بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Ash-Shāffāt
Bab 93
Hakikat
“Rasa Sakit Melahirkan”
yang Dialami
Maryam binti Maryam & Makna “Pohon
Kurma”
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam bagian
akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan firman Allah Swt. mengenai “rasa sakit”
ketika Maryam binti ‘Imran melahirkan
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., firman-Nya:
فَحَمَلَتۡہُ فَانۡتَبَذَتۡ بِہٖ مَکَانًا قَصِیًّا ﴿﴾ فَاَجَآءَہَا الۡمَخَاضُ اِلٰی جِذۡعِ
النَّخۡلَۃِ ۚ قَالَتۡ یٰلَیۡتَنِیۡ مِتُّ قَبۡلَ ہٰذَا وَ کُنۡتُ نَسۡیًا مَّنۡسِیًّا ﴿﴾ فَنَادٰىہَا مِنۡ تَحۡتِہَاۤ اَلَّا تَحۡزَنِیۡ قَدۡ جَعَلَ رَبُّکِ
تَحۡتَکِ سَرِیًّا ﴿﴾ وَ ہُزِّیۡۤ
اِلَیۡکِ بِجِذۡعِ النَّخۡلَۃِ
تُسٰقِطۡ عَلَیۡکِ رُطَبًا
جَنِیًّا ۫﴾ فَکُلِیۡ وَ اشۡرَبِیۡ وَ
قَرِّیۡ عَیۡنًا ۚ فَاِمَّا تَرَیِنَّ مِنَ الۡبَشَرِ اَحَدًا ۙ فَقُوۡلِیۡۤ اِنِّیۡ نَذَرۡتُ لِلرَّحۡمٰنِ صَوۡمًا فَلَنۡ
اُکَلِّمَ الۡیَوۡمَ اِنۡسِیًّا﴿ۚ﴾
Maka
Maryam mengandungnya, lalu ia
mengasingkan diri bersamanya ke suatu tempat yang jauh. Maka rasa sakit melahirkan memaksanya pergi ke sebatang pohon
kurma. Ia berkata:
"Alangkah baiknya jika aku mati
sebelum ini dan aku menjadi sesuatu
yang dilupakan sama sekali!" Maka ia, malaikat, menyerunya dari arah
bawah dia: "Janganlah engkau bersedih hati, sungguh Tuhan
engkau telah membuat anak sungai di bawah engkau, dan goyangkan
ke arah engkau pelepah batang
kurma itu, ia akan menjatuhkan
berturut-turut atas engkau buah kurma yang matang lagi segar. Maka makanlah dan minumlah, dan sejukkanlah
mata engkau. Dan jika engkau melihat seorang manusia maka katakanlah: "Sesungguhnya aku telah bernazar
berpuasa untuk Tuhan Yang Maha
Pemurah maka aku sekali-kali tidak akan bercakap-cakap pada hari ini dengan seorang manusia pun. (Maryam [19]:23-27).
Apabila firman Allah Swt. tersebut
disandingkan dengan firman Allah Swt. berikut ini maka akan nampak
keterkaitannya menakjubkan, yang
membuktikan bahwa semua ayat-ayat dalam Al-Quran satu sama lain memiliki
hubungan yang sangat erat (QS.4:83), firman-Nya:
ضَرَبَ
اللّٰہُ مَثَلًا لِّلَّذِیۡنَ
کَفَرُوا امۡرَاَتَ نُوۡحٍ وَّ
امۡرَاَتَ لُوۡطٍ ؕ کَانَتَا تَحۡتَ
عَبۡدَیۡنِ مِنۡ عِبَادِنَا صَالِحَیۡنِ فَخَانَتٰہُمَا فَلَمۡ یُغۡنِیَا
عَنۡہُمَا مِنَ اللّٰہِ شَیۡئًا وَّ قِیۡلَ ادۡخُلَا النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِیۡنَ ﴿﴾ وَ ضَرَبَ اللّٰہُ
مَثَلًا لِّلَّذِیۡنَ اٰمَنُوا امۡرَاَتَ فِرۡعَوۡنَ ۘ اِذۡ قَالَتۡ رَبِّ ابۡنِ لِیۡ عِنۡدَکَ
بَیۡتًا فِی الۡجَنَّۃِ وَ
نَجِّنِیۡ مِنۡ فِرۡعَوۡنَ وَ عَمَلِہٖ وَ نَجِّنِیۡ مِنَ الۡقَوۡمِ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ مَرۡیَمَ
ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ الَّتِیۡۤ اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ مِنۡ
رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ مِنَ
الۡقٰنِتِیۡنَ ﴿٪﴾
Allah mengemukakan istri Nuh dan istri Luth sebagai misal bagi orang-orang kafir. Keduanya di bawah [asuhan] dua hamba dari hamba-hamba Kami yang saleh, tetapi keduanya berbuat khianat kepada kedua suami mereka, maka
mereka berdua sedikit pun tidak dapat
membela kedua istri mereka itu di hadapan Allah, dan dikatakan kepada
mereka: “Masuklah kamu berdua
ke dalam Api beserta orang-orang yang masuk.” Dan Allah mengemukakan istri Fir’aun
sebagai misal bagi orang-orang
beriman, ketika ia berkata: “Hai Tuhan, buatkanlah bagiku di sisi Engkau
sebuah rumah di surga, dan selamatkanlah
aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah
aku dari kaum yang zalim, Dan juga
Maryam putri ‘Imran, yang telah memelihara kesuciannya, maka Kami
meniupkan ke dalamnya Ruh Kami, dan ia
menggenapi firman Tuhan-nya dan Kitab-kitab-Nya,
dan ia termasuk orang-orang yang patuh.
(At-Tahrīm
[66]:11-13).
Makna “Pohon Kurma”
Ada
yang menarik berkenaan dengan “pohon
kurma” yang padanya Maryam binti ‘Imran bersandar
ketika melahirkan Isa Ibnu Maryam
a.s. serta anak sungai yang letaknya diberitahukan oleh malaikat kepada Siti Maryam. Nabi Besar
Muhammad saw. telah mengumpamakan orang
Islam bagaikan “pohon kurma”,
yaitu sebuah pohon yang seluruh
bagiannya memberikan manfaat
kepada manusia, terutama buahnya.
Dalam
QS.66:11-13 tersebut Allah Swt. – setelah mengemukakan “istri-istri durhaka” Nabi Nuh a.s. dan
Nabi Luth a.s. sebagai misal (perumpamaan)
orang-orang yang mendustakan dan menentang rasul
Allah yang diutus kepada mereka (ayat 11) – selanjutnya pada ayat 12 Allah
Swt. mengumpamakan orang-orang yang beriman kepada rasul
Allah sebagai misal istri
Fir’aun, yang memilih “rumah di akhirat” daripada istana-istana di dunia milik suaminya, Fir’aun, yang zalim.
Ada
pun Maryam binti ‘Imran dijadikan misal (perumpamaan) bagi hamba-hamba Allah yang beriman dan bertakwa, yang benar-benar menjaga kesucian dirinya (jamani
dan ruhani), sehingga – seperti halnya Maryam
binti ‘Imran kemudian secara ruhani
menjadi hamil dan lalu secara
ruhani pula melahirkan Isa Ibnu Maryam a.s. – demikian juga hamba-hamba Allah Swt. yang hakiki itu
pun akan mengalami semacam “kehamilan”
secara ruhani dan “kelahiran” secara ruhani, yakni akan mengalami peningkatan
dari martabat ruhani Maryam binti
‘Imran menjadi tingkatan ruhani Isa Ibnu
Maryam a.s., melalui “tiupan Ruh”
dari Allah atau “Kalimat Allah”.
Dalam rangka menghibur Siti Maryam yang
sedang menderita kesakitan saat melahirkan bayi yang dikandungnya
tersebut Allah Swt. mengutus malaikat untuk memberikan kabar gembira kepadanya,
firman-Nya:
فَاَجَآءَہَا
الۡمَخَاضُ اِلٰی جِذۡعِ النَّخۡلَۃِ ۚ قَالَتۡ یٰلَیۡتَنِیۡ مِتُّ
قَبۡلَ ہٰذَا وَ کُنۡتُ نَسۡیًا
مَّنۡسِیًّا ﴿﴾ فَنَادٰىہَا مِنۡ تَحۡتِہَاۤ اَلَّا تَحۡزَنِیۡ قَدۡ جَعَلَ رَبُّکِ
تَحۡتَکِ سَرِیًّا ﴿﴾ وَ ہُزِّیۡۤ
اِلَیۡکِ بِجِذۡعِ النَّخۡلَۃِ
تُسٰقِطۡ عَلَیۡکِ رُطَبًا
جَنِیًّا ﴿٪﴾
فَکُلِیۡ وَ اشۡرَبِیۡ وَ قَرِّیۡ عَیۡنًا ۚ
Ia
berkata: "Alangkah baiknya jika aku
mati sebelum ini dan aku menjadi
sesuatu yang dilupakan sama sekali!" Maka ia,
malaikat, menyerunya dari arah bawah dia: "Janganlah
engkau bersedih hati, sungguh Tuhan engkau telah membuat anak sungai di
bawah engkau, dan goyangkan ke arah engkau pelepah
batang kurma itu, ia akan menjatuhkan berturut-turut atas engkau buah
kurma yang matang lagi segar. Maka makanlah dan minumlah, dan sejukkanlah
mata engkau. (Maryam [19]:23-27).
Kabar
suka mengenai keadaan nyata yang dialami Siti Maryam tersebut pada hakikatnya merupakan kabar suka kepada orang-orang
beriman yang telah meraih martabat
keruhanian Siti Maryam dan Isa Ibnu Maryam
bahwa dari segi ruhani mereka pun akan mengalami keadaan
seperti itu, yang secara umum diungkapkan dalam kalimat “jannatin tajri min tahtihal- anhār
-- kebun-kebun yang dibawahnya mengalir sungai-sungai”, firman-Nya:
وَ بَشِّرِ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا
الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ؕ کُلَّمَا رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ
رِّزۡقًا ۙ قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ ۙ وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا ؕ
وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ
مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman dan beramal saleh bahwa sesungguhnya untuk
mereka ada kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Setiap kali
diberikan kepada mereka buah-buahan dari
kebun itu sebagai rezeki, mereka berkata: “Inilah yang telah direzekikan kepada kami sebelumnya”, akan
diberikan kepada mereka yang serupa
dengannya, dan bagi mereka di
dalamnya ada jodoh-jodoh
yang suci, dan mereka akan kekal di dalamnya (Al-Baqarah
]2]:26).
Berbagai Fitnah Keji dan Fatwa Buruk yang
Dilontarkan kepada Misal Isa Ibnu Maryam a.s.
Sejarah membuktikan bahwa sebagaimana
kejadian luarbiasa yang dialami oleh Maryam binti ‘Imran berupa kehamilan
dan kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah menimbulkan kehebohan besar di kalangan para pemuka agama Yahudi, sehingga
mereka mengeluarkan berbagai fatwa
buruk tentang kedua wujud suci
tersebut, maka hal yang sama pun terjadi pula pada hamba-hamba Allah di kalangan umat
Islam yang berhasil meraih tingkatan
ruhani Maryam binti ‘Imran dan tingkatan
ruhani Isa Ibnu Maryam a.s, contohnya
adalah para wali Allah besar dan para
mujaddid yang dibangkitkan di setiap permulaan abad.
Banyak di antara wujud-wujud suci tersebut – misalnya Hujjatul-Islam Imam Ghazali, Syekh ‘Abdul Qadir Jailani, Muhyiddin
Ibnu ‘Araby dll -- menjadi sasaran fatwa
buruk, fitnah, bahkan upaya pembunuhan dari para ulama sezamannya, contohnya Al-Halaj, seperti halnya yang dialami
oleh para nabi Allah yang
dibangkitkan di kalangan Bani Israil
oleh para pemuka agama mereka, sebagaimana dikemukakan Allah Swt.
dalam QS.2:88-89 dan juga dalam Matius 23:1-36 bab “Yesus Mengecam ahli-ahli Taurat dan
Orang-orang Farisi”.
Kecaman keras Yesus (Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.) tersebut diakhiri dengan ucapan
berisi nubuatan (kabar gaib) yang
akan menimpa para pemuka kaum Yahudi
yang dimisalkan sebagai kota “Yerusalem”:
“Yerusalem, Yerusalem,
engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk
ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau. Lihatlah rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi. Dan Aku berkata
kepadamu: Mulai sekarang kamu tidak akan
melihat Aku lagi, hingga kamu berkata: “Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!” (Matius
23:37-39).
Kecaman
keras serta nubuatan Nabi Isa
Ibnu Maryam a.s. atau Yesus Kristus
mengenai kehancuran “Yerusalem”
tersebut mengisyaratkan kepada kehancuran Yerusalem
yang kedua kali melalui serbuan dahsyat
balatentara raja Nebukadnezar dari Babilonia (II Raja-raja 25:1-21;
QS.2:260; QS.17:5-11), sebagai hukuman
Allah Swt. atas orang-orang Yahudi
setelah peristiwa penyaliban Nabi Isa
Ibnu Maryam a.s. pada th. 70 M (Matius 24:15-22), sesuai dengan nubuatan dan juga peringatan bagi umat Islam dalam Al-Quran (QS.17:5-11).
Kenapa demikian? Sebab pernyataan bahwa
pengutusan Isa Ibnu Maryam a.s. merupakan as-Sā’ah
(tanda Saat/tanda Kiamat – QS.43:58-62) berlaku juga bagi Bani Isma’il yaitu ketika Allah Swt.
mengutus misal Isa Ibnu Maryam a.s. di Akhir Zaman (QS.43:58) dari kalangan umat Islam, yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s.,
Pendiri Jemaat Ahmadiyah (QS.61:10; QS.7:35-37).
Sesudah itu Yesus keluar dari Bait Allah, lalu pergi. Maka datanglah murid-muridnya lalu menunjuk
kepada bangunan-bangunan Bait Allah.
Ia berkata kepada mereka: “Kamu melihat semuanya itu? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak satu batu pun di sini akan dibiarkan
terletak di atas batu yang lain, semua akan diruntuhkan” (Matius
25:1-2).
Empat Macam Martabat Ruhani:
Nabi; Shiddiq, Syahid dan Shalih
Kenyataan membuktikan, bahwa sebagaimana kehamilan Maryam binti ‘Imran dan kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
telah mengobarkan berbagai macam fitnah
keji dan fatwa buruk terhadap kedua wujud suci yang dibangkitkan di kalangan Bani Israil tersebut,
demikian pula di Akhir Zaman
ini peristiwa yang sama terjadi juga pada diri Mirza Ghulam Ahmad a.s. – misal
Isa
Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58) – yaitu ketika melakukan
ketaatan sempurna kepada Nabi Besar Muhammad saw. (QS.3:32)
maka beliau mengalami proses kehamilan dan kelahiran ruhani dari tingkatan ruhani Maryam binti ‘Imran
menjadi tingkatan ruhani Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.66:13),
firman-Nya:
قُلۡ اِنۡ کُنۡتُمۡ تُحِبُّوۡنَ اللّٰہَ
فَاتَّبِعُوۡنِیۡ یُحۡبِبۡکُمُ اللّٰہُ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ذُنُوۡبَکُمۡ ؕ وَ
اللّٰہُ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾ قُلۡ اَطِیۡعُوا اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ ۚ فَاِنۡ
تَوَلَّوۡا فَاِنَّ اللّٰہَ لَا یُحِبُّ
الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Katakanlah: ”Jika kamu benar-benar mencintai Allah maka ikutilah aku, Allah
pun akan mencintai kamu dan akan
mengampuni dosa-dosa kamu. Dan Allah
Maha Pengampun, Maha Penyayang.” Katakanlah: ”Taatilah Allah dan Rasul ini”, kemudian jika
mereka berpaling maka ketahuilah sesungguh-nya Allah tidak mencintai orang-orang kafir. (Āli
‘Imran [3]:32-33).
Firman
Allah Swt. tersebut dengan tegas menyatakan bahwa tujuan memperoleh kecintaan Ilahi sekarang tidak mungkin
terlaksana kecuali dengan mengikuti Nabi
Besar Muhammad saw., ada pun bentuk-bentuk kecintaan Allah Swt. tersebut adalah berupa dianugerahkannya empat
macam (tingkatan) nikmat ruhani,
yaitu nabi, shiddiq, syahid dan shalih,firman-Nya:
وَ مَنۡ
یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ
عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ
الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ﴾ ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ
عَلِیۡمًا ﴿٪﴾
Dan barangsiapa
taat kepada Allah dan Rasul ini
maka mereka akan termasuk di antara
orang-orang yang Allah
memberi nikmat kepada mereka yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang shalih, dan mereka
itulah sahabat yang sejati. Itulah karunia
dari Allah, dan cukuplah Allah Yang Maha Mengetahui. (An-Nisa [4]:70-71).
Pernyataan Allah Swt. dalam ayat
ini sangat penting, sebab ia menerangkan semua jalur kemajuan ruhani yang terbuka
bagi kaum Muslimin. Keempat martabat
keruhanian — nabi-nabi,
shiddiq-shidiq, syuhada
(saksi-saksi) dan shālihīn (orang-orang saleh)
— kini semuanya dapat dicapai hanya
dengan jalan mengikuti Nabi Besar
Muhammad saw. (QS.3:32).
Lā nabiyya
ba’dahu
(Tidak Ada lagi Nabi Susudahnya)
Adalah Faham Sesat
Warisan Kaum-kaum Purbakala
Hal ini
merupakan kehormatan khusus bagi Nabi Besar Muhammad saw. semata, dan itulah sebabnya beliau saw.
disebut “Khātaman-Nabiyyīn”
(QS.33:41) yang telah keliru difahami
sebagai “nabi terakhir” atau “nabi penutup” akibat dari keliru
memaknai bagian percakapan Nabi Besar Muhammad saw. dengan Ali bin Abi
Thalib r.a. Lā nabiyya ba’diy (tidak ada
lagi nabi setelahku).
Itulah sebabnya terhadap kemungkinan kekeliruan memahami sabda khusus Nabi Besar Muhammad saw. tersebut
maka Ummul Mukminin Siti ’Aisyah r.a.
telah menjelaskan:
“Katakan
bahwa Rasulullah saw. adalah “Khātaman-Nabiyyīn
tetapi jangan kamu mengatakan Lā nabiyya ba’dahu (tidak ada lagi nabi sesudahnya).
Penjelasan Siti ‘Aisyah r.a.
tersebut sesuai dengan pernyataan
Allah Swt., bahwa orang yang mengatakan Lā nabiyya ba’dahu adalah orang yang sesat, sebab faham sesat seperti itu merupakan faham sesat warisan kaum-kaum purbakala
yang mendustakan para rasul Allah sejak Nabi Nuh a.s. sampai
di Akhir Zaman ini (QS.10:72-75;
QS.40:35) -- padahal Allah Swt. dengan tegas
dalam Al-Quran telah mewasiyatkan
mengenai kesinambungan pengutusan
para rasul Allah kepada Bani
Adam (QS.7:35-37).
Berikut firman Allah Swt mengenai
dialog antara seseorang yang beriman kepada Nabi Musa a.s. di
kalangan keluarga Fir’aun mengenai itikad sesat
Lā nabiyya ba’dahu (tidak ada lagi nabi sesudahnya) sehubungan wafatnya Nabi Yusuf a.s. di Mesir, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ
جَآءَکُمۡ یُوۡسُفُ مِنۡ قَبۡلُ بِالۡبَیِّنٰتِ فَمَا زِلۡتُمۡ فِیۡ شَکٍّ
مِّمَّا جَآءَکُمۡ بِہٖ ؕ حَتّٰۤی
اِذَا ہَلَکَ قُلۡتُمۡ لَنۡ یَّبۡعَثَ اللّٰہُ مِنۡۢ بَعۡدِہٖ رَسُوۡلًا ؕ کَذٰلِکَ یُضِلُّ اللّٰہُ مَنۡ
ہُوَ مُسۡرِفٌ مُّرۡتَابُۨ ﴿﴾ الَّذِیۡنَ یُجَادِلُوۡنَ فِیۡۤ اٰیٰتِ اللّٰہِ بِغَیۡرِ سُلۡطٰنٍ اَتٰہُمۡ ؕ
کَبُرَ مَقۡتًا عِنۡدَ اللّٰہِ وَ عِنۡدَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا ؕ کَذٰلِکَ
یَطۡبَعُ اللّٰہُ عَلٰی کُلِّ قَلۡبِ مُتَکَبِّرٍ جَبَّارٍ ﴿﴾
Dan sungguh benar-benar telah datang kepada kamu Yusuf
sebelum ini dengan bukti-bukti yang
nyata, tetapi kamu selalu dalam
keraguan dari apa yang dengannya dia datang kepadamu, hingga apabila ia telah mati kamu berkata: “Allah tidak akan pernah
mengutus seorang rasul pun sesudahnya.”
Demikianlah Allah menyesatkan barangsiapa yang melam-paui batas, yang
ragu-ragu. Yaitu orang-orang
yang bertengkar mengenai Tanda-tanda Allah
tanpa dalil yang datang kepada mereka. Sangat besar kebencian di sisi Allah dan di
sisi orang-orang yang beriman, demikianlah Allah mencap setiap hati orang
sombong lagi sewenang-senang. (Al-Mu’mīn
[40]:35-36).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 9 April 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar