  firman-Nya:
اِقۡرَاۡ بِاسۡمِ رَبِّکَ الَّذِیۡ خَلَقَ ۚ﴿﴾   خَلَقَ الۡاِنۡسَانَ مِنۡ عَلَقٍ ۚ﴿﴾   اِقۡرَاۡ وَ رَبُّکَ الۡاَکۡرَمُ ۙ﴿﴾  الَّذِیۡ عَلَّمَ بِالۡقَلَمِ ۙ﴿﴾  عَلَّمَ الۡاِنۡسَانَ مَا لَمۡ  یَعۡلَمۡ ؕ﴿﴾
Bacalah dengan nama Rabb (Tuhan) engkau yang  menciptakan,   menciptakan manusia dari  ‘alaqah (segumpal darah lengket)  (Al-‘Alaq [96]:2-3).
     Hikmah lain  hubungan antara rahim ibu dengan ‘alaqah (segumpal darah lengket) yang secara bertahap di bawa sifat Rabbubiyyat Allah Swt. berubah menjadi wujud bayi dalam rahim ibu,  adalah karena  ovum (cel telur) perempuan yang dibuahi oleh sperma laki-laki dalam rahim  bukan hanya sekedar menempel pada dinding rahim  tetapi terus menenggelamkan dirinya ke dalam dinding rahim tersebut, sambil menghisap sari-sari makanan yang dibawa pembuluh darah  dalam dinding rahim ibu, seperti halnya lintah yang menghisap darah, sesuai  dengan arti lainnya dari ‘alaqah adalah lintah.


      Dua Sifat utama Allah Swt. dalam ayat pertama Al-Fatihah adalah Rahmaniyat dan Rahimiyat, yang umumnya masing-masing Sifat tersebut diterjemahkan “Yang Maha Pemurah” (Al-Rahmān) dan “Yang Maha Penyayang” (Al-Rahīm). Allah Swt. telah menamakan “kandungan” perempuan dengan sebutan “rahim” dan Allah Swt. telah memerintahkan manusia untuk berusaha memelihara  arham  atau silaturahim (silaturahmi), firman-Nya: 
یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ اتَّقُوۡا رَبَّکُمُ الَّذِیۡ خَلَقَکُمۡ مِّنۡ نَّفۡسٍ وَّاحِدَۃٍ وَّ خَلَقَ مِنۡہَا زَوۡجَہَا وَ بَثَّ مِنۡہُمَا رِجَالًا کَثِیۡرًا وَّ نِسَآءً ۚ وَ اتَّقُوا اللّٰہَ الَّذِیۡ تَسَآءَلُوۡنَ بِہٖ وَ الۡاَرۡحَامَ ؕ اِنَّ اللّٰہَ کَانَ عَلَیۡکُمۡ  رَقِیۡبًا ﴿﴾
Hai manusia,  bertakwalah kepada Allah  Rabb (Tuhan) kamu  Yang menciptakan kamu dari satu jiwa  dan darinya Dia menciptakan jodohnya sebagai pasangan serta  mengembang-biakkan dari keduanya banyak laki-laki dan perempuan. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain,  dan bertakwalah mengenai hubungan arham (kekerabatan)  sesungguhnya Allah senantiasa menjaga dan mengawasi kamu (An-Nisā [4]:2).
       Jadi, sebagaimana halnya terjadinya proses terciptanya manusia dalam rahim ibu dimulai dengan  menempelnya serta tenggelamnya sel telur (ovum) yang telah dibuahi ke dalam dinding rahim ibu dan seterus menjadi ‘alaqah (segumpah darah lengket),  dan berkembang terus menjadi  mudghah (segumpal daging  tanpa bentuk) dan seterusnya sehingga menjadi bayi yang sempurna dalam  rahim ibu (QS.22:6; QS.23:13-15), demikian pula  seorang manusia  dari segi keruhanian akan mengalami kehamilan dan kelahiran ruhani  apabila ia  melekatkan dan menenggelamkan dirinya pada Sifat Rahīmiyat  Allah Swt. (Al-Rahīm).

Perbedaan Sifat Al-Rahmān dan Al-Rahīm

      Kenapa demikian? Sebab Sifat Al-Rahīm hubungannya adalah dengan   keimanan kepada Allah Swt. dan alam akhirat, sedangkan sifat Al-Rahmān (Rahmāniyat) hubungannya  dengan kehidupan dunia,  karena  itu Allah Swt. telah menciptakan tatanan alam semesta jasmani ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan masalah keimanan atau ketakwaan manusia terhadap Allah Swt. atau masalah adanya usaha manusia melainkan semata-mata karena sifat Al-Rahmān (Rahmāniyat – Maha Pemurah).
      Itulah sebabnya  pula  dengan   Sifat Rahmāniyyat  Allah Swt.  tersebut bukan hanya manusia saja  -- baik yang beriman mau pun yang kafir -- yang mendapat manfaat dari keberadaan tatanan alam semesta berserta segala  isinya, tetapi tumbuhan dan binatang-binatang pun mendapat manfaat pula dari Sifat Rahmāniyyat  Allah Swt. tersebut
       Namun karena tujuan diciptakannya dua golongan manusia  – yang disebut   jin dan ins  -- tidak hanya sampai batas kehidupan di dunia ini saja melainkan harus melanjutkan kehidupannya di alam akhirat  maka  dari segi ruhani, apabila manusia  - sesuai dengan tujuan utama diciptakannya yaitu untuk beribadah kepada Allah Swt. (QS.51:57) -- menginginkan kehidupan yang baik di alam akhirat  yang disebut kehidupan surgawi, maka wajib baginya untuk melekatkan  dan menenggelamkan  dirinya   pada Sifat Rahīmiyat Allah Swt. (Al-Rahīm – Maha Penyayang), seperti menempelnya serta tenggelamnya sel telur (ovum) yang telah dibuahi   ke dalam dinding rahim ibu, sehingga secara bertahap akan  berkembang dan menjadi  bayi yang sempurna segala sesuatunya, yang siap untuk mengarungi kehidupan di luar rahim ibu  -- yakni kehidupan dunia -- yang keadaannya jauh lebih luas daripada kehidupan dalam rahim ibu, yang semata-mata tergantung pada sifat Al-Rahmān (Rahmāniyat) Allah Swt.
       Jika manusia tidak berusaha tidak berusaha melekatkan  dan menenggelamkan  dirinya   pada Sifat Rahīmiyat  (Maha Penyayang)  Allah Swt. (Al-Rahīm) -- yakni melaksanakan kehidupan sesuai dengan hukum-hukum  syariat, khususnya syariat Islam (Al-Quran) sebagaimana yang difahami dan diamalkan (disunnahkan) oleh Nabi Besar Muhammad saw. (QS,3:32; QS.33:22), maka ia akan bernasib malang dan hina seperti darah haid yang dikeluarkan oleh rahim ibu,  yakni ia akan ditolak oleh Sifat Rahīmiyat Allah Swt. (Al-Rahīm)  dan di akhirat ia akan menjadi penghuni neraka jahannam, yang disediakan sebagai “rahim” bagi ruh-ruh orang-orang yang berdosa yang keadaannya cacat atau tidak sempurna  agar  setelah mengalami perbaikan akhirnya ruh-ruh  yang cacat tersebut dapat beradaptasi dengan kehidupan akhirat yang disebut “kehidupan surgawi”.

Makna “Timbangan yang Berat

  Sehubungan  hal tersebut, berikut firman  Allah Swt.  kepada Nabi Besar Muhammad saw. mengenai perbedaan nasib manusia  di akhirat mengenai orang-orang yang berat timbangan amalnya dan yang ringan timbangan amalnya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ اَلۡقَارِعَۃُ ۙ﴿﴾   مَا الۡقَارِعَۃُ ۚ﴿﴾   وَ  مَاۤ  اَدۡرٰىکَ مَا الۡقَارِعَۃُ ؕ﴿﴾  یَوۡمَ یَکُوۡنُ  النَّاسُ کَالۡفَرَاشِ الۡمَبۡثُوۡثِ ۙ﴿﴾  وَ تَکُوۡنُ  الۡجِبَالُ کَالۡعِہۡنِ الۡمَنۡفُوۡشِ ؕ﴿﴾  فَاَمَّا  مَنۡ  ثَقُلَتۡ مَوَازِیۡنُہٗ ۙ﴿﴾ فَہُوَ  فِیۡ عِیۡشَۃٍ  رَّاضِیَۃٍ ؕ﴿﴾ وَ اَمَّا مَنۡ خَفَّتۡ مَوَازِیۡنُہٗ ۙ﴿﴾ فَاُمُّہٗ  ہَاوِیَۃٌ ؕ﴿﴾ وَ مَاۤ  اَدۡرٰىکَ مَا ہِیَہۡ ﴿ؕ﴾  نَارٌ حَامِیَۃٌ ﴿٪﴾
Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah (Al-Rahmān), Maha Penyayang (Al-Rahīm).    Bencana besar!  Apakah bencana besar itu?   Dan apakah engkau mengetahui apa Bencana Besar itu?  Pada Hari itu  manusia akan menjadi seperti laron-laron bertebaran, dan gunung-gunung akan menjadi seperti bulu-bulu domba dihambur-hamburkan.  Maka adapun  orang yang berat timbangan amalnya,   maka ia di dalam kehidupan yang menyenangkan.   Dan adapun orang  yang ringan timbangan amalnya,  maka ibu  inangnya adalah Hāwiyah.  Dan apakah engkau mengetahui apa Hāwiyah itu?  Yaitu api yang menyala-nyala! (Al-Qāri’ah [101]:1-12).
Kalau huruf al yang ditambahkan kepada kata qāri’ah telah mengkhususkan bencana dan memperhebat gambaran kengeriannya, maka penambahan huruf (apa) membuatnya lebih dahsyat lagi dan lebih membinasakan.
Bencana itu akan begitu berbahaya, sehingga orang mustahil dapat memba-yangkan kedahsyatannya, apalagi melukiskannya dengan kata-kata. Lihat pula Surah Al-Haqqah (QS.69:2-5), di tempat itu ungkapan serupa telah dipergunakan untuk menimbulkan kesan serupa. Qāri’ah selain merupakan bencana besar, berarti pula azab yang datang secara tiba-tiba.
Karena berada di luar jangkauan manusia untuk membayangkan betapa dah-syatnya bencana itu, maka hanya sebagian saja dari akibat-akibatnya yang mengerikan telah dikemukakan. Ayat ini dan ayat berikutnya memberikan sekelumit gambaran mengenai kegelisahan dan kesengsaraan yang akan diakibatkannya. Kejadian yang amat hebat lagi dahsyat itu akan mencerai-beraikan manusia bagaikan bulu-domba (wol) yang dihambur-hamburkan dan mereka tidak akan memperoleh perlindungan di mana pun.
 Bila dipergunakan dalam hubungan dengan perorangan kata mawāzin (timbangan amal perbuatannya) berarti hasil perbuatannya, tetapi bila dipergunakan dalam hubungan dengan suatu bangsa maka kata itu bermakna sarana-sarana kebendaan dan sumber-sumber daya. Menurut istilah peperangan zaman mutakhir ini rupanya istilah “tonase” (ukuran bobot) merupakan terje-mahan tepat dari kata itu.
Dalam pengertian terakhir, ayat ini akan berarti bahwa suatu bangsa (negara) yang sumber daya materinya besar atau tonase kapal-kapal laut dan pesawat-pesawat terbangnya berat, akan mengungguli lawan-lawannya, dan kenyataan itu akan meningkatkan wibawa dan kekuasaannya dan sebagai akibatnya menambah kebahagiaannya.
Tetapi jika yang dimaksudkan adalah bobot timbangan “amal-amal shaleh” yang dilakukan ketika hidup di dunia  -- yakni dengan cara  mensyukuri Sifat Rahmāniyat (Maha Pemurah) Allah Swt. dengan cara syukur yang hakiki (QS.2:202-203) -- maka makna kalimat orang yang berat timbangan amalnya  maka ia di dalam kehidupan yang menyenangkan, artinya ia akan menjadi penghuni kehidupan surgawi di alam akhirat yang menyenangkan karena membawa bekal keimanan dan amal shaleh yang berat timbangannya.

Neraka Jahannam Merupakan Rahim
bagi Orang-orang Berdosa

   Sedangkan makna kalimat  Dan adapun orang  yang ringan timbangan amalnya,  maka ibu  inangnya adalah Hāwiyah.  Dan apakah engkau mengetahui apa Hāwiyah itu?    Yaitu api yang menyala-nyala! (Al-Qāri’ah [101]:1-12) mengandung makna:
(1)       Sebagaimana keadaan bayi yang dilahirkan dalam keadaan prematur  maka agar dapat beradaptasi langsung dengan kehidupan di  luar rahim ibunya ia terlebih dulu  harus memerlukan berbagai tindakan (upaya rehabilitasi) untuk menyelamatkan kehidupannya, misalnya dimasukkan ke dalam incubator dan beberapa upaya rehabilitasi bagian-bagian tubuhnya yang cacat.
   Demikian pula halnya dengan keadaan ruh manusia yang ketika mengalami kematian dalam keadaan cacat akibat dosa-dosa yang dilakukannya semasa hidupnya di dunia, sebelum dapat memasuki alam akhirat yang disebut “kehidupan surgawi”,   maka ruh-ruh yang cacat -- seperti  halnya  bayi- bayi yang dilahirkan premature atau dalam keadaan  cacat --  itu pun harus terlebih dulu mengalami rehabilitasi  di alam akhirat yang disebut neraka jahannam.
(2)     Dengan demikian jelaslah  bahwa menurut Allah Swt. hubungan orang-orang berdosa dengan neraka akan serupa dengan hubungan bayi dengan rahim ibunya. Seperti halnya mudigah (janin) tumbuh melalui berbagai tingkat perkembangan di dalam rahim ibu hingga pada akhimya ia lahir dalam bentuk bayi manusia utuh, demikian pulalah keadaan orang-orang bersalah yang akan melalui berbagai tingkat siksaan batin di alam akhirat,  hingga pada akhirnya ruh mereka menjadi samasekali bersih dari noda dosa dan memperoleh kelahiran baru. Jadi, azab neraka itu dimaksudkan membuat orang-orang jahat bertobat dari dosa-dosa mereka dan memperbaiki diri mereka sendiri.
     Jadi, menurut pandangan Islam, neraka merupakan suatu panti asuhan atau  tempat rehabilitasi yang tentu saja sangat tidak menyenangkan  atau sangat menyakitkan bagi yang mengalaminya karena di sana   ruh-ruh orang yang direhabilitasi akan merasakan langsung penderitaan pelaksanaan rehabilitasi tersebut sampai siap untuk dapat beradaptasi dengan kehidupan akhirat yang disebut kehudupan dalam surga.
      Itulah sebabnya Nabi Besar Muhammad saw. telah bersabda bahwa akan datang masanya  bahwa pintu-pintu dan jendela-jendela neraka akan bergerak-gerak  seperti ditiup angin, bagaikan rumah kosong  yang telah ditinggalkan penghuninya,, karena semua penghuni neraka telah masuk ke dalam surga,

 (Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar, 21 April 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar